• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.7 Pembuatan Ekstrak

3.10.6 Penentuan Persen Pemerangkapan Radikal

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh sampel uji infusa dan ekstrak daun kucai yaitu dihitung menggunakan rumus (Molyneux, 2004).

Aktivitas Peredaman (%) = bs. kontrol – bs. sampel

bs. Kontrol Keterangan: Abs. kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel

Abs. sampel = Absorbansi sampel 3.10.7 Penentuan Nilai IC50

Penentuan hasil dari metode pemerangkapan DPPH adalah dengan menghitung IC50, nilai ini menunjukkan bahwa ekstrak tumbuhan dapat menyebabkan peredaman sebanyak 50% dari aktivitas DPPH, hal ini dapat dilihat juga dari perubahan warna dari sampel uji yang berwarna ungu pekat ketika ditambahkan DPPH akan berubah menjadi kekuningan jika ekstrak memiliki aktivitas peredaman. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi sampel (µg/ml) sebagai absis (sumbu x) dan nilai persen

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanese Universitas Sumatera Utara menyebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan merupakan tumbuhan kucai (Allium schoenoprasum L.), famili Liliaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Kucai

Karakterisasi simplisia sebagai uji pendahuluan. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia daun kucai dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil Karakterisasi simplisia daun kucai dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia daun kucai

No. Parameter Hasil (%)

1. Kadar air 8,62

2. Kadar abu total 13,66

3. Kadar abu tidak larut asam 1,26

4. Kadar sari larut air 36,68

5. Kadar abu tidak larut etanol 26,87

Hasil karakterisasi simplisia daun kucai menunjukkan kadar air yang diperoleh 8,62% dan sudah memenuhi syarat untuk simplisia yang lebih kecil dari 10%. Kadar air yang lebih dari 10% dapat menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat serta menjadi media pertumbuhan yang baik untuk jamur atau mikroba lainnya (WHO, 1998).

Hasil penetapan kadar abu total pada simplisia daun kucai menunjukkan kadar abu total sebesar 13,66% dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 1,26%. Penetapan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral internal (abu fisiologis) dan mineral eksternal (non fisiologis) yang berasal dari dalam atau luar jaringan tanaman itu yang terdapat dalam sampel. Kadar abu tidak larut dalam asam untuk menunjukkan jumlah silikat yang ada terutama pasir yang terdapat pada simplisia (WHO,1998).

Kadar sari yang larut dalam air sebesar 36,68% sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol 26,87%. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar sari yang larut dalam air lebih besar daripada sari larut dalam etanol, hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terlarut dalam air lebih banyak seperti glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organik (Depkes RI, 1995).

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia simplisia daun kucai diketahui bahwa daun kucai mengandung golongan-golongan senyawa kimia yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia

No. Metabolit Sekunder Simplisia

1. Alkaloid +

2. Glikosida +

3. Saponin -

4. Flavonoid +

5. Tanin +

6. Steroid/Triterpenoid + , hijau (steroid)

Keterangan: (+) positif = mengandung golongan senyawa (-) negatif = tidak mengandung golongan senyawa

Hasil yang diperoleh pada Tabel 3.2 menunjukkan bahwa simplisia daun kucai mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid.

Senyawa flavonoid yang yang terdapat dalam tanaman obat yang berfungsi sebagai antioksidan (Andarwulan dan Faradilla, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa daun kucai memiliki potensi sebagai antioksidan.

4.4 Hasil Penentuan Kadar Total Fenol 4.4.1 Waktu Operasional (Operating time)

Pada penelitian ini, waktu operasional yang digunakan yaitu 90 menit setelah penambahan reagen sehingga akan menghasilkan absorbansi yang stabil (Geng, dkk., 2015).

