• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan dan Verifikasi Diagram Alir Proses Produksi (Langkah Ke-4 dan Langkah Ke-5)

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 23-36)

Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan produk pangan tertentu (BSN, 2002). Diagram alir proses produksi dibuat dengan tujuan untuk mempermudah analisis HACCP. Diagram alir proses ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi sumber kontaminasi yang potensial dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya tersebut. Penentuan diagram alir

proses pembuatan produk mi kering di perusahaan dilakukan dengan mencatat seluruh tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan sementara dan didistribusikan ke konsumen. Diagram alir proses produksi pembuatan mi kering hasil verifikasi di lapang (on site) dapat dilihat pada Gambar 4.

Air

Penerimaan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Penyimpanan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Penimbangan bahan baku , bahan pembantu dan bahan tambahan pangan

Pencampuran adonan mi (Mixing)

A

Pengayakan (Khususnya tepung terigu dan garam)

Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Mi kering di PT Kuala Pangan Hasil Verifikasi.

A

Pembentukan Adonan Menjadi Lembaran dengan Roll Press

Pembentukan/Pencetakan Untaian kembang mi (Slitting)

Pengukusan pada suhu 90-100 oC; selama 1,5-2 menit (Steaming)

Pendinginan Untaian kembang mi dengan kipas angin (Cooling) Uap panas

Pemotongan Untaian kembang mi (Cutting)

Pengeringan mi dengan oven pada suhu 90-100 oC; selama 25-30 menit (Drying)

Pendinginan mi dalam tunnel dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling)

Pengemasan primer mi kering dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder

kotak karton

Penyimpanan produk mi kering dalam gudang penyimpanan

Pengiriman dan Pendistribusian produk mi kering Uap panas

Proses produksi atau pembuatan mi kering yang dilakukan di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor meliputi tahap-tahap, sebagai berikut : penerimaan bahan baku dan bahan lain, penyimpanan bahan baku dan bahan lain, pengayakan (khususnya untuk bahan baku tepung terigu dan garam), penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk produksi mi, pembuatan larutan alkali, pencampuran adonan mi (mixing), pengepresan dengan roll press, pencetakan untaian pita mi (slitting), pengukusan (steaming), pendinginan (cooling), pemotongan (cutting), pengeringan dengan oven (drying), pendinginan (cooling), pengemasan primer (packing) dan sekunder (kartoning), dan penyimpanan di gudang.

a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Lain

Penerimaan bahan baku, bahan pembantu/penolong, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pengemas merupakan tahap paling awal dalam proses produksi pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan. Pada penerimaan bahan-bahan tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima untuk setiap kali kedatangan di perusahaan PT Kuala Pangan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Misalnya untuk tepung terigu dengan spesifikasi : kadar air maksimum 14,5%, kadar protein gluten 8-12%, kadar abu masimum 0,6%, kadar silikat maksimum 0,1%, bau dan rasa normal, dan serangga tidak boleh ada; untuk garam dengan spesifikasi : kadar air maksimum 7%, kadar NaCl 94,4%, warna putih, kadar yodium minimum 30 mg/kg, kadar kalim dan magnesium maksimum 1%; untuk sodium karbonat (Na2CO3) dan potasium karbonat (K2CO3) dengan spesifikasi : kadar air maksimum 3%, kotoran dan benda asing tidak boleh ada, penampakan berbentuk powder dan warna putih, label/segel jelas dan asli, dan kemasan harus baik dan utuh; dan untuk tartrazin CI 19140 dengan spesifikasi : kadar air maksimum 5%, kode produksi CI 19140, kotoran tidak boleh ada, penampakan powder dan berwarna kuning jingga, label dan segel terlihat jelas dan asli serta kemasan dalam kondisi baik dan utuh.

Pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima di perusahaan dilakukan oleh bagian gudang dan bagian pengendalian mutu (QC) sesuai dengan SOP (standar prosedur operasi) perusahaan. Bila ditemukan adanya bahan-bahan yang tidak sesuai dengan

spesifikasi dan COA (certificate of analysis); bahan-bahan yang tidak sesuai tersebut dikembalikan ke pihak pemasok atau supplier.

b. Penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Lainnya di Perusahaan

Penyimpanan bahan baku dan bahan lainnya di perusahaan merupakan tahap selanjutnya setelah tahapan penerimaan bahan-bahan tersebut. Cara penyimpanan bahan baku, bahan penolong/pembantu, bahan tambahan pangan dan bahan pengemas masing-masing disimpan terpisah satu sama lain di dalam ruang/gudang yang bersih, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya, dan pada suhu yang sesuai serta dengan menerapkan prinsip FIFO (first in first out). Setiap bahan baku yang diterima oleh perusahaan disimpan di gudang bahan baku dengan menggunakan fasilitas pallet. Pallet berfungsi sebagai hamparan bahan, menghindari kontak langsung dengan lantai yang lembab, membantu proses sirkulasi udara dan menjaga mutu bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi.

