• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Penerapan Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif

Teams-Games-Tournament (TGT) dengan Make a Match

Berikut akan dijabarkan aktifitas siswa ketika menggunakan model pembelajaran kooperatif yang mengkombinasikan metode TGT dengan make a match.

1. Usaha Memotivasi Siswa

Tahapan memotivasi dalam pembelajaran berada pada kegiatan awal. Pembelajaran awal pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memiliki fungsi untuk menyiapkan siswa dalam proses belajar, mengetahui tingkat kemajuan siswa, mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa pada topik pembelajaran, dan mengetahui darimana seharusnya proses pembelajaran

47

dimulai.1 Tahapan memotivasi yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan mempersiapkan siswa untuk memasuki proses pembelajaran.

Salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi siswa adalah dengan meningkatkan kegairahan siswa terhadap topik pelajaran. Menurut Eric Jensen, salah satu upaya untuk meningkatkan kegairahan siswa adalah dengan memberikan kuis pada awal pembelajaran.2 Pertanyaan yang diberikan pada awal pertemuan akan membantu merangsang siswa untuk berpikir tentang apa yang akan dipelajari pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Dari hasil pengamatan, didapatkan pemberian pertanyaan kepada siswa yang mengobrol pada saat pembelajaran memberikan dampak yang positif terhadap kondisi pembelajaran yang akan berlangsung. Dampak perlakuan ini terasa, dari suasana belajar yang ribut secara perlahan menjadi tenang dan siswa memperhatikan penjelasan guru.

2. Pembelajaran Awal

Pembelajaran awal merupakan tahapan awal dalam pembelajaran kombinasi ini. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan untuk membantu siswa mengingat kembali konsep yang telah atau akan dipelajari.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada kelas eksperimen tidak berbeda dengan kelas kontrol. Sebagian siswa hanya memperhatikan penjelasan guru mengenai garis besar konsep yang akan dipelajari. Selain itu, tahapan ini merupakan tahapan siswa untuk bertanya mengenai konsep yang sedang atau telah dipelajari. Karena pada tahapan selanjutnya siswa akan belajar secara mandiri bersama kelompoknya.

3. Kelompok Belajar

Kelompok belajar merupakan tahapan kedua dalam model kombinasi ini. Pada tahap ini, peran guru dalam proses pembelajaran tidak terlalu dominan, guru

1

E. Mulyasa, Kurik ulum Tingk at Satuan Pendidikan :Sebuah Panduan Prak tis,

(Bandung: PT Re maja Rosdakarya Offset, 2007), h. 255. 2

Eric Jensen, Guru Super & Super Teaching, terj. Benya min Molan, (Jaka rta: PT Indeks, 2010), h. 160.

48

bersifat sebagai fasilitator. Siswa akan berdiskusi mengenai konsep yang dipelajari bersama teman sekelompoknya. Sehingga keberhasilan pembentukan pemahaman konsep pada siswa ditentukan pada tahapan ini.

Pembelajaran yang dilakukan pada kombinasi ini lebih banyak dilakukan oleh siswa, baik sesama anggota kelompok maupun antar kelompok. pembelajaran pada anggota kelompok terjadi pada saat diskusi kelompok. Diskusi kelompok memberikan peran yang penting dalam memahami konsep yang dipelajari karena banyak siswa merasa terbantu dengan berkumpul bersama temannya untuk membahas bahan yang telah mereka baca atau dengar di kelas.3

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masing- masing anggota kelompok yang berasal dari kelas ekperimen lebih banyak memberikan masukan dan pendapatnya tentang bahan diskusi. Tidak terdapat dominasi satu atau dua orang dalam diskusi, akan tetapi semua siswa saling memberikan kontribusi dalam diskusi.

Berbeda dengan kelas kontrol, pada kelompok di kelas ini banyak terlihat dominasi individu dalam diskusi. Selain itu, anggota kelompok yang lain lebih banyak melihat dan mendengarkan hal- hal yang dijelaskan oleh anggota lainnya tanpa harus membantah, serta lebih banyak berdiskusi mengenai hal lain diluar bahan diskusi.

Pada saat diskusi kelompok, guru berkeliling mengevaluasi hasil diskusi yang telah dilakukan. Hal ini penting untuk dilakukan supaya siswa dapat terarahkan dan tidak membuang waktu dengan sia-sia atau menyerah karena putus asa.4

Hasil diskusi kelompok kemudian dipresentasikan di depan kelas kepada siswa lainnya. Siswa yang presentasi dari msing- masing kelompok, baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol, dipilih secara acak yaitu dengan dikocok menggunakan gumpalan-gumpalan kertas yang telah diberi nomor siswa. Pada kelas eksperimen, siswa menjelaskan hasil diskusinya secara percaya diri dan sedikit melihat catatan hasil dari diskusi. Sedangkan pada siswa yang berasal dari

3

Robert E. Slavin, (A), Psikologi Pendidikan “Teori dan Praktik”, Jilid 2 Edisi 9, terj. Marianto Sa mosir (Ja karta. PT Indeks, 2011), h. 25

4

49

kelas kontrol, mereka menjelaskan dengan rasa kurang percaya diri sehingga terbata-bata ketika menjelaskan. Selain itu, siswa dari kelas kontrol yang namanya terpilih ketika diperintahkan maju ke depan kelas merasa malas- malasan dan mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan membaca catatan-catatan pada saat diskusi.

