• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Dosis E coli Patogenik yang Menyebabkan

Pada uji dosis E. coli enteropatogenik yang menyebabkan diare ini dilakukan pemberian inokulum EPEC K1.1 pada beberapa tingkat dosis sehingga tikus menjadi diare. Kriteria diare tikus dibagi menjadi lima golongan, yaitu:

N = feses normal (berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, menggelinding, dan keras)

TD (1) = tanda diare skor 1 (feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, menggelinding, agak lembek)

TD (2) = tanda diare skor 2 (feses berbentuk bulat atau lonjong, berwarna hitam, tidak menggelinding, lembek)

TD (3) = tanda diare skor 3 (feses tidak berbentuk bulat maupun lonjong, berwarna agak kecoklatan, sangat lembek, hingga muncul lendir) TD (4) = tanda diare skor 4 (feses cair tidak berbentuk, berwarna coklat,

hingga muncul lendir)

Kondisi feses yang dinyatakan diare adalah golongan TD (3) dan TD (4), sedangkan TD (1) dan TD (2) masih dinyatakan feses normal. Gambar golongan kondisi feses dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 8 Penggolongan feses berdasarkan kondisi fisik

Hasil uji dosis EPEC K1.1 yang dapat menimbulkan diare tanpa menimbulkan kematian dapat dilihat pada Tabel 4 dan Lampiran 3. Pada kelompok tikus yang hanya diberikan larutan fisiologis tanpa intervensi EPEC tidak mengalami diare sama sekali. Pada dosis EPEC K1.1 sebesar 108 cfu dapat menimbulkan diare (tanda diare 3) terhadap empat ekor tikus dari lima ekor tikus anggota pada hari pertama setelah intervensi. Sedangkan pada hari kedua setelah

intervensi, hanya terdapat dua ekor tikus yang mengalami diare (tanda diare 3). Salah satu tikus yang diare pada H2 merupakan tikus yang mengalami diare pada H1, hal ini menunjukkan bahwa tikus tersebut belum juga pulih dari efek diare EPEC. Sedangkan satu ekor tikus lagi merupakan tikus yang pada H1 tidak mengalami diare. Hal ini menunjukkan bahwa tikus tersebut memiliki sistem imunitas tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan tikus lainnya pada kelompok yang sama, sehingga efek timbulnya diare mengalami penundaan sebagai tanda bahwa EPEC K1.1 membutuhkan waktu yang lama untuk menyebabkan lesi pada sel epitel usus. Selain itu juga dapat disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri baik dalam usus sehingga menghalangi intervensi dari EPEC. Pada H3, H4, dan H5 kelima tikus pada kelompok tersebut telah pulih dari efek diare.

Tabel 4 Hasil uji dosis EPEC K1.1 yang menyebabkan tikus diare

Dosis EPEC K1.1 per hari

Jumlah tikus diare/jumlah seluruh tikus setelah pemberian EPEC K1.1 selama: 1 Hari 2 hari 3 Hari 4 Hari 5 hari Kontrol 0/5 0/5 0/5 0/5 0/5

108 cfu 4/5 2/5 0/5 0/5 0/5 107cfu 2/5 0/5 1/5 0/5 2/5 106 cfu 0/5 1/5 3/5 2/5 1/5

Pada kelompok tikus yang diintervensi dengan EPEC K1.1 dengan dosis 107 cfu tampak terdapat dua ekor tikus dari lima ekor tikus yang mengalami diare, dimana tikus C2 mengalami tanda diare 3, sedangkan tikus C5 mengalami tanda diare 4. Akan tetapi, pada H2 kedua tikus tersebut telah sembuh dari diare. Sedangkan pada H3 terdapat satu ekor tikus yang mengalami diare, yaitu tikus C4 dengan tanda diare 4 dan pada H4 tikus tersebut juga telah pulih dari diare. Pada H5 terdapat dua ekor tikus yang mengalami diare, yaitu tikus C1 dengan tanda diare 3 dan tikus C3 dengan tanda diare 3 yang dilapisi dengan lendir. Lambatnya efek EPEC K1.1 terhadap munculnya diare pada tikus dapat disebabkan karena jumlah EPEC yang lebih rendah sehingga kemampuan EPEC untuk menyebabkan lesi pada sel epitel usus lebih lambat.

