B. PROSES PEMBUATAN MI HOTONG INSTAN
4. Penentuan Produk Mi Hotong Instan Terbaik
Pemilihan produk terbaik berdasarkan tingkat kesukaan konsumen dilakukan dengan uji rating hedonik. Uji rating hedonik dilakukan untuk menganalisis tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap produk mi hotong instan berdasarkan kriteria warna, rasa, aroma, dan tekstur.
i. Warna
Warna merupakan parameter pertama yang terlihat oleh konsumen, sehingga parameter ini dapat menjadi acuan pertama yang digunakan konsumen dalam menilai mutu suatu produk pangan. Menurut Winarno (1997), penilaian mutu bahan pangan sangat bergantung pada beberapa faktor di antaranya cita rasa, warna tekstur, dan nilai gizinya. Akan tetapi sebelum faktor-faktor ini dipertimbangkan, secara visual faktor warna kadang-kadang sangat menentukan. Suatu nilai produk pangan yang dinilai
Bahan kering: tepung hotong, terigu, CMC
Proses mixing
Penggorengan (suhu + 160⁰C, selama 2 menit) Pembuatan lembaran/sheeting (ketebalan + 1.8 mm)
Pemotongan untaian mi/slitting
Pendinginan
Mi hotong instan
Larutan garam,
bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memeberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.
Warna selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator keseragaman atau kematangan. Maupun baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan (Winarno, 1997). Warna dalam suatu produk pangan umumnya dipengaruhi oleh formula bahan baku dan proses pengolahan. Dalam hal ini yang mempengaruhi warna produk mi hotong instan antara lain tepung hotong, terigu, proses pencampuran, dan proses penggorengan.
ii. Aroma
Salah satu pengujian kesukaan produk pangan dapat dilakukan dengan pengujian aroma. Aroma suatu makanan dapat dinilai dengan indra pambau/penciuman. Winarno (1997) menjelaskan bahwa aroma makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut dan pembau dapat mengenal enak tidaknya suatu makanan.
Pada saat proses pembuatan mi hotong instan, mi mengalami tahap penggorengan. Aroma pada mi instan hotong mentah ini banyak ditentukan oleh tahap tersebut.
iii. Rasa
Rasa merupakan faktor penting dalam menentukan penerimaan konsumen terhadap produk tertentu selain faktor warna produk. Pengujian rasa pada makanan banyak melibatkan lidah (Winarno, 1997). Rasa merupakan persepsi dari sel pengecap meliputi rasa asin, manis, asam, dan pahit yang diakibatkan oleh bahan yang terlarut dalam mulut (Meilgaard et al. 1999).
iv. Tekstur
Tekstur pada mi mentah berhubungan dengan kerenyahan dan kerapuhan/mudah tidaknya dipatahkan. Menurut Winarno (1997), tekstur
dan konsistensi bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan pangan tersebut. Tekstur pada mi matang berhubungan dengan kekenyalan, elastisitas, kelembutan, dan kemudahan saat digigit.
Uji rating hedonik dilakukan terhadap produk mi hotong yang belum direhidrasi (mentah) dan mi yang telah direhidrasi (matang). Dalam penyajiannya, mi hotong matang tidak ditambahkan bumbu penyedap, hanya disajikan seperti mi basah tanpa kuah mi. Pengamatan dibedakan menjadi mi mentah dan matang.
Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang. Skor penilaian yang digunakan yaitu pada kisaran satu sampai tujuh. Skor 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka.
Tiga macam formula mi hotong instan dengan substitusi tepung terigu yang dilakukan uji organoleptik yaitu formula A, B, dan C masing-masing dengan tingkat substitusi sebesar 30%, 40%, dan 50% . Ketiga macam mi instan mentah tersebut memiliki penampakan yang tidak terlalu berbeda. Warna ketiganya sama kuning kecoklatan. Mi instan formula A untaiannya kurang menyatu antara satu dengan yang lain. Mi instan formula C untaiannya saling menyatu (lengket) satu dengan yang lain. Penampakan terbaik adalah mi instan formula B (Gambar 12).
Gambar 12. Mi hotong instan mentah: (a) formula A, (b) formula B, dan (c) formula C
v.Uji Pembobotan
Uji pembobotan digunakan untuk menentukan produk terbaik. Uji pembobotan ini dilakukan dengan cara mengetahui terlebih dahulu atribut
dari mi hotong instan yang memegang peranan penting dan sangat mempengaruhi penerimaan panelis. Panelis diminta mengurutkan atribut dari yang sangat penting (skor 4) sampai tidak penting (skor 1) yang mempengaruhi penerimaan panelis terhadap mi hotong instan. Berdasarkan penelitian Wibowo (2008), hasil pembobotan pada setiap atribut mi hotong disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil pembobotan pada setiap atribut mi hotong
Atribut Bobot (%) Warna 15.7 Aroma 17.7 Tekstur 30.3 Rasa 36.3 Total 100 Sumber: Wibowo (2008)
Nilai persentase bobot dari masing-masing atribut (Tabel 14) kemudian dikalikan dengan skor setiap atribut masing-masing panelis pada uji hedonik (mentah dan matang). Skor terbobot kemudian dijumlahkan untuk masing-masing atribut hingga diperoleh skor kesukaan terbobot.
