• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian dalam Pelaksanaan Upaya Restrukturisasi

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kredit diberikan sebagai salah satu bentuk penyaluran dan ke masyarakat sebagai salah satu fungsi dari bank. Penyaluran dana tersebut merupakan salah satu cara agar dapat menjaga

commit to user

stabilitas perekonomian bangsa dimana bank merupakan salah satu lembaga yang berperan dalam menjaga stabilitas tersebut. Dan kredit merupakan salah satu bentuk usaha bank tersebut.

Pemberian kredit sendiri adalah suatu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Prekereditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk Pemberian Kredit di samping Lembaga Keuangan lainya. Dalam UU Perbankan Indonesia tahun 1998 perubahan atas UU Perbankan Indonesia tahun 1992.

Pemberian kredit dilakukan dengan adanya perjanjian terlebih dahulu. Perjanjian itu bertujuan untuk mengikat para pihak yang terlibat didalam pemberian kredit. Perjanjian Kredit yang telah ditandatangani para pihak berfungsi sebagai perjanjian pokok, perjanjian pokok sendiri adalah perjanjian yang mendasari di buatnya perjanjian lain. Karenanya setelah perjanjian kredit dibuatlah perjanjian pengikatan jaminan sebagai perjanjian hutang.

Untuk menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh Kitab Undang-Undang Perdata diberikan berbagai asas umum yang menjadi pedoman serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan memnbentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak yang dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Pemberian kredit yang diberikan oleh bank tidak selalu berjalan dengan lancar. Tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Untuk mengatasi masalah tersebut maka ada beberapa cara penyelesaian yang diberikan oleh bank, salah satunya adalah dengan upaya restrukturisasi kredit. Hasil akhir dari upaya restrukturisasi yang dilakukan adalah munculnya perubahan atas perjanjian kredit lama atau addendum. Perubahan yang terjadi pada perjanjian tersebut tidak terlalu banyak, karena tergantung kepada pola restrukturisasi yang diambil

commit to user

(wawancara dengan Bapak Baihaqi selaku staff CWO pada tanggal 16 Juni 2011).

Addendum yang merupakan hasil dari upaya restrukturisasi tersebut tetaplah bersifat menuntungkan kepada para pihak yang terlibat didalamnya baik Debitur maupun Bank itu sendiri. Upaya restrukturisasi dilakukan juga bertujuan untuk dapat membantu Debitur yang mengalami kesulitan, sehingga pihak Bank juga tetap memperhatikan hak serta kewajiban dari Debitur. Dapat dikatakan bahwa asas-asas perjanjian tetap diterapkan dalam upaya ini. Sebagai contoh adalah dalam addendum yang dihasilkan, addendum tersebut tetap membutuhkan persetujuan dari Debitur sehingga perjanjian yang lama dapat dilakukan perubahan atas addendum yang ada.

Untuk lebih jelasnya penerapan tiap asas didalam upaya restrukturisasi kredit dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Pada dasarnya perjanjian yang terdapat di bank merupakan perjanjian yang bersifar standart atau baku sehingga kondisinya menjadi lebih berat atau lebih menguntungkan bank. Sehingga harus dilihat bagaimana aplikasinya kepada debitur dan melihat selama proses pelaksanaanya. Oleh karena perjanjian lebih menguntungkan bank maka kata sepakat sangat diperlukan sehingga Debitur juga mengetahui bagaimana kondisinya dan menyepakatinya (berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Fariudin tanggal 14 Juli 2011 pukul 10.30).

Sebenarnya kebebasan disini maksudnya adalah pihak yang membuat perjajian dapat bebas menentukan kesepakatan didalamnya. Walaupun perjanjian bank bersifat standart, sehingga perjajiannya hanya diperlukan kata sepakat saja oleh debitur, akan tetapi bank tetap memberikan kesempatan pada nasabah atau dalam hal ini debitur untuk menentukan pola restrukturisasi yang ingin dilakukan. Namun konsekuensi dari kebebasan ini adalah dapat munculnya debitur-debitur yang “nakal”. Apabila terdapat debitur yang “nakal” maka bank berhak untuk menagih

commit to user

karena berdasarkan perjanjian yang ada bank berhak menagih debitur yang tidak membayar maka wajib untuk ditagih. Sehingga kebebasan disini juga maksudnya adalah bebas dalam menentukan perjanjiannya asalkan tidak melanggar peraturan yang ada dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan juga ketertiban umum.