Penyimpanan bahan tambahan pangan (BTP) dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum pada label dan disimpan pada gudang yang berpendingin (dipasang air conditioner) untuk bahan yang sensitif terhadap udara serta untuk menjaga kestabilan bahan. Selain itu, bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan tersebut disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan : nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal pengeluaran dari gudang, sisa akhir di dalam kemasan/gudang, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.

c. Pengayakan

Pengayakan bahan baku dilakukan untuk menghilangkan cemaran fisik benda padat berupa potongan plastik, benang dan potongan serangga yang mungkin terdapat pada bahan baku, khususnya pada bahan baku tepung terigu dan garam sebelum bahan tersebut dilakukan penimbangan dan diproses lebih lanjut dalam proses pencampuran.

Pengayakan bahan-bahan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengayak yang mempunyai ukuran saringan 200 mesh. Dengan demikan, alat pengayak tersebut dapat berfungsi untuk mengurangi atau mengeliminasi bahaya fisika yang terkandung dalam bahan tepung terigu dan garam sebelum diproses menjadi produk mi kering.

d. Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Lain Untuk Produksi Mi

Penimbangan bahan baku dan bahan lain merupakan tahap awal pembuatan mi. Pada proses ini dilakukan penimbangan bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan mi kering seperti tepung terigu, garam dapur (garam konsumsi beryodium), tepung telur, bahan tambahan pangan soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat) dan bahan pewarna tartrazin untuk pembuatan larutan alkali. Selain penimbangan bahan-bahan tersebut juga dilakukan pengukuran jumlah volume air yang akan digunakan untuk pembuatan larutan alkali.

Penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk proses produksi mi kering secara khusus bertujuan untuk menentukan formulasi bahan adonan yang akan dibuat menjadi produk mi kering dan juga untuk mempersiapkan bahan yang akan diproduksi menjadi mi kering berdasarkan perencanaan produksi yang telah ditetapkan di bagian produksi.

e. Pembuatan Larutan Alkali

Pembuatan Larutan Alkali bertujuan untuk menghasilkan larutan alkali yang merupakan campuran dari soda natrium karbonat dan kalium karbonat, air, garam, tepung telur dan bahan pewarna tartrazin CI 19140, semuanya dicampur dalam tangki alkali. Alat ini terbuat dari bahan stainless steel dengan bentuk empat persegi panjang. Di bagian dalam alat ini dilengkapi dengan sebuah agitator yang mempunyai 2 buah impeller (baling-baling), yaitu satu buah pada bagian atas dan satu buah lagi di bagian bawah. Baling-baling (impeller) ini berfungsi untuk membantu proses pencampuran agar menjadi lebih merata sehingga diperoleh campuran yang homogen. Operasi alat ini menggunakan energi listrik dengan adanya motor penggerak yang dipasang pada alat tersebut. Spesifikasi tangki alkali yang dipakai di PT Kuala Pangan ini adalah : panjang 120 cm, lebar 120 cm, tinggi 135 cm, kebutuhan ampere 6,6 Amp, kebutuhan daya 1,5 KW, kebutuhan voltage 220 volt, dan kecepatan putar 150 rpm.

Larutan alkali berfungsi untuk memberi warna, rasa dan memperkuat struktur mi. Pada pembuatan larutan alkali uji yang dilakukan yaitu uji standar viskositas, pH, penampakan dan pewarna. Viskositas larutan alkali diukur dengan menggunakan viskometer, sedangkan nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Penampakan

f. Pencampuran Adonan (Mixing)

Proses pencampuran adonan (mixing) merupakan proses awal pembuatan mi, yaitu pencampuran dan pengadukan tepung terigu dengan larutan alkali yang dilakukan di dalam mixer. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi halus, plastis, elastis dan keadaan adonan tidak pera atau lengket. Hal yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan.

