• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang TP 2013/2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang TP 2013/2014)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI KEMAMPUAN

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang

Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

TRIYANA INDAH LESTARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EVEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI PEMAHAMAN

KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang TP 2013/2014) Oleh

TRIYANA INDAH LESTARI

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam enam kelas sebanyak 208 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII D dan VII E yang dipilih menggunakan teknik purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan pretest and post-test control design. Berdasarkan pengujian hipotesis, diperoleh bahwa gain pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik dari pembelajaran konvensional dengan taraf signifikansi 5%. Kesimpulan yang diperoleh bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif diterapkan ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 5

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kajian Teori ... 8

1. Efektivitas Pembelajaran ... 9

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 11

3. Pembelajaran Konvensional ... 11

4. Pemahaman Konsep Matematis... 14

B.Kerangka Pikir ... 16

C.HipotesisPenelitian ... 18

III. METODE PENELITIAN A.Populasi dan Sampel ... 19

(7)

C.Langkah-Langkah Penelitian ... 20

D.Data Penelitian ... 21

E. Teknik Pengumpulan Data ... 21

F. Instrumen Penelitian ... 21

1. Validitas Isi ... 22

2. Reliabilitas ... 23

3. Daya Pembeda ... 24

4. Tingkat Kesukaran ... 25

G.Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 26

1. Uji Normalitas ... 27

2. Uji Homogenitas Varians populasi ... 28

3. Uji Hipotesis ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 31

1. Uji Hipotesis ... 32

2. Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis siswa ... 33

3. Kualitas Peningkatan Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 34

B.Pembahasan ... 35

V. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 38

B. Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan zaman di era globalisasi menuntut setiap negara untuk

siap menghadapi persaingan dengan negara lain. Untuk dapat bersaing dan

bertahan maka setiap negara harus memiliki kualitas sumber daya manusia yang

baik. Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas dapat dilakukan dengan

berbagai cara salah satunya yaitu pendidikan, hal ini dikarenakan pendidikan

merupakan usaha sadar manusia untuk meningkatkan kemampuan diri dengan

membina potensi-potensi pribadi yang dimilikinya.

Begitu pentingnya pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia, maka

mutu pendidikan harus diperbaiki agar pendidikan yang diterima calon sumber

daya manusia dapat diserap dengan baik sehingga sumber daya manusia yang

tercipta memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut tercermin dalam pembukaan

UUD RI 1945 bahwa pendidikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan

umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UU RI Nomor 20 Tahun

2003 (Depdiknas, 2007: 55) tentang Sistem Pendidikan Nasional juga disebutkan

bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

(9)

2

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Perbaikan mutu pendidikan merupakan tugas semua pihak khususnya kepada guru sebagai tenaga pendidik.

Guru sangat berperan penting dalam perbaikan mutu pendidikan karena guru akan

menciptakan anak didik yang berkualitas melalui proses pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran matematika selama ini, guru memegang peranan

utama dalam penyampaian materi di kelas. Guru aktif bertindak sebagai pemberi

informasi, sedangkan siswa hanya aktif menerima informasi dengan cara

mendengarkan, mencatat, dan menghafal. Pada umumnya guru menyadari bahwa

pelajaran matematika merupakan pelajaran yang kurang diminati, ditakuti dan

membosankan oleh sebagian besar siswa. Hal ini mengakibatkan siswa kurang

memberi perhatian pada pelajaran matematika sehingga siswa kurang termotivasi

untuk mempelajari matematika. Masalah lain yang banyak dijumpai di sekolah

selama ini adalah ketidaksukaan siswa pada pelajaran matematika menyebabkan

siswa enggan mengerjakan soal-soal yang diberikan guru, padahal dari soal-soal

tersebutlah siswa dapat melatih kemampuan matematisnya dengan mengerjakan

setiap tipe soal metematika.

Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru dituntut untuk menciptakan

kondisi belajar di kelas yang dapat membangkitkan semangat belajar siswa

sehingga siswa memiliki keterampilan, keberanian, serta mempunyai kemampuan

matematis. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan berbagai alternatif

pembelajaran yang menarik. Pembelajaran matematika di berbagai sekolah

(10)

Proses belajar yang efektif memerlukan dukukungan dari guru dan siswa serta

pembelajaran bermutu agar peserta didik mendapatkan pengalaman belajar yang

memadai dan pemahaman konsep yang baik. Situasi yang dikehendaki ini

menuntut proses pembelajaran yang banyak melibatkan murid. Soedjadi

(2000:23) menyatakan bahwa betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika

yang diterapkan belum tentu akan dapat menjamin tercapainya tujuan pendidikan,

dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan itu adalah proses

pembelajaran yang lebih menekankan kepada keterlibatan murid secara optimal.