2. Asas Konsensualitas

Retrukturisasi kredit yang dimohonkan dapat terlaksana apabila telah disetujui oleh pimpinan Bank dan juga keputusan yang telah ditetapkan oleh pihak bank disetujui dan ditandatangani oleh Debitur. Dalam hal ini maka restrukturisasi dapat mulai dilaksanakan apabila debitur telah menyetujui dan sepakat dengan pihak bank atas putusan yang telah dihasilkan. Seperti yang dikatakan oleh pihak Bank Tabungan Negara yang diwakilkan oleh Bapak Fariudin pada tanggal 14 Juli 2011 bahwa jika tidak consensus maka perjanjian tidak akan jalan. Sehingga kata sepakat antara para pihak menjadi bagian yang penting dalam pelaksanaan restrukturisasi, karena tanpa adanya kata sepakat atau setuju dari bank maupun Debitur maka upaya restrukturisasi yang dilakukan akan sia-sia.

3. Asas Personalia

Perjanjian yang ada hanya akan mengikat pihak yang terlibat didalamnya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Fariudin selaku SPV CWO pada tanggal 14 Juli 2011 pukul 10.30 mengatakan bahwa hanya kedua belah pihak saja yang terlibat didalam perjanjian kredit perjanjian restrukturisasi kredit yaitu bank dan nasabah sebagai debitur, jadi tidak mungkin ada pihak lain yang menjamin selain debitur sendiri. Kecuali terdapat borgtoch atau ada penjamin lain maka itu akan berbeda. Seperti ketentuan yang terdapat di dalam KUHPerdata pada Pasal 1316 dimana diperbolehkannya pihak ketiga sebagai penjamin. Hal ini boleh saja dilakukan apabila telah disepakati para pihak dan ketentuan yang berlaku memang ada. Selain itu pula tidak menutup kemungkinan untuk ada pihak ketiga yaitu ahli waris. Dimana dalam pasal 1318 KUHPerdata dikatakan

commit to user

bahwa perjanjian tersebut dilakukan adalah untuk ahli warisnya. Akan tetapi hal tersebut akan tidak berlaku apabila didalam perjanjian telah di tegas tidak demikian maksudnya. Akan tetapi perjanjian restrukturisasi kredit hanya akan selalu mengikat pihak yang terlibat saja yaitu debitur dan bank.

Oleh karena itu, upaya restrukturisasi telah berjalan sesuai dengan asas personalia sesuai dengan ketentuan didalam pasal 1315 KUHPerdata, karena pihak yang terlibat sudah jelas hanyalah debitur yang mengalami permasalahan kredit dan juga pihak bank sebagai pemberi kredit.

4. Asas Kepastian Hukum ( Pacta Sunt Servanda)

Baik dalam perjanjian kredit awal maupun setelah adanya upaya restrukturisasi kredit asas ini tetap diterapkan. Karena setiap perjanjian yang dilakukan antara bank dengan debitur akan dapat dilaksanakan apabila telah ada kesepakatan yang ditandai dengan penandatanganan oleh Debitur sehingga perjanjian itu akan berlaku sah. Sebenarnya kekuatan hukum disini maksudnya adalah mengenai hak dan kewajiban antara debitur dengan bank dimana apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya lewat upaya hukum (berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Fariudin tanggal 14 Juli 2011). Jadi selama hak dan kewajiban tersebut dilakukan dan terpenuhi maka Undang-Undang tersebut sudah ditaati. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat debitur yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya. Sehingga dengan kata lain maka dapat muncul kredit bermasalah yang disebabkan oleh tidak ditaatinya perjanjian yang ada.

5. Asas Itikad baik

Dalam perjanjian kredit asas ini merupakan salah satu hal yang penting. Karena perjanjian yang dilakukan antara bank dengan nasabah yang dalam hal ini menjadi debitur bukanlah perjanjian kecil, melainkan perjanjian yang tergolong kedalam perjanjian yang obyeknya tergolong besar. Sehingga itikad baik menjadi unsur yang penting dalam hal

commit to user

penyelamatan kredit yeng bermasalah (hasil wawancara dengan Bapak Fariudin selaku SPV CWO Bank Tabungan Negara cabang Surakarta pada tanggal 14 Juli 2011).

