• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEMBAHASAN

C. Penerapan Analisis Transaksional Dalam Menangani Dampak

44

hal tersebut karena ia merasa apabila orang tuanya menikah lagi, ia akan merasa tersisihkan dan tidak dipedulikan lagi.

Selain perubahan kebutuhan hidup atau keuangan, perceraian tersebut membawa dampak terhadap pendidikan anak. Anak tersebut akan terganggu dalam proses pembelajarannya. Misalnya, anak yang biasanya dalam belajar dirumah dibantu, diarahkan, didorong semangatnya untuk belajar oleh kedua orang tuannya, setelah terjadi perceraian kedua orang tuanya, maka secara otomatis anak tersebut hanya ada satu orang saja yang mengarahkan atau menemani belajar, sehingga anak tersebut tidak semangat dan malas belajar. Apalagi ditambah dengan kesibukan dari ayah atau ibu yang hidup bersama dengannya. Akhirnya anak tersebut tidak terkontrol lagi dalam hal prestasi belajarnya. Selain itu biaya pendidikan yang seharusnya ditanggung oleh kedua orang tuanya setelah terjadinya perceraian maka mengenai biaya pendidikan tersebut akan merasa kesulitan.

Karena yang biasanya biaya berasal dari kedua orang tuanya sekarang hanya satu orang saja. Selain itu apabila orang tua yang diikuti anak tersebut berasal dari keluarga kalangan menengah kebawah.

Permasalahan yang tidak terselesaikan baik sebelum dan sesudah perceraian akan lebih memperburuk hubungan antar keduannya, sehingga mereka akan semakin menjelek-jelekan satu sama lain. Hal tersebut akan membuat sang anak mengalami luka batin. Luka batin tersebut meliputi perasaan kecewa, takut, rasa tidak aman dan frustasi yang berkapanjangan. Kemungkinan anak akan menunjukan perasaan tersebut dengan perubahan sikap, cenderung untuk menyerang dan stres.

C. Penerapan Analisis Transaksional Dalam Menangani Dampak

45

inferior. Hal ini terlihat status ego pada individu yang lebih dominan yakni ego anak-anak untuk menjadikan dan merubah ego anak-anak menjadi dewasa butuh proses pada diri sendiri untuk yakin pada keputusan yang di ambil.

Ego anak-anak yang mendominasi merupakan salah satu masalah yang membuat individu memiliki perasaan-perasaan, dorongan, tindakan yang bersifat spontan. Perasaan yang dimiliki dalam penelitian yakni perasaan kurang berharga terhadap dirinya sendiri. Perasaan seperti ini individu alami tatkala individu mengalami tekanan atau minder jika berhadapan dengan orang banyak perasaan takut pun dapat membuat individu bertindak spontan untuk tidak berani dalam mengambil keputusan, cenderung diam dan diam tanpa kata. Sehingga hal ini membuat individu tidak menonjol terhadap temanteman yang lain dalam segi psikologis ataupun sosial bahkan jasmaninya. Jika ego anak lebih dominan, maka harus ada ego orang tua dan ego dewasa yang mengendalikan hal ini hingga individu menjadi lebih bijak dalam mengambil suatu keputusan tidak lagi spontan, agresif ataupun hal-hal yang membuat dirinya sendiri kurang berharga.

Pada tehnik permainan kursi kosong memfokuskan mengajak klien agar dapat mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam dirinya melalui proyeksi permainan peran. pada dasarnya teknik ini adalah teknik bermain peran yang keseluruhan perannya dilakukan oleh satu orang. melalui teknik ini diharapan proyeksi pada permain peran dapat dimunculkan ke permukaan sehingga klien bisa mengalami konflik lebih penuh. Teknik ini menyuarakan pengalaman klien dan sebagai salah satu cara untuk memahami dan memiliki kualitas dari diri klien yang selama ini diingkarinya. Sebagai sebuah eksperimen tehnik kursi kosong sebagai sarana untuk memperkuat eksperimentasi dan menaruh perhatian yang besar pada pemisahan dalam fungsi kepribadian.