Keterlibatan murid secara optimal sangat mendukung dalam peningkatan

pemahaman konsep siswa. Pada saat ini pemahaman konsep siswa di Indonesia

masih tergolong rendah. Menurut Balitbang (2011) pada data survei TIMSS

(Trends In International Mathematics and Science Study), Indonesia berada di

urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara. Skor Indonesia ini turun 11 poin

dari penilaian tahun 2007. Pada tahun 2007, Indonesia berada di urutan ke 36

dengan skor 397 dari 49 negara. Contohnya seorang siswa kelas satu SMP yang

diberi pertanyaan “Berapa 7 × 11 ?” akan dengan mudah menjawabnya dengan

jawaban 77. Tetapi jika siswa tersebut diberi pertanyaan lanjutan “Jelaskan

mengapa 7 × 11 = 77 ? ”, belum tentu siswa tersebut bisa menjelaskannya. Hal ini

dikarenakan, untuk pertanyaan pertama hanya diperlukan prosedur rutin untuk

menjawabnya. Sedangkan untuk pertanyaan kedua diperlukan kemampuan

pemahaman yang cukup tentang masalah tersebut untuk bisa menjawabnya.

Pemahaman konsep matematika merupakan kemampuan matematika seseorang

(11)

4

Pemahaman konsep yang dicapai siswa tidak dapat dipisahkan dengan masalah

pembelajaran yang merupakan alat ukur penguasaan materi yang diajarkan. Agar

mudah memahami konsep matematika pembelajaran harus dimulai dari yang

sederhana ke kompleks dan dari yang konkret ke abstrak. Dengan demikian,

pe-milihan model pembelajaran harus tepat. Model pembelajaran yang sesuai adalah

pembelajaran yang dapat menarik perhatian dan minat belajar siswa, siswa aktif

dalam pembelajaran, pembelajaran dituntut untuk melakukan diskusi antar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengkondisikan siswa untuk

berinter-aksi antarsiswa adalah model pembelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satu model

pem-belajaran kooperatif yang dapat membangun kepercayaan diri siswa, waktu

berfikir yang lebih banyak, berkomunikasi, berinteraksi, dan mendorong

partisi-pasi mereka dengan pasangan di kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran tipe TPS membantu siswa menginterprestasikan ide mereka secara mandiri yang kemudian didiskusikan

bersama pasangan dan memaparkan hasilnya kepada teman sekelasnya.

SMP Negeri 1 Ketapang adalah salah satu sekolah yang masih menerapkan

pembelajaran konvensional dalam pelajaran matematika. Guru aktif menjelaskan

konsep matematika, sedangkan siswa hanya menerima penjelasan yang

disampaikan oleh guru bahkan banyak siswa yang tidak terlibat aktif dalam

pembelajaran, yaitu melakukan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran

seperti berbicara dengan siswa lain tentang sesuatu di luar materi pelajaran dan

(12)

berdampak pada rendahnya pemahaman konsep matematis siswa. Rendahnya

pemahaman konsep matematis siswa terlihat pada saat siswa mengerjakan soal

latihan maupun soal ulangan. Sebagian siswa hanya menghafal rumus tanpa

mengetahui konsep awal yang dijadikan dasar dari persoalan yang diberikan.

Berdasarkan uraian di atas, dengan pembelajaran yang efektif diharapkan siswa

terlibat secara aktif ketika pembelajaran berlangsung sehingga pemahaman

konsep yang dicapai dapat meningkat. Untuk itu perlu diadakan penelitian

tentang “efektivitas model pembelajaran tipe TPS ditinjau dari pemahaman

konsep matematis siswa studi pada siswa kelas VII SMP Negeri I Ketapang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

“apakah model pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif ditinjau dari pemahaman

konsep matematis siswa?”

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui efektivitas model pembelajaran tipe TPS ditinjau dari pemahaman

konsep matematis siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pemikiran bagi

para guru matematika dan memilih alternatif pembelajaran dan untuk siswa dapat

melatih bekerjasama dengan baik dalam kelompok serta dapat meningkatkan

(13)

6

E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini antara lain:

1. Efektivitas Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif

yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, atau efektif juga dapat

diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah keefektifan penggunaan model

pem-belajaran kooperatif tipe TPS. TPS Dikatakan efektif jika peningkatan

pemahaman konsep siswa dengann model pembelajaran kooperatif tipe TPS

lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensioanal.

2. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share merupakan suatu pembelajaran yang menggunakan strategi diskusi kooperatif dengan cara

memproses informasi dengan mengembangkan cara berpikir dan komunikasi.

Siswa diberi kesempatan untuk berpikir (Think) atas informasi atau pertanyaan yang diberikan oleh guru, selanjutnya berpasangan (Pairing)

dengan teman sebangku untuk berdiskusi, dan berbagi (sharing) dengan

seluruh kelas atas hasil diskusinya.

3. Pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang selama ini diterapkan di

sekolah dimana pembelajaran lebih terpusat pada guru. Dimana proses

pembelajaran di awali dengan guru menjelaskan materi pelajaran di depan

kelas dengan metode ceramah, memberikan contoh soal kemudian

memberikan tugas diskusi kelompok, setelah itu perwakilan kelompok

mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya serta tanya jawab dan diakhiri

(14)

4. Pemahaman konsep matematis merupakan seberapa besar pemahaman

seseorang untuk memahami suatu materi atau objek dalam pembelajaran

matematika. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil tes pemahaman konsep.

Adapun indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini

mengacu pada peraturan Dirjen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004

tanggal 11 November 2004, yaitu:

1. Menyatakan ulang suatu konsep.

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Efektivitas Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas pembelajaran

merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang diperoleh. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran

adalah dengan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan

peserta didik.

Aunurrahman (2009: 34) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif

di-tandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan

telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan,

dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan

sebagainya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat secara

langsung.

Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam mencari

(16)

diberikan guru. Dengan terlibatnya siswa dalam pencarian informasi maka hasil

belajar yang diperoleh tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi

juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa, juga dapat meningkatkan

intensitas bertanya, serta interaksi yang baik terhadap faktor pendukung

di-temukannya informasi.

Lebih lanjut, Hamalik (2005: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif

adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau

melaku-kan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang

terjadi dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan pengalaman baru bagi

siswa untuk mendapatkan pengetahuan baru pula. Penyediaan kesempatan

bela-jar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa

dalam memahami materi yang sedang dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah

ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa

dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

dinyatakan dengan hasil belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang

di-maksud adalah penguasaan konsep siswa pada materi yang diajarkan.

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Think Pair Share (TPS) dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas

Maryland pada tahun 1981. Menurut Nurhadi (2004: 23) TPS merupakan struktur

pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, agar

(17)

10

akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk

memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab dan

saling membantu satu sama lain.

Menurut Lie (2002:56) teknik belajar mengajar berpikir-berpasangan-berbagi

dikembangkan oleh Lyman dan Kagan sebagai struktur kegiatan pembelajaran

gotong royong. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta

bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah

optimali-sasi partisipasi siswa. Dengan model klasikal yang memungkinkan hanya satu

siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik TPS ini

memberi kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan

partisipasi mereka kepada orang lain.

Di pihak lain, Lie (2002: 46) juga menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam

kelompok berpasangan, antara lain lebih sedikit ide yang muncul, jika terjadi

per-selisihan tidak ada penengah, serta banyaknya kelompok yang melapor dan perlu

dimonitor. Namun disinilah peran guru agar optimal dalam menjalankan

peran-nya sebagai fasilitator.

Trianto (2007: 61) menyatakan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif

tipe TPS adalah sebagai berikut.

a. Langkah 1 – Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang

terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan pertanyaan

atau isu tersebut secara mandiri.

b. Langkah 2 – Berpasangan (Pairing): Guru meminta para siswa untuk

(18)

selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu

pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu

khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4

atau 5 menit untuk berpasangan.

c. Langkah 3 – Berbagi (Sharing): Pada langkah akhir ini guru meminta

pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas

secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah

ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke

pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan

tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

Prosedur pelaksanaan TPS tersebut efektif dalam membatasi aktivitas siswa yang

tidak relevan dengan pembelajaran, serta dapat memunculkan kemampuan atau

keterampilan siswa yang positif. Jadi, TPS akan mengembangkan kemampuan

siswa untuk berpikir secara terstruktur dalam diskusi mereka dan memberikan

kesempatan untuk bekerja sendiri ataupun dengan orang lain melalui keterampilan

berkomunikasi.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran

yang diawali dengan cara menerangkan materi menggunakan model ceramah,

kemudian guru memberikan contoh-contoh soal latihan dan penyelesaiannya,

selanjutnya guru memberikan tugas berupa latihan soal atau Lembar Kerja

Kelompok (LKK) untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun

(19)