Pada kelompok tikus yang diintervensi dengan EPEC K1.1 dosis 106 cfu tidak ada satupun tikus yang mengalami diare pada H1, tetapi pada H2 terdapat

satu ekor tikus yang mengalami diare, yaitu tikus D3 yang mengalami tanda diare 3 dan pada H3 tikus tersebut telah pulih dari diare. Akan tetapi, pada H3 tersebut terdapat tiga ekor tikus yang mengalami diare, yaitu tikus D2 dengan tanda diare 4, tikus D4 dengan tanda diare 4, dan tikus D5 dengan tanda diare 3. Pada H4, tikus D2 dan D4 belum pulih dari diare meskipun gejala diare telah berkurang menjadi tanda diare 3, sedangkan tikus D3 telah pulih dari diare. Pada H5, tikus D2 belum juga pulih dari diare, sedangkan tikus D4 dan D5 telah pulih dari diare. Seperti halnya pada kelompok sebelumnya, pada kelompok ini efek timbulnya diare juga lebih lambat dibandingkan dengan kelompok tikus yang diintervensi dengan EPEC K1.1 dengan dosis 108 cfu. Hal ini bertentangan dengan penelitian Bhunia dan Wampler (2005) yang menyatakan bahwa pemberian EPEC dengan dosis 106 cfu/ml menunjukkan difusi adhesi sebagian pada sel epitelial usus dan menunjukkan A/E lession dalam 24 jam. Pada penelitian ini efek tercepat yang menimbulkan diare pada tikus adalah dosis EPEC sebesar 108 cfu. Hal ini disebabkan karena tikus yang digunakan pada penelitian ini bukanlah kelompok gnotobiotik, yaitu kelompok hewan percobaan yang tubuhnya tidak mengandung organisme atau mikroorganisme (germ free) dan hewan percobaan yang tubuhnya mengandung satu atau lebih organisme yang diketahui spesiesnya (Malole & Pramono 1989). Akan tetapi, tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan kelompok konvensional yang dipelihara dengan cara aseptis untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme lain, sehingga kemungkinan di dalam saluran pencernaan tikus sudah pernah terinfeksi EPEC dan memicu sistem imun spesifik.

Sebelumnya diduga akan terjadi penurunan berat badan tikus percobaan selama diare, akan tetapi selama uji coba dosis EPEC K1.1 diketahui bahwa berat badan tikus masih meningkat selama pengujian. Diare yang dialami tikus memang tidak mengakibatkan tikus kekurangan cairan terlalu banyak, feses tikus yang diare tidak sampai menjadi cair, tetapi hanya lembek, berukuran lebih besar, dan berwarna lebih pucat. Grafik pertambahan berat badan tikus selama pengujian dapat dilihat pada Gambar 9.

Kebanyakan pasien diare yang disebabkan oleh infeksi EPEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Lamanya

penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih (Zein

et al. 2004).

Gambar 9 Pertambahan berat badan tikus selama pengujian dosis EPEC K1.1 yang menyebabkan tikus diare

Akan tetapi, efek diare oleh EPEC K1.1 pada pengujian dosis ini sedikit menurunkan tingkat konsumsi ransum tikus meski tidak terlalu signifikan (cenderung stabil) (Gambar 10). Berkurangnya tingkat konsumsi ransum tikus dapat disebabkan oleh timbulnya stress pada tikus ketika dilakukan penyondean isolat EPEC K1.1. Akan tetapi, hal ini tidak berpengaruh terhadap berat badan tikus (berat badan tikus tetap meningkat).

Dilihat dari tingkat keparahan diare yang ditimbulkan dan waktu yang diperlukan untuk munculnya gejala diare tersebut maka disimpulkan bahwa dosis EPEC K1.1 yang dapat menimbulkan diare tanpa menimbulkan kematian adalah EPEC K1.1 dengan dosis 108 cfu. Sehingga dosis ini digunakan dalam pengujian aktivitas antidiare dengan menggunakan tikus percobaan.

Gambar 10 Jumlah ransum yang dikonsumsi tikus selama pengujian dosis EPEC K1.1 yang menyebabkan diare

Dokumen terkait