Dalam hal ini membantu siswa untuk mendapatkan kesadaran yang lebih realistis dan mencari alternatif-alternatif untuk menjalani kehidupan yang lebih otonom. Terapis membutuhkan suatu hubungan yang setara dengan subjek (remaja), menujuk kepada kontrak terapi, sebagai bukti bahwa trafis dan konseli sebagai pasangan dalam proses

46

terapi. Terapis memotivasi dan mengajari subjek agar lebih mempercayai ego orang dewasanya sendiri ketimbang ego orang dewasa konselor dalam memeriksa keputusan-keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru. Penekanan terapi ataupun teknik yang diberikan ini adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang manipulative dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan perasaanperasaan yang otonom.

Perpisahan membawa akibat pada pasangan ibu dan ayah serta anaknya. Namun akibat yang paling pahit dirasakan yaitu dampak yang dialami oleh sang anak. Karena sebuah keluarga bagi anak adalah merupakan suatu sumber kebahagiaan dan kedamaian. Dimana mereka mendapatkan perlindungan, kasih sayang, perhatian dan lainnya. Dampak psikologis itu mencakup stabilitas emosional, sikap berubah, dan responsibilitas (tanggung jawab). Kemudian akibat ekonomis tersebut mencakup pendidikan anak, dan kebutuhan hidup anak. Tetapi perubahan tersebut tidak selalu berdampak setelah perceraian kedua orang tua, tetapi telah ada sebelum perceraian orang tuannya. Dalam penelitian yang dilakukan di Dusun Karang daye Desa Penujak, Lombok Tengah, peneliti menggunakan dua kursi sebagai media pelaksanaannya, setiap tahapan pada siklus 1 dan II hingga siklus III.

Pandangan pendekatan kursi kosong tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi masalah sendiri permasalahan dalam hidupnya, terutama jika mereka menggunakan kesadaran akan pengalaman yang sedang dialami dan lingkungan sekitarnya. Kursi kosong berpendapat bahwa individu memiliki masalah karena mereka menghindari masalah tersebut. Oleh karena itu pendekatan kursi kosong mempersiapkan dengan integrasi diri dan menjadi lebih autentik.

Tugas utama trafis adalah membantu subjek agar memahami sepenuhnya keberadaanya disini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat sekarang.

Pada awalnya subjek mempunyai tingkah laku yang sedikit aneh (memiliki kebiasaan yang membuat orang disekitarnya tidak

47

nyaman dengan perilakunya) kadang sering mengurung diri di kamar, bolos, mencuri, berkata kasar, nongkrong, dan sebagainnya. Padahal tidak semua orang bisa menerima hal tersebut tapi subjek tidak memahami itu. Setelah pertemuan kedua subjek mulai menampakkan kebiasaanya yang sering berkata kasar kepada teman sebayanya, merokok tidak kenal tempat dan mengajak teman sebayanya untuk melakukan hal apa saja yang ingin dia lakukan, dan juga tidak menghargai orang yang lebih tua dari padanya. Kemudian setelah pertemuan ketiga terapis melakukan proses tehnik kursi kosong.

Pada saat di mulainya proses terapis awalnya subjek agak sedikit canggung untuk mengungkapkan hal yang membuatnya tidak nyaman, atau permasalahan yang sedang ia alami namun, setelah beberapa saat konseli mau menceritakan permasalahan yang sedang ia alami yaitu kecemasan atau stres yang di alami akibat perceraian orang tuanya. Subjek mengaku tidak merasa aman karena perceraian orang tuanya, tidak merasa aman karena tidak selalu diawasi oleh kedua orang tuanya, harus dipaksa oleh keadaan untuk mandiri, merasa berbeda dengan anak-anak yang lain.

Dimulai dari permasalahan tersebut konseli selalu dikomentari negatif oleh lingkungannya karena tingkah lakunya seperti itu tanpa memikirkan orang disekitarnya. komentar negatif yang didapatkan konseli membuat konseli sakit hati dan tersinggung .