Air yang ditambahkan dan digunakan dalam proses pencampuran (mixing) di PT Kuala Pangan adalah sekitar 30-35% dari total bobot tepung terigu; sedang pencampuran adonan dilakukan dan dipertahankan pada pada kisaran suhu 32-35oC serta waktu pengadukan dilakukan selama sekitar 20-25 menit. Suhu tersebut dipertahankan dengan cara memanaskan alat mixer menggunakan pemanasan sistem jacket dengan uap panas. Apabila suhunya kurang dari 32 oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan jika suhunya lebih dari 35oC adonan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis. Waktu pengadukan dilakukan sekitar 20-25 menit, karena bila waktu pengadukan kurang dari 20 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh dan kering. Selama proses pengadukan akan terjadi kenaikan suhu akibat gesekan baling-baling mesin dengan adonan. Kenaikan suhu tersebut berpengaruh terhadap pengembangan dan kelembutan adonan akibat terjadinya penyebaran dan distribusi air dalam tepung.

g. Pengepresan dengan Roll Press

Pengepresan dengan roll press bertujuan untuk membentuk adonan menjadi lembaran adonan yang halus dan elastis, menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan cara melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua roll logam sampai dicapai ketebalan tertentu sehingga adonan siap dicetak menjadi untaian pita mi. Pembentukan lembaran dengan roll press akan menyebabkan pembentukan serat-serat gluten yang halus, homogen serta mempunyai ketebalan 1,0-1,1 mm. Hal ini akan mempengaruhi mutu mi yang dihasilkan. Agar dapat menghasilkan lembaran yang halus dengan jalur serat yang searah dan lembaran adonan

tidak kasar dan pecah-pecah, maka suhu pengepresan dilakukan pada suhu sekitar 35 - 37

o

C dengan menggunakan pemanas dari uap panas yang berasal dari boiler melalaui saluran uap panas yang mengalir pada alat roll press tersebut.

Pengendalian mutu yang dilakukan di PT Kuala Pangan pada proses pengepresan dengan roll press yang paling penting adalah tebal lembar adonan. Menurut Pribadi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengepresan adalah : kerenggangan roll press (standar kerenggangan 1,0-1,2 mm), kebersihan, dan adonan yang tidak standar. Mesin pengepres terdiri dari beberapa buah silinder berpasangan yang berputar berlawanan arah. Pada saat melewati roll press, lembaran akan mengalami peregangan dan mengalami relaksasi saat keluar dari roll press. Semakin renggang roll press, lembaran adonan yang terbentuk akan semakin tebal, sehingga ketebalan untaian mi menjadi tidak standar. Oleh karena itu, Supaya peregangan dan relaksasi berlangsung dengan baik, maka kedudukan roll press harus diatur sedemikian rupa sehingga lembaran adonan merata di seluruh permukaan roll dan seimbang antara roll awal sampai roll akhir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebersihan mesin pengepres (pressing) juga sangat berpengaruh terhadap hasil pressing, adanya kotoran selama pengepresan dapat mengganggu jalannya lembaran adonan. Selain itu bila adonan tidak sesuai standar atau adonan terlalu lembek maka akan sulit dipres, sedangkan bila adonan terlalu keras maka menyebabkan adonan retak selama dipres (Pribadi, 2004).

Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa adanya kotoran dan tali plastik yang terselip pada roll press berpengaruh terhadap bentuk lembaran adonan yang dihasilkan, yaitu bentuk lembar adonan menjadi tidak rata dan tidak seragam (homogen) sehingga lembaran adonan ini perlu dipisahkan dan diproses kembali dari awal, sedang alat pengepres yang kotor tersebut perlu dibersihkan dulu oleh bagian operator mesin pengepres.

h. Pencetakan Untaian Pita Mi (Slitting)

Pencetakan untaian pita mi (slitting) merupakan suatu proses pengubahan lembaran adonan menjadi untaian pita sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi. Proses slitting dimulai dengan melewatkan

kecil (slitter) yang akan memotong lembaran adonan menjadi untaian mi, selanjutnya untaian mi dilewatkan ke suatu mangkuk slitter berbentuk segi empat. Mangkuk slitter terdiri dari beberapa lajur yang pada setiap lajur menghasilkan 70-80 untaian mi tergantung dari nomor slitter yang digunakan.

Tahap selanjutnya dalam proses ini adalah pembentukan untaian mi menjadi untaian mi yang bergelombang. Pembentukan gelombang mi ini terjadi akibat perbedaan kecepatan putaran slitter, waving net conveyor, dan steam box. Untaian mi yang keluar dari slitter dihasilkan dengan kecepatan tinggi dan diterima oleh waving net conveyor yang kecepatannya lebih rendah sehingga terjadi pemadatan untaian. Untaian mi yang menumpuk sangat padat tersebut diterima oleh steam box yang putarannya lebih cepat dari waving net conveyor, tetapi lebih lambat dari slitter sehingga untaian mi yang padat akan sedikit tertarik kembali dan terbentuklah gelombang mi yang rata. Apabila jumlah untaian yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar akan berpengaruh terhadap bobot mi yang dihasilkan.

