• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

4. Penerapan Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas 24

Program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas merupakan kegiatan penguatan karakter dalam lingkup kelas. Adapun enam hal yang berhubungan dengan PPK berbasis kelas yaitu pengintegrasian PPK dalam kurikulum, PPK melalui manajeman kelas, PPK melalui pilihan dan pengunaan metode, PPK melalui mata pelajaran khusus, PPK melalui literasi, dan PPK melalui layanan bimbingan konseling. Penjabaran untuk masing-masing kategori menurut Tim PPK Kemendikbud (2017: 27) adalah sebagai berikut.

25

a. Pengintegrasian Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dalam Kurikulum

Pengintegrasian PPK dalam kurikulum mengandung arti bahwa pendidik mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai utama karakter dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan mempraktikkan nilai-nilai utama PPK. Pendidik dapat memanfaatkan secara optimal materi yang sudah tersedia di dalam kurikulum secara kontekstual dengan penguatan nilai-nilai utama PPK. Langkah-langkah menerapkan PPK melalui pembelajaran yang terintegrasi dalam kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

1) Melakukan analisis Kompetensi Dasar melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran

2) Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih metode pembelajaran dan pengelolaan (manajemen) kelas yang relevan

3) Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

26

b. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Manajemen Kelas

Manajemen kelas (pengelolaan kelas) adalah momen pendidikan yang menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses pembelajaran untuk mengarahkan, membangun kultur pembelajaran, mengevaluasi dan mengajak seluruh komunitas kelas membuat komitmen bersama agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan berhasil. Pendidik memiliki kewenangan dalam mempersiapkan pengajaran (sebelum masuk kelas), mengajar, dan setelah pengajaran, dengan mempersiapkan skenario pembelajaran yang berfokus pada nilai-nilai utama karakter. Manajemen kelas yang baik akan membantu peserta didik belajar dengan lebih baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas terdapat momen penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai pelajaran guru bisa mempersiapkan peserta didik untuk secara psikologis dan emosional memasuki materi pembelajaran. Untuk menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama, guru bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta didik belajar. Aturan ini dikomunikasikan, didialogkan, dan disepakati bersama dengan peserta didik. Tujuan pengaturan kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar.

Pengelolaan kelas tidak bisa hanya sebagai pengaturan tatanan lingkungan fisik di kelas melainkan perlu lebih berfokus pada

27

bagaimana mempersiapkan peserta didik agar memiliki kesiapan fisik, mental, psikologis, dan akademis untuk menjalani proses pembelajaran secara lebih produktif. Pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter. Berikut adalah contoh pengelolaan kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter.

1) Peserta didik menjadi pendengar yang baik atau menyimak saat guru memberikan penjelasan di dalam kelas (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan toleransi).

2) Peserta didik mengangkat tangan/mengacungkan jari kepada guru sebelum mengajukan pertanyaan/tanggapan. Setelah diizinkan oleh guru ia baru boleh berbicara (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri).

3) Pemberian sanksi yang mendidik kepada peserta didik sebagai konsekuensi dan bentuk tanggung jawab bila terjadi keterlambatan dalam mengerjakan atau mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri).

4) Guru mendorong peserta didik melakukan tutor teman sebaya. Siswa yang lebih pintar diajak untuk membantu temannya yang kurang dalam belajar dan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru (dapat menguatkan nilai gotong royong, kepedulian sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab).

28

c. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Pilihan dan Penggunaan Metode Pembelajaran

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang terintegrasi dalam kurikulum dilakukan melalui pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Guru harus pandai memilih agar metode pembelajaran yang digunakan secara tidak langsung menanamkan pembentukan karakter peserta didik. Metode pembelajaran yang dipilih harus dapat membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik. Melalui metode tersebut diharapkan peserta didik memiliki keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21, seperti kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skills), termasuk penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative learning). Beberapa pendekatan, model, dan metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual adalah sebagai berikut.

1) Pendekatan saintifik (scientific learning) sebagai pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada proses keilmuan dengan langkah kegiatan mulai dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik simpulan.

2) Model inquiry/ discovery learning, yaitu penelitian/ penemuan. Dalam Webster's Collegiate Dictionary, inquiry didefinisikan sebagai “bertanya tentang” atau “mencari informasi dengan cara

29

bertanya”, sedangkan dalam kamus American Heritage, discovery disebut sebagai “tindakan menemukan”, atau “sesuatu yang ditemukan lewat suatu tindakan”. Jadi, model inquiry adalah model pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membangun kecakapan intelektual yang terkait dengan proses berpikir reflektif (Fathurrohman, 2015: 104).