12

Institute of Computer Technology dalam Sunartombs (2009) menyebutnya dengan

istilah “pembelajaran konvensional”. Dijelaskan bahwa pengajaran konvensional

yang berpusat pada guru adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang

diterapkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Pengajaran model ini dipandang

efektif, terutama untuk berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat

lain, menyampaikan informasi dengan cepat, membangkitkan minat akan

infor-masi,dan mengajari siswa cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Selain itu Roestiyah (2008: 115) menyatakan bahwa peran guru dalam model

ceramah lebih aktif dalam hal menyampaikan bahan pelajaran, sedangkan peserta

didik hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan-penjelasan yang diberikan

oleh guru.

Model pengajaran dengan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru

adalah perilaku pengajaran yang paling umum yang diterapkan di sekolah-sekolah

saat ini. Pengajaran model ini dipandang efektif, terutama untuk berbagai

informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, menyampaikan informasi

dengan cepat, membangkitkan minat akan informasi, mengajari siswa cara belajar

terbaiknya dengan mendengarkan.

Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran konvensional ini yaitu para siswa tidak

mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu. Sumber belajar dalam

pem-belajaran konvensional lebih banyak berupa informasi verbal yang diperoleh dari

buku dan penjelasan guru. Sumber-sumber inilah yang sangat mempengaruhi

proses belajar siswa. Oleh karena itu, sumber belajar (informasi) harus tersusun

(20)

keseluruhan dan biasanya bersifat deduktif. Jadi kegiatan guru yang utama adalah

menerangkan dan siswa mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru.

Salah satu ciri kelas dengan pembelajaran secara biasa yaitu para siswa tidak

mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

Pembelajaran dengan cara konvensional ini memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan dari pembelajaran konvensional ini adalah waktu yang diperlukan

cukup singkat dalam proses pembelajaran karena waktu dan materi pelajaran

dapat diatur secara langsung oleh guru yang bersangkutan, sedangkan kelemahan

dari pembelajaran konvensional ini adalah tidak semua siswa memiliki cara

belajar terbaik dengan mendengarkan dan hanya memperhatikan penjelasan dari

guru. Dalam pembelajaran ini, siswa sering mengalami kesulitan dalam

memahami konsep materi yang diajarkan dan kurang tertarik untuk belajar, selain

itu pembelajaran ini cenderug tidak memerlukan pemikiran yang kritis dan

mengasumsikan bahwa cara belajar siswa itu sama sehingga siswa kurang

berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional

adalah suatu pembelajaran yang bersifat klasikal, sebab pemahaman siswa

dibangun berdasarkan hapalan, dengan proses pembelajaran yang lebih cenderung

hanya mengantarkan siswa untuk mencapai target kurikulum seperti

konsep-konsep penting, latihan soal dan tes tanpa melibatkan siswa secara aktif. Hal itu

dikarenakan selain guru menyampaikan materi dengan pola ceramah, peran guru

dalam diskusi kelompok juga lebih mendominasi sehingga siswa hanya menjadi

(21)

14

tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran karena seluruh kegiatan

pem-belajaran selalu didominasi oleh guru.

4. Pemahaman Konsep Matematis

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat,

sedangkan konsep berarti ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa

konkret. Menurut Gagne (2011), konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan

kita mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Sedangkan

dalam matematika, konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan

sese-orang untuk menggolongkan suatu objek atau kejadian. Jadi pemahaman konsep

adalah pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. Nasution

(2006: 26) mengatakan bahwa konsep sangat penting bagi manusia, karena

digunakan dalam komunikasi dengan orang lain, dalam berpikir, dalam belajar,

membaca, dan lain-lain. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat.

Kemampuan pemahaman konsep matematika adalah salah satu tujuan penting

dalam pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan

kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu. Dengan

pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.

Pemahaman matematika juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang

disampaikan oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai

konsep yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Hudoyo (dalam Herdian, 2010: 5)

yang menyatakan tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan

(22)

Pemahaman konsep siswa dapat dilihat dengan tercapainya indikator dari

pema-haman konsep. Menurut (dalam Noer 2010: 11) Indikator dari pemapema-haman konsep

yaitu:

(1) menyatakan ulang suatu konsep;

(2) mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu;

(3) memberi contoh dan noncontoh dari konsep;

(4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika;

(5) mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep;

(6) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu;

(7) mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Jadi pemahaman

konsep berpengaruh terhadap tercapainya hasil belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep merupakan

kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang terlihat dari hasil

belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar tersebut berupa nilai yang diperoleh

siswa berdasarkan hasil tes berbentuk uraian yang dibuat sesuai indikator

pemahaman konsep yang diteliti. Kriteria penilaian pemahaman konsep, disajikan

(23)

16

Tabel 2.1 Skoring Tes Pemahaman Konsep

No .