Akan tetapi itikad baik disini maksudnya adalah mengenai pelaksanaan dari perjanjian hingga upaya restrukturisasi yang dilakukan. Dalam upaya restrukturisasi sendiri pelaksanaan tiap tahapan telah dilakukan berdasarkan kepatutan, kebiasaan maupun undang-undang. Disini maksud dari restrukturisasi sendiri adalah membantu para pihak khususnya debitur yang mengalami kesulitan. Sehingga pelaksanaannya pun dilakukan dengan ketentuan yang ada dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada serta tidak melanggar kesusilaan ataupun ketertiban umum. Karena upaya restrukturisasi dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan yang ada seperti dilihatnya itikad dari debitur dan juga dilihat pelaksanaan dalam penggunaan kredit yang di miliki atau melihat juga usaha yang dilakukan oleh debitur. Dengan kata lain asas ini tetap berperan penting baik pada perjanjian awal maupun setelah adanya retrukturisasi.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa dalam pelaksanaan upaya restrukturisasi asas-asas umum perjanjian tetap diterapkan dan menjadi peranan atau bagian yang penting dalam pelaksanaan tersebut.

D. Permasalahan Dalam Pelaksanaan Upaya Restrukturisasi Kredit pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Cabang Surakarta Serta Upaya Mengatasinya

Dalam pelaksanaannya, program restrukturisasi kredit yang dilaksanakan selama ini mengalami berbagai kendala. Sehubungan dengan permasalahan tersebut serta dengan mempertimbangkan bahwa restrukturisasi kredit tujuannya adalah dapat memperbaiki perekonomian khusunya dibidang perbankan. Demikian pula yang dialami oleh Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta dalam melaksanakan upaya restrukturisasi.

commit to user

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta (wawancara dengan Bapak Baihaqi pada tanggal 16 Juni 2011 pada pukul 10.00 WIB), bahwa pelaksanaan retrukturisasi di Bank BTN selama ini berjalan cukup lancar. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang terdapat hambatan dalam pelaksanaan restrukturisasi kredit tersebut. Dan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pun Bank berusaha mengambil langkah yang bijaksana sehingga pihak Debitur maupun Bank tidak ada yang dirugikan satu sama lain.

Permasalahan pertama yang mungkin timbul adalah tidak adanya keterbukaan antara kreditur dan debitur. Hal demikian tidak lepas dari sifat hubungan yang antagonistik antara keduanya. Pihak kreditur, dalam hal ini bank, dalam prakteknya menetapkan persyaratan lebih mencerminkan besarnya kerugian yang dapat ditolerirnya serta kepastian pembayaran sesegera mungkin tanpa memperhatikan kondisi bisnis dan keuangan debiturnya. Pada sisi yang lain pihak debitur selalu berupaya memperoleh keringanan yang maksimal dengan menyerahkan agunan seminimal mungkin. Permasalahan ini timbul pada saat dilakukannya tahapan negosiasi. Dimana pada saat negosiasi para pihak tidak terbuka sehingga tidak menemukan titik temu dalam tahapan ini. Sehingga untuk mengatasi permasalahan ini ada baiknya Bank bersikap lebih hati-hati lagi. Sehingga bank dapat mengetahui kebenaran dari situasi Debitur yang sesungguhnya. Dan pihak Bank juga dapat melakukan pendekatan yang lebih lagi sehingga Debitur lebih dapat terbuka dan dapat memberitahukan kepada pihak bank kondisi keuangan yang sebenarnya. Sehingga pada akhirnya dapat menyakinkan Debitur mengenai pola restrukturisasi yang lebih baik untuk penyelesaian masalahnya.

Kemudian permasalahan yang kedua adalah adanya keterbatasan baik finansial maupun tenaga staf yang ahli di bidang restrukturisasi. Permasalahan yang timbul dari dalam bank atau faktor intern ini karena kurangnya kemampuan dari petugas untuk menganalisis laporan keuangan Debitur yang melakukan permohonan yang kemungkinan banyak dilakukan rekayasa sehingga kesimpulan dari petugas pun menjadi keliru dan ketidak telitian dari

commit to user

petugas dalam melakukan analisis informasi debitur. Walau sebenarnya pada sisi yang lain nasabah sebagai debitur sangat bergantung kepada mereka. Permasalahan ini dapat ditangani oleh pihak bank dengan cara menambah kembali kemampuan dari petugas sehingga mereka dapat lebih cermat dan teliti lagi dalam menganalisis. Selain itu ada baiknya pihak bank tidak hanya sekali dalam menganalisis informasi ataupun data-data Debitur namun melakukan analisis ulang dalam rangka untuk memastikan kebenaran data-data tersebut.