3) Model pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), yaitu metode pembelajaran yang memfokuskan pada identifikasi serta pemecahan masalah nyata, praktis, kontekstual, berbentuk masalah yang strukturnya tidak jelas atau belum jelas solusinya (ill-structured) atau open ended yang ada dalam kehidupan peserta didik sebagai titik sentral kajian untuk dipecahkan melalui prosedur ilmiah dalam pembelajaran, yang kegiatannya biasanya dilaksanakan secara berkelompok.

4) Model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yaitu pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata.

5) Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu model pembelajaran di mana peserta didik belajar dalam

kelompok-30

kelompok kecil (umumnya terdiri dari 4-5 orang peserta didik dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan suku/ ras berbeda). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

6) Model pembelajaran berbasis teks (text-based instruction/ genre-based instruction), yaitu pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan peserta didik untuk menyusun teks. Metode pembelajaran ini mendasarkan diri pada pemodelan teks dan analisis terhadap fitur-fiturnya secara eksplisit serta fokus pada hubungan antara teks dan konteks penggunaannya. Perancangan unit-unit pembelajarannya mengarahkan peserta didik agar mampu memahami dan memproduksi teks baik lisan maupun tulisan dalam berbagai konteks. Untuk itu, siswa perlu memahami fungsi sosial, struktur, dan fitur kebahasaan teks.

d. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Mata Pelajaran Khusus

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) secara umum dilakukan dengan cara mengintegrasikan PPK dalam mata pelajaran yang sudah ada (terintegrasi dalam kurikulum). Namun, sekolah bisa pula mengajarkan nilai-nilai PPK melalui mata pelajaran khusus yang berfokus pada tema nilai-nilai tertentu. Sekolah mendesain mata pelajaran khusus dengan alokasi waktu khusus yang disediakan sebagai bagian dalam pembentukan karakter peserta didik. Beberapa

31

contoh mata pelajaran khusus yang disediakan oleh sekolah seperti membatik dan menari, atau dalam pembelajaran PPKn maupun IPS. Tema-tema yang mengandung nilai utama PPK diajarkan dalam bentuk pembelajaran di kelas dengan metode pembelajaran yang selaras sehingga dapat semakin memperkaya praksis PPK di sekolah. Tema-tema yang diambil disesuaikan dengan visi dan misi sekolah. Satuan pendidikan mendesain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter apa yang akan mereka tekankan dan menyediakan guru khusus atau memberdayakan guru yang ada untuk mengajarkan materi tentang nilai-nilai tertentu untuk memperkuat pendidikan karakter.

e. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Melalui Gerakan Literasi

Gerakan literasi merupakan kegiatan mengasah kemampuan mengakses, memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi secara kritis dan cerdas berlandaskan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara untuk menumbuhkembangkan karakter seseorang menjadi tangguh, kuat, dan baik. Berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan secara terencana dan terprogram sedemikian rupa, baik dalam kegiatan-kegiatan berbasis kelas maupun kegiatan-kegiatan berbasis budaya sekolah, dan komunitas masyarakat. Dalam konteks kegiatan PPK berbasis kelas, kegiatan-kegiatan literasi dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran dan mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum.

32

f. Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) melalui Layanan Bimbingan Konseling

Bimbingan merupakan segala kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu (Bernad & Fullmer dalam Prayitno, 2013: 95). Bimbingan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (Hikmawati, 2011: 1).

Peranan guru BK tidak hanya fokus untuk membantu peserta didik yang bermasalah, tetapi juga membantu semua peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki. Bimbingan konseling di sekolah dilaksanakan secara kolaboratif dengan peranan guru mata pelajaran, tenaga kependidikan, maupun pemangku kepentingan lainnya. Lima nilai utama PPK sangat berjalan dengan filosofi bimbingan dan konseling yang memandirikan (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 33).

Penguatan pendidikan karakter dengan bimbingan konseling dapat diselenggarakan melalui layanan sebagai berikut.

1) Layanan dasar

Layanan dasar adalah pedampingan yang diperlukan bagi peserta didik melalui kegiatan pengamatan terstruktur secara berkelompok

33

yang bertujuan untuk mengembangkan perilaku jangka panjang dalam pengembangan perilaku belajar, karir, pribadi, dan sosial. 2) Layanan responsif

Layanan responsif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik tertentu, baik individual maupun kelompok, yang memerlukan bantuan segera agar peserta didik tidak terhambat dalam pencapaian tugas perkembangannya.

3) Layanan individual dan peminatan

Layanan individual dan peminatan dimaksudkan untuk membanu setiap peserta didik dalam pengembangan minat dan bakatnya. Nilai-nilai dalam PPK dikolaborasikan dalam proses pemahaman diri dan penguatan pilihan serta pembelajaran dalam pengembangan minat dan bakat.

4) Dukungan sistem

Dukungan sistem terkait dengan aspek manajemen dan kepemimpinan sekolah dalam mendukung layanan bimbingan konseling untuk memperkuat PPK.