Indikator Jawaban Skor

1. Menyatakan ulang suatu konsep

Tidak menjawab 0

Menyatakan ulang suatu konsep tetapi salah 1 Menyatakan ulang suatu konsep dengan benar 2

2. Mengklarifikasik

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep tetapi salah.

1

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep dengan benar.

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika tetapi salah.

1

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dengan benar.

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep tetapi salah.

1

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep dengan benar.

2

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu tetapi salah.

1

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih Prosedur atau operasi tertentu dengan benr.

2

Model pembelajaran tipe TPS adalah salah satu model pembelajaran yang

(24)

dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dapat memberi siswa lebih

banyak waktu untuk berfikir. Pada pembelajaran konvensional guru memberikan

penjelasan materi langsung kepada siswa secara lisan dan memberikan beberapa

pertanyaan, latihan soal kemudian pemberian tugas. Selama proses pembelajaran

sebagian besar siswa hanya memperhatikan, menjawab, mendengarkan penjelasan

guru dan mencatat materi bila ada yang perlu dicatat. Hal ini mengakibatkan

siswa menjadi pasif dan mengalami kesulitan dalam memahami konsep mate-

matika karena siswa tidak menemukan sendiri konsep dari materi pembelajaran

melainkan menerimanya langsung dari guru.

Pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model pembelajaran kooperatif

yang mempunyai tiga tahap kegiatan pembelajaran, yaitu thinking, pairing, dan

sharing. Pada tahap thinking guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berpikir secara aktif dan mandiri dalam mencari pengalaman belajar dan

mem-peroleh pengetahuan baru, sehingga konsep yang ditemukan oleh siswa dapat

ber-tahan lebih lama pada diri siswa. Kemudian pairing yaitu siswa berpasangan

kemudian berdiskusi dengan pasangannya saling bertukar pikiran untuk

me-mecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Pada tahap ini siswa akan

saling bekerja sama, menjelaskan satu sama lain dalam memahami materi

sehingga lebih mudah memahami konsep dari materi yang diberikan. Selanjutnya

yaitu tahap sharing, pada tahap ini siswa berbagi hasil diskusi dengan

pasangannya kepada kelompok lain.

Pada saat berdiskusi, berbagi informasi, bertanya, atau mengungkapkan pendapat

(25)

18

hanya bertindak sebagai pengarah dan pembimbing, sedangkan siswa dituntut

untuk lebih mandiri dalam proses pembelajaran. Siswa aktif selama proses

pem-belajaran dalam mencari pengalaman dan pengetahuan sendiri sehingga

mem-permudah siswa dalam memahami konsep materi yang dipelajari.

Dari uraian di atas terilihat bahwa pemahaman konsep matematis siswa dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS akan lebih baik dari pemahaman

konsep matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh

siswa di akhir pembelajaran.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPS

(26)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri I Ketapang. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri I Ketapang yang

terdistribusi pada 6 kelas dengan jumlah siswa sebanyak 208 siswa.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposiverandom sampling, yaitu dengan mengambil dua kelas secara

acak sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol, dipilih kelas VII D sebagai

kelas eksperimen dan kelas VII E sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Desain

yang digunakan adalah pre-test and post-test control group design.

Sebagaimana yang dikemukakan Furchan (2007: 368) sebagai berikut:

Tabel 3.1. Pretes – Postes Kontrol Desain

Kelas Pre-tes Perlakuan Pos-tes

Eksperimen Y1 X Y2

(27)

20

Keterangan :

E : kelas eksperimen K : kelas kontrol

X : Perlakuan kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS

C : Perlakuan pada kelas ekperimen dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

Y1 : Pre-test pada kelas eksperimen dan kontrol Y2 : Post-test pada kelas eksperimen dan kontrol

C. Langkah-Langkah Penelitian

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah

1. Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti berapa kelas

yang ada, jumlah siswa, dan cara mengajar guru matematika selama

pembelajaran.

2. Membuat Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas

eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TPS dan kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep

sekaligus aturan penskorannya.

