V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. EVALUASI KELAYAKAN PERSYARATAN DASAR (GMP) DI PERUSAHAAN
PT Kuala Pangan sejak berdiri (tahun 1988) sampai dengan pada saat ini (tahun 2008) dalam pengelolaan produksinya belum menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000 : 2000 ataupun sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Namun demikian, pihak manajemen PT Kuala Pangan menyadari pentingnya jaminan keamanan pangan bagi produk mi kering yang dihasilkan, sehingga pihak manajemen berencana untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan, lebih-lebih adanya permintaan sertifikat HACCP dari pihak importir produk mi kering kepada perusahaan PT Kuala Pangan.
Penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan akan berjalan dengan sukses apabila penerapan good manufacturing practice (GMP) sebagai fondasi sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP ini telah berjalan dengan efektif. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penerapan dan pengembangan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan/berbasis sistem HACCP, akan lebih baik jika dievaluasi terlebih dahulu penerapan GMP yang sudah dijalankan dan dibandingkan dengan standar penerapan GMP yang ada, yaitu standar GMP dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2002. Hal ini disebabkan karena GMP merupakan suatu persyaratan dasar dan program umum bagi industri pangan untuk menghasilkan produk bermutu, layak dan aman secara konsisten.
Berdasarkan pengamatan (observasi) yang dilakukan di lapangan, wawancara dan pengamatan keadaan nyata perusahaan atas penerapan GMP di PT Kuala Pangan dibandingkan dengan standar yang ada (berdasarkan kriteria penilaian yang digunakan BPOM tahun 2002) ditemukan 13 penyimpangan; yaitu 1 penyimpangan berkategori serius, 6 penyimpangan mayor dan 6 penyimpangan minor. Oleh karena itu, berdasarkan standar tingkat (rating) kelayakan sarana produksi dari Badan POM tersebut, tingkat (rating) GMP di PT Kuala Pangan
masuk dalam peringkat B (baik). Hasil selengkapnya dari pemeriksaan GMP sarana produksi pangan di PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Hasil identifikasi dan ketiga-belas hasil penyimpangan atau ketidak-sesuaian tersebut dapat dikelompokkan dalam unsur-unsur GMP yang disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil Identifikasi Penyimpangan/Ketidaksesuaian Dalam Penerapan Unsur-Unsur GMP di Perusahaan.
No Unsur/Elemen GMP Penyimpangan/Ketidaksesuaian Kategori
1. Bangunan - Pertemuan antara lantai dan dinding serta antara dinding dengan dinding berbentuk siku, sehingga hal ini tidak mudah untuk pembersihan bila ada deposit kotoran ; - Rancang bangun untuk pabrik, khususnya dengan disain
penutup (canopy) untuk perlindungan pada proses produksi di bagian atas proses pembentukan untaian mi belum lengkap untuk mencegah adanya kontaminasi silang.
- Minor
- Minor
2. Fasilitas Sanitasi - Fasilitas untuk pencucian tangan tidak tersedia sabun cair dan pengering serta tidak adanya peringatan pencucian tangan sebelum bekerja atau setelah dari toilet ;
- Fasilitas toilet/urinoir karyawan tidak terawat dengan baik, ada pintu yang sudah rusak dan perlu adanya perbaikan ;
- Sebagian tempat sampah yang disediakan oleh perusahaan tidak ada penutupnya, sehingga dapat berpotensi menimbulkan adanya kontaminasi silang.
- Minor
- Minor
- Minor
3. Peralatan - Tidak ada program pemantauan untuk membuang wadah dan peralatan yang sudah rusak atau tidk digunakan oleh perusahaan
- Minor
4. Higiene Karyawan - Tidak ada pengawasan dalam hal sanitasi pencucian tangan dan kaki sebelum masuk ke ruang pengolahan dan setelah keluar dari toilet ;
- Fasilitas klinik tidak digunakan untuk check up rutin seluruh karyawan, khususnya di bagian produksi ; - Manajemen unit pengolahan tidak memiliki tindakan
efektif untuk mencegah karyawan yang diketahui mengidap penyakit yang dapat mengkontaminasi produk ; - Kebersihan karyawan tidak terjaga dengan baik dan
kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higiene (misalnya pakaian seragam celemek ada yang kotor, kebiasaan minum di ruang produksi).
- Serius
- Mayor - Mayor
- Mayor
5. Penyimpanan - Di ruang gudang biasa/kering ditemukan adanya penempatan barang yang tidak teratur dan tidak memisahkan penyimpanan bahan pangan dan bahan non-pangan
- Mayor
6. Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan Sani-tasi serta Pengendalian Hama
- Pencegahan binatang pengganggu tikus di dalam pabrik belum efektif, terutama di gudang penyimpanan kering ; - Pest control hingga saat ini dikerjakan oleh perusahaan
sendiri
- Mayor
7. Manajemen dan
Pelatihan
- Pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP, TQM, dan lain-lain), tetapi belum melaksanakan penerapannya dalam perusahaan ;
- Alasan belum melaksanakan penerapan HACCP di perusahaan adalah HACCP cukup rumit dan perlu persiapan waktu, tenaga dan sumber daya lain.
- Mayor
Penyimpangan/ketidaksesuaian pertama dan kedua, adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan bangunan serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh keadaaan lingkungan perusahaan/pabrik. Oleh karena itu, untuk mengatasi kedua penyimpangan ini dapat dilakukan dengan program pemasangan penutup (canopy) di ruang produksi mi terutama di atas proses pencetakan/pembentukan kembang mi, memodifikasi bangunan pabrik di bagian proses tersebut agar sesuai dengan jenis pangan mi yang diproduksi dan dihasilkan; dan modifikasi ruang pengolahan khususnya di sudut-sudut pertemuan antara dinding dengan dinding dan dinding dengan lantai untuk dibuat lengkungan sehingga memudahkan pembersihannya. Penyimpangan ini merupakan penyimpangan yang cukup penting yang perlu diatasi sebelum diterapkannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat rancang bangun dan kontsruksi bangunan di ruang pengolahan/proses produksi sangat penting artinya dalam mendukung pelaksanaan persyaratan dasar sistem HACCP.
Penyimpangan/ketidaksesuaian ketiga, keempat dan kelima adalah saling terkait dan berhubungan dengan persyaratan fasilitas sanitasi, serta berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh kebersihan dan kesehatan karyawan. Hal ini berkaitan pula dengan program persyaratan dasar (prerequisite programs) sebelum menerapkan manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP. Oleh karena itu, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene karyawan khususnya berkaitan dengan fasilitas cuci tangan dan toilet harus dilakukan untuk memenuhi fondasi persyaratan dasar dalam sistem HACCP tersebut. Misalnya perbaikan terhadap konstruksi lantai, dinding dan pintu yang sudah rusak pada toilet/urinoir karyawan, penyediaan fasilitas sabun (cair) dan pengering tangan atau tissue pengering/kain lap serta penyediaan fasiltas tanda peringatan pencucian sebelum bekerja atau setelah ke toilet. Selain itu, perusahaan juga harus melengkapi penutup tempat sampah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Penyimpangan/ketidaksesuaian ini merupakan penyimpangan yang sangat penting yang harus diatasi sebelum diterapakannya sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP, mengingat kebersihan dan sanitasi sangat penting
artinya dalam pengolahan pangan karena mereka (karyawan) terlibat langsung dan mengalami kontak dengan makanan sehingga kemungkinan kontaminasi terhadap produk sangat tinggi. Dengan demikian, program perbaikan fasilitas sanitasi dan higiene karyawan perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan implementasinya.
Penggunaan sanitaiser dalam proses pencucian tangan sangat membantu terwujudnya tangan pekerja yang higienis, karena pada prinsipnya ada beberapa bahan pangan atau kotoran yang melekat di tangan sulit dibersihkan kecuali melibatkan penggunaan sanitaiser. Menurut Jenie (1998), untuk pencucian tangan karyawan/pekerja di bagian produksi dapat menggunakan sabun antiseptik yang mengandung senyawa triklosan (trikloro-hidroksi-difenil-eter), atau mengandung senyawa hipoklorit (klorin) 50 part per million (ppm), senyawa yodofor (yodium), amonium kwartener dan alkohol 70%; selanjutnya dibilas dengan air akan menghilangkan banyak mikroba patogen yang berasal dari makanan, kemudian setelah itu ditambahkan dengan penggunaan air hangat dengan kisaran antara 40-50 oC atau larutan pembersih lainnya.
Penyimpangan keenam berhubungan dengan persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi, yaitu tidak ada program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan lagi oleh perusahaan. Hal ini ditandai dengan cara penanganan bekas peralatan yang sudah rusak atau tidak digunakan oleh perusahaan yang tidak terkontrol dengan baik, misalnya menaruh peralatan yang sudah rusak di ruang yang dekat dengan ruang untuk proses produksi. Karena tidak ada program pemantauan dan ruang tersebut tidak dijaga kebersihan dan sanitasinya, mengakibatkan ruang tersebut kotor dan dipakai sarang tikus.