Yang menjadi permasalahan ketiga adalah adanya itikad dari Debitur yang pada awalnya baik namun setelah perjalanan itikad baik tersebut berubah menjadi itikad yang tidak baik yang lebih mementingkan dirinya sendiri dan mencari keuntungan yang sepihak untuk diri Debitur. Seperti Debitur yang tidak bisa mengikuti prosedur yang ada dan tidak melaksanakan perjanjian restrukturisasi kredit yang baru yang telah disepakati. Dengan keadaan yang seperti itu maka pihak bank akan mengambil langkah penagihan lewat pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh bank. Dengan begitu maka pihak bank dapat mengatasi masalah ini dan debitur tetap memenuhi kewajibannya. Namun apabila Debitur juga tidak memenuhi kewajibannya maka dapat diambil langkah hukum sesuai dengan kesepakatan awal pada perjanjian kredit yang lama.

Permasalahan lain yang mungkin muncul dan tidak dapat diduga sebelumnya adalah keadaan memaksa atau overmacht. Yaitu dapat dikarenakan bencana alam yang tidak diduga sebelumnya yang berdampak kepada usaha debitur, yang kemudian tida dapat ditangani oleh pihak debitur dan mengakibatkan kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya menurun. Untuk mengatasi maslah ini pihak debitur tidak dapat berbuat banyak karena permasalahan timbul akibat adanya keadaan yang tidak terduga sebelumnya. Akan tetapi bank telah memikirkan mengenai hal ini sebelumnya apabila terjadi bencana alam maka biasanya upaya restrukturisasi yang dilakukan adalah pola penjadwalan ulang (PUL) (wawancara dengan Bapak Fariudin pada tanggal 14 Juli 2011 pukul 10.40).

commit to user

Apabila restrukturisasi yang dilakukan oleh pihak bank mengalami kegagalan atau hambatan dalam pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan bahwa restrukturisasi untuk yang kedua kalinya dapat dilakukan. Akan tetapi hal itu sangat jarang terjadi karena bank masih bisa mengatasi hambatan yang terjadi. Dan apabila retrukturisasi tidak berhasil dilaksanakan maka upaya seperti upaya hukum berupa lelang dapat diambil untuk menutup kerugian yang akan dialami oleh bank. Biasanya langkah ini akan diambil apabila pihak debitur memiliki itikad yang tidak baik dalam pelaksanaannya (berdasarkan wawancara dengan Bapak Baihaqi pada tanggal 16 Juni 2011). Sehingga restrukturisasi dapat membantu penyelesaian kredit asalkan dapat berjalan dengan baik. Dan hal tersebut dapat tercapai dengan adanya itikad yang baik dari Debitur dan juga kemampuan dari pihak bank untuk melaksanakan upaya restrukturisasi kredit ini.

Akan tetapi segala upaya yang akan dilakukan tetap harus berdasarkan kepada ketentuan yang ada. Dimana dalam hal ini upaya restrukturisasi kredit yang dilakukan, upaya tersebut harus berdasarkan ketentuan yang ada dan debitur maupun pihak bank harus dapat melaksanakan ketentuan tersebut dan tetap bertindak adil dan tidak hanya mementingkan pihaknya saja.

commit to user

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan Restrukturisasi sebagai upaya dalam penyelesaian kredit bermasalah ditinjau dari asas-asas perjanjian pada PT Bank Tabungan Rakyat (Persero) Tbk. Cabang Surakarta, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan

Rakyat (Persero) Tbk. Cabang Surakarta.

Pelaksanaan Restrukturisasi kredit pada Bank Tabungan Negara Cabang Surakarta berdasarkan kepada Peraturan Direksi Bank BTN No. 19/PD/DRPK/1200 tentang Restrukturisasi Kredit dan Penyelesaian Kredit Perorangan. Pelaksanaanya telah sesuai dengan pengaturan yang ada dimana tahapannya meliputi:

a. Permohonan dari Debitur

Permohonan diajukan oleh Debitur atas kesadaran Debitur dan diajukan ke kantor cabang atau kantor cabang pembantu. Apabila tidak ada permohonan dari Debitur maka Bank tidak akan mengambil langkah ini. b. Analisi Permohonan dan Verifikasi Permohonan

Dalam tahapan ini pihak bank melakukan pengumpulan data dan menganalisis data-data yang dimiliki oleh debitur yang mengajukan permohonan. Dimana pada tahapan ini juga dilakukan wawancara dengan debitur untuk mengetahui kondisi keuangan dari debitur maupun kondisi usaha debitur yang sebenarnya serta untuk melakukan pendekatan dengan Debitur.

c. Negosiasi

Tahapan ini dilakukan untuk memperoleh kesepakatan antara debitur dengan bank mengenai pola restrukturisasi yang akan dilakukan serta menyampaikan mengenai analisa yang telah dilakukan. Tahapan ini

commit to user

berperan penting sehingga perlu dicapai kata sepakat antara para pihak agar upaya dapat segera terlaksana.