4. Melakukan validasi instrumen.

5. Melakukan uji coba instrumen.

6. Melakukan perbaikan instrumen.

7. Mengadakan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

8. Melaksanakan perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

9. Mengadakan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

10. Menganalisis data.

(28)

D. Data Penelitian

Data penelitian ini merupakan data kuantitatif yaitu data berupa nilai

pemahaman konsep matematika siswa yang diperoleh melalui tes pemahaman

konsep yang dilakukan sebelum dan sesudah pokok bahasan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan

metode tes. Tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman konsep

matematis siswa. Sebelum pembelajaran (pretest) dan sesudah pembelajaran

(post-test) pada kelas eksperiman dan kelas kontrol. Tes yang diberikan

sesudah pembelajaran dimaksudkan untuk melihat pengaruh pembelajaran

terhadap pemahaman konsep siswa. Soal untuk mengukur kemampuan

pemahaman konsep matematis disusun dalam bentuk tes uraian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti

dalam kegiatan mengumpulkan data perangkat tes terdiri dari tujuh soal

berbentuk uraian. Tes diberikan di awal dan di akhir pembelajaran pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes tersebut berisi butir soal untuk

mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Skor jawaban

disusun berdasarkan indikator pemahaman konsep. Indikator pemahaman

konsep tersebut adalah:

1. Menyatakan ulang suatu konsep.

(29)

22

3. Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

5. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Penyusunan soal tes ini diawali dengan menentukan kompetensi dasar dan

indikator yang akan di ukur sesuai dengan materi dan tujuan kurikulum yang

berlaku pada populasi, menyusun kisi-kisi tes berdasarkan kompetensi dasar

dan indikator yang dipilih, menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi yang

dibuat. Hal ini dilakukan untuk menjamin validitas isi soal tes yang diujikan.

Perangkat tes yang telah dinyatakan valid diujicobakan di luar sampel tetapi

masih dalam populasi. Uji coba tes ini dilakukan di kelas VIII F. Setelah

diujicobakan data hasil ujicoba tersebut diukur tingkat reliabilitas, tingkat

kesukaran, dan daya pembeda tes. Apabila tes tersebut telah memenuhi

kriteria, maka tes termasuk kriteria yang baik sehingga soal layak untuk

digunakan.

1. Validitas Isi

Validitas tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu

validitas yang dilihat dari segi isi tes itu send iri sebagai alat pengukur

pemahaman konsep, yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat

pengukur hasil belajar siswa, isinya telah dapat mewakili secara representatif

terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.

(30)

menyatakan bahwa butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan

indikator maka tes tersebut dikategorikan valid.

Validitas isi dari suatu tes pemahan konsep dapat diketahui dengan jalan

membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes hasil belajar dengan

indikator yang telah ditentukan untuk masing-masing pelajaran, apakah

hal-hal yang tercantum dalam tujuan intruksional khusus sudah terwakili secara

nyata dalam tes hasil belajar tersebut atau belum. Oleh sebab itu, dalam

penelitian ini soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih

dahulu kemudian dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika

kelas VII SMP Negeri 1 Ketapang. Setelah perangkat tes dinyatakan valid,

maka perangkat tes diujicobakan diluar sampel penelitian yaitu pada siswa

kelas VII F

2. Reliabilitas

Reliabilitas tes dinyatakan dalam koefisien reliabilitas dan digunakan untuk

mengetahui tingkat keterandalan tes. Perhitungan koefisien reliabilitas tes ini

didasarkan pada pendapat Sudijono (2008: 207) yang menyatakan bahwa

untuk menghitung reliabilitas tes dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

keterangan:

11

r = Koefisien reliabilitas tes

n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes

2

(31)

24

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Antara 0,00 s.d 0,20 Sangat rendah

Antara 0,20 s.d 0,40 Rendah

Antara 0,40 s.d 0,70 Sedang

Antara 0,70 s.d 0,90 Tinggi

Antara 0,90 s.d 1,00 Sangat tinggi

Sudijono (2008: 207)

Sudijono (2008: 207) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila

memiliki nilai reliabilitas 0,70. Hasil uji coba dan perhitungan

me-nunjukkan bahwa tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai

reliabilitas sebesar 0,82 yang berarti memiliki interpretasi tinggi. (Lampiran

C. 1)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya

tingkat diskriminasi atau angka yang menunjukkan besar kecilnya daya beda.