Penyimpangan ketujuh, kedelapan, kesembilan dan kesepuluh juga merupakan empat hal yang saling terkait, yaitu berkaitan dengan upaya untuk mencegah adanya kontaminasi silang yang disebabkan oleh status kesehatan karyawan, kebersihan karyawan, dan kebiasaan karyawan (Higiene Karyawan). Oleh karenanya, untuk mengatasi keempat penyimpangan/ketidaksesuaian ini dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan karyawan (khususnya bagian produksi) secara berkala, misalnya setahun 3 kali, untuk memastikan bahwa karyawan terbebas dari penyakit yang dapat
mengkontaminasi produk. Pemantauan dan pemeriksaan kesehatan karyawan dapat dilakukan secara visual, misalnya luka, penyakit kulit dan lainnya dapat dilakukan langsung oleh supervisor (ketua regu/kelompok) yang sedang bertugas. Apabila dijumpai ada karyawan yang mempunyai luka dan penyakit kulit (luka terbuka), maka karyawan/pekerja tersebut bisa dikeluarkan dari ruang di bagian produksi dan dari pekerjaan penanganan kritis lainnya. Pekerja/karyawan di bagian produksi harus melapor pada penyelia (supervisor) pabrik atau petugas pemeriksa kesehatan di klinik apabila menderita penyakit-penyakit, seperti : hepatitis (sakit kuning), tifus, infeksi Salmonella, disentri, dan infeksi
Staphylococcus (termasuk noda, bisul, dan luka terbuka di tangan serta kudis dan eksim yang luas terutama di muka, jari, dan tangan (Jenie, 2007).
Sedang, apabila dijumpai/ditemui ada karyawan yang tidak menjaga kebersihan dan tingkah laku karyawannya selama proses produksi, maka karyawan yang bersangkutan dapat ditegur/diperingatkan dan dicatat terlebih dahulu. Bila karyawan yang sudah diperingatkan dan dicatat sudah 5 kali tetapi masih berperi laku yang tidak sesuai dengan aturan penerapan sanitasi dan higiene serta kebiasaan karyawan yang tidak sesuai dengan aturan perusahaan, maka diperlukan adanya pelatihan kembali terhadap karyawan yang bersangkutan dalam hal sanitasi dan higiene sekaligus untuk memperbaiki sikap dan perilaku karyawan dalam berkomitmen untuk mendukung program rencana penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan.
Penyimpangan/ketidaksesuaian di atas merupakan penyimpangan yang sangat penting yang perlu segera diatasi dan diprogramkan implementasinya sebelum diterapkannya sistem manajemen kemanan pangan berdasarkan sistem HACCP; mengingat pengendalian kondisi kesehatan karyawan yang berpotensi menghasilkan kontaminasi mikrobiologis terhadap pangan, bahan kemasan pangan dan permukaan yang kontak dengan pangan ini harus dikendalikan dengan baik melalui program penerapan yang efektif.
Penyimpangan kesebelas, berhubungan dengan aspek GMP penyimpanan, yaitu di gudang kering, yang mana penempatan barang tidak teratur dan sebagian tidak dipisahkan (penyimpanan bahan pengemas dan bahan-bahan lain, bahan-bahan kimia dan desinfektan/deterjen), hal ini dapat segera diatasi
dengan mengelompokkan atau memisahkan sesuai dengan jenisnya dalam suatu rak/tempat yang terpisah dan khusus untuk jenis barang-barang tersebut. Pengaturan ini perlu dibakukan dan dilaksanakan/ dijalankan secara konsisten.
Penyimpangan kedua-belas, berhubungan dengan aspek GMP pemeliharaan sarana pengolahan dan sanitasi serta pengendalian hama, yaitu di gudang kering tempat penyimpanan bahan baku dan di gudang kering tempat penyimpanan produk mi kering yang dihasilkan; pencegahan binatang pengerat tikus yang dapat membawa bibit penyakit pes belum efektif dan dilaksanakan secara konsisten. Hal ini ditandai dengan tidak adanya denah pentunjuk penempatan umpan tikus, belum dilaksanakannya pengendalian binatang tikus ini baik oleh perusahaan sendiri ataupun melalui kontrak yang dilakukan oleh pihak lain. Oleh karena itu, penyimpangan ini dapat segera diatasi dengan melaksanakan dan membuat prosedur pengendalian hama tikus dengan cara menempatkan jebakan/umpan tikus atau menempatkan suatu alat yang menghasilkan gelombang suara tertentu sehingga binatang pengganggu/tikus tidak suka memasuki gudang penyimpanan kering. Pengendalian hama tikus tersebut dapat pula dilakukan dengan cara kontrak dengan pihak kedua yang melakukan program pest control.
Penyimpangan ketiga-belas berhubungan dengan aspek manajemen dan pelatihan, yaitu pimpinan/pihak manajemen mempunyai wawasan terhadap metode pengawasan modern (ISO 9000, HACCP) tetapi belum atau sedang akan melaksanakan penerapannya. Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen terungkap bahwa perusahaan mempunyai kendala/hambatan dalam mengembangkan dan menerapkan sistem HACCP di perusahaan disebabkan karena : (1) Kurangnya informasi pengetahuan tentang sistem keamanan pangan dan tenaga ahli/sumber daya manusia yang mengerti sistem HACCP; (2) Adanya perkiraan tingginya biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk mengoperasikan sistem HACCP; (3) Adanya perkiraan tingginya biaya yang diperlukan untuk memberi pelatihan sistem HACCP kepada karyawannya; (4) Adanya perkiraan tingginya biaya lain yang derlukan untuk mebangun fasilitas laboratorium dan fasilitas pemeliharaan peralatan lainnya guna mendukung penerapan sistem HACCP dalam perusahaan, dan (5) Terbatasnya waktu untuk
mempersiapkan penerapan sistem HACCP sebagai akibat kurangnya sumber daya manusia yang mengerti dan memahami sistem HACCP.
Ditinjau dari aspek cara produksi pangan yang baik atau good manufacturing practice (GMP) yang sudah diterapkan perusahaan, selain penyimpangan atau ketidaksesuaian yang ditemukan di atas; ada beberapa penyimpangan lain dalam bentuk penyimpangan administrasi, fisik dan oprasional sebagai berikut :
a. Spesifikasi bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan pangan belum diterapkan secara konsisten karena standar persyaratan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan masih suka berubah, oleh karena itu perlu ditetapkan standar persyaratan spesifikasi bahan-bahan tersebut yang tetap dan konsisten penerapannya;
b. Tempat fasilitas sanitasi dan cuci tangan terutama toilet dan urinoir karyawan pada prinsipnya jumlahnya sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pedoman GMP Badan POM yaitu ada 6 toilet untuk 80 orang, namun kondisi fisiknya sudah perlu adanya perbaikan, karena pintunya sudah ada yang mulai rusak dan dinding tempat toilet tersebut sudah mulai kotor dan perlu adanya pengecatan dinding kembali, sehingga program perbaikan fisik sarana fasilitas sanitasi dan cuci tangan ini perlu segera diprogramkan perbaikannya;
c. Alat-alat mesin-mesin yang sudah rusak dan tidak dipakai, sebagian masih ada yang disimpan di bagian ruang proses produksi meskipun diletakkan di lantai bawah dan agak terpisah; namun barang-barang (alat-alat) tersebut dapat menjadi tempat sarang tikus dan berpotensi menimbulkan kontaminasi silang. Dengan demikian, perusahaan tidak mempunyai program pemantauan untuk menangani/membuang peralatan yang sudah rusak/tidak digunakan dengan baik. Sebaiknya alat-alat ini dipindahkan dan diletakkan di ruang khusus bagian teknik/bengkel dan maintenance, sehingga kebersihan dan higiene di ruang proses produksi bisa dijaga dengan baik atau dibuang;
d. Pada higiene karyawan ditemukan kekurangan dalam pelaksanaan GMP pada saat produksi, antara lain masih adanya karyawan yang menggunakan perhiasan atau jam tangan pada waktu bekerja, penutup kepala yang dipakai
tidak menutup seluruh rambutnya dan masih ada karyawan berbicara pada saat berproduksi serta tidak memakai penutup mulut untuk di bagian pengumpulan produk mi kering sebelum dikemas dengan plastik jenis PP (kemasan primer); e. Kondisi sanitasi di ruang/gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu saat
diobservasi/diinspeksi kurang bersih dan kurang terkontrol. Cukup banyak debu dan kotoran pada lantai dan dindingnya. Kemungkinan kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan bahan baku tepung terigu ini belum terjadwal dan terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, kegiatan sanitasi di gudang penyimpanan ini harus terjadwal dan terkontrol dengan baik untuk mencegah kontaminasi terhadap bahan baku dari cemaran fisik, debu, kotoran dan serangga;
f. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan pangan terutama pada alat roll presser, slitter, cutter dan conveyor meskipun sudah dilakukan program pembersihan dan sanitasi; namun pada saat tidak digunakan/dipakai terlihat masih ada sisa-sisa produk yang menempel pada perlatan tersebut, sehingga dapat memungkinkan terjadinya kontaminai ke produk mi kering yang akan diproduksi/dihasilkan. Oleh karena itu, program pembersihan dan sanitasi pada perlatan tersebut perlu lebih diefektifkan untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran adonan mi yang lengket pada alat dan menjaga agar kondisi bagian peralatan yang kontak dengan produk pangan tetap bersih dan higienis. Menurut Winarno (2002), prosedur pembersihan peralatan dapat meliputi tahapan perendaman atau penggosokan, pencucian dengan air bersih, pembilasan dengan pembersih seperti deterjen atau sabun, pengecekan secara visual untuk memastikan bahwa permukaan alat sudah bersih, penggunaan desinfektan untuk membunuh mikroba, dan pembersihan akhir untuk membilas desinfektan serta pembilasan kering untuk mengeringkan desinfektan tanpa dilap. Pembersihan peralatan yang terbuat dari bahan
stainless steel dapat digunakan larutan pembersih deterjen alkali non ionik, dan desinfektan yang antara lain : hipoklorit, yodophor, dan klorin organik (Jenie, 1998).
Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan standar prosedur operasi sanitasi atau sanitation standard operating procedure (SSOP) secara ringkas di perusahaan PT Kuala Pangan dapat dilihat pada Tabel 19, sedang hal-hal yang perlu dimonitor, tindakan koreksi dan rekaman SSOP dapat dilihat pada Tabel 20.
Sanitation standard operating procedure (SSOP) ini akan memberikan manfaat bagi unit usaha perusahaan PT Kuala Pangan dalam menjamin sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : (a) Memberi jadwal pada prosedur sanitasi, (b) Memberikan landasan program monitoring berkesinambungan, (c) Menjamin setiap personil mengerti sanitasi, (d) Memberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil, (e) Mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan koreksi bila diperlukan, (f) Mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah kembali terjadinya masalah, dan (g) Membawa peningkatan praktek sanitasi dan kondisi yang saniter di unit usaha.
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan.
No Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan koreksi Rekaman
1. Keamanan air - Air yang digunakan pada proses produksi terbagi menjadi dua, yaitu air bersih yang digunakan pada pencucian alat-alat produksi dan air minum untuk produksi ;
- Air bersih digunakan untuk keperluan sanitasi, pencucian peralatan, dan mandi cuci kakus (MCK), sedang air minum untuk produksi harus diolah (treatment) terlebih dahulu dengan SOP(Standar Prosedur Operasi) dan IK (Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan sehingga dapat menghasilkan air yang memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan PerMen Kes No. 907/MenKes/SK/VII/2002 ;
- Mutu produk air untuk produksi dilakukan pengujian oleh bagian QC dan teknik; - Air yang memenuhi standar, selanjutnya disimpan dan ditampung pada storage
tank dan diset secara otomatis agar siap digunakan untuk proses produksi ;
- Bila air yang diproses untuk ke-perluan produksi belum memenuhi standar mutu, maka akan dilakukan pro-ses ulang
- Air yang digu-nakan untuk pro-duksi dilakukan pe-ngujian secara eks-ternal setiap 6 bulan sekali
- Hasil peme-riksaan mutu air untuk pro-duksi disim-pan di bagian QC dan tek-nik
- Hasil pengu-jian mutu air untuk produk-si eksternal disimpan di bagian QC
2 Kondisi dan
ke-bersihan permu-kaan yang kontak dengan bahan pangan
- Semua peralatan yang kontak dengan makanan/produk akhir terbuat dari bahan yang bersifat inert (stainless steel). Hal ini bertujuan untuk mencegah cemaran fisik dari korosi logam peralatan produksi ;
- Proses pembersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan terdiri dari pembersihan clean in place (CIP) dan pembersihan untuk kemasan yang digunakan untuk produk akhir ;
- Penggunaan seragam produksi dipakai setiap hari dan diganti seminggu dua kali dan dijaga kebersihannya oleh masing-masing karyawan ; Perusahaan menyediakan sarung tangan dan penutup mulut di bagian kemasan primer ; - Pembersihan peralatan produksi yang digunakan sesuai dengan SOP dan IK
Instruksi Kerja) yang ditetapkan perusahaan, yang meliputi : penyemprotan air biasa pada seluruh permukaan yang kontak dan bersihkan sampai kotorannya hilang, gosok permukaan alat dengan larutan Duboa 1%, semprotkan air panas ke permukaan alat dan kemudian dikeringkan ;
- Proses pembersihan clean in place dilakukan pada vessel mixing dengan kapasitas lebih dari 500 kg. Prosedur pembersihannya dengan cara menyemprotkan bagian dalam vessel dengan air panas (65oC). Jika bagian
vessel masih bau, maka dilakukan pembersihan dengan larutan sabun.
- Agar kegiatan sa-nitasi berjalan efek-tif, maka berhenti-kan/stop operasi dan bersihkan serta di-sanitasi
- Bila perlu karyawan diistirahatkan - Monitoring hasil sanitasi permukaan disimpan di bagian QC - Monitoring terhadap kar-yawan disim-pan di bagian QC
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).
No Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan koreksi Rekaman
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
- Pencegahan kontaminasi silang dilakukan mulai dari bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan yang baru masuk sampai penyimpanan produk akhir. Bahan baku dan bahan pembantu yang berada di ruang gudang penyimpanan kondisi kemasannya ada yang bersih, kotor dan berdebu ;
- Pencegahan kontaminasi silang pada saat produksi dilakukan dengan cara pemeriksaan bagian dalam vessel atau alat produksi sebelum digunakan untuk proses produksi sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan ; - Bagian dalam vessel atau alat produksi harus bebas dari kotoran dan cemaran
fisik agar tidak mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi ; - Setelah dikemas primer dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder kotak
karton harus ditutup dan disegel (diseal) dengan rapat untuk mencegah kontaminasi dari cemaran fisik, mikroba dan zat lain ;
- Selama proses produksi, personil harus bekerja sesuai dengan prosedur GMP, menggunakan seragam dan sepatu yang sesuai GMP, penggunaan sarung tangan dan tutup mulut/kepala ;
- Bila ada masalah produksi, stop pro-duksi dan tahan produk yang diha-silkan
- Karyawan dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;
- Evaluasi keamanan produk yang diha-silkan - Hasil peme-riksaan dan monitoring pembersihan disimpan di bagian QC; - Hasil peme-riksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC; 4 Menjaga Fasilitas Pencuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
- Pemeliharaan fasilitas sanitasi terdiri kegiatan sanitasi di ruang produksi, gudang penyimpanan, ruang karantina dan ruang MCK. Kegiatan sanitasi di ruang produksi secara umum dilakukan dua minggu sekali pada saat hari libur kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, membersihkan bagian luar vessel, tangki penampungan, dan bagian dinding yang dapat dijangkau ; Kegiatan sanitasi rutin di ruang produksi dilakukan oleh personil produksi, sedang kegiatan sanitasi bulanan dilakukan oleh personil QC dan maintenance ; - Kegiatan sanitasi di ruang gudang dan karantina dilakukan satu minggu sekali.
Kegiatannya meliputi pembersihan lantai, dinding, pallet penyimpanan bahan baku dan produk akhir, dan pintu. Pembersihan lantai ruang produksi dan gudang menggunakan sabun deterjen untuk lantai, yaitu Drathon 10 dengan dosis 660 ml per 3400 ml air.
- Kegiatan sanitasi di ruang MCK dilakukan setiap hari kerja. Kegiatannya meliputi pembersihan toilet, kamar mandi, dan tempat cuci tangan. Fasilitas cuci tangan terdiri dari air yang mengalir, tetapi kadang-kadang tidak ada sabun cair dan lap pengeringnya.
- Cek fasilitas cuci tangan dan toilet dan inspeksi di lapangan dan bila ada keru-sakan segera diper-baiki
- Karyawan dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP;
- Evaluasi keamanan produk yang diha-silkan - - Hasil peme-riksaan dan monitoring program sani-tasi disimpan di bagian QC; - Hasil peme-riksaan dan monitoring karyawan disimpan di bagian QC;
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).
No Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Tindakan koreksi Rekaman
5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
- Bahan-bahan non-pangan atau bahan-bahan kimia yang digunakan selama pengolahan seperti larutan klorin pekat, deterjen/sabun cair, larutan Drathon, larutan Duboa 1% dan pelumas disimpan di gudang penyimpanan khusus di luar area pengolahan dan penggunaannya harus sesuai dengan SOP dan IK yang ditetapkan perusahaan.