Faktor yang mempengaruhi pencetakan adalah kebersihan, dan penyetelan roll slitter dan mangkuk slitter. Adanya kotoran selama dilakukan proses pencetakan dapat mengganggu pembentukan untaian dan gelombang mi serta dapat merusak slitter. Penyetelan roll slitter yang kurang baik akan menyebabkan untaian dan gelombang mi tidak rapi. Semakin sedikit mangkuk slitter maka lajur mi semakin sedikit, jumlah untaian mi tiap lajur makin banyak dan menambah berat mi.

i. Pengukusan (Steaming)

Pengukusan (Steaming) merupakan proses pengukusan mi yang keluar dari proses slitting (slitter) secara kontinyu dengan menggunakan uap panas. Proses pengukusan mi di PT Kuala Pangan dilakukan dengan cara melewatkan untaian mi hasil pencetakan ke dalam mesin pengukus sistem uap (steam tunnel) pada suhu 90-100oC dengan menggunakan ban berjalan (conveyor) selama 1,5-2 menit. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan terjadinya kekenyalan pada mi.

Steam tunnel ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 15 meter dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di

bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap.

j. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (Cooling) merupakan proses setelah mi keluar dari proses pengukusan dengan cara melewatkan mi hasil pengukusan ke dalam suatu alat berbentuk kotak yang di dalamnya dilengkapi dengan kipas angin (blower) serta terdapat sejumlah lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 4,50 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 4 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak antar lubang 0,3 cm. Proses pedinginan ini dimaksudkan untuk mencegah mi melekat pada conveyor yang berjalan. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap proses pemotongan.

k. Pemotongan (Cutting)

Pemotongan (Cutting) mi dilakukan dengan mesin pemotong dan dalam proses ini mi dipotong dan dibentuk lipatan dengan mendorong bagian tengah potongan ke dalam dengan menggunakan alat seperti cangkul. Pada bagian atas tersebut terdapat roll berputar yang berfungsi sebagai alat pelipat yang akan melipat mi menjadi dua bagian sama panjang. Alat pemotong (cutter) yang dimiliki PT Kuala Pangan terdiri dari roll cutter dan pisau cutter yang terbuat dari bahan stainless steel, dimana pisau cutter menempel pada roll cutter. Panjang roll cutter adalah 63 cm, sedangkan panjang pisau cutter adalah 60 cm. Alat ini juga dilengkapi dengan roll plastic yang berfungsi untuk melipat mi pada saat proses cutting.

Bobot mi yang keluar dari mesin pemotong di PT Kuala Pangan didisain sedemikian rupa sehingga memiliki bobot sekitar 215 gram dan diharapkan setelah proses pengeringan akan mengalami penurunan bobot sekitar 12-15 gram, sehingga bobot mi nantinya mencapai sekitar 200-203 gram.

l. Pengeringan (Drying)

Pengeringan (Drying) bertujuan untuk memantapkan pati tergelatinisasi, menurunkan kadar air dan mengeringkan mi sehingga produk akan menjadi kering, kaku dan awet serta memiliki kadar air sekitar 7-8 persen dan mi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Proses pengeringan untuk pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dilakukan dengan cara melewatkan produk mi yang telah terpotong dengan menggunakan oven pengering pada kondisi suhu 90-100oC dalam conveyor berjalan selama 25-30 menit.

Oven pengering ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 40 meter dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di bagian kiri dan kanan terdapat pipa-pipa dengan sejumlah lubang-lubang, dimana diameter lubang-lubang tersebut kira-kira 0,2 cm dan jarak antar lubang adalah 12 cm dengan arah menghadap ke bawah membentuk sudut 45o. Lubang-lubang tersebut berfungsi untuk mengalirkan uap panas (steam) yang berasal dari boiler. Pada bagian ujung steam tunnel ini terdapat cerobong yang berfungsi untuk membuang sisa uap. Selain itu di bagian dalam alat ini juga terdapat blower untuk menguapkan uap air yang terdapat pada bahan.

m. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan (Cooling) adalah proses pendinginan dengan cara melewatkan mi ke dalam suatu kotak (tunnel) yang di dalamnya terdapat sejumlah kipas angin (blower yang digerakkan motor penggerak), sedangkan pada bagian samping alat ini terdapat sejumlah lubang kecil yang berfungsi untuk menguapkan/mengeluarkan energi panas yang berasal dari cooling conveyor. Spesifikasi alat cooling conveyor ini adalah : panjang 9,50 m, lebar 1,36 m, tinggi 0,6 m, jumlah kipas angin 8 buah, diameter lubang 0,8 cm dan jarak antar lubang 0,3 cm. Tujuan dari proses ini adalah agar mi yang baru keluar dari proses pengeringan dapat diturunkan suhunya sehingga mencapai suhu sekitar 32oC sebelum dikemas dengan etiket. Pendinginan berlangsung selama 2-3 menit sehingga mi menjadi lebih keras.

