• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan Tumbuh Tanaman Pisang

Salah satu jenis buah-buahan yang dikonsumsi secara segar dan dalam jumlah yang cukup besar saat ini adalah pisang, sehingga buah ini menjadi komoditas hortikultura penting dalam perdagangan internasional (Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura 2002). Kultivar tanaman pisang yang banyak diusahakan di berbagai negara adalah Cavendish, karena nilai komersial yang tinggi (Trubus 2002). Tanaman pisang Cavendish termasuk dalam famili

Musaceae, genus Musa, genome AAA, section/subgroup Eumusa, kultivar Musa

cavendishi (Daniells 1995; Nakasone dan Paull 1999).

Tanaman pisang banyak ditemui di daerah tropik. Beberapa ilmuwan mengemukakan bahwa tanaman pisang tumbuh subur di dataran rendah yang berudara lembab, banyak tumbuh di daerah antara 30oLU dan 30oLS (Purseglove 1978), serta tumbuh optimal pada iklim panas dan tropik basah (Espino et al. 1999). Selain itu, tanaman pisang juga banyak ditemui di daerah subtropik meskipun pertumbuhannya lebih lambat.

Tanaman pisang memerlukan cukup air terutama pada awal penanaman dan pada saat pembentukan buah. Purseglove (1978) menyatakan bahwa tanaman pisang memerlukan air minimal 25 mm per minggu dengan curah hujan rata-rata tahunan antara 2.000-2.500 mm. Menurut Robinson (1995) kebutuhan air konsumtif untuk tanaman pisang adalah 3-6,3 mm per hari tergantung suhu udara, kelembaban, radiasi matahari, dan angin. Suplai air yang kurang dapat menyebabkan buah mengalami sunburn (Nakasone dan Paull 1999). Oleh karena hal tersebut pengairan sangat penting terutama pada musim kemarau.

Suhu udara yang baik untuk tanaman pisang berkisar antara 18 sampai 35oC dan yang optimum antara 25-27oC (Sys et al. 1993; Departemen Pertanian 1997). Pertumbuhan menurun pada suhu udara kurang dari 22oC; perubahan ketinggian tempat yang kecil menyebabkan pengaruh nyata terhadap periode

shooting. Di daerah tropik tanaman pisang membutuhkan waktu 8-12 bulan

untuk menghasilkan tandan, sedangkan di daerah beriklim lebih kering dan dingin lebih dari 18 bulan.

Angin kencang berpengaruh buruk terhadap tanaman pisang, karena akarnya dangkal dan tidak mempunyai akar tunjang. Kedalaman akar maksimum tanaman pisang adalah 0,90 m. Kecepatan angin lebih dari 20 km/jam menyebabkan kerusakan pada pisang, sedangkan kecepatan angin 80 km/jam dapat merobohkan tanaman pisang secara total. Menurut Sys et al. (1993), sumber kehilangan produksi yang utama adalah bahaya angin, khususnya pada saat akar terserang nematoda Radopholus similis. Kehilangan total terjadi pada kecepatan angin melebihi 100 km/jam.

Cahaya matahari penuh dibutuhkan tanaman pisang, namun demikian kelebihan penyinaran akan menyebabkan tanaman mengalami sunburn.

Tanaman yang berada di bawah naungan ringan daur pertumbuhannya akan sedikit lebih lambat serta tandan yang dihasilkan lebih kecil (Espino et al. 1999). Bertambahnya panjang hari (10-14 jam), akan menambah munculnya daun baru yang akan meningkatkan proses fotosintesis, yang akan mendukung produktivitasnya (Nakasone dan Paull 1999).

Tanaman pisang membutuhkan tanah dengan drainase dan aerasi yang baik, dengan kisaran pH antara 5,8-6,5 meskipun pada pH 4,5-7,5 tanaman masih dapat tumbuh dengan baik (Espino et al. 1999). Menurut Purseglove (1978), pada pH tanah yang lebih rendah pertumbuhan agak terhambat karena serangan penyakit akan meningkat, terutama pada tanaman Gros Michel (pisang ambon). Selain itu, menurut Sys et al. (1993), penurunan produksi dapat terjadi karena salinitas melebihi 500 ppm dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai lebih dari 1,0 dS/m. Penurunan produksi dapat mencapai 50% apabila ESP mencapai 15%.