Sudijono (2008: 388) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan

dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

DP : indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Hasil perhitungan daya pembeda butir soal diinterpretasi berdasarkan

(32)

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai Daya Pembeda Interpretasi

Negatif DP 0,10 Sangat Buruk

0,10 DP 0,19 Buruk

0,20 DP 0,29 Kurang Baik (Perlu Revisi)

0,30 DP 0,49 Baik

DP 0,50 Sangat Baik

Sudijono(2008: 388)

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi

baik, yaitu memiliki nilai daya pembeda 0,30. Setelah dilakukan

perhi-tungan daya pembeda tes semuanya masuk kedalam kriteria baik. (Lampiran

C.2).

4. Tingkat Kesukaran

Perhitungan untuk mencari nilai tingkat kesukaran didasarkan pada pendapat

Sudijono (2008:372) yang menyatakan bahwa untuk menghitung tingkat

kesu-karan suatu butir soal digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

indeks kesukaran dan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

T T

(33)

26

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

yang telah diujicobakan berada pada tahap sedang. (Lihat Lampiran C.2).

G. Teknik Analisi Data dan Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan, diperlukan suatu analisis

data untuk memperoleh kesimpulan. Data yang digunakan dalam analisis

tahap awal berasal dari nilai pretes dan post-test.

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari

hasil pretest dan post-test dianalisis untuk mendapatkan skor peningkatan

(gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujan untuk mengetahui besarnya

peningkatan pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pembelajaran konvensional. Menurut

pendapat Meltzer (Noer, 2010:105) besarnya peningkatan dihitung dengan

(34)

Setelah mendapatkan skor peningkatan (gain), dilakukan uji normalitas dan

homogenitas terhadap data gain. Analisis selanjutnya adalah menguji

hipotesis, yaitu uji kesamaan dua rata-rata data gain kedua kelompok. Hasil

perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan

klasi-fikasi dari Hake dalam Noer (105: 2010 ) seperti terdapat pada tabel berikut:

Tabel 3.5Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g 0,7 Sedang

g 0,3 Rendah

Sumber : Meltzer dalam Noer (2010: 105)

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal

atau sebaliknya. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : Populasi data gain pemahaman konsep TPS berdistribusi normal H1 : Populasi data gain pemahaman konsep TPS tidak berdistribusi normal

Uji ini menggunakan uji Chi-Kuadrat

dengan:

X2 = harga Chi-kuadrat Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapan k = banyaknya kelas interval

Tabel 3.6 Rekapitulasi Uji Normalitas

Pembelajaran !" Keputusan Uji

(35)

28

Kriteria pengujian, jika x2hitung ≤ x2tabel dengan dk = k – 3, maka data

berdistribusi normal (Sudjana, 2005: 273). Dari hasil perhitungan diperoleh

x2hitung = 3,975 pada pembelajaran TPS dan x2hitung = 3,512 pada pembelajaran

konvensional, dengan x2tabel = 7,81. Karena x2hitung < x2tabel , maka H0 diterima

dan data gain pemahaman konsep dengan pembelajaran TPS dan

konvensional keduanya berdistribusi normal (Lampiran C.5 dan Lampiran

C.6)

2. Uji Homogenitas Varians Populasi

Uji homogenitas varians digunakan Uji F pihak kanan untuk mengetahui

apakah dua sampel yang diambil berasal dari populasi yang memiliki varians

homogen atau sebaliknya. Adapun hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : 12 = 22 (variansi kedua populasi gain pemahaman konsep matematis

siswa adalah sama)

H1 : 12 # 22 (variansi kedua populasi gain pemahaman konsep matematis

siswa adalah tidak sama)

$ % & '

% & ( )

Kriteria uji : terima Ho jika Fhitung < $*+,-./0,1./2dengan $*+,-./0,1./2

diperoleh dari daftar distribusi F dengan peluang = 5 %, sedangkan n1-1

(36)

Tabel 3.7 Rekapitulasi Uji Homogenitas

Pembelajaran Varians (s2) Dk 3 3 ! !" Kriteria

TPS 0,12 36

1,3 2,30

Keduanya mempunyai varians

yang sama

Konvensional 0,09 36

Dari hasil perhitungan diperoleh Fhitung = 1,67 dan dari daftar distribusi F

dengan peluang = 5 % diperoleh F0,05(35,35) = 2,30. Karena berada di dalam

daerah penerimaan H0, maka H0 diterima. Hal ini bearti varian kedua

kelompok data gain pemahaman konsep matematis siswa dengan

pembelajaran kooperatif TPS dan pembelajaran konvensional adalah sama

(Lampiran C.7)

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan hipotesis penelitian dan desain penelitian rumus uji hipotesis

sebagai berikut :