Mi yang telah melalui alat pendingin diharapkan telah mengalami pendinginan secara sempurna. Apabila mi masih dalam keadaan panas langsung dikemas, maka akan

terjadi penguapan uap air dan menempel pada permukaan dalam etiket. Oleh karena suhu luar etiket lebih rendah, maka titik-titik uap air yang menempel di permukaan dalam etiket akan mengembun dan akan jatuh membasahi mi. Dengan demikian, dalam keadaan ini mi akan mudah rusak karena terserang/ditumbuhi kapang, sehingga umur simpan mi menjadi lebih pendek.

n. Pengemasan (Packing)

Pengemasan (Packing) adalah pembungkusan produk mi kering dengan cara memasukkan produk tersebut ke dalam kemasan plastik yang beretiket/berlabel sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan. Tujuan pengemasan produk adalah untuk melindungi mi dari kemungkinan tercemar atau kerusakan sehingga tidak mengalami penurunan mutu dan aman pada saat sampai ke tangan konsumen. Kemasan primer plastik yang digunakan oleh PT Kuala Pangan adalah pengemas plastik jenis polipropilen (PP), dengan bobot netto produk setiap kemasan 200 gram. Menurut Syarief et al (1989), sifat-sifat polipropilen (PP) antara lain ringan, mudah dibentuk, punya kekuatan tarik sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi, serta tahan pada suhu tinggi sampai pada suhu 150oC. Dalam mesin pengemas, mi dikemas dengan menggunakan pengemas primer (label) secara otomatis dan pada pengemas dicantumkan kode produksi dan tanggal kadaluwarsa.

Setelah keluar dari mesin pengemas, dilakukan pengemasan sekunder dengan memasukkan produk mi yang sudah dikemas dalam plastik ke dalam kotak karton secara manual, dimana setiap kotak karton berisi 20 bungkus kemasan plastik. Selanjutnya kotak karton ditutup rapat dan disealing serta dicantumkan kode produksi dan tanggal kadaluwarsanya. Pengemasan ini dilakukan dengan tujuan : (a) untuk melindungi produk dari kerusakan, (b) melindungi produk dari terjadinya kontaminasi silang dengan bahan-bahan lain, dan (c) memudahkan dalam transportasi dan distribusi produk ke pelanggan. Dengan dilakukannya pengemasan yang baik dapat terhindar dari pencemaran-pencemaran antara lain : (a) Debu-debu dan kotoran tangan, (b) Serangga-serangga seperti semut, kutu dan lainnya, (c) Kelembaban oksigen di udara, dan (d) Sinar matahari dan lainnya.

o. Penyimpanan Produk Dalam Gudang

Tahap selanjutnya adalah produk yang sudah dikemas dalam kotak karton tersebut disimpan dalam gudang penyimpanan hasil produksi sebelum didistribusikan ke agen, distributor dan pengecer. Salah satu upaya yang dilakukan oleh PT Kuala Pangan untuk menjaga mutu (kualitas) produk akhir yang akan dipasarkan adalah dengan mengatur stock secara efisien yang dikenal dengan sistem FIFO (First In First Out) dimana produk yang pertama datang akan dikeluarkan terlebih dahulu. Namun, secara operasional sistem ini memiliki kelemahan terutama jika tidak disertai dengan pengawasan yang ketat. Hal ini dapat terjadi terutama pada saat target produksi meningkat sehingga jumlah barang yang disimpan di gudang melebihi kapasitas gudang yang tersedia. Dalam kondisi dan situasi seperti itu seringkali sistem FIFO tidak dapat dijalankan dengan baik. Akibatnya tidak ada jaminan bahwa produk yang datang pertama kali akan dikeluarkan dan dipasarkan terlebih dahulu. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), masalah FIFO dapat diatasi jika sumber daya manusia dalam hal ini pengelola gudang memiliki tingkat kesadaran dan disiplin yang tinggi untuk mencatat tanggal pemasukan/pengeluaran dan lokasi dimana barang ditempatkan.

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 23-36)