- Wadah larutan kimia di dalam area pengolahan ditempatkan di pojok ruangan yang jauh dari produk dan pekerja ; jika terjadi terjadi kontaminasi bahan non-pangan/kimia seperti sabun, maka pekerja wajib melaporkannya kepada supervisor. Supervisor akan meneruskan informasi kepada kepala bagian produksi dan produk akan disingkirkan/dipisah ;
- Senyawa toksik disimpan dalam wadah berlabel yang juga disertai dengan tanggal penerimaan produk ;
- Bila ada bahan pengkontaminan, hi-langkan bahan terse-but dari permukaan - Menghindarkan
lingkungan ruang produksi dari adanya genangan air ; - Memindahkan
ba-han toksik tidak berlabel dengan benar. - Catatan hasil pemeriksaan dan monito-ring penggu-naan bahan kimia disim-pan di bagian QC; - Catatan tin-dakan koreksi dari pemerik-saan dan eva-luasi disim-pan di bagian QC 6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
- Setiap kemasan yang berisi produk akhir harus mempunyai label yang memberikan informasi mengenai karakteristik dari produk akhir yang dikemas; Informasi label terdiri atas : nama produk, bobot netto, kode produksi, kadaluwarsa, dan cara penggunaan produk ;
- Penyimpanan produk akhir mi kering diletakkan terpisah dengan bahan baku utama, bahan pembantu lain, bahan tambahan pangan dan produk yang cacat; sedang penyimpanan bahan yang sensitif terhadap suhu disimpan di ruang
sensitive room ;
- Sistem yang digunakan dalam penyimpanan adalah prinsip FIFO (First In First Out), yaitu produk akhir yang production date atau lotnya lebih lama dikeluarkan terlebih dahulu dibandingkan lot yang baru ;
- Semua kegiatan pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia/toksik menggunakan SOP dan IK yang sudah ditetapkan perusahaan.
- Bila ada/terjadi pelabelan yang sa-lah, produksi dihen-tikan, pisahkan pro-duk yang salah ; - Karyawan
dipe-ringatkan dan perlu dilatih kembali bila melakukan praktek tidak sesuai dengan SOP; - Hasil peme-riksaan dan monitoring kegiatan pela-belan dan penyimpanan disimpan di bagian QC; - Hasil peme-riksaan dan monitoring penggunaan bahan kimia disimpan di bagian QC;
Tabel 19. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaan sanitation standard operating procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan).
No Kunci Persyaratan Sanitasi
Deskripsi Pelaksanaan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) Tindakan koreksi Rekaman
7. Pengawasan
Kondisi Kesehatan personil
- Kontrol kondisi kesehatan karyawan/personil terutama di bagian produksi kurang dimanfaatkan/diperhatikan oleh karyawan yang bersangkutan, meskipun perusahaan telah menyediakan fasilitas klinik dan dokter serta perawat kesehatan ; - Pengawasan kesehatan karyawan di perusahaan perlu lebih diintensifkan meskipun
perusahaan telah mempunyai SOP dan IK (Instruksi Kerja) yang sudah ditetapkan perusahaan ;
- Efektivitas pemantauan kesehatan karyawan sebaiknya perlu dikaji ulang oleh pihak perusahaan atau manajemen, sehingga diperlukan adanya aksi tindak koreksi yang tepat.
- Bila ada karyawan yang terkena penya--kit diistirahatkan dan tidak diperkenankan ke ruang produksi ; - Lakukan
peman-tauan karyawan dengan lebih ketat.
- Catatan hasil pemeriksaan dan monito-ring terhadap karyawan yang mende-rita sakit di-simpan di bagian HRD
8. Menghilangkan
pest dari Unit pengolahan
- Hama yang terdapat di kawasan PT Kuala Pangan terdiri dari serangga (lalat, kecoa, laba-laba, nyamuk, dan lain-lain), burung dan tikus. Penanganan hama serangga seperti lalat, nyamuk dan serangga lain dilakukan dengan memasang insecta trap.
Lampu insecta trap diletakkan di luar ruang produksi/gudang dan dikontrol setiap satu bulan sekali.
- Di ruang produksi dipasang lem perangkap lalat. Lem perangkap lalat juga dipsang di dekat pintu masuk ruang produksi. Adanya lalat atau serangga di dalam ruang produksi dikontrol oleh personil produksi sebelum aktivitas produksi.
- Pencegahan binatang lain seperti burung dilakukan dengan cara memasang kawat kassa di ventilasi ruangan atau pintu trap plastik pada pintu ruang gudang, dan ruang produksi ;
- Perusahaan perlu menetapkan pro-gram pest control ; - Perlu dibuat denah
penempatan pro-gram pest control di seluruh pabrik - Hasil peme-riksaan dan monitoring kegiatan pest control disimpan di bagian QC; - Hasil tindak-an koreksi pe-meriksaan dan moni-toring pest control disim-pan di bagian QC;
Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP
No. Kunci Persyaratan
Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Tindakan koreksi Rekaman 1 Keamanan air - Kualitas air
- Instalasi plum-bing
- Unit treatment air - Outlet
- Instalasi dan out-let plumbing
- Cek kualitas air
- Inspeksi jaringan
- Sebelum operasi
- Saat akan insta-lasi & modifikasi
- Bagian QC - Operator wa-ter treatment - Bagian QC
- Bila belum meme-nuhi standar, lakukan proses ulang - Perbaiki instalasi yang memungkinkan kontaminasi - Monitoring kuali-tas air - Inspeksi instalasi plumbing 2 Kondisi dan kebersihan
permukaan yang kontak dengan bahan pangan
- Permukaan harus bersih
- Permukaan disa-nitasi
- Sarung tangan dan pakaian ha-rus bersih - Line produksi - Karyawan - Inspeksi secara visual - Inspeksi terhadap karyawan - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Setiap sebelum
operasi dan setiap 4 jam
- Bagian QC
- Bagian QC
- Stop operasi, diber-sihkan dan disanitasi
- Istirahatkan karya-wan - Monitoring per-mukaan yang kontak dengan pangan - Monitoring terha-dap karyawan 3 Pencegahan kontaminasi silang - Kebiasaan karya-wan
- Desain ruang un-tuk bahan baku dan produk jadi
- Line produksi - Karyawan - Toilet daan
was-tafel
- Gudang penyim-panan
- Cek bahan kon-sentrasi sanitaiser - Cek fasilitas pen-cuci tangan dan toilet - Inspeksi di lapangan - Inspeksi karya-wan - Setiap sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali - Setiap sebelum
operasi dan setiap 4 jam sekali - Bagian QC - Supervisor produksi - Petugas kebersihan
- Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan
- Peringatkan dan latih kembali karyawan - Evaluasi keamanan produk, untuk didis- posisi, direproses atau dimusnahkan - Monitoring karyawan - Monitoring pembersihan - Monitoring tata letak produk dalam ruangan
4 Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
- Fasilitas cuci tangan - Fasilitas toilet - Fasilitas sanitasi - Tempat cuci tangan - Tempat toilet - Bagian sanitasi - Cek fasilitas pencuci tangan dan toilet - Inspeksi ke lapangan - Cek bahan
kon-sentrasi sanitaiser
- Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali
- Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC - Perbaiki dan laporkan bila ada kerusakan
- Peringatkan pelak-sana dan latih kembali
- Monitoring harian sanitasi - Tindakan koreksi yang dilakukan
Tabel 20. Pemantauan pada program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di perusahaan (Lanjutan) Hal-hal Yang Perlu Dimonitor pada Program SSOP
No. Kunci Persyaratan
Sanitasi Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Tindakan koreksi Rekaman 5 Proteksi dari bahan-
bahan kontaminan - Bahan yang berpotensi untuk mengkontaminasi - Produk pangan - Bahan pengemas - Permukaan yang kontak langsung dengan pangan
- Cek bahan dan akses personil/ karyawan - Inspeksi secara visual
- Sebelum operasi, dan setiap 3 jam sekali
- Sebelum operasi, dan setiap 4 jam sekali - Bagian QC - Dibantu oleh bagian produksi - Hilangkan bahan kontaminan dari permukaan - Hindari adanya genangan air di
dalam ruang produksi
- Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi
6 Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar
- Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan - Tempat/ruang penyimpanan - Tempat penerap- an /aplikasi - Cek pelabelan - Cek cara aplikasinya
- Satu kali setiap hari
- Satu kali per hari
- Bagian QC
- Bagian QC
- Pindahkan bahan toksin tidak berlabel dengan benar - Peringatkan karya- wan dan latih kembali - Stop produksi, dan recall produk yang terkena - Monitoring/ pemantauan - Tindakan koreksi 7 Pengawasan kondisi kesehatan personil - Karyawan dengan tanda- tanda penyakit/ luka - Karyawan yang masuk ruang kerja
- Pada saat sedang bekerja - Lakukan inspeksi terhadap karya-wan/ pelaksana - Sebelum operasi dan setiap 4 jam sekali
- Bagian QC - Supervisor produksi
- Stop produk dan tahan produk yang dihasilkan - Monitoring kesehatan karyawan - Tindakan koreksi
8 Menghilangkan pest dari unit pengolahan - Pest di ruang produksi dan gudang - Seluruh ruangan produksi dan lingkungan pabrik
- Cek dan inspeksi ke lapang - Dua kali (2x) setiap hari - Bagian QC dibantu bagian produksi - Tetapkan program pest control dengan
baik - Tetapkan tempat/ denah penempatannya - Monitoring pest control - Tindakan koreksi yang dilakukan
B. PENYUSUNAN RENCANA HACCP (HACCP PLAN) UNTUK PRODUKSI MI KERING PADA PT KUALA PANGAN
Penyusunan rencana HACCP (HACCP Plan) untuk produksi mi kering pada PT Kuala Pangan mengacu kepada Codex guidelines dan tujuh prinsip HACCP yang telah diadopsi dan dituangkan dalam acuan (standar) SNI.01.4852-1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (BSN, 1998) serta Pedoman penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004 : 2002 (BSN, 2002). Rencana HACCP pada perusahaan ini diintegrasikan ke dalam prosedur dan instruksi kerja yang akan memudahkan karyawan (personil yang terlibat) dalam melaksanakannya. Penyusunan dan pengembangan rencana HACCP dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Melakukan Pelatihan Sistem HACCP
Pelatihan sistem HACCP pada perusahaan PT Kuala Pangan diperuntukkan bagi seluruh karyawan dan pihak manajemen yang akan terlibat dalam mengelola sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP di perusahaan yang bersangkutan. Pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam proses produksi mi kering di perusahaan tersebut bertujuan : (1) Memberdayakan perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan dalam menghadapi era globalisasi, kompetisi dengan perusahaan yang sejenis dan meraih sertifikat jaminan keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP; (2) Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan keahlian personil yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola perusahaan yang menghasilkan produk mi kering; (3) Meningkatkan kemampuan personil dalam pemahaman dan penerapan sistem keamanan pangan yang mencakup good manufacturing practice (GMP), standard operating procedure (SOP), sanitasi dan higiene, sistem manajemen mutu dan HACCP; dan (4) Meningkatkan kesadaran, sikap (attitude) dan tanggung jawab personil perusahaan dalam menerapkan persyaratan dasar sistem HACCP khususnya GMP dan sanitation standardoperating procedure (SSOP) di perusahaan. Hal ini disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengolahan pangan untuk memproduksi mi kering, sangat berperan dalam membantu kesuksesan perusahaan industri pangan tersebut guna menghasilkan produk mi kering
jawab (komitmen) yang tinggi SDM yang mengerjakan dan mengelolanya. Tingkat pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan tanggung jawab yang tinggi mutlak diperlukan, karena industri pengolahan pangan untuk menghasilkan produk mi kering ini adalah industri yang perlu penanganan secara hati-hati.
Menurut Maryon (1998) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan terhadap sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem industri pangan merupakan kunci terbaik untuk menghasilkan produk pangan yang aman bagi perusahaan industri pangan. Oleh karena itu, program pelatihan pada perusahaan industri pangan di PT Kuala Pangan ini diharapkan mampu meningkatkan SDM yang terlibat dalam mengerjakan dan mengelola industri pangan tersebut, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja perusahaan PT Kuala Pangan di bidang mutu dan keamanan pangan. Disamping itu, dengan pelatihan ini diharapkan SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan menyadari tidak harus mengerti apa yang harus dikerjakan untuk menjamin keamanan pangan produk mi kering yang dihasilkan, tetapi juga harus memahami mengapa mereka harus melaksanakan tugas khusus yang dibebankan kepada mereka (MFSCNPA, 1992).
Pelatihan sistem HACCP di perusahaan industri pangan PT Kuala Pangan diikuti oleh karyawan (dari tingkat line operator, supervisor/kepala regu, kepala bagian) dan manajemen perusahaan yang berjumlah sekitar 30 orang dan dilakukan selama 4 hari dengan cara inhouse training di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor dari tanggal 13 sampai dengan 16 bulan Nopember tahun 2007. Materi yang diajarkan dalam pelatihan ini terdiri dari 7 (delapan) topik yang disampaikan dalam 32 jam pelajaran (jp) dan setiap jam pelajaran dengan waktu 45 menit selama 4 hari dengan rincian sebagai berikut (Tabel 21). Sedang contoh soal untuk evaluasi dan mengetahui tingkat pemahaman peserta pelatihan dapat dilihat di halaman Lampiran 3.
Tabel 21. Materi Yang Diajarkan dalam Pelatihan Sistem HACCP di PT Kuala Pangan
No. Topik pelatihan/pengajaran Jumlah jam pelajaran (jp); 1 jp = 45 menit 1. Pengantar sistem pengendalian keamanan pangan 2 2. Sanitasi dan higiene dalam industri pangan 2 3. Good manufacturing practice (GMP) 3
4. Prinsip sistem HACCP 3
5. Implementasi sistem HACCP dalam industri pangan 3
6. Dokumentasi GMP dan sistem HACCP 3
Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta pelatihan sistem HACCP di perusahaan sebelum dan sesudah pelatihan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil evaluasi penilaian tingkat pengertian dan pemahaman peserta (Sebelum
dan setelah pelatihan)
Tingkat Pemahaman Peserta Pelatihan Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan No. Jabatan/kedudukan peserta pelatihan
SB B C K SB B C K
1. Manajer produksi - 1 - - 1 - - -
2. Manajer teknik & maintenance - - 1 - - 1 - -
3. Kepala Bagian QC - - 1 - - 1 - -
4. Supervisor produksi - - 2 3 - 2 3 -
5. Ketua kelompok/regu produksi - - 2 3 - 2 3 -
6. Kepala Gudang - - 1 2 - 1 2 -
7. Operator produksi - - - 12 - 1 11 -
8. Staf bagian QC/laboratorium - - 2 - - 2 - -
Jumlah peserta - 1 9 20 1 10 19
Keterangan : SB = Sangat Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 80) B = Baik (Nilai lebih besar atau sama dengan 70)
C = Cukup (Nilai lebih besar atau sama dengan 60) K = Kurang (Nilai lebih kecil dari 60).
Dari Tabel 22 tersebut dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil evaluasi penilaian, tingkat pengertian dan pemahaman peserta setelah mendapat pelatihan menunjukkan tingkat pengertian dan pemahamannya sangat baik ada 1 orang, baik berjumlah 10 orang dan cukup 19 orang. Dari Tabel 22 di atas juga terungkap bahwa peserta pelatihan, baik yang berasal dari tingkat manajer dan kepala bagian QC dan staf bagian QC yang pernah mendapat pelatihan sebelum pelatihan sistem manajemen keamanan pangan ini dilkukan, lebih meningkat lagi tingkat pengertian dan pemahamannya. Dengan demikian dapat dikatakan ada dampak positif terhadap sumber daya manusia pada perusahaan PT Kuala Pangan. Hal ini mendukung hasil penelitian/kajian yang dilakukan oleh Manning (1994) dan Howes et al (1996) yang menyatakan bahwa salah satu dampak positif adanya pelatihan sistem keamanan pangan termasuk sistem HACCP adalah meningkatnya tingkat pengetahuan, pengertian dan pemahaman SDM yang terlibat dalam sistem industri pangan.
2. Menetapkan Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan Yang Berhubungan Dengan HACCP Plan
Kebijakan mutu dan keamanan pangan merupakan pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan tertinggi atau manajemen puncak suatu organisasi yang berupa janji atau komitmen sebagai upaya untuk melaksanakan dan menegakkan serta memelihara standar mutu yang tinggi (BSN, 2002). Pimpinan tertinggi yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan prosedur HACCP di PT Kuala Pangan dijabat oleh Direktur. Komitmen manajemen puncak ini juga menjadi salah satu unsur dalam pedoman penerapan sistem HACCP (Thaheer, 2005). Pernyataan kebijakan mutu dan keamanan pangan perusahaan adalah sebagai berikut : (a) ”kami menetapkan bahwa mutu dan keamanan produk menjadi prioritas utama dalam sistem produksi, sistem manajemen mutu maupun pola pikir dalam sistem usaha secara keseluruhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang”, (b) ”kami menghasilkan produk dan layanan yang aman dan bermutu tinggi sesuai dengan sistem HACCP yang memenuhi standar nasional ataupun internasional”, dan (c) ”kami berupaya secara terus menerus dan konsisten melakukan penegakan keamanan pangan dan perbaikan sistem manajemen”.
Konsekuensi dari komitmen perusahaan PT Kuala Pangan tersebut adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiayaan dan investasi terhadap suatu fasilitas yang dianggap penting dalam pelaksanaan sistem HACCP akan segera ditanggapi oleh manajemen puncak PT Kuala Pangan. Misalnya biaya yang diperlukan untuk pelatihan tim HACCP dan karyawan perusahaan yang akan mendukung dalam penerapan sistem HACCP, biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki fasilitas sanitasi dan higiene (urinoir, toilet/wc, wastafel) yang sudah dimiliki perusahaan dan perlu adanya perbaikan, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pembelian bak sampah sebagai sarana pendukung pengelolaan sampah, adanya perjanjian dalam bentuk kontrak kerja sama dengan pihak lain dalam penanganan pengendalian hama (pest control), biaya yang dikeluarkan pembuatan manual dokumen rencana HACCP serta biaya yang perlu dikeluarkan untuk melatih internal auditor sistem HACCP di perusahaan. Bahkan komitmen tersebut harus dijaga terus secara konsisten oleh perusahaan setelah perusahaan mendapat sertifikat HACCP, karena dalam sistem HACCP berlaku pula filosofi adanya perbaikan yang berkelanjutan.
3. Pembentukan Tim HACCP (Langkah Ke-1)
Tim HACCP diharapkan merupakan tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang mengembangkan, mengimplementasikan dan memelihara sistem HACCP. Anggota tim HACCP yang baik dan lengkap membutuhkan pengetahuan dan keahlian/kepakaran tentang seluruh alur proses produksi, dimulai dari bahan baku, proses produksi, bahaya yang mungkin timbul, dan produk akhir yang dihasilkan sampai pada pengiriman dan pendistribusiannya.
Pembentukan Tim HACCP disusun berdasarkan struktur organisasi yang sudah ada dalam badan usaha perusahaan PT Kuala Pangan sehingga legalitas dari tim ini dapat dipertanggung-jawabkan. Pimpinan puncak/tertinggi secara formal organisasi adalah orang yang memiliki wewenang tertinggi dalam pengendalian perusahaan. Berkaiatn dengan pelaksanaan kebijakan penerapan sistem manajemen HACCP, pimpinan puncak memberikan mandatnya kepada wakil manajemen (Ketua/Koordinator Tim HACCP) untuk melaksanakan aktivitas persiapan sertifikasi dan pemantauan dalam penerapannya. Organisasi Tim HACCP di PT Kuala Pangan terdiri dari : Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim HACCP. Struktur organisasi tim HACCP di perusahaan PT Kuala Pangan dan uraian tugasnya dapat dilihat pada Tabel 23 dan 24.
Tabel 23. Struktur Organisasi Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan
No. Nama Personil Kedudukan di Tim HACCP Pendidikan Jabatan di Perusahaan Kompetensi Personil
1. Abie Suhendra Ketua tim S-1 Teknik Kimia
Manajer Produksi Di bidang proses dan analisis pangan, pengalaman kerja 20 tahun, pernah training sistem HACCP
2. Dede Sundjaja Wakil Ketua S-1 Teknik Mesin
Manajer Teknik dan Maintenance
Di bidang proses dan pemeliharaan mesin, pengalaman kerja 5 tahun, pernah ikut pelatihan sistem HACCP 3. Mulyanti
Rustella
Sekretaris Sarjana Muda
AKA
Kepala Bagian QC Di bidang analisis fisik dan kimia pangan, pengalaman kerja 3 tahun, Pelatihan internal sistem HACCP 4. Sony Irawan Anggota Sarjana Muda
AKA
Supervisor QC Analisis fisik dan kimia, kalibrator, pelatihan internal HACCP
5. Akim Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi, pelatihan internal HACCP
6. Aden Anggota STM Operator bagian produksi Operasi mesin-mesin proses produksi 7. Nurlela Anggota SAKMA Staf bagian QC Di bidang sanitasi
8. Thomas Kartolo
Anggota STM Kepala Regu di bagian
produksi
Proses dan mesin, pelatihan internal sistem HACCP
9. Endang Anggota SAKMA Staf bagian QC Pengujian bahan baku
10. Usman Benny Anggota STM Supervisor Produksi Proses dan mesin
11. Subandy Tipto Anggota STM Kepala gudang Pengendali gudang, pelatihan internal HACCP
Tabel 24. Uraian Tugas Tim HACCP di Perusahaan PT Kuala Pangan
No. Jabatan Uraian Tugas Tim HACCP
1. Ketua Tim HACCP - Menyiapkan, membuat dan mengesahkan dokumen manual HACCP
- Menjamin dan bertanggung jawab penuh atas penerapan sistem HACCP di dalam organisasi secara meneyeluruh
- Memberikan program pelatihan kepada semua karyawan
- melakukan verifikasi/audit secara berkala terhadap sistem HACCP dan tindakan perbaikan serta perubahan yang diperlukan
- Mengadakan dan memimpin rapat tim HACCP secara berkala
- Melakukan dan menjaga hubungan dengan pihak konsultan HACCP dan LSSM HACCP
2. Wakil Ketua - Membantu Ketua tim HACCP dalam menjalankan tugas penerapan sistem HACCP - Menjalankan tugas dan fungsi ketua, jika yang bersangkutan berhalangan
- Membantu Ketua tim dalam program pelatihan sistem HACCP terhadap karyawan perusahaan
- Memberikan program pelatihan kepada karyawanh harian terhadap penerapan sistem HACCP
- Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP kepada Ketua tim sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP
- Membantu Ketua tim HACCP dalam program pelatihan, penerapan dan perbaikan sistem HACCP di dalam perusahaan
3. Sekretaris - Menyiapkan dan membuat dokumen manual HACCP
- Mengendalikan, mendistribusikan dokumen HACCP dan menjamin bahwa setiap unit menerima dokumen HACCP yang benar dan terbaru
- Menyimpan semua rekaman dokumen, catatan dan data terhadap semua dokmen HACCP dengan baik dan rapi
- Melakukan revisi terhadap dokumen sesuai dengan perubahan yang telah ditetapkan dan mendistribusikan dokumen yang baru serta menarik dokumen yang lama - Memusnahkan dokumen yang sudah tidak terpakai atau yang sudah melewati masa
simpan dokumen
4. Anggota - Membantu persiapan dan pembuatan dokumen manual sistem HACCP
- Memberikan masukan, usulan perbaikan sistem HACCP sehingga terjadi peningkatan mutu atas sistem HACCP
- Menjadi fungsi kontrol dalam pelaksanaan sistem HACCP di dalam lingkungan unit masing-masing
Dari struktur organisasi tim HACCP dan kompetensi personil yang termasuk dalam tim HACCP tersebut terlihat belum terdapat personil yang kompeten di bidang mikrobiologi dan personil yang berlatar belakang pendidikan di bidang ilmu dan teknologi pangan, serta personil yang kompeten sebagai internal auditor untuk melakukan program audit sistem HACCP di perusahaan. Oleh karena itu, PT Kuala Pangan sebagai industri atau perusahaan yang menerapkan sistem HACCP harus menyediakan sumber daya manusia (SDM) dengan kompetensi yang sesuai untuk mendukung sistem HACCP tersebut. Bila perusahaan PT Kuala Pangan tidak memiliki SDM dengan kompetensi yang sesuai dan dibutuhkan perusahaan, maka direkomendasikan dapat menggunakan/ memanfaatkan jasa konsultan dari luar perusahaan yang ahli di bidangnya dan pengalaman dalam mengembangkan sistem HACCP.
Ruang lingkup dalam penyusunan dan pengembangan rancangan HACCP (HACCP Plan) ini adalah produksi mi kering. Mi kering ini merupakan produk yang berbentuk padat, kering bebentuk khas mi dan dibuat dari bahan baku tepung terigu, garam, tepung telur, air, dan bahan tambahan pangan (BTP) yang terdiri dari natrium karbonat dan kalium karbonat serta bahan pewarna tartrazin.
Prosedur untuk rencana HACCP atau HACCP Plan meliputi seluruh proses produksi, mulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan sementara produk akhir di gudang penyimpanan dan pendistribusiannya. Bahaya biologi (mikrobiologi) untuk produk mi kering yang mungkin timbul adalah E. coli, coliform, Salmonella, Staphylococcus dan kapang, tetapi karena dalam proses produksinya menggunakan pemanasan dan pengeringan sehingga tidak memungkinkan bahaya biologi tersebut untuk tumbuh. Sedangkan bahan baku yang digunakan juga tidak memungkinkan mikroba untuk tumbuh. Bahaya mikrobiologi yang mungkin terjadi berasal dari tepung telur berupa Salmonella, Staphylococcus dan kapang. Namun bahaya biologi yang berupa bakteri E. coli, Salmonella, Staphylococcus dan kapang akan musnah dan dihilangkan pada saat pemasakan produk mi kering dengan suhu 100oC oleh konsumen sebelum dikonsumsinya.
Bahaya kimia dapat berasal dari bahan pembersih (deterjen), bahan pensanitasi (sanitaiser) dan cemaran logam-logam berat yang berasal dari bahan baku tepung terigu dan garam konsumsi beryodium; sedangkan bahaya fisik bukan merupakan suatu bahaya yang potensial.
4. Deskripsi Produk Dan Identifikasi Pengguna (Langkah Ke-2 dan Langkah Ke-3) Deskripsi produk mi kering hasil produski PT Kuala Pangan dan identifikasi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Deskripsi Produk Mi Kering produksi PT Kuala Pangan
No. Uraian
1. Nama produk Mi kering
2. Deskripsi umum Produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan atau penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk khas mi (SNI 01. 2974-1992)
3. Komposisi bahan baku dan bahan tambahan lain
Tepung terigu, garam konsumsi beryodium, tepung telur, air, sodium karbonat dan kalium karbonat, serta pewarna tartrazin CI 19140. 4. Karakteristik produk -Fisik : padat, kering berbentuk khas mi dengan ukuran bobot netto
200 gram, warna kekuningan dengan rasa dan aroma normal, aw
0,81.
-Kimia : kadar air 8-10%, kadar protein 8-11%, Tidak mengandung boraks, Kandungan Cemaran logam berat Pb maks. 1,0 (mg/kg), Cu maks, 10,0 (mg/kg), Zn maks. 40,0 (mg/kg), Hg maks. 0,05 (mg/kg), As maks. 0,5 (mg/kg) dan pewarna sesuai dengan SNI.022-M dan Per.Men.Kes. No. 722/MenKes/ Per/ IX/88;
-Mikrobiologi : Angka lempeng total maks. 1,0 x 106 koloni/g; E. Coli maks. 10; dan kapang negatif (SNI 01.2974-1992).
5. Metode Pengemasan Dilakukan secara masinal menggunakan mesin pengemas dan manual. Bahan pengemas primer terbuat dari Poli Propilen (PP), sedang pengemas sekunder terbuat dari kotak karton jenis CFB.
6. Pelabelan Nama dan kode produk, nomor lot, bobot netto, komposisi, nama dan alamat perusahaan, tanggal kadaluwarsa, tanggal produksi, kondisi penyimpanan dan petunjuk penggunaannya
7. Umur simpan 1 tahun dalam suhu kamar/suhu ruang biasa.
8. Kondisi penyimpanan Suhu ruang, tidak terkena cahaya matahari langsung, tempat kering & tidak lembab, tidak berbau.
9. Distribusi -Menggunakan truk boks tertutup rapat atau truk tertutup rapat (untuk transportasi darat)
-Menggunakan container dan kapal (untuk transportasi laut) 10. Penjualan Dari industri ke distributor dan ekspor ke negara lain
11. Target konsumen Produk dapat dikonsumsi oleh semua orang dan tidak ditujukan secara khusus untuk kelompok populasi tertentu
12. Cara penggunaan Produk perlu dimasak lebih dahulu sebelum dikonsumsi sesuai petunjuk penggunaan pada label produk
5. Penentuan dan Verifikasi Diagram Alir Proses Produksi (Langkah Ke-4 dan Langkah Ke-5)
Diagram alir adalah suatu gambaran yang sistematis dari urutan tahapan atau pelaksanaan pekerjaan yang dipergunakan dalam produksi atau dalam menghasilkan produk pangan tertentu (BSN, 2002). Diagram alir proses produksi dibuat dengan tujuan untuk mempermudah analisis HACCP. Diagram alir proses ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi sumber kontaminasi yang potensial dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengendalikan bahaya tersebut. Penentuan diagram alir
proses pembuatan produk mi kering di perusahaan dilakukan dengan mencatat seluruh tahapan proses, sejak bahan baku diterima hingga produk siap disimpan sementara dan didistribusikan ke konsumen. Diagram alir proses produksi pembuatan mi kering hasil verifikasi di lapang (on site) dapat dilihat pada Gambar 4.
Air
Penerimaan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Penyimpanan bahan baku, bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Penimbangan bahan baku , bahan pembantu dan bahan tambahan pangan
Pencampuran adonan mi (Mixing)
A
Pengayakan (Khususnya tepung terigu dan garam)
Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Mi kering di PT Kuala Pangan Hasil Verifikasi.
A
Pembentukan Adonan Menjadi Lembaran dengan Roll Press
Pembentukan/Pencetakan Untaian kembang mi (Slitting)
Pengukusan pada suhu 90-100 oC; selama 1,5-2 menit (Steaming)
Pendinginan Untaian kembang mi dengan kipas angin (Cooling) Uap panas
Pemotongan Untaian kembang mi (Cutting)
Pengeringan mi dengan oven pada suhu 90-100 oC; selama 25-30 menit (Drying)
Pendinginan mi dalam tunnel dengan kipas angin selama 2-3 menit (Cooling)
Pengemasan primer mi kering dengan plastik jenis PP dan kemasan sekunder
kotak karton
Penyimpanan produk mi kering dalam gudang penyimpanan
Pengiriman dan Pendistribusian produk mi kering Uap panas
Proses produksi atau pembuatan mi kering yang dilakukan di PT Kuala Pangan Citeureup, Bogor meliputi tahap-tahap, sebagai berikut : penerimaan bahan baku dan bahan lain, penyimpanan bahan baku dan bahan lain, pengayakan (khususnya untuk bahan baku tepung terigu dan garam), penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk produksi mi, pembuatan larutan alkali, pencampuran adonan mi (mixing), pengepresan dengan roll press, pencetakan untaian pita mi (slitting), pengukusan (steaming), pendinginan (cooling), pemotongan (cutting), pengeringan dengan oven (drying), pendinginan (cooling), pengemasan primer (packing) dan sekunder (kartoning), dan penyimpanan di gudang.
a. Penerimaan Bahan Baku dan Bahan Lain
Penerimaan bahan baku, bahan pembantu/penolong, bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pengemas merupakan tahap paling awal dalam proses produksi pembuatan mi kering di PT Kuala Pangan. Pada penerimaan bahan-bahan tersebut dilakukan pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima untuk setiap kali kedatangan di perusahaan PT Kuala Pangan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan perusahaan. Misalnya untuk tepung terigu dengan spesifikasi : kadar air maksimum 14,5%, kadar protein gluten 8-12%, kadar abu masimum 0,6%, kadar silikat maksimum 0,1%, bau dan rasa normal, dan serangga tidak boleh ada; untuk garam dengan spesifikasi : kadar air maksimum 7%, kadar NaCl 94,4%, warna putih, kadar yodium minimum 30 mg/kg, kadar kalim dan magnesium maksimum 1%; untuk sodium karbonat (Na2CO3) dan potasium karbonat (K2CO3) dengan spesifikasi : kadar air maksimum 3%, kotoran dan benda asing tidak boleh ada, penampakan berbentuk powder dan warna putih, label/segel jelas dan asli, dan kemasan harus baik dan utuh; dan untuk tartrazin CI 19140 dengan spesifikasi : kadar air maksimum 5%, kode produksi CI 19140, kotoran tidak boleh ada, penampakan powder dan berwarna kuning jingga, label dan segel terlihat jelas dan asli serta kemasan dalam kondisi baik dan utuh.
Pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang diterima di perusahaan dilakukan oleh bagian gudang dan bagian pengendalian mutu (QC) sesuai dengan SOP (standar prosedur operasi) perusahaan. Bila ditemukan adanya bahan-bahan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi dan COA (certificate of analysis); bahan-bahan yang tidak sesuai tersebut dikembalikan ke pihak pemasok atau supplier.
b. Penyimpanan Bahan Baku dan Bahan Lainnya di Perusahaan
Penyimpanan bahan baku dan bahan lainnya di perusahaan merupakan tahap selanjutnya setelah tahapan penerimaan bahan-bahan tersebut. Cara penyimpanan bahan baku, bahan penolong/pembantu, bahan tambahan pangan dan bahan pengemas masing-masing disimpan terpisah satu sama lain di dalam ruang/gudang yang bersih, cukup penerangan, terjamin aliran udaranya, dan pada suhu yang sesuai serta dengan menerapkan prinsip FIFO (first in first out). Setiap bahan baku yang diterima oleh perusahaan disimpan di gudang bahan baku dengan menggunakan fasilitas pallet. Pallet
berfungsi sebagai hamparan bahan, menghindari kontak langsung dengan lantai yang lembab, membantu proses sirkulasi udara dan menjaga mutu bahan baku yang akan digunakan untuk proses produksi.
Penyimpanan bahan tambahan pangan (BTP) dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum pada label dan disimpan pada gudang yang berpendingin (dipasang air conditioner) untuk bahan yang sensitif terhadap udara serta untuk menjaga kestabilan bahan. Selain itu, bahan baku, bahan penolong/pembantu dan bahan tambahan pangan tersebut disimpan dengan sistem kartu dengan menyebutkan : nama bahan, tanggal penerimaan, asal bahan, jumlah penerimaan di gudang, tanggal pengeluaran dari gudang, sisa akhir di dalam kemasan/gudang, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
c. Pengayakan
Pengayakan bahan baku dilakukan untuk menghilangkan cemaran fisik benda padat berupa potongan plastik, benang dan potongan serangga yang mungkin terdapat pada bahan baku, khususnya pada bahan baku tepung terigu dan garam sebelum bahan tersebut dilakukan penimbangan dan diproses lebih lanjut dalam proses pencampuran.
Pengayakan bahan-bahan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengayak yang mempunyai ukuran saringan 200 mesh. Dengan demikan, alat pengayak tersebut dapat berfungsi untuk mengurangi atau mengeliminasi bahaya fisika yang terkandung dalam bahan tepung terigu dan garam sebelum diproses menjadi produk mi kering.
d. Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Lain Untuk Produksi Mi
Penimbangan bahan baku dan bahan lain merupakan tahap awal pembuatan mi. Pada proses ini dilakukan penimbangan bahan-bahan yang digunakan untuk proses pembuatan mi kering seperti tepung terigu, garam dapur (garam konsumsi beryodium), tepung telur, bahan tambahan pangan soda abu (natrium karbonat dan kalium karbonat) dan bahan pewarna tartrazin untuk pembuatan larutan alkali. Selain penimbangan bahan-bahan tersebut juga dilakukan pengukuran jumlah volume air yang akan digunakan untuk pembuatan larutan alkali.
Penimbangan bahan baku dan bahan lain untuk proses produksi mi kering secara khusus bertujuan untuk menentukan formulasi bahan adonan yang akan dibuat menjadi produk mi kering dan juga untuk mempersiapkan bahan yang akan diproduksi menjadi mi kering berdasarkan perencanaan produksi yang telah ditetapkan di bagian produksi.
e. Pembuatan Larutan Alkali
Pembuatan Larutan Alkali bertujuan untuk menghasilkan larutan alkali yang merupakan campuran dari soda natrium karbonat dan kalium karbonat, air, garam, tepung telur dan bahan pewarna tartrazin CI 19140, semuanya dicampur dalam tangki alkali. Alat ini terbuat dari bahan stainless steel dengan bentuk empat persegi panjang. Di bagian dalam alat ini dilengkapi dengan sebuah agitator yang mempunyai 2 buah
impeller (baling-baling), yaitu satu buah pada bagian atas dan satu buah lagi di bagian bawah. Baling-baling (impeller) ini berfungsi untuk membantu proses pencampuran agar menjadi lebih merata sehingga diperoleh campuran yang homogen. Operasi alat ini menggunakan energi listrik dengan adanya motor penggerak yang dipasang pada alat tersebut. Spesifikasi tangki alkali yang dipakai di PT Kuala Pangan ini adalah : panjang 120 cm, lebar 120 cm, tinggi 135 cm, kebutuhan ampere 6,6 Amp, kebutuhan daya 1,5 KW, kebutuhan voltage 220 volt, dan kecepatan putar 150 rpm.
Larutan alkali berfungsi untuk memberi warna, rasa dan memperkuat struktur mi. Pada pembuatan larutan alkali uji yang dilakukan yaitu uji standar viskositas, pH, penampakan dan pewarna. Viskositas larutan alkali diukur dengan menggunakan viskometer, sedangkan nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter. Penampakan
f. Pencampuran Adonan (Mixing)
Proses pencampuran adonan (mixing) merupakan proses awal pembuatan mi, yaitu pencampuran dan pengadukan tepung terigu dengan larutan alkali yang dilakukan di dalam mixer. Proses pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi halus, plastis, elastis dan keadaan adonan tidak pera atau lengket. Hal yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan dan waktu pengadukan.
Air yang ditambahkan dan digunakan dalam proses pencampuran (mixing) di PT Kuala Pangan adalah sekitar 30-35% dari total bobot tepung terigu; sedang pencampuran adonan dilakukan dan dipertahankan pada pada kisaran suhu 32-35oC serta waktu pengadukan dilakukan selama sekitar 20-25 menit. Suhu tersebut dipertahankan dengan cara memanaskan alat mixer menggunakan pemanasan sistem jacket dengan uap panas. Apabila suhunya kurang dari 32 oC adonan menjadi keras, rapuh dan kasar, sedangkan jika suhunya lebih dari 35oC adonan menjadi lengket dan mi menjadi kurang elastis. Waktu pengadukan dilakukan sekitar 20-25 menit, karena bila waktu pengadukan kurang dari 20 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh dan kering. Selama proses pengadukan akan terjadi kenaikan suhu akibat gesekan baling-baling mesin dengan adonan. Kenaikan suhu tersebut berpengaruh terhadap pengembangan dan kelembutan adonan akibat terjadinya penyebaran dan distribusi air dalam tepung.
g. Pengepresan dengan Roll Press
Pengepresan dengan roll press bertujuan untuk membentuk adonan menjadi lembaran adonan yang halus dan elastis, menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan cara melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua roll logam sampai dicapai ketebalan tertentu sehingga adonan siap dicetak menjadi untaian pita mi. Pembentukan lembaran dengan roll press akan menyebabkan pembentukan serat-serat gluten yang halus, homogen serta mempunyai ketebalan 1,0-1,1 mm. Hal ini akan mempengaruhi mutu mi yang dihasilkan. Agar dapat menghasilkan lembaran yang halus dengan jalur serat yang searah dan lembaran adonan
tidak kasar dan pecah-pecah, maka suhu pengepresan dilakukan pada suhu sekitar 35 - 37
o
C dengan menggunakan pemanas dari uap panas yang berasal dari boiler melalaui saluran uap panas yang mengalir pada alat roll press tersebut.
Pengendalian mutu yang dilakukan di PT Kuala Pangan pada proses pengepresan dengan roll press yang paling penting adalah tebal lembar adonan. Menurut Pribadi (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi pengepresan adalah : kerenggangan roll press
(standar kerenggangan 1,0-1,2 mm), kebersihan, dan adonan yang tidak standar. Mesin pengepres terdiri dari beberapa buah silinder berpasangan yang berputar berlawanan arah. Pada saat melewati roll press, lembaran akan mengalami peregangan dan mengalami relaksasi saat keluar dari roll press. Semakin renggang roll press, lembaran adonan yang terbentuk akan semakin tebal, sehingga ketebalan untaian mi menjadi tidak standar. Oleh karena itu, Supaya peregangan dan relaksasi berlangsung dengan baik, maka kedudukan
roll press harus diatur sedemikian rupa sehingga lembaran adonan merata di seluruh permukaan roll dan seimbang antara roll awal sampai roll akhir. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kebersihan mesin pengepres (pressing) juga sangat berpengaruh terhadap hasil
pressing, adanya kotoran selama pengepresan dapat mengganggu jalannya lembaran adonan. Selain itu bila adonan tidak sesuai standar atau adonan terlalu lembek maka akan sulit dipres, sedangkan bila adonan terlalu keras maka menyebabkan adonan retak selama dipres (Pribadi, 2004).
Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa adanya kotoran dan tali plastik yang terselip pada roll press berpengaruh terhadap bentuk lembaran adonan yang dihasilkan, yaitu bentuk lembar adonan menjadi tidak rata dan tidak seragam (homogen) sehingga lembaran adonan ini perlu dipisahkan dan diproses kembali dari awal, sedang alat pengepres yang kotor tersebut perlu dibersihkan dulu oleh bagian operator mesin pengepres.
h. Pencetakan Untaian Pita Mi (Slitting)
Pencetakan untaian pita mi (slitting) merupakan suatu proses pengubahan lembaran adonan menjadi untaian pita sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian siap dibentuk menjadi gelombang mi. Proses slitting dimulai dengan melewatkan
kecil (slitter) yang akan memotong lembaran adonan menjadi untaian mi, selanjutnya untaian mi dilewatkan ke suatu mangkuk slitter berbentuk segi empat. Mangkuk slitter
terdiri dari beberapa lajur yang pada setiap lajur menghasilkan 70-80 untaian mi tergantung dari nomor slitter yang digunakan.
Tahap selanjutnya dalam proses ini adalah pembentukan untaian mi menjadi untaian mi yang bergelombang. Pembentukan gelombang mi ini terjadi akibat perbedaan kecepatan putaran slitter, waving net conveyor, dan steam box. Untaian mi yang keluar dari slitter dihasilkan dengan kecepatan tinggi dan diterima oleh waving net conveyor
yang kecepatannya lebih rendah sehingga terjadi pemadatan untaian. Untaian mi yang menumpuk sangat padat tersebut diterima oleh steam box yang putarannya lebih cepat dari waving net conveyor, tetapi lebih lambat dari slitter sehingga untaian mi yang padat akan sedikit tertarik kembali dan terbentuklah gelombang mi yang rata. Apabila jumlah untaian yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar akan berpengaruh terhadap bobot mi yang dihasilkan.
Faktor yang mempengaruhi pencetakan adalah kebersihan, dan penyetelan roll slitter dan mangkuk slitter. Adanya kotoran selama dilakukan proses pencetakan dapat mengganggu pembentukan untaian dan gelombang mi serta dapat merusak slitter. Penyetelan roll slitter yang kurang baik akan menyebabkan untaian dan gelombang mi tidak rapi. Semakin sedikit mangkuk slitter maka lajur mi semakin sedikit, jumlah untaian mi tiap lajur makin banyak dan menambah berat mi.
i. Pengukusan (Steaming)
Pengukusan (Steaming) merupakan proses pengukusan mi yang keluar dari proses slitting (slitter) secara kontinyu dengan menggunakan uap panas. Proses pengukusan mi di PT Kuala Pangan dilakukan dengan cara melewatkan untaian mi hasil pencetakan ke dalam mesin pengukus sistem uap (steam tunnel) pada suhu 90-100oC dengan menggunakan ban berjalan (conveyor) selama 1,5-2 menit. Pada proses ini terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga dengan terjadinya dehidrasi air dari gluten akan menyebabkan terjadinya kekenyalan pada mi.
Steam tunnel ini berbentuk empat persegi panjang, dengan panjang 15 meter dan lebar 80 cm serta terbuat dari bahan yang stainless steel. Di bagian dalam alat ini, yaitu di