Ho : 1 = 2 (gain pemahaman konsep siswa pada dengan pembelajaran TPS

sama dengan skor tes kemampuan pemahaman konsep siswa

dengan menggunakan pembelajaran konvensional)

H1 : 1 4 2 (gain kemampuan pemahaman konsep siswa dengan

pem-belajaran TPS lebih baik daripada skor tes pemahaman konsep

siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional)

Karena kedua kelompok (populasi) gain pemahaman konsep matematis

berdistribusi normal dan homogen maka uji yang digunakan adalah uji satu

(37)

30

x = rata-rata gain kelas eksperimen

2

x = rata-rata gain kelas kontrol

2

s = variansi gabungan

2 1

s = variansi kelas eksperimen

2 2

s = variansi kelas kontrol

1

n = banyaknya anggota kelas eksperimen

2

n = banyaknya anggota kelas kontrol

Keputusan uji : terima H0 jika 5678,9 :t(1- )(dk) dengan derajat kebebasan dk

= (n1+ n2 – 2) dan taraf signifikan ; <0<=. Untuk nilai t lainnya H0 ditolak

(38)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas

pembelajaran kooperatif tipe TPS dan pemahaman konsep matematis siswa dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif untuk

meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa. Pencapaian rata-rata

indikator kemampuan pemahaman konsep pada pokok bahasan bilangan yang

paling baik dicapai oleh siswa yaitu menyatakan suatu konsep. Dengan kata lain

pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif ditinjau dari pemahaman konsep

matematis siswa kelas VII SMP Negeri I Ketapang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan:

1. Bagi guru matematika hendaknya menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS sebagai alternatif model pembelajaran matematika untuk

meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.

2. Bagi Peneliti lain yang menggunakan model pembelajaran yang sama dapat

dijadikan bahan referensi dengan memperhatikan manajemen dalam

mengontrol siswa saat diskusi dan penjelasan model pembelajaran yang

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta. Bandung. 244

halaman.

Balitbang. 2011. Survei Internasional TIMSS (Trends In International

Mathematics and Science Study). [Online] Tersedia pada http://litbang. kemdikbud.go.id/detail.php? id=214. (diakses pada 23 Juli 2013)

Depdiknas.2007.Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional )UU

RI No. 20 tahun 2003. Jakarta: Depdiknas

Furchan, Arief. 2007. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan.

Yogyakarta:Pustaka Belajar

Gagne, Robert M. Teori Belajar Gagne. [on line]. Tersedia: (http://blog.uin malang.ac.id/vieviet12/-2010/12/12/komparasi konsep gagne). (tanggal 16 Januari 2011)

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Herdian. 2010. Kemampuan Pemahaman Matematika.[on line]. Tersedia: http://herdy07. wordpress.com/. (tanggal 28 Agustus 2010)

Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta. Grasindo.

Nasution. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Noer, S.H. 2010. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Studi pada Siswa SMP Negeri Bandar Lampung). Disertasi SPs. Upi : tidak diterbitkan.

(40)

Pemahaman Matematis Siswa Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa. Universitas Lampung. tidak diterbitkan

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengjar. Jakarta: Rineke Cipta

Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sunartombs. 2009. Pembelajaran Konvensional Banyak Dikritik Namum Paling

Disukai. [on line]. Tersedia: http://sunartombs.wordpress.com/2009/03/02/ pembelajaran-konvensional-banyak-dikritik-namun-paling-disukai/. (21 Agustus 2010).

Tim Penyusun. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Depdikbud

Gambar

Tabel 2.1 Skoring Tes Pemahaman Konsep
Tabel 3.1.  Pretes – Postes Kontrol Desain
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

2015.. Dengan ini saya menyatakana bahwa skripsi berjudul Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Dampaknya terhadap Inflasi di Provinsi Banten adalah benar karya

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pusat

Pada pengujian sensor suhu LM35, didapatkan data pembacaan sensor suhu dalam satuan volt, yang kemudian dilakukan dengan pengujian kedua yaitu pengkondisian sinyal

Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian dari Syarat-Syarat Guna. Memperoleh Gelar

Apabila yang hadir bukan direktur atau penerima kuasa yang namanya tercantum pada akta pendirian atau perubahan, maka POKJA berhak menolak dan perusahaan saudara

Maka jumlah plastik paling banyak yang bisa digunakan adalah sebanyak .... Sinta membeli kue bolu dan kue donat untuk sajian

Kegiatan KKN-PPM ini akan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada unsur masyarakat desa yang terdiri dari sosialisasi tentang tehnik pengolahan sampah plastik yang