BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
B. Bioakumulasi Deltametrin dalam Ikan Nila
2. Penetapan kadar deltametrin dalam ikan nila
Ikan nila yang diambil selama proses pengambilan sampel kemudian
ditimbang dan dibunuh kemudian dimasukkan ke dalam gelas bekker. Setelah itu
sampel ikan nila dihaluskan dan direndam menggunakan aseton + heksan untuk
menarik lemak agar keluar dari ikan nila. Penambahan Na2SO4 anhidrat adalah
untuk menarik air yang terkandung dalam sampel ikan nila agar tidak mengganggu
proses ekstraksi. Penggunaan aseton + heksan untuk menarik lemak dan
deltametrin. Kemudian sampel ikan nila diekstraksi lagi menggunakan
diklorometan untuk menarik deltametrin yang masih tertinggal di dalam sampel
tersebut. Penambahan NaCl bertujuan untuk mengurangi afinitas aseton terhadap
air, sehingga aseton dapat terpisah dari air dan bergabung dengan n-heksan dan
diklorometan. Hal ini perlu dilakukan karena diklorometan memiliki kelarutan yang
tinggi di dalam aseton, sehingga bila masih ada aseton yang terikat bersama air,
maka ada deltametrin yang tidak ikut terekstraksi. Tahap selanjutnya adalah
penyaringan melewati natrium sulfat anhidrat yang berguna untuk menghilangkan
pelarut n-heksan : aseton : diklorometan. Kandungan air harus dihilangkan karena
dapat mengganggu proses clean-up, dimana jika terdapat air, maka fase diam
karbon yang digunakan menjadi tidak aktif dan tidak dapat menjerap deltametrin.
Pembilasan bertujuan untuk mengeluarkan lemak maupun deltametrin maupun
lemak yang masih tertinggal di dalam corong. Filtrat yang didapat kemudian
diuapkan menggunakan bantuan gas nitrogen karena gas nitrogen bersifat inert.
Residu lemak yang diperoleh kemudian ditimbang sehingga diketahui berapa gram
lemak yang terkandung dalam tiap ikan nila.
Tahap selanjutnya adalah clean up. Tujuan clean up adalah untuk
mengurangi senyawa-senyawa selain analit yang ikut terekstraksi (ko-ekstraktan)
karena ko-ekstraktan dapat mengganggu proses determinasi analit, dalam hal ini
adalah deltametrin. Kolom kaca diisi glasswool untuk menahan fase diam, kolom
dialiri aseton untuk membersihkan dari pengotor yang bersifat polar maupun non
polar agar ketika digunakan sudah dalam keadaan bersih. Fase diam karbon dapat
menjerap deltametrin karena karbon cocok digunakan untuk menjerap senyawa non
polar selain itu karbon memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi yang kuat
sehingga dapat menahan senyawa agar tidak ikut terelusi keluar. Residu lemak
dilarutkan dalam sedikit petroleum eter karena residu lemak dapat larut dalam
petroleum eter. Petroleum eter digunakan sebagai fase gerak pertama untuk
mengelusi ko-ekstraktan termasuk lemak ikan nila sehingga saat deltametrin dielusi
keluar tidak banyak ko-ekstraktan yang mengganggu. Lemak harus dibersihkan
karena bila saat sampel disuntikkan ke dalam GC dan masih terdapat lemak ikan
dapat terikat dengan baik di fase diam. Digunakan aseton untuk mengelusi
deltametrin keluar dari kolom karena deltametrin memiliki kelarutan yang tinggi di
dalam aseton. Aseton kemudian diuapkan dengan bantuan gas nitrogen.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada hari ke-0, 1, 2, dan 3 tidak terdapat
deltametrin dalam ikan nila yang dianalisis baik pada Decis® konsentrasi 1 (0,17
µg/L) maupun pada Decis® konsentrasi 2 (0,34 µg/L). Akumulasi deltametrin mulai
terlihat pada hari ke-5, 7, dan 14 untuk kedua konsentrasi seperti yang terlihat pada
Gambar 20. Dari hasil tersebut terlihat bahwa terjadi akumulasi deltametrin dalam
ikan nila, karena dari hari ke-5, 7, dan 14 terjadi peningkatan jumlah deltametrin
dalam ikan nila yang dianalisis.