4.4.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum pada baku asam galat dengan konsentrasi 500 µg/ml yang dilakukan pada menit ke-90 setelah penambahan reagen Folin-Ciocalteau dan Na2CO3 20% serta akuades menggunakan spektrofotometer UV-Vis menghasilkan panjang gelombang serapan maksimum 775 nm. Data hasil pengukuran kurva panjang gelombang serapan maksimum asam galat dapat dilihat pada Gambar 4.1.

4.4.3 Hasil Penentuan Kurva Serapan Asam Galat

Penentuan kurva serapan asam galat dengan mengukur absorbansi asam galat pada konsentrasi 31,25 µg/ml; 62,5 µg/ml; 125 µg/ml; 250 µg/ml; dan 500 µg/ml pada panjang gelombang 775 nm. Nilai absorbansi asam galat dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan kurva serapan asam galat ditunjukkan oleh Gambar 4.2.

Perhitungan persamaan regresi dari kurva serapan asam galat dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 4.3 Nilai Absorbansi Asam Galat

Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi

Dari kurva serapan asam galat di atas diperoleh nilai r 0,9997 dengan persamaan regresi Y = 0,0009X + 0,0066. Kurva serapan adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara absorban suatu larutan terhadap panjang gelombang radiasi.

Kurva serapan ini dibuat dengan cara memplotkan nilai absorban pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X. Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada regresi linier Y = aX + b.

y = 0.0009x + 0.0066

Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 tergantung pada arah garis (Harmita, 2004).

4.4.4 Hasil Penentuan Kadar Total Fenol pada Infusa Kental dan Ekstrak Kental Daun Kucai

Hasil penentuan kadar total fenol pada infusa dan ekstrak daun kucai dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kadar total fenol pada infusa kental dan ekstrak kental daun kucai

Sampel Kadar Total fenol (mg GAE/g sampel) hasil yang berbeda, di mana kadar dari yang terbanyak terletak pada ekstrak kental etanol sebesar 111,2839 mg GAE/g ekstrak, kemudian ekstrak kental etil asetat 107,6768 mg GAE/g ekstrak, infusa kental daun kucai 105,9636 mg GAE/g ekstrak dan yang terakhir pada ekstrak kental n-heksan sebesar 102,2592 mg GAE/g ekstrak. Kadar total fenol dalam ekstrak etanol 96% daun kucai menunjukkan hasil tertinggi dikarenakan adanya senyawa fenol yang terdapat di daun kucai memiliki kelarutan yang lebih baik dalam pelarut etanol (polar)

daripada pelarut lainnya. Hasil dan contoh perhitungan penetapan kadar total fenol pada infusa kental dan ekstrak kental daun kucai terdapat pada Lampiran 11 dan 12.

4.5 Hasil Penetapan Kadar Total Flavonoid 4.5.1 Waktu Operasional

Waktu Operasional yang digunakan pada penelitian ini yaitu 40 menit, tetapi dalam beberapa penelitian lain waktu yang digunakan bervariasi (Stanojevic, dkk., 2009).

4.5.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum

Penentuan panjang gelombang serapan maksimum kuersetin dilakukan pada menit ke-40 setelah penambahan reagen AlCl3, CH3COONa 1 M, serta akuades dengan konsentrasi 100 µg/ml menggunakan spektrofotometer UV-Vis sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum 431,5 nm. Hasil kurva pengukuran panjang gelombang serapan maksimum kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.3.

4.5.3 Hasil Penentuan Kurva Serapan Baku Kuersetin

Penentuan absorbansi kuersetin dengan menggunakan kurva serapan pada konsentrasi 6 µg/ml; 10 µg/ml; 14 µg/ml; 19 µg/ml; dan 23,5 µg/ml pada panjang gelombang 431,5 nm. Nilai absorbansi kuersetin dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan kurva serapan kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.4. Perhitungan persamaan regresi dari kurva serapan kuersetin dapat dilihat pada Lampiran 13.