Salah satu cara yang dilakukan guru untuk memperoleh informasi mengenai pengintegrasian PPK, yaitu nelalui sosialisasi dengan Kelompok Kerja Guru (KKG). Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan wadah dalam pembinaan profesional guru yang dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi, bertukar pikiran, berbagi pengalaman, melaksanakan berbagai demonstrasi, atraksi, dan simulasi pembelajaran (Ratna, 2010: 3). Keberadaan KKG merupakan bagian integral dari perwujudan sistem pembinaan kompetensi

34

guru, yang di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan peningkatan mutu pendidikan, kemampuan profesional guru (Susilo, 2017: 10).

Menurut Diektorat jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (dalam Pertiwi, 2014: 10), tujuan dari KKG adalah (1) sebagai wadah pembinaan, pengarahan, penjelasan, diskusi penalaran kepada tenaga pendidikan, (2) meningkatkan semangat kerja guru-guru di kelompok gugus untuk meningkatkan mutu, (3) sebagai wadah informasi, inovasi, dan mengajak tenaga kependidikan untuk berbekal diri dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai target yang diharapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter berbasis kelas adalah proses penumbuhan karakter yang terjadi dalam proses pembelajaran melalui kegiatan intrakurikuler. Pengintegrasian PPK berbasis kelas secara optimal membutuhkan sosialisasi mengenai PPK, salah satunya melalui KKG. Jadi, dari pemaparan di atas dapat ditarik benang merah bahwa penguatan pendidikan karakter berbasis kelas dapat dilakukan dengan enam kegiatan yang sangat dapat mendukung pembentukan karakter di dalam kelas.

B. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

Judiani (2010) melakukan penelitian dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar Melalui Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran

35

secara umum tentang implementasi pendidikan karakter bangsa di sekolah dasar sehinga dapat digunakan sebagai referensi bagi guru dan kepala sekolah ketika mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan metode survei. Survei dilakukan ke 125 sekolah yang tersebar di 16 kabupaten dari 16 propinsi. Hasil penelitiannya adalah (1) pendidikan di Indonesia masih berfokus pada aspek kognitif atau akademik saja, pendidikan karakter masih kurang mendapat perhatian, dan (2) implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada.

Minsih, Ratnasari, dan Honest (2014) melakukan penelitian yang berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter Melalui Nilai-nilai Keteladanan Guru, Siswa dan Orangtua dalam Upaya Penguatan Karakter Siswa Sekolah Dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan model penguatan pendidikan karakter dengan pendekatan informal di lingkungan pendidikan dasar Muhammadiyah di Surakarta. Metode utama yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif-reflektif-kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan aktif dan wawancara mendalam dengan guru, orangtua, dan siswa sekolah dasar. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan snowball technic of analiysis model Milles Huberman. Pemetaan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain adalah (1) pemahaman guru sekolah dasar tentang pendidikan karakter, (2) pemahaman siswa sekolah dasar tentang pendidikan karakter, (3) pemahaman orangtua tentang pendidikan karakter yang sesuai untuk diajarkan di sekolah dasar, dan (5) pendidikan karakter telah terlaksana di sekolah dasar. Hasil penelitian

36

menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Surakarta terintegrasi dalam proses pelaksanaan pembelajaran melalui nilai keteladanan guru.

Ningsih (2014) melakukan penelitian dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, faktor penghambat, dan pendukung yang dialami guru. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitiannya adalah guru mata pelajaran bahasa Indonesia di MAN Godean Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, angket, observasi kelas, dan analisis dokumentasi. Hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini adalah pendidikan karakter sudah diimplementasikan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di MAN Godean Yogyakarta mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.

Maunah (2015) melakukan penelitian dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Kepribadian Holistik Siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami implementasi karakter dalam pembentukan kepribadian holistik siswa. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah siswa di MTs N Jabung dan SMPN 1 Talun Blitar. Data diperoleh dari hasil indepth interview dengan key informant yaitu kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, wali kelas, guru, dan siswa. Data dianalisis menggunakan langkah-langkah data reduction data

37

display, dan conclusion. Hasil penelitian adalah (1) pengelolaan pendidilan karakter dapat dibagi menjadi dua strategi, yaitu internal dan eksternal sekolah, (2) strategi internal sekolah dapat ditempuh melalui empat pilar, yaitu kegiatan belajar mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk school culture, kegiatan habituation, kegiatan ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler, dan (3) strategi eksternal dapat ditempuh melalui kerja sama dengan orangtua dan masyarakat.

Dari penelitian terdahulu yang sudah dibahas mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Persamaan keempat penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu fokus penelitian. Fokus penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu mengenai penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di sekolah dasar, sedangkan pada penelitian terdahulu mengenai pendidikan karakter diberbagai jenjang pendidikan.

38

Penelitian yang relevan yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat pada literature map di bawah ini.

Gambar 2.2 Literature Map

Dokumen terkait