Tanaman pisang merupakan tanaman yang memerlukan banyak hara untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Kehilangan hara (kg/ha per siklus pertumbuhan) untuk produksi tinggi (25 ton/ha) yaitu: 17-28 N, 6-7 P2O5, dan 56-78 K2O. Kalium merupakan unsur penting dalam tanaman pisang. Pupuk yang dibutuhkan untuk memproduksi 30 ton/ha per siklus pertumbuhan adalah N 50-90 kg/ha, P2O5 60-100 kg/ha, dan K2O 150-250 kg/ha. Dengan perbandingan CaO/MgO/ K2O sebesar 10/5/0,5. Defisiensi K dapat terjadi jika nisbah MgO/ K2O lebih dari 25 (Sys et al. 1993).

Pemupukan tanaman pisang berbeda untuk setiap kultivar, iklim, dan jenis tanah. Menurut Nakasone dan Paull (1999), setiap kultivar memerlukan dosis pupuk yang berbeda karena perbedaan karakteristik dan hasil produksi,

9 sebagai contoh kultivar Cavendish memerlukan 189 N kg/ha, 29 P kg/ha, 778 K kg/ha, dan 101 Ca kg/ha. Selanjutnya dikatakan iklim berpengaruh terhadap pemupukan, di daerah subtropik pupuk diperlukan dalam jumlah yang lebih besar, karena sangat dipengaruhi oleh suhu udara. Keterlambatan pemberian pupuk akan mengurangi produksi sebesar 40-50%.

Prinsip Dasar Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian atau pendugaan potensi lahan jika digunakan untuk tujuan tertentu (FAO 1976). Evaluasi lahan adalah proses membandingkan dan menginterpretasi serangkaian data tanah, vegetasi, dan iklim dengan syarat penggunaan tertentu (Vink 1975). Evaluasi lahan berfungsi sebagai jembatan penghubung antara komponen fisik lahan dan teknologi dengan sasaran sosial dan ekonomi dalam suatu bentuk penggunaan lahan yang dapat dicapai.

Menurut FAO (1976), ada 6 prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam evaluasi lahan yaitu: (1) evaluasi lahan harus didasarkan atas penggunaan lahan untuk suatu tujuan tertentu, karena penggunaan lahan yang berbeda akan memerlukan syarat yang berbeda, (2) diperlukan perbandingan antara biaya dan keuntungan dalam penggunaan lahan yang direncanakan, (3) evaluasi lahan dilaksanakan dengan pendekatan multidisiplin, (4 ) evaluasi lahan harus relevan terhadap sifat-sifat fisik, sosial, dan ekonomi suatu areal, (5) evaluasi lahan harus menunjukkan penggunaan lahan berkelanjutan dan laju degradasi sumberdaya lahan harus ditekan hingga batas tetap lestari, sehingga mencerminkan penggunaan untuk waktu yang tidak terbatas, dan (6) evaluasi meliputi lebih dari satu macam penggunaan lahan.

Evaluasi lahan dapat dilakukan untuk tujuan penggunaan lahan secara umum (major kinds of land use) atau penggunaan lahan secara terperinci (land

utilization type). Karena perbedaan tujuan akan menyebabkan perbedaan set

karakteristik lahan yang digunakan. Penggunaan lahan secara terperinci adalah tipe penggunaan lahan yang diperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaaan fisik, sosial, dan ekonomi tertentu (FAO 1976; Rossiter dan Wambeke 1994). Tipe penggunaan lahan secara terperinci harus dapat dengan jelas menentukan dan memperkirakan produksi yang ingin dicapai, kebutuhan modal berdasarkan luasan, kebutuhan tenaga kerja, dan sarana

pendukung lainnya. Oleh karena itu konsep evaluasi lahan juga merupakan studi kelayakan dari tipe penggunaan lahan secara ekonomis.

Hasil evaluasi lahan dapat dinyatakan secara kualitatif, kuantitatif fisik dan ekonomi. Evaluasi kualitatif merupakan kesesuaian lahan yang dinyatakan dengan kecenderungan kualitatif sangat sesuai, sesuai, atau sesuai marginal. Evaluasi kuantitatif secara fisik menyediakan estimasi kuantitatif produksi atau keuntungan lainnya seperti produksi dan pertumbuhan tanaman. Evaluasi ekonomi mempertimbangkan kelayakan biaya dan manfaat (Dent dan Young 1981).

