• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kondisi Proses Pengukusan Adonan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

B. Metode Penelitian

2. Penentuan Kondisi Proses Pengukusan Adonan

Tombol pengontrol diatur pada posisi heating (pemanasan) dengan suhu awal 30°C, kemudian alat dinyalakan. Pengaduk pada alat berputar dengan kecepatan konstan dan suhu berangsur-angsur naik dengan dengan kecepatan 1.5°C/menit. Suhu awal gelatinisasi ditandai dengan viskositas yang mulai terbaca pada alat pencatat.

Setelah melewati suhu gelatinisasi, viskositas suspensi pati meningkat secara cepat dengan meningkatnya suhu pemasakan. Viskositas mulai menurun setelah mencapai titik puncaknya. Viskositas yang terbaca pada saat mencapai nilai maksimum disebut viskositas maksimum. Setelah viskositas maksimum ini, viskositas suspensi menurun secara cepat dengan meningkatnya suhu pemanasan. Tahap proses pemanasan akan berakhir setelah suhu dari contoh telah mencapai 95°C.

Proses holding dilakukan pada suhu 95°C selama 20 menit dengan mengatur posisi pengatur suhu pada posisi holding. Pada tahap ini alat pencatat secara kontinyu mencatat nilai viskositas. Setelah tahap holding, alat diatur pada posisi

cooling. Pada tahap ini, suhu pasta pati menurun secara berangsur-angsur. Pendinginan dilakukan hingga suhu mencapai 50°C. Setelah pendinginan berakhir, alat amilograph dimatikan dan grafik profil gelatinisasi contoh dapat diperoleh.

2. Penentuan Kondisi Proses Pengukusan Adonan terhadap Kualitas Mi

Jagung

Tahap penelitian ini meliputi pengaplikasian tepung jagung HMT pada pembuatan mi jagung, penentuan jumlah tepung jagung HMT yang akan dikukus pada pengukusan adonan dan penentuan rentang waktu pengukusan adonan. Tahap ini bertujuan mempelajari bagaimana pengaruh pengaplikasian tepung jagung HMT terhadap kualitas fisik mi jagung serta mempelajari apakah terdapat pengaruh yang nyata pada proses pengukusan adonan.

a. Pengaplikasian Tepung Jagung HMT pada Pembuatan Mi Jagung

Pengaplikasian tepung jagung HMT pada pembuatan mi jagung menggunakan formulasi berdasarkan hasil penelitian Lestari (2009), yaitu 90% tepung jagung native dan 10% tepung jagung HMT. Proses produksi mi kering

22 jagung dengan metode kalendering/sheeting dapat dilihat pada Gambar 3, dan untuk mendapatkan mi basah jagung tidak dilakukan pengeringan setelah pengukusan mi. Tepung jagung (70% bagian) Dicampur rata Guar gum 1% Garam 1% Air 50% Pengukusan adonan (90oC, 15 menit) Dicampur rata

Adonan 1 Tepung jagung

(30% bagian)

Penggilingan dalam grinder

Pembentukan lembaran mi

Pencetakan mi (slitting)

Pemotongan mi

Pengukusan mi

(95oC, 20 menit) Mi Basah Jagung

Pengeringan

Gambar 3. Proses pembuatan mi jagung metode kalendering/sheeting

23 Metode produksi mi kering jagung ini merupakan hasil penelitian Putra (2008). Berbeda dengan proses pembuatan mi terigu, pada pembuatan mi jagung perlu dilakukan pengukusan adonan agar terjadi proses pregelatinisasi. Sebagian pati yang tergelatinisasi ini akan membantu mengikat adonan dan mempermudah pembentukan lembaran mi.

Penggunaan air sebanyak 50% (basis jumlah tepung) berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan dikukus. Jumlah air sangat menentukan kelengketan mi. Jumlah air <50% menyebabkan proses pregelatinisasi adonan kurang sempurna sehingga adonan menjadi rapuh, sedangkan jika jumlah air >50% menyebabkan adonan menjadi lengket (Putra, 2008).