Gambar 20. Kurva bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila
Untuk mengetahui laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila, maka
diplotkan antara ln konsentrasi deltametrin vs hari. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut. -1 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 C d e lta m e tri n n g/g i ka n Hari Konsentrasi 1 Konsentrasi 2 Kontrol
Gambar 21. Kurva laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila konsentrasi 0,17 µg/L
Gambar 22. Kurva laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila konsentrasi 0,34 µg/L
Dari hasil di atas didapatkan laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila
berturut-turut adalah 0,07 dan 0,15 ng/hari untuk konsentrasi 0,17 µg/L dan 0,34
µg/L. Karena kurva ln rata-rata kadar deltametrin vs hari terdiri dari 2 fase, maka
y = 0,073x - 0,505 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 0 2 4 6 8 10 12 14 16 ln rat a -rat a kad ar d e ltamet ri n ( n g /g i kan ) Hari y = 0,147x - 0,173 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 ln rat a -rat a kad ar d e ltame tr in ( n g /g i kan ) Hari
yang digunakan untuk menentukan laju bioakumulasi adalah fase kedua yang
dimulai dari hari ke-3, 5, 7, dan 14.
Insang memegang peranan penting dalam proses uptake suatu senyawa
yang larut dalam air karena sebagian besar proses uptake yang dilakukan oleh ikan
terjadi melalui insang. Pada insang terdapat banyak pembuluh darah yang sangat
halus dan dialiri darah terus menerus sehingga memungkinkan proses uptake
senyawa melalui insang sangat efektif. Karakteristik ini sangat berguna dalam
proses pernafasan ikan maupun proses osmoregulasi serta kesetimbangan asam-
basa pada ikan (Evans et al.,2005).
Pada proses pernafasan ikan, oksigen yang larut dalam air akan difiltrasi
oleh insang dan masuk ke aliran darah dengan menembus suatu membran biologis.
Demikian juga deltametrin yang larut dalam air akan di uptake oleh isang sehingga
teradsorbsi pada insang serta mampu menembus membrane biologis sehingga
senyawa tersebut dapat masuk ke dalam aliran darah ikan dan terdistribusi dalam
tubuh ikan tersebut.
Selanjutnya, deltametrin yang telah berada dalam insang akan mengalami
difusi pasif menembus membran biologis yang membatasi insang dengan pembuluh
darah dalam insang sehingga masuk ke dalam aliran darah dan mengalami distribusi
lebih lanjut dalam tubuh ikan. Kemampuan suatu senyawa menembus membran
biologis dipengaruhi oleh nilai Kow, dimana semakin besar nilai Kow maka akan
semakin mudah menembus membran tersebut (Hodgson, 2004).
Deltametrin memiliki nilai log Kow 4,6 sedangkan lemak ikan nila
like deltametrin dapat terakumulasi dalam lemak ikan nila. Lemak merupakan
tempat akumulasi senyawa kimia organik, setelah senyawa tersebut masuk ke
dalam organisme. Besarnya akumulasi suatu senyawa organik dalam lemak
umumnya tergantung pada nilai Kow dan jumlah lemak dalam organisme tersebut
(Leeuwen dan Hermens, 1995).
Bioakumulasi didefiniskan sebagai proses akumulasi senyawa secara
langsung dari lingkungan abiotik (contohnya air, udara, tanah) dan dari sumber
makanan pada organisme. Tempat uptake senyawa yang utama adalah membrane
paru, insang, dan saluran cerna (Hodgson, 2004).
Kecepatan suatu senyawa dapat terakumulasi dari lingkungan ke dalam
organisme akuatik tergantung pada kandungan lemak organisme tersebut, dimana
lemak adalah tempat penyimpanan utama senyawa tersebut (Hodgson, 2004).
Menurut Muchiri (2006) kandungan lemak pada ikan nila berkisar antara
1,5-3% tergantung pada makanan yang dikonsumsi. Rata-rata berat ikan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 1,46 gram dengan berat lemak rata-rata yang
diperoleh adalah 0,0315 gram sehingga % lemak pada ikan nila yang diperoleh
adalah 2,15%.
Menurut Organization for Economic Co-operation and Development
(2002) senyawa yang memiliki nilai log Kow lebih besar dari 3 mempunyai
kemungkinan terjadinya akumulasi. Deltametrin memiliki nilai log Kow sebesar 4,6.
Dari hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi akumulasi
deltametrin dalam ikan nila. Laju bioakumulasi deltametrin dalam ikan nila pada