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, maka evaluasi lahan dapat dilakukan dengan tiga macam klasifikasi kesesuaian lahan, yaitu fisik, produksi, dan ekonomi. Penilaian klasifikasi kesesuaian secara fisik dilakukan dengan cara mencocokkan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu. Penilaian ini umumnya baru menginformasikan pembatas fisik lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu. Penilaian kesesuaian lahan secara produksi dilakukan dengan membandingkan produksi tanaman di lapangan dengan produktivitas potensialnya dan dipilih produksi tipe penggunaan lahan yang tertinggi. Penilaian klasifikasi secara ekonomi dengan mempertimbangkan kelayakan ekonomi akan memberikan pilihan yang lebih aktual dan realistis untuk menerapkan pilihan penggunaan lahannya.

Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Pisang

Berdasarkan tujuan evaluasi lahan, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu tanaman atau penggunaan tertentu, seperti klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman pisang Cavendish yang dilaksanakan dalam penelitian ini. Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (FAO 1976; Arsyad 1989).

Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan berguna untuk menilai atau memprediksi potensi atau kelas kesesuaian lahan dari suatu lahan tertentu. Kriteria kesesuaian lahan sebaiknya disusun berdasarkan tujuan evaluasi dan persyaratan penggunaan lahan dari suatu tipe penggunaan lahan tertentu. Hal

11 tersebut karena setiap tipe penggunaan lahan memerlukan persyaratan penggunaan lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pemilihan kualitas atau karakteristik lahan yang dibutuhkan sangat ditentukan oleh tujuan evaluasi, relevansi, ketersediaan dan kualitas data yang tersedia.

Dengan adanya berbagai kriteria klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahannya. Suatu kriteria kesesuaian lahan yang dikembangkan untuk evaluasi lahan pada tingkat tinjau, sering juga digunakan untuk menilai kesesuaian lahan pada skala besar (semi detil dan detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan.

Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman pisang telah dikemukakan oleh CSR/FAO (1983), Sys et al. (1993), LREP II (1994), dan Djaenudin et al. (2003), sebagaimana tersaji pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4. Kriteria-kriteria ini umumnya disusun berdasarkan kompilasi data dan hasil penelitian pada daerah dengan cakupan yang luas, yang sangat mungkin memiliki perbedaan data sistem pengelolaannya. Kriteria-kriteria tersebut belum diuji berdasarkan tingkat produksinya di lapangan.

Sys et al. (1993) menyusun kriteria klasifikasi kesesuaian lahan untuk

tanaman pisang menjadi lima kelas dengan menggunakan kerangka FAO (1976). Kelas kesesuaian lahan tersebut yaitu sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai terbatas (S3), tidak sesuai saat ini (N1) dan tidak sesuai (N2). Penilaian dilakukan dengan cara: metode pembatas sederhana; metode pembatas dengan memperhatikan jumlah dan intensitas pembatas; dan metode parametrik. Parameter yang digunakan pada kriteria ini adalah karakteristik iklim dan tanah yang meliputi: topografi, kelembaban, sifat fisik tanah, kesuburan tanah, salinitas dan alkalinitas tanah, sebagaimana tersaji pada Tabel 1.

Kriteria klasifikasi kesesuaian lahan LREP II (1994), merupakan hasil modifikasi kriteria kesesuaian lahan CSR/FAO (1983) dan Sys (1985). Kriteria ini semula hanya ditujukan untuk evaluasi lahan tingkat semi detil daerah prioritas pengembangan di 17 provinsi, namun telah banyak digunakan dan dimodifikasi untuk berbagai keperluan dan dengan berbagai skala pemetaan di Indonesia. Persyaratan penggunaan lahan dalam kriteria LREP II ini telah memperhatikan persyaratan tumbuh tanaman, persyaratan pengelolaan, dan konservasi lahan.

Lebih jauh lagi kriteria ini telah memasukkan ketersediaan hara dalam parameternya (Tabel 1).