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti dari awal sudah terlihat penampilannya yang mulai tidak memperhatikan apa yang dipakai, tidak mudah bergaul ini dilihat dari kebiasaan konseli yang selalu sendiri, percaya diri kurang dilihat dari konseli diajak bicara, dan perkembangannya terlihat kurang, subjek memang senang menyendiri terlihat dari kebiasaan senang menghabiskan waktu dikamar, terkadang menampakan kepesimisan, sehingga subjek cenderumg menarik diri dari lingkungan.

Dengan demikian bahwa penerapan analisis transaksional dengan tehnik kursi kosong dapat menurunkan stres yang dialami remaja akibat perceraian orang tua, Dengan tehnik kursi kosong peneliti menggunakan dua kursi sebagai media terdapat perbedaan dan hal itu agar Proses dan tujuan layanan menjadi lebih efektif. Dari hasil trafis hingga mendapat tahapan seperti diatas subjek dapat

48

meningkatkan efektifitas peneliti dalam memberikan layanan dan dapat mengurangi stres yang dialami remaja akibat perceraian.

49 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari paparan di atas.

1. Dampak psikologis remaja yang diakibatan perceraian orang tua adalah kurang percaya diri saat bergaul sesama remaja, karena sering dibuly dampak psikologi anak di bagi dua dampak positif dan negativ. Dampak positifnya remaja menjadi lebih mandiri sedangkan dampak negativnya remaja akan mudah marah dan lain sebagainya.

2. Faktor penyebab terjadinya perceraian orang tua adalah faktor ekonomi dan perselisihan dalam rumah tangga yang sering kali terjadi adalah di saat perekonomian rumah tanng menipis dan perselisihan antara suami istri atau cek cok yang tidak dapat di toleransi karena ego masing-masing dan kurangnya iman seseorang,

3. Penerapan analisis transaksional dalam menangani dampak psikologis yang dialami remaja akibat perceraian yaitu menggunakan sebuah permainan kursi kosong agar remaja lebih mampu mengontrol emosi dalam dirinya teknik bermain peran yang keseluruhan perannya dilakukan oleh satu orang dengan teknik ini diharapan mampu menggunakan permain peran dapat dimunculkan ke permukaan sehingga dapat mengalami konflik lebih penuh.

B. Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi orang tua yang sudah bercerai diharapkan mampu menjaga perasaan anaknya.

2. Orang tua harus selalu perhatian kepada anaknya yang menginjak remaja karena pada fase tersebut kaum remaja sedang mencari jati diri dan butuh perhatian dan kasih sayang kedua orangtuanya.

3. Bagi remaja anak yang keluarganya broken home sebaiknya harus mampu menjaga emosi dan mengendalikan diri.

50

DAFTAR PUSTAKA

Ardani, (2007), Psikologi Klinis, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Asmar Yetti Zein dan Eko Suryani, (2005), Psikologi Ibu Dan Anak, Yogyakarta: K. Yon.

Bagong Suryanto Dan Sutinah, (2007), Metode Penelitian Sosial, Jakarta:

Kencana.

Dedi Mulyana, (2008), Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Redmaja Rosdakarya.

Dwi Tirta Perwitasari, “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkatan Stres Pada Tenaga Kerja Kesehatan”, Dalam Jurnal Cerebellum, Vol. 2, Nomor 3, Agustus 2016.

Eko Darminto, (2000), Teori-teori Konseling, Surabaya: Anggota IKAPI.

Emzir, (2012), Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data.Jakarta: PT Rajagrafindo Perada.

Endang Ertiati Suhesti, (2012) Bagaimana konselor sekolah bersikap, Yogayakarta: Pustaka belajar.

Gerald Corey, (2013), Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: Reifka Aditama.

Gustina Komalasari, (2011), Eka Wahyuni, Karsih, Tori dan Teknik Konseling, Jakarta: Indeks.

Hadi, S., & Zohriana, H. (2020). PENANGANAN PERILAKU BULLYING TEMAN SEBAYA MENGGUNAKAN ANALISIS TRANSAKSIONAL DAN KONSELING ISLAM DI MTS PUTRA AL-ISHLAHUDDINY. Al-Tazkiah: Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam, 9(1), 56-66.