Penggilingan dengan grinder bertujuan membuat adonan menjadi lebih kompak dan mudah dibentuk lembaran. Pengukusan mi bertujuan menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga mi tidak hancur ketika dimasak (Putra,2008).

b. Penentuan Jumlah Tepung Jagung HMT yang akan Dikukus pada

Pengukusan Adonan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putra (2008), jumlah adonan yang dikukus pada pengukusan adonan sebanyak 70%, sedangkan sisa bagian tepung (30%) tidak dikukus. Seperti telah dikemukakan di atas, pengukusan adonan bertujuan menggelatinisasi sebagian pati. Sebagian pati yang tergelatinisasi ini akan membantu mengikat adonan dan mempermudah pembentukan lembaran mi. Suhu pengukusan dilakukan pada 90oC selama 15 menit (Putra, 2008).

Tahap penelitian ini mengamati bagaimana pengaruh tepung jagung HMT jika seluruhnya dimasukkan, sebagian (dicampur terlebih dahulu baru dilakukan pembagian adonan) atau tidak dimasukkan pada proses pengukusan adonan. Adonan mi dibuat dari 1 kg tepung jagung, terdiri dari 900 g tepung jagung native

dan 100 g tepung jagung HMT. Bagian yang dikukus sebanyak 70% atau 700 g, sedangkan bagian tepung yang tidak dikukus sebanyak 30% atau 300 g. Perbandingan tepung jagung native dan tepung jagung HMT yang dikukus yaitu 700 g : 0 g, 600 g : 100 g dan 630 g : 70 g, dapat dilihat pada Tabel 9.

24 Tabel 9. Perbandingan tepung jagung native dan tepung jagung HMT

yang dikukus

Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3

Tepung jagung HMT 0 g 70 g 100 g Tepung jagung native 700 g 630 g 600 g Basis : 1 kg tepung, 70% bagian yang akan dikukus

Bagian tepung yang dikukus terlebih dahulu dicampurkan dengan guar gum, air dan garam. Penambahan guar gum berfungsi sebagai pengikat komponen-komponen dalam adonan, sedangkan fungsi garam adalah memberi rasa dan memperkuat tekstur mi. Adonan yang telah dikukus kemudian dicampurkan dengan bagian tepung yang tidak dikukus, dilanjutkan dengan penggilingan menggunakan grinder sebanyak 2 kali.

Penggilingan sebanyak 2 kali ini bertujuan membuat adonan menjadi lebih homogen. Selain itu, menurut Putra (2008) penggilingan ini dapat meningkatkan gelatinisasi adonan. Setelah itu dilakukan proses sheeting untuk membentuk lembaran dan dilanjutkan dengan pencetakan mi. Pengamatan sifat adonan dilakukan saat sheeting dan pencetakan mi.

c. Penentuan RentangWaktu Pengukusan Adonan

Waktu pengukusan yang akan dilakukan adalah selama 13, 14, 15, 16 dan 17 menit. Penggunaan tepung jagung HMT pada adonan apakah akan menjadikan adonan lebih stabil atau bahkan lebih sensitif terhadap waktu pengukusan. Pengamatan sifat adonan dilakukan pada saat sheeting dan pencetakan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran derajat gelatinisasi.

Setelah dilakukan pencetakan mi, dilakukan pengukusan kedua dengan suhu 95oC selama 20 menit. Pengukusan untaian mi ini bertujuan menyempurnakan gelatinisasi pati sehingga mi tidak hancur ketika dimasak. Setelah dilakukan pengukusan kedua, dilakukan pengovenan untuk mendapatkan mi kering jagung.

Analisis sifat fisik dilakukan pada mi basah jagung maupun mi kering jagung sesudah dimasak. Analisis ini mencakup pengukuran tekstur kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2, pengukuran KPAP (Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan), pengukuran persen elongasi, dan pengukuran waktu pemasakan optimum. Selain itu, dilakukan pula

25 analisis secara organoleptik meliputi uji rating atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi setelah dimasak dengan panelis terlatih. Panelis terlatih diperoleh melalui proses seleksi panelis dan pelatihan sehingga mampu membedakan atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan dari mi jagung.