Djaenudin et al. (2003) telah menetapkan dan menyusun kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman pisang berdasarkan kualitas/karakteristik lahan yang dianggap relevan dengan kondisi wilayah di Indonesia untuk skala semi detil (skala peta 1: 50.000). Kriteria kesesuaian lahan tersebut terbagi menjadi empat kelas kesesuaian lahan, serta terdiri dari 11 macam kualitas lahan dan 24 karakteristik lahan (Tabel 1). Kriteria tersebut memasukkan ketinggian tempat sebagai penentu kelas kesesuaian lahannya, tetapi belum memasukkan parameter ketersediaan hara.

Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial

FAO (1976) menyebutkan, klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan atas klasifikasi kesesuaian aktual atau kesesuaian lahan saat ini (current

suitability) dan klasifikasi kesesuaian lahan potensial (potential suitability).

Klasifikasi kesesuaian lahan aktual adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada, belum mempertimbangkan asumsi-asumsi atau usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi faktor-faktor pembatas. Faktor pembatas dapat bersifat permanen atau sementara. Faktor pembatas yang bersifat permanen tidak ekonomis jika dilakukan perbaikan seperti tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, dan komponen-komponen iklim. Faktor pembatas yang bersifat sementara memungkinkan dan ekonomis diperbaiki dengan memberikan masukan seperti kesuburan tanah dan pembuatan teras untuk lahan yang berlereng.

Klasifikasi kesesuaian lahan potensial adalah klasifikasi kesesuaian lahan yang menyatakan keadaan kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah usaha-usaha perbaikan dilakukan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang akan dilaksanakan. Kesesuaian lahan potensial merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberi masukan sesuai dengan tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga produktivitas dari suatu lahan serta produksi per satuan luasnya.

13 Tabel 1 Kualitas/karakteristik lahan untuk klasifikasi kesesuaian lahan tanaman

pisang Kriteria Klasifikasi CSR/FAO (1983) Kriteria Klasifikasi Sys et al. (1993) Kriteria Klasifikasi LREP II (1994) Kriteria Klasifikasi Djaenudin et al. (2003)

Ketersediaan Air Kebasahan Ketersediaan Air Ketersediaan Air

- Bulan kering - Kebanjiran - Bulan kering - Curah hujan tahunan - Curah hujan tahunan - Drainase - Curah hujan tahunan - Lamanya masa kering

- LGP (length of growing

period) - Kelembaban Ketersediaan oksigen - Drainase tanah

Kondisi Perakaran Fisik Tanah Media Perakaran Media Perakaran

- Kelas drainase tanah - Tekstur/ Struktur - Drainase tanah - Tekstur tanah - Tekstur tanah - Fragmen Kasar - Tekstur tanah - Bahan Kasar - Kedalaman efektif - Kedalaman Tanah - Kedalaman efektif - Kedalaman tanah

- CaCO3 (%) - Kematangan gambut - Gambut: - Gypsum (%) - Ketebalan gambut Ketebalan

+ dengan sisipan/ pengkayaan Kematangan gambut

Retensi Hara Kesuburan Tanah Retensi Hara Retensi Hara

- KTK tanah - KTK liat - KTK tanah - KTK liat - pH tanah - Kejenuhan Basa - pH tanah - Kejenuhan Basa

- Jumlah Kation Basa - C-organik - pH H2O

Ketersediaan Hara - pH H2O Ketersediaan Hara - C-organik

- N-total - C-organik - N-total - P2O5 tersedia - P2O5 tersedia - K2O tersedia - K2O tersedia

Toksisitas Salinitas dan Alkalinitas Kegaraman Toksisitas

- Salinitas - Konduktivitas (EC) - Salinitas - Salinitas - ESP Toksisitas Sodisitas

- Kejenuhan alumunium - Alkalinitas/ ESP - Kedalaman Sulfidik Bahaya Sulfidik

- Kedalaman Sulfidik

Topografi Topografi Tingkat Bahaya Erosi Bahaya erosi

- Kemiringan lahan - Kemiringan lereng - Lereng - Batu dipermukaan Bahaya Banjir - Bahaya Erosi