Skor terbobot = pesentase bobot x skor kesukaan
a. Mi Mentah
Mi instan dapat juga dikonsumsi tanpa dimasak terlebih dahulu, yakni langsung dimakan sebagai makanan camilan seperti layaknya
snack, maka perlu dilakukan juga uji organoleptik terhadap mi hotong instan substitusi terigu mentah. Hasil pembobotan skor kesukaan mi hotong instan mentah setiap panelis disajikan secara lengkap pada Lampiran 5. Hasil pembobotan skor kesukaan panelis terhadap mi mentah (skor kesukaan terbobot mi mentah) kemudian diolah dengan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata (signifikan) di antara ketiga sampel (formula A, B, dan C)
dari segi kesukaan. Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil pengolahan tersebut disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Hubungan antara ketiga sampel mi mentah dengan nilai skor kesukaan terbobot panelis
Hasil analisis ragam terhadap skor kesukaan terbobot mi hotong instan mentah disajikan pada Lampiran 6. Hasil tests of between- subjects effects menunjukkan signifikansi dari sampel adalah sebesar 0.228 dan nilai tersebut lebih besar dari nilai alpha (0.05). Hal ini menunjukkan nilai skor kesukaan terbobot mi hotong instan mentah tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% di antara ketiga sampel. Perlakuan tingkat substitusi terigu yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap produk mi hotong instan mentah yang dihasilkan. Hal ini disebabkan substitusi terigu hanya mempengaruhi sifat mi apabila mi dalam keadaan basah. Apabila mi dalam keadaan kering, faktor yang lebih berpengaruh adalah tepung hotong. Tepung hotong merupakan bahan utama dalam pembuatan mi ini, sehingga faktor yang paling dominan menentukan sifat mi mentah adalah tepung hotong.
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Sampel A = substitusi terigu 30% Sampel B = substitusi terigu 40% Sampel C = substitusi terigu 50%
b. Mi Matang
Mi instan dapat dikonsumsi melalui dua cara yaitu tanpa dimasak terlebih dahulu atau dimasak menjadi makanan pokok pengganti nasi. Pada umumnya mi instan dikonsumsi setelah dimasak terlebih dahulu, maka perlu dilakukan juga uji organoleptik terhadap mi hotong instan substitusi terigu matang. Hasil pembobotan skor kesukaan mi hotong instan matang setiap panelis disajikan secara lengkap pada Lampiran 7. Hasil pembobotan skor kesukaan panelis terhadap mi matang (skor kesukaan terbobot mi matang) kemudian diolah dengan analisis ragam (ANOVA) untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang nyata (signifikan) di antara ketiga sampel (formula A, B, dan C) dari segi kesukaan. Jika terdapat perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil pengolahan tersebut disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14. Hubungan antara ketiga sampel mi matang dengan nilai skor kesukaan terbobot panelis
Hasil analisis ragam terhadap skor kesukaan terbobot mi hotong instan mentah disajikan pada Lampiran 8. Hasil tests of between- subjects effects menunjukkan signifikansi dari sampel adalah sebesar 0.001 dan nilai tersebut lebih kecil dari nilai alpha (0.05). Hal ini menunjukkan nilai skor kesukaan terbobot mi hotong instan matang
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Sampel A = substitusi terigu 30% Sampel B = substitusi terigu 40% Sampel C = substitusi terigu 50%
berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% di antara ketiga sampel. Hal ini menunjukkan nilai skor kesukaan terbobot panelis terhadap ketiga mi matang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa sampel B memiliki skor kesukaan terbobot paling tinggi (4.0) untuk produk yang telah dimasak (matang) dan berbeda secara signifikan dengan sampel A, namun tidak berbeda secara signifikan dengan sampel C. Nilai skor terbobot paling rendah adalah sampel A yaitu sebesar 3.6.
Berdasarkan hasil pembobotan atribut uji rating hedonik baik terhadap mi matang, sampel/produk terbaik adalah sampel B, yaitu formula mi hotong instan dengan substitusi terigu 40%, penambahan air sebanyak 50% dari berat campuran tepung, dan waktu penggorengan selama 2 menit. Pengambilan keputusan ini didasarkan pada hasil pembobotan mi matang, karena mi instan dikonsumsi dalam bentuk matang (setelah dimasak). Dalam hal ini dipilih sampel B karena ditujukan menggunakan bahan tepung hotong sebanyak mungkin dan penggunaan terigu sesedikit mungkin. Dengan demikian menunjukkan dengan penambahan air sebanyak 50%, tingkat substitusi terigu yang optimal untuk menghasilkan mi hotong instan yang baik adalah sebesar 40% dan waktu penggorengan selama 2 menit. Jika substitusi terigu kurang dari 40% menyebabkan mi hotong instan masih memiliki tekstur berpasir sedangkan apabila substitusi terigu lebih besar dari 40% menyebabkan mi hotong instan menjadi lengket terutama setelah dilakukan rehidrasi.
5. Analisis Proksimat dan Fisik Produk Mi Hotong Instan Terbaik