1). Analisis Fisik

a) Waktu Pemasakan Optimum (Lestari, 2008)

Mi kering ditimbang sebanyak 5 g. Air sebanyak 150 ml dididihkan, setelah air mendidih mi dimasukkan dan stop watch dinyalakan. Pemasakan dihentikan bila sudah tidak terbentuk garis putih saat mi ditekan dengan dua potong kaca. Waktu optimum pemasakan adalah waktu saat pemasakan dihentikan.

b) Texture Profile Analysis (TPA) menggunakan alat Texture Analyzer

TAXT-2

Pengukuran TPA dilakukan untuk melihat profil tekstur dari sampel. Pengukuran ini menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2. Sampel yang digunakan adalah mi jagung yang direhidrasi dengan metode perendaman dalam air yang telah mendidih, kemudian ditiriskan dan didiamkan pada udara terbuka selama beberapa saat. Metode ini sesuai dengan pengaplikasian mi jagung pada skala industri kecil, seperti mi baso. Seuntai sampel yang telah direhidrasi dengan panjang yang melebihi diameter probe diletakkan di atas landasan lalu ditekan oleh probe. Probe yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. Pengaturan TAXT–2 yang digunakan tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaturan Texture Analyzer dalam mode TPA (Texture Profile Analysis) Parameter Setting Pre test speed 2,.0 mm/s

Test speed 0,1 mm/s

Post test speed 2,0 mm/s Rupture test distance 75%

Distance 1%

Force 100 g

Time 5 sec

26 Hasilnya berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya untuk mendeformasi dan waktu. Nilai kekerasan ditunjukkan dengan absolute (+) peak

yaitu gaya maksimal, dan nilai kelengketan ditunjukkan dengan absolute (-) peak. Satuan kedua parameter ini adalah gram Force (gF). Sedangkan kekenyalan ditunjukkan dengan perbandingan luas area peak kedua dengan peak pertama. Contoh kurva profil tekstur mi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Profil tekstur mi

c) Analisis Persen Elongasi Menggunakan Texture Analyzer

Elongasi menunjukkan persen pertambahan panjang maksimum mi yang mengalami tarikan sebelum putus. Probe yang digunakan adalah probe yang dapat menjepit kedua ujung mi. Sampel yang telah direhidrasi dijepit sedemikian rupa pada kedua ujung probe dengan jarak antar probe sebesar 2 cm dan kecepatan

probe 0.3 cm/s. Persen elongasi dihitung dengan rumus :

% 100 2 / 3 , 0 ) ( × × = cm s cm s sampel putus waktu elongasi Persen

d) Pengukuran cooking loss atau kehilangan padatan akibat pemasakan

(KPAP)

Pengukuran KPAP ini dilakukan dengan cara merebus 5 gram mi dalam 150 ml air dengan berbagai waktu pemasakan, yaitu 3, 6, 9, 12, 15 dan 18 menit. Pengukuran dengan berbagai waktu pemasakan ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh lama pemasakan terhadap mi jagung produk akhir. Setelah dimasak, mi

27 direndam air dingin dan kemudian ditiriskan. Mi kemudian ditimbang dan dikeringkan pada suhu 100°C sampai beratnya konstan, lalu ditimbang kembali. KPAP dihitung dengan rumus berikut:

% 100 ) 1 ( ker 1 × ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ − − = contoh air kadar awal berat ingkan di setelah sampel berat KPAP 2). Analisis Organoleptik a) Seleksi Panelis

Seleksi panelis merupakan suatu cara untuk mendapatkan panelis yang memiliki kemampuan dasar yang cukup, kemampuan membedakan serta mengurutkan intensitas. Seleksi ini dilakukan terhadap 40 orang calon panelis yang kemudian diberikan serangkaian tes organoleptik sehingga diperoleh sebanyak 8-11 orang.

Tahapan ini bertujuan mengetahui kepekaan sensori calon panelis. Pengujian yang dilakukan meliputi identifikasi rasa dan aroma dasar sebagai metode umum untuk menguji kemampuan dasar indra pencicipan serta penciuman, uji ranking untuk menguji kemampuan panelis dalam mengurutkan intensitas rangsangan, dan uji segitiga (pembedaan) untuk menguji kepekaan panelis untuk membedakan intensitas rangsangan karena diberikan dengan intensitas berbeda.