- Singkapan batuan Bahaya Banjir

Kemudahan Pengolahan - Genangan Karakteristik Iklim Potensi Mekanisasi Penyiapan Lahan - Curah hujan tahunan - Kemiringan lahan - Batu di permukaan - Lama bulan kering - Batu di permukaan - Singkapan batuan - Rata-rata suhu udara

tahunan - Singkapan batuan

Suhu udara - Rata-rata suhu udara minimum bulan terdingin Suhu udara Suhu udara - Rata-rata tahunan - Suhu udara minimum

absolut bulan terdingin - Rata-rata tahunan - Ketinggian tempat dpl

Usaha perbaikan yang dapat dilakukan harus mengacu pada karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Karakteristik lahan dapat dibedakan atas karakteristik lahan yang dapat diperbaiki dan tidak dapat

diperbaiki. Karakteritik lahan yang dapat diperbaiki sangat bervariasi dalam hal masukan, tergantung pada tingkat pengelolaan yang akan diterapkan. Kelas kesesuaian lahan mempunyai faktor pembatas dapat diperbaiki, setelah diberikan perbaikan akan meningkat kelas kesesuaian lahannya, sesuai dengan tingkat asumsi perbaikan yang digunakan. Sebaliknya kelas kesesuaian lahan dengan faktor pembatas permanen tidak berubah kelas kesesuaian lahannya.

Analisis Kelayakan Finansial

Budidaya tanaman pisang Cavendish secara intensif merupakan suatu proyek pertanian. Proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang kompleks karena menggunakan sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat (Gittinger 1996). Terbatasnya sumberdaya yang ada mengakibatkan timbulnya seleksi terhadap proyek-proyek yang layak untuk dilaksanakan. Analisis proyek adalah suatu cara untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi pada proyek, menghindari pemborosan sumberdaya, dan mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga dapat dipilih alternatif proyek yang paling menguntungkan (Kadariah et al. 1999).

Menurut Gittinger (1996) analisis proyek menyediakan informasi mengenai adanya investasi yang potensial dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan tujuan-tujuan nasional sehingga penggunaan sumberdaya dapat menciptakan pendapatan. Analisis finansial merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis proyek. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat

(benefit) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama

umur proyek (Gittinger 1996).

Dalam analisis finansial yang diperhatikan adalah hasil untuk modal saham yang ditanam dalam proyek, yaitu hasil yang harus diterima oleh para petani, pengusaha, perusahaan swasta, suatu badan pemerintah, atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial sering juga disebut private return (Kadariah et al. 1999). Kriteria analisis finansial terdiri dari dua bagian yaitu undiscounted criterion dan discounted criterion.

Kriteria analisis finansial yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode discounted criterion. Kriteria ini mengkonversi nilai uang yang akan

15 diperoleh dikemudian hari dengan nilainya sekarang. Kriteria ini memasukkan pengaruh waktu terhadap nilai uang. Tingkat suku bunga yang digunakan untuk mendiskonto manfaat dan biaya-biaya haruslah mencerminkan opportunity cost

of capital, yaitu tingkat pengembalian (rate of return) investasi alternatif proyek

lainnya (Kadariah et al. 1999).

Ukuran kemanfaatan proyek budidaya tanaman pisang Cavendish yang dikelola secara intensif pada penelitian ini adalah net present value (NPV), net

benefit cost ratio (net BCR), dan internal rate of return (IRR). NPV merupakan

nilai sekarang dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Suatu proyek dikatakan layak bila NPV lebih besar dari nol dan semakin besar NPV semakin layak proyek tersebut untuk dilaksanakan. Sebaliknya apabila NPV kurang dari nol, proyek tersebut tidak layak diusahakan karena kegiatan usaha tersebut tidak menguntungkan (Indriani 1993; Rangkuti 2000).

Net BCR merupakan angka perbandingan antara jumlah present value

yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Kriteria

net BCR digunakan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diterima dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dan mempunyai modal lagi bagi kelanjutannya. Proyek dinyatakan layak apabila net BCR lebih besar dari satu. Apabila net BCR lebih kecil dari satu maka proyek tersebut tidak layak diusahakan.

IRR merupakan tingkat diskonto pada saat NPV sama dengan nol. Nilai IRR menunjukkan tingkat keuntungan suatu proyek setiap tahunnya, dan menunjukkan kemampuan proyek untuk mengembalikan bunga pinjaman. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tersebut layak untuk diusahakan dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang berlaku maka proyek tidak layak untuk diusahakan (Rangkuti 2000; Sutojo 2000).

Dokumen terkait