Tabel 4.5 Nilai absorbansi kuersetin

Konsentrasi (µg/ml) Absorbansi

Gambar 4.4 Kurva serapan kuersetin

Dari kurva serapan kuersetin diperoleh nilai r = 0,9998 dengan persamaan regresi Y = 0,0374X + 0,0033. Kurva serapan adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara absorban suatu larutan terhadap panjang gelombang radiasi.

Kurva serapan ini dibuat dengan cara memplotkan nilai absorban pada sumbu Y dan konsentrasi pada sumbu X. Parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada regresi linier Y = aX + b. Hubungan linier yang ideal

dicapai jika nilai b = 0 dan r = +1 atau -1 tergantung pada arah garis (Harmita, 2004).

4.5.4 Hasil Penentuan Kadar Total Flavonoid pada Infusa Kental dan Ekstrak Kental Daun Kucai

Hasil penentuan kadar total flavonoid pada infusa kental dan ekstrak kental daun kucai dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Kadar total flavonoid pada infusa dan ekstrak daun kucai Sampel Kadar Total flavonoid

(mg QE/g sampel)

Dari Tabel 4.6 diatas, kadar total flavonoid dari setiap ekstrak uji memiliki hasil yang berbeda, di mana kadar paling banyak terletak pada ekstrak kental etil-asetat sebanyak 34,6390 mg QE/g ekstrak, kemudian ekstrak kental etanol 23,0663 mg QE/g ekstrak, ekstrak kental n-heksan 20,6981 mg QE/g ekstrak dan yang terakhir terletak pada infusa kental daun kucai 2,8688 mg QE/g ekstrak.

Kadar total flavonoid tertinggi terdapat pada ekstrak kental etil asetat daun kucai dikarenakan senyawa flavonoid yang terdapat pada daun kucai memiliki kelarutan yang lebih baik dalam pelarut yang semipolar dibandingkan dnegan pelarut

lainnya. Hasil dan contoh perhitungan kandungan total flavonoid pada infusa kental dan ekstrak kental daun kucai dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.

4.6 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Infusa Kental dan Ekstrak Kental Daun Kucai dengan Metode DPPH

4.6.1 Waktu Operasional

Waktu Operasional yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan literatur yaitu 30 menit, tetapi dalam beberapa penelitian lain, waktu yang digunakan bervariasi (Molyneux, 2004).

4.6.2 Hasil Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH

Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH dengan konsentrasi larutan DPPH 40 µg/ml dalam pelarut metanol menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 400-800 nm sehingga diperoleh panjang gelombang serapan maksimum pada 516 nm. Hasil pengukuran panjang gelombang serapan maksimum DPPH dapat dilihat pada Gambar 4.5.

4.6.3 Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan pada Infusa Kental dan Ekstrak Kental Daun Kucai

Kemampuan antioksidan dalam ekstrak tumbuhan akan menetralkan radikal DPPH dengan melepaskan elektron kepada DPPH, menghasilkan perubahan warna dari ungu menjadi kuning atau intensitas warna ungu larutan DPPH berkurang, di mana perubahan warna ini menyebabkan adanya penurunan absorbansi DPPH (Molyneux, 2004).

Menurut Molyneux (2004) penentuan persen peredaman radikal bebas oleh sampel uji dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

Aktivitas Peredaman (%) = bs. kontrol – bs. sampel

bs. Kontrol

Pengukuran aktivitas antioksidan sampel pada menit ke-30 setelah penambahan reagen DPPH dengan konsentrasi masing-masing larutan ekstrak 50 µg/ml; 100 µg/ml; 200 µg/ml; dan 400 µg/ml. Hasil uji aktivitas persen peredaman DPPH pada larutan infusa kental dan ekstrak kental dapat dilihat pada Tabel 4.7; 4.8; 4.9 dan 4.10 berikut ini. Contoh perhitungan persen peredaman DPPH dapat dilihat pada Lampiran 16.

Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Persen Peredaman DPPH pada Infusa Kental Daun Kucai

Konsentrasi (µg/ml)

Absorbansi pengukuran

ke- Peredaman (%)

I II III I II III

Rata-rata

0 1,0128 1,0125 1,0120 0 0 0 0

50 0,8678 0,8674 0,8675 14,32 14,33 14,27 14,03 100 0,6976 0,6981 0,6985 31,12 31,05 30,98 31,05 200 0,5330 0,5334 0,5298 47,38 47,32 47,65 47,45 400 0,4856 0,4847 0,4846 52,05 52,13 52,12 52,10

Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Persen Peredaman DPPH pada Ekstrak Kental Tabel 4.9 Hasil Uji Aktivitas Persen Peredaman DPPH pada Ekstrak Kental Etil-

Asetat Daun Kucai absorbansi DPPH dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan ekstrak pada berbagai pelarut. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas peredaman oleh infusa kental dan larutan ekstrak kental daun kucai. Pada proses ini terjadi interaksi antara larutan ekstrak kental daun kucai dengan DPPH. Ekstrak kental daun kucai akan menyumbangkan 1 atom hidrogen kepada DPPH sehingga DPPH menjadi

bentuk reduksinya (Molyneux, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun kucai memiliki aktivitas antioksidan.

4.6.4 Hasil Analisis Nilai IC50

Hasil absorbansi diinterpretasikan ke dalam nilai IC50 (Inhibitory Concentration of 50%) di mana IC50 ini menunjukkan konsentrasi substrat yang mampu meredam 50% aktivitas dari radikal bebas DPPH (Molyneux, 2004).

Contoh perhitungan IC50 dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil perhitungan nilai IC50 dari larutan infusa kental dan ekstrak kental dapat dilihat pada Tabel 4.11;

4.12; 4.13 dan 4.14 berikut.

Tabel 4. 11 Nilai IC50 dari larutan infusa kental 10% Daun Kucai Persamaan Regresi Koefisien

Tabel 4. 12 Nilai IC50 dari larutan Ekstrak Kental Etanol 96% Daun Kucai Persamaan Regresi Koefisien

Tabel 4. 13 Nilai IC50 dari larutan Ekstrak Kental Etil Asetat Daun Kucai Persamaan Regresi Koefisien

Tabel 4. 14 Nilai IC50 dari larutan Ekstrak Kental n-Heksan Daun Kucai Persamaan Regresi Koefisien

Menurut Molyneux (2004) nilai IC50 berbanding terbalik dengan aktivitas antioksidan, semakin tinggi aktivitas antioksidannya, maka nilai IC50 semakin rendah. Berdasarkan Tabel 4.11 diperoleh bahwa ekstrak kental etil asetat yang memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya yaitu dengan nilai IC50 sebesar 236,5096 µg/ml.

IC50 menunjukkan bahwa sampel uji dapat menyebabkan peredaman sebanyak 50% dari aktivitas DPPH, hal ini dapat dilihat juga dari perubahan warna dari sampel uji yang berwarna ungu pekat ketika ditambahkan DPPH yang akan berubah menjadi kekuningan jika sampel uji memiliki aktivitas peredaman (Molyneux, 2004).

Ekstrak kental daun kucai dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas antioksidan yang tertinggi dibandingkan ekstrak kental daun kucai dengan pelarut lainnya dan infusa kental daun kucai. Hal ini dikarenakan senyawa bioaktif yang berperan sebagai penghambat radikal bebas DPPH dari ekstrak daun kucai dapat terekstrak dengan baik jika menggunakan pelarut etil asetat serta kemungkinan kerusakan senyawa bioaktif pada infusa akibat dari pemanasan (Suryani, dkk., 2015).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kandungan total flavonoid pada ekstrak etil asetat lebih tinggi dibandingkan ekstrak dengan pelarut lainnya.

Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai antioksidan lebih banyak terlarut dalam pelarut etil asetat sehingga aktivitas peredaman radikal bebas DPPH yang tertinggi juga ditunjukkan oleh ekstrak dengan pelarut etil asetat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

a. Hasil skrining fitokimia simplisia daun kucai menunjukkan adanya golongan senyawa alkaloid, glikosida, flavonoid, tanin dan steroid.

b. Penggunaan pelarut yang berbeda dapat mempengaruhi kadar total fenol dan total flavanoid dalam infusa kental dan ekstrak kental daun kucai. Total fenol terbanyak terdapat dalam ekstrak kental etanol daun kucai sedangkan pada total flavonoid terbanyak terdapat pada ekstrak kental etil asetat daun kucai.

c. Kandungan total fenol dan total flavonoid dalam infusa kental dan ekstrak kental daun kucai dengan pelarut yang berbeda dapat menunjukkan aktivitas peredaman radikal bebas yang berbeda, di mana aktivitas peredaman tertinggi terletak pada ekstrak kental etil asetat yang memiliki kadar total flavonoid tertinggi.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka penulis menyarankan untuk menguji aktivitas antioksidan daun kucai menggunakan fraksi dari ekstrak kental etil asetat daun kucai.

DAFTAR PUSTAKA Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, IPB.

Halaman 9, 57-60.

Anonim. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Halaman 5, 10-11.

Anonim. (2018). Allium schoenoprasum (L). United States Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service. Diunduh dari https://plants.usda.gov/core/profile?symbol=ALSC. Pada tanggal 21 Juni 2018.

Badan POM R. I. (2008). Acuan Sediaan Herbal. Volume Keempat. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Halaman 35.

Bhaigyabati, Th., Devi, P. G., dan Bag, G. C. (2014). Total Flavonoid Content and Antioxdant Activity of Aqueous Rhizome Extract of Three Hedychium Species of Manipur Valley. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Science. 5(5) : 970-975.

Chang, C. C., Yang, M. H., Wen, H. M., dan Chern, J. C. (2002). Estimation of Total Flavonoid Content in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of Food and Drug Analysis. Vol. 10(3) : 178-182.

Depkes R. I. (1995). Materia Medika Indonesia. Cetakan Pertama. Jilid VI.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 112-114, 322-325, 333-337.

Ditjen POM, Depkes R. I. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 33, 772.

Ervianingsih dan Razak, A. (2017). Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kucai (Allium schoenoprasum L.) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans.

Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia. Vol. 3(2): 1-6.

Farnsworth, N. R. (1966). Review Article: Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Vol. 55(3) : 262-265.

Geng, S., Liu, Y., Ma, H., dan Chen, C. (2015). Original Research Article:

Extraction and Antioxidant Activity of Phenolic Compounds from Okra Flowers. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 14(5) : 807-814.

Harborne, J. B. (1984). Phytochemical methods. Second Editon. Penerjemah:

Padmawinata, K. dan Soediro, I. (1987). METODE FITOKIMIA.

Bandung: Penerbit ITB. Halaman 47, 49-51, 71.

Harmita. (2004). Review Artikel: PETUNJUK PELAKSANAAN VALIDASI METODE DAN CARA PERHITUNGANNYA. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1(3) : 117-135.

Hutabalian, M. R. U. (2018). Kelarutan Kalsium Batu Ginjal Pada Ekstrak Daun Kucai (Allium schoenoprasum L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom.

Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Kepmenkes R. I. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 Tentang KEBIJAKAN OBAT TRADISIONAL TAHUN 2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kosasih, E. N., Setiabudhi, T., dan Heryanto, H. (2004). Peran Antioksidan Pada Lanjut Usia. Jakarta : Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia.

Halaman 56-57.

Lenkova, M., Bystricka, J., Toth, T., dan Hrstkova, M. (2016). Evaluation and Comparison of the content of total polypenols and antioxidant activity of selected species of the genus Allium. Journal of Central European Agriculture. 17(4): 1119-1133.