Uji rasa dasar dilakukan dengan tujuan melihat kemampuan panelis dalam mengenali dan mendeskripsikan rasa dasar. Sampel uji pada identifikasi rasa dan aroma dasar dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan sampel uji untuk uji ranking dapat dilihat pada Tabel 12.

Uji segitiga dilakukan dengan atribut kekerasan dan kekenyalan mi karena mempertimbangkan bahwa sampel uji dan jenis pengujian yang nantinya akan dievaluasi oleh panelis adalah karakteristik fisik mi jagung berupa kekerasan, kekenyalan dan kelengketan. Calon panelis yang terpilih diharapkan dapat membedakan atribut tersebut. Sampel untuk uji segitiga dapat dilihat pada Tabel 13.

28 Tabel 11. Sampel uji untuk identifikasi rasa dan aroma dasar

Jenis Uji Sampel Konsentrasi (%)

Identifikasi rasa dasar Larutan sukrosa Larutan asam sitrat Larutan garam Larutan kafein Larutan MSG 2.00 0.04 0.20 0.05 0.03 Identifikasi aroma dasar Tutti fruity

Mint Orange Meat Nut 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

Tabel 12. Sampel untuk uji ranking

Jenis Uji Sampel Konsentrasi (%)

Rangking Rasa Dasar Asin Larutan Garam (NaCl)

0.10 0.20 0.50 1.00 Rangking Rasa Dasar Pahit Larutan Kafein 0.03 0.06 0.13 0.26

Tabel 13. Sampel untuk uji segitiga

Jenis Uji Sampel Lama Perebusan

(menit) Segitiga Atribut

Kekerasan

Mi Kering Terigu Komersil 2 5 Segitiga Atribut

Kekenyalan

Kwetiau Jagung Komersil 4

10

Calon panelis yang lolos seleksi menjadi kandidat panelis terlatih adalah panelis yang dapat menjawab dengan benar sekurang-kurangnya 60 % untuk uji segitiga dan 80 % untuk uji deskriptif rasa dasar (Meilgaard et al., 1999). Selanjutnya panelis yang terpilih dalam kepentingan penelitian ini adalah yang memiliki waktu dan motivasi tinggi dalam mengikuti tahap pelatihan secara konsisten. Contoh format kuesioner uji-uji dalam seleksi panelis ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

29

b) Pelatihan Panelis Terlatih

Menurut Meilgaard et al. (1999), proses pelatihan panelis terlatih membutuhkan waktu selama 40 hingga 120 jam. Semakin kompleks atribut yang diujikan, maka waktu pelatihan panelis yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Pelatihan panelis terlatih bertujuan melatih dan meningkatkan kepekaan sensori panelis terhadap atribut rasa dan aroma, terutama yang terkait dengan kepentingan penelitian. Tahapan ini terdiri dari pengenalan bahasa flavor, pengenalan skala, dan pelatihan penilaian suatu sampel tertentu.

Setiap panelis diberikan latihan selang waktu tertentu secara berulang sampai diperoleh hasil evaluasi sensori yang konsisten serta kesepakatan mengenai istilah sensori tertentu. Latihan sensori ini meliputi pelatihan terhadap atribut kekerasan, kekenyalan dan kelengketan mi.

c) Uji Organoleptik

Uji organoleptik akan dilakukan dengan uji rating atribut kekerasan, kelengketan dan kekenyalan pada mi jagung produk akhir oleh panelis terlatih. Uji rating atribut dilakukan untuk melihat dan membandingkan hasilnya dengan pengukuran menggunakan alat Texture Analyzer TAXT-2.

d) Analisis Data

Data-data pada penelitian ini diolah menggunakan uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney U/Wilcoxon. Uji Mann-Whitney U/Wilcoxon digunakan untuk membandingkan dua mean/rata-rata populasi yang berasal dari populasi yang sama dan menguji apakah berbeda nyata atau tidak (Walpole, 1995).

Dokumen terkait