d. Putusan Restrukturisasi Kredit

Putusan ini untuk memberi kepastian apakah permohonan yang diajukan disetujui atau ditolak. Setelah adanya putusan ini maka restrukturisasi kredit yang diajukan dapat dilaksanakan. Putusan restrukturisasi kredit diputus oleh pimpinan bank yang berkududukan dikantor pusat. Putusan yang telah keluar dimintai persetujuan kepada Debitur yang kemudian di dokumentasikan.

e. Monitoring atau Pengawasan

Pengawasan dilakukan untuk menghindari kejadian menyimpang yang dilakukan oleh debitur sehingga dapat menimbulkan kerugian kembali. Pengawasan ini dilakukan secara rutin oleh pihak bank sesuai dengan ketentuan yang ada didalam perjanjian kredit yang baru.

2. Penerapan asas-asas umum perjanjian dalam pelaksanaan Restrukturisasi kredit. Pada dasarnya asas-asas umum perjanjian merupakan dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Begitu pula pada restrukturisasi dimana hasil akhir dari upaya ini adalah adanya perubahan terhadap perjanjian awal berupa addendum. Dalam pelaksanaan restrukturisasi pun tetap berdasarkan asas-asas yang ada baik asas personalia, asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum (Pacta Sunt Servanda) dan asas itikad baik. Kelima asas ini sangat jelas diterapkan didalam pelaksanaan restrukturisasi kredit pada PT Bank Tabungan Rakyat (Persero) Tbk. Cabang Surakarta.

3. Permasalahan dalam pelaksanaan upaya restrukturisasi pada PT Bank Tabungan Rakyat (Persero) Tbk. Cabang Surakarta dan upaya dalam mengatasinya.

Permasalahan yang dapat timbul selama pelaksanaan restrukturisasi kredit pada PT Bank Tabungan Rakyat (Persero) Tbk. Cabang Surakarta antara lain:

commit to user

a. Keterbukaan antara Debitur dengan Bank yang sama sekali masih tidak terjalin. Sehingga dalam hal ini para pihak tidak menemukan titik temu dalam negosiasi yang mereka lakukan

b. Terbatasnya kemampuan baik dari segi finansial maupun kemampuan dari petugas itu sendiri dalam menganalisis dan melaksanakan restrukturisasi itu sendiri.

c. Itikad dari Debitur yang tidak baik seperti kurang ada kerjasama dengan pihak Bank dan tidak memenuhi kewajibannya sesuai degan kesepakatan yang ada.

Dan dari permasalahan-permasalahan ini pihak PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Cabang Surakarta mulakukan upaya berupa:

a. Menambah kehati-hatian dalam setiapa langkah yang dilakukan dan melakukan pendekatan yang lebih lagi dengan Debitur sehingga Debitur bisa lebih terbuka lagi.

b. Melatih kemampuan dari tiap petugas yang berperan dalam proses restrukturisasi kredit sehingga lebih cermat dan teliti. Selain itu pihak bank juga harus melakukan analisis ulang dalam setiap analisis data yang dilakukan.

c. Melakukan penagihan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap debitur yang beritikad tidak baik.

B. Saran

1. Upaya restrukturisasi yang dilakukan oleh bank ada baiknya dilakukan pengawasan juga oleh para atasan baik itu supervisor hingga branch manager maupun pimpinan pusat, sehingga petugas yang melaksanakan memang benar-benar melaksanakan tugas mereka dan juga disertai pula dengan adanya evaluasi terhadap setiap tindakan penyelamatan kredit yang bermasalah sehingga tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan para pihak. 2. Setiap tahapan yang dilakukan dalam rangka penyelamatan kredit yaitu dari

tahap permohonan dari debitur, analisis data, negosiasi, putusan restrukturisasi hingga pengawasan ada baiknya tidak terlalu berbelit-belit dan

commit to user

membingungkan Debitur. Sehingga pihak debitur bisa memahami pola yang digunakan untuk menyelamatkan kreditnya serta juga dapat menyingkat waktu dari para pihak dan juga menghemat biaya yang dikeluarkan oleh Debitur.

3. Pelaksanaan restrukturisasi kredit hendaknya dilakukan berdasarkan peraturan yang ada sehingga tujuan dari restrukturisasi itu sendiri tercapai. Dan debitur juga tetap mempertahankan itikad baiknya sehingga menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan yang elah disepakati bersama dengan pihak bank.

commit to user

Dokumen terkait