Markham, K. R. (1982). Techniques of flavonoid identification. Penerjemah:

Padmawinata, K. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung:

Penerbit ITB. Halaman 1-3.

Molyneux, P. (2004). Original Article: The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity.

Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 26(2) : 211-219.

Rebaya, A., Belghith, S. I., Baghdikian, B., Leddet, V. M., Mabrouki, F., Olivier, E., Cherif, J. K., dan Ayadi, M. T. (2014). Total Phenolic, Total Flavonoid, Tannin Content, and Antioxidant Capacity of Halimium halimifolium (Cistaceae). Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 5(01): 052-057.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Halaman 220; 252-256.

Sayuti, K. dan Yenrina, R. (2015). Antioksidan Alami dan Sintetik. Cetakan Pertama. Padang: Andalas University Press. Halaman 31-32; 37-38; 75-77.

Sihombing, D. R. (2014). Aktivitas Antimikroba Ekstrak Umbi Lokio (Allium schoenoprasum L.) Terhadap Bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Shigella dysenteriae, dan Lactobacillus acidophilus. Tesis.

Medan: Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Sinaga, G. (2016). Uji Antioksidan Ekstrak Air Bawang Merah (ALLIUM CEPA L.), Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Bawang Batak (Allium chinense L.) Dengan Metode Dpph. Skripsi. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Suryani, N. C., Permana, D. G. M., dan Anom Jambe, A. A. G. N. (2015).

Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Kandungan Total Flavonoid Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Matoa (Pometia pinnata). Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan. Bali: Fakultas Tekonologi Pertanian, Universitas Udayana. Halaman 1-10.

Stanojevic, L., Stankovic, M., Nikolic, V., Nikolic, L., Ristic, D., Brunet, J. C., dan Tumbas, V. (2009). Article: Antioxidant Activity and Total Phenolic and Flavonoid Contents of Hieracium pilosella L. Extracts. Sensors 9.

5702-5714.

Wardhany, S. (2018). Kelarutan Kalsium Batu Ginjal Pada Infus Daun Kucai (Allium schoenoprasum L.) Secara Spektrofotometri Serapan Atom.

Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

WHO. (1998). Quality control methods for medicinal plant materials. World Health Organization Geneva. Halaman 33-35.

Lampiran 1. Surat Hasil Identifikasi Tumbuhan

Lampiran 2. Gambar alat

Gambar 1. Rotary Evaporator

Gambar 2. Panci Infusa

Lampiran 3. Tanaman Kucai

Gambar 3. Tanaman Kucai

Gambar 4. Daun Kucai

dicuci, ditiriskan , dan ditimbang sebagai berat basah

dikeringkan dalam lemari pengering

ditimbang berat kering dihaluskan

Lampiran 4. Bagan Alir Penyiapan Sampel dan Karakterisasi Simplisia

Daun Kucai

Simplisia

Serbuk simplisia

Karakteristik simplisia

Skrining fitokimia Infusa dan Ekstraksi - Penetapan kadar sari

larut air

- Penetapan kadar sari larut etanol

ditimbang 100 g simplisia

dimasukkan ke dalam panci infusa ditambahkan 750 ml akuades

dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit dihitung setelah suhu mencapai 900C sambil sesekali diaduk

diserkai selagi panas

dicuci ampas dengan air panas hingga volume 1000 ml.

diuapkan filtrat diatas penangas air dengan suhu 60-700C hingga mengental

Lampiran 5. Bagan Alir Pembuatan Infusa Kental dan Ekstrak Kental Daun Kucai

a. Pembuatan Infusa Kental 10% Daun Kucai Serbuk Simplisia

Infusa Kental

ditimbang 200 g simplisia dimasukkan ke dalam botol kaca ditambahkan 1500 ml etanol 96% dan ditutup

dibiarkan selama 5 hari dan disimpan di tempat yang terlindung cahaya sambil sesekali diaduk

diserkai, ampas dicuci dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 2000 ml.

dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan di biarkan ke tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari dienap-tuangkan kemudian disaring dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 700C

diuapkan maserat diatas penangas air dengan suhu 700C hingga mengental Lampiran 5. (lanjutan)

b. Pembuatan Ekstrak Kental Etanol 96% Daun Kucai

Serbuk Simplisia

Ekstrak Kental Etanol Daun Kucai

ditimbang 200 g simplisia dimasukkan ke dalam botol kaca ditambahkan 1500 ml etil asetat dan ditutup

dibiarkan selama 5 hari dan disimpan di tempat yang terlindung cahaya sambil sesekali diaduk

diserkai, ampas dicuci dengan pelarut etil asetat secukupnya hingga diperoleh 2000 ml.

dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan di biarkan ke tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari dienap-tuangkan kemudian disaring dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 770C sampai diperoleh maserat pekat

diuapkan maserat diuapkan diatas penangas air dengan suhu 770C hingga mengental

Lampiran 5. (lanjutan)

c. Pembuatan Ekstrak Kental Etil asetat Daun Kucai Serbuk Simplisia

Ekstrak Kental Etil Asetat Daun Kucai

ditimbang 200 g simplisia dimasukkan ke dalam botol kaca ditambahkan 1500 ml n-heksan dan ditutup

dibiarkan selama 5 hari dan disimpan di tempat yang terlindung cahaya sambil sesekali diaduk

diserkai, ampas dicuci dengan n-heksan secukupnya hingga diperoleh 2000 ml.

dipindahkan ke dalam bejana tertutup dan di biarkan ke tempat sejuk dan terlindung dari cahaya selama 2 hari dienap-tuangkan kemudian disaring dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 700C sampai diperoleh maserat pekat

diuapkan diatas penangas air dengan suhu 770C hingga mengental

Lampiran 5. (lanjutan)

d. Pembuatan Ekstrak Kental n-Heksan Daun Kucai Serbuk Simplisia

Ekstrak Kental n-heksan

diukur Lampiran 6. Bagan Alir Penetapan Kadar Total Fenol

Total Fenol

diinterpretasikan Lampiran 7. Bagan Alir Penetapan Kadar Total Flavonoid

Total Flavonoid dalam Infusa Kental Daun kucai

Absorbansi

dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dilarutkan dengan metanol

ditambahkan dengan metanol hingga garis tanda

dipipet 5 ml

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dicukupkan dengan metanol hingga garis tanda

diukur pada panjang gelombang 400-800 nm

Lampiran 8. Bagan Alir Pengukuran Aktivitas Peredaman Radikal Bebas DPPH Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

9,8 mg Serbuk DPPH DPPHDPPH

Larutan Blanko DPPH 0,5 mM (Konsentrasi 200 µg/ml)

Panjang Gelombang maksimum (516 nm)

Larutan DPPH (Konsentrasi 40 µg/ml)

ditimbang 25 mg

dilarutkan dalam metanol hingga 25 ml

dipipet sebanyak 0,5 ml;

1,5 ml; 2 ml dan 4 ml dengan λ maksimum 516 nm

dihitung persen peredaman dan persamaan regresi

ditimbang 25 mg

dilarutkan dalam metanol hingga 25 ml

dihitung persen peredaman dan persamaan regresi

dipipet sebanyak 0,5 ml;

1,5 ml; 2 ml dan 4 ml dengan λ maksimum 516 nm Lampiran 8. (lanjutan)

Infusa kental Daun Kucai

Larutan Uji (konsentrasi 1000 µg/ml)

Absorbansi

Nilai IC50

Ekstrak kental Daun Kucai

Larutan Uji (konsentrasi 1000 µg/ml)

Absorbansi

Nilai IC50