4. Permainan make a match

Permainan make a match adalah permainan mencari pasangan kartu. Permainan ini dilakukan pada kelas eksperimen. Pada permainan ini siswa dibagi ke dalam dua kelompok besar. Kelompok pertama mendapatkan kartu istilah dan kelompok kedua mendapatkan kartu jawaban. Selanjutnya siswa diminta untuk mencari kartu pasangannya yang berada di kelompok lawannya dalam waktu maksimal dua menit.

Permainan make a match lebih menekankan kepada daya ingat siswa terhadap istilah- istilah penting pada konsep yang dipelajari. Hal ini dikarenakan kartu istilah dan kartu jawaban berupa materi sederhana dari konsep yang dipelajari. Sehingga sasaran jenjang kognitif pada permainan ini adalah jenjang C1

dan C2.

Pada pertemuan pertama, siswa yang mampu menemukan pasangan kartunya berjumlah 9 pasangan di putaran pertama dan pada putaran kedua menjadi 14 pasangan. Pada putaran pertama, siswa masih belum terbiasa dengan permainan make a match dan terlihat canggung dalam penerapannya, hal ini diduga yang menjadi pemicu sedikitnya siswa yang mendapatkan pasangan kartunya secara benar pada putaran perama. Pada putaran kedua, rasa canggung siswa sudah berkurang sehingga siswa lebih aktif dalam mencari pasangan kartunya. Pada putaran kedua ini, siswa berlari- lari dan berteriak menyebutkan kalimat yang ada dikartunya ataupun pasangan dari kartunya, dengan cara tersebut maka banyak siswa yang dapat menemukan pasangan kartunya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan permainan make a match.

50

Berbeda dengan pertemuan pertama, pada pertemuan kedua siswa sudah terbiasa dengan permainan make a match. Sehingga pada pertemuan ini siswa yang mempu menemukan pasangan kartunya berjumlah 13 pasangan dan pada putaran kedua terdapat 15 pasangan.

Perbedaan antara kelas kontrol dan eksperimen terletak pada jenis permainan yang dilakukan. Pada kelas eksperimen permainan dilakukan menggunakan make a match sedangkan pada kelas kontrol menggunakan course

review horay (CRH). Perbedaan dari dua model ini terletak pada sifat individu

dalam permainan. Pada CRH, siswa melakukan permainan secara individu, setiap pertanyaan dijawab oleh individu dalam kertas jawaban. Bentuk kerjasama antar siswa pada kelas kontrol ini adalah saat pengkoreksian hasil jawaban. Sedangkan pada permainan make a match siswa tidak bisa secara individu dalam mencari pasangannya, minimal dua individu. Sehingga kemampuan komunikasi pada permainan make a match sangat diperlukan.

5. Turnamen

Tahapan yang penting pada pengkombinasian ini adalah turnamen. Pada tahapan ini, siswa dari masing- masing kelompok dipertandingkan pada sebuah meja tanding. Meja 1 untuk perwakilan kelompok nomor 1 dari masing- masing kelompok, meja 2 untuk perwakilan nomor 2, dan seterusnya. Turnamen dilakukan setelah permainan make a match pada kelas kontrol. Pada turnamen ini sasaran kognitif yang dituju yaitu C3-C4.

Turnamen pada pembelajaran pertama terjadi hanya tiga putaran (sampai orang ketiga dari masing- masing kelompok). Hal ini dikarenakan waktu yang tidak mencukupi yang disebabkan banyaknya pertanyaan pada pembelajaran awal dan diskusi kelompok yang menyita waktu cukup banyak. Pada pertemuan kedua, siswa yang bertanya pada pembelajaran awal dibatasi menjadi tiga orang dan diskusi kelompok dilakukan diluar waktu pembelajaran. Hal ini memberikan tambahan waktu untuk proses turnamen, sehingga pada pertemuan kedua ini terjadi sembilan putaran yang dimulai dari orang keempat dari masing- masing kelompok.

51

Antusiasme siswa dalam turnamen cukup tinggi dan suasana persaingan dari masing- masing kelompok cukup terasa. Hal ini terlihat dari reaksi kekecewaan siswa ketika tidak bisa menjawab atau kalah cepat dari kelompok lain dalam mengangkat tangan. Suasana persaingan yang positif seperti ini cukup baik dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, sehingga hasil belajar yang dihasilkanpun akan baik pula.

Berbeda dengan kelas eksperimen, pada kelas kontrol tidak terasa suasana persaingan antar individu maupun kelompok. Motivasi belajar siswa masih kurang, terlihat dari antusisme siswa yang terjadi pada saat pembelajaran. Pada proses pembelajaran, siswa akan bertanya ketika guru mengarahkan siswa pada suatu permasalahan yang terjadi dan siswa yang bertanya disetiap pertemuan tidak berubah.

Dokumen terkait