• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

B. Variabel Penelitian

2. Preparasi Sampel Ikan Nila

a. Ekstraksi deltametrin dalam ikan nila. Berdasarkan Noegrohati

(1991) ekstraksi multi residu dalam jaringan lemak ikan dimaserasi dengan heksan

: aseton (1:1) dan didiamkan selama 1 malam agar lemak ikan dan deltametrin dapat

keluar dari jaringan ikan.

b. Optimasi jenis fase diam dan fase gerak untuk clean-up. Optimasi

clean-up yang dilakukan meliputi optimasi fase diam dan optimasi volume fase

Pemilihan fase diam dan fase gerak dilakukan untuk mendapatkan sistem

yang dapat memisahkan deltametrin dengan ko-ekstraktan dengan baik. Ko-

ekstraktan adalah senyawa-senyawa selain analit yang ikut terekstraksi selama

proses ekstraksi. Ko-esktraktan perlu dipisahkan karena dapat mengganggu pada

saat determinasi analit.

b.1. Optimasi fase diam untuk clean-up ekstrak ikan nila.

Fase diam yang digunakan dalam optimasi pada penelitian ini adalah

alumina dan karbon. Menurut Anonim (1997), untuk clean up deltametrin

menggunakan fase diam alumina. Fase gerak yang digunakan adalah heksan,

petroleum eter, diklorometan, etil asetat, dan aseton. Sebelum digunakan, alumina

diaktifkan terlebih dengan memanaskannya di dalam oven selama 2 jam dengan

suhu 100°C. Saat menggunakan fase gerak heksan dan petroleum eter, baik lemak

ikan nila maupun deltametrin kemungkinan terikat dalam alumina hal ini ditandai

dengan eluen yang jernih dan pada alumina masih terlihat warna kekuningan dari

lemak ikan nila. Saat mengunakan fase gerak diklorometan, etil asetat, dan aseton

lemak ikan nila ikut terelusi dan kemungkinan terelusi bersama dengan deltametrin.

Hal ini menunjukkan bahwa alumina tidak dapat digunakan untuk proses clean up

karena alumina tidak dapat memisahkan matriks lemak ikan nila dengan

deltametrin karena lemak ikan nila dan deltametrin memiliki sifat yang mirip. Oleh

karena itu perlu menggunakan fase diam lain yang dapat memisahkan lemak ikan

nila dan deltametrin dengan baik.

Fase diam kedua yang digunakan adalah karbon. Karbon dapat digunakan

senyawa-senyawa non polar dan deltametrin bersifat non polar sehingga karbon

dapat menjerap deltametrin dan tidak ikut terelusi pada saat mengelusi lemak ikan

nila menggunakan petroleum eter. Pada penelitian ini digunakan 2 macam karbon,

yaitu karbon yang diaktifkan dan karbon yang tidak diaktifkan.

Sebelum digunakan, karbon diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam

oven pada suhu 100°C selama 2 jam. Karbon harus diaktifkan terlebih dahulu

karena jika karbon terkena lembab maka dapat mengurangi kemampuannya untuk

menjerap analit. Oleh karena itu perlu adanya perbandingan kemampuan

memisahkan lemak dengan deltametrin pada karbon yang diaktifkan terhadap

karbon yang tidak diaktifkan. Fase diam yang digunakan adalah karbon:natrium

sulfat anhidrat. Dielusi bertahap dengan menggunakan petroleum eter sebagai fase

gerak pertama, aseton sebagai fase gerak kedua. Standar deltametrin langsung

dimasukkan ke dalam kolom, tanpa matriks lemak ikan nila karena ingin melihat

perbedaan antara karbon yang tidak