Hardian jauhari, “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Penyesuaian Diri Remaja Awal”, Study Kasus di di SMP Islam Terpadu Darul Kamilin Jati Bakan Desa Bakan Kec. Janapria Lombok Tengah (Skripsi faktultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram, 2016)

51

Hasan Basri, (2004), Remaja Berkualitas Problematika Remaja Dan Solusinya, Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Katrherine Yessica, (2017), ”Perubahan Sikap Remaja Terhadap Orangtua” (Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Yogyakarta.

Makmun Khairani, (2016), Psikologi Umum,Yogyakarta : Aswaja Pressindo.

Marwoko, G. (2019). Psikologi Perkembangan Masa Remaja. Tasyri:

Jurnal Tarbiyah-Syariah-Islamiyah, 26(1), 60-75.

Moh.Nazir. (2012), Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurul Aini, “Bimbingan Dan Konseling Islam Dalam Menangani Dampak Psikologis Anak Akibat Perceraian Orang Tua, Studi Kasus Di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Paramita Mataram (Skripsi, UIN Mataram 2015).

Siti Hasanah, “Dampak Perceraian Orang tua Terhadap Perkembangan Mental Anak”, Study Kasus di Desa Taman Sari Kab. Lombok Utara, (Skripsi IAIN Mataram 2016).

Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Kuantitatif Dan R&D, IKAPI: CV Alfabeta.

Surya, (2001), Bina Keluarga , Semarang: Aneka Ilmu.

Veronika Dwiasih, ”Tingkat Stres Siswa Sma Kelas XII Di Yogyakarta Dalam Menghadapi Ujian Nasional” , (Skripsi fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, 2009).

Willis Dan Sofyan S, (2014), Remaja Dan Masalahnya, Bandung:

Alfabeta.

Nuzmi Sasferi, “Analisis transaksional media AUM Konseling terhadap pola komunikasi bahasa verbal mahasiswa bimbingan konseling islam IAIN Kerinci”, Jurnal Tarbawi, Vol. 13, No.2, Bimbingan Konseling Islam IAIN Kerinci, 2017.

52

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Graha Indonesia, 1984.

Djam’an Satori Dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2017.

Faizah Noer Laela, Bimbingan Konseling Sosial, Surabaya: UIN SA Press, 2014.

Gantina Komalasari Dkk, Teori dan Teknik Konseling, Jakarta : PT Indeks, 2011.

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik , Jakarta:

Bumi Aksara, 2016.

53

LAMPIRAN-LAMPIRAN

54 LAMPIRAN Lampiran 1 :

Lampiran 1.1 LEMBAR OBSERVASI

Tema ` : Dampak Psikologis Remaja Korban Perceraian Orangtua

Tujuan : Melihat penyesuaian diri yang dilakukan responden

Target : Responden korban perceraian orangtua Pencatatan Observasi : Anecdotal record

1. Kesan umum, kondisi fisik dan penampilan saat wawancara subyek 2. Kondisi tempat tinggal subyek dan kondisi psikologis subyek - keluarga 3. Kegiatan sehari-hari subyek

4. Relasinya dengan teman-temannya dan lingkungan sekitar tempat tinggal subyek

5. Kecenderungan prilaku, kesan umum, ekspresi dan penampilan subyek diluar sesi pengumpulan data

6. Relasi dengan keluarganya pasca perceraian 7. Reaksi subyek jika menghadapi suatu masalah

55

PEDOMAN WAWANCARA

A. IDENTITAS SUBYEK

1. Nama :

2. Tempat, Tanggal Lahir :

3. Alamat :

4. Usia :

5. Jenis Kelamin :

B. LATAR BELAKANG SUBYEK 1. Bagaimana keadaan keluarga kamu ? 2. Pola asuh orang tua seperti apa?

3. Bagaimana keadaan atau situasi keluarga ?

4. Bagaimana subyek dengan lingkungan dan temen-teman sekitar?

56 Lampiran 2 :

DOKUMENTASI Lampiran 2.1

Wawancara awal dengan Remaja korban perceraian Lampiran 2.2

Wawancara Remaja Korban Perceraian

57

58

59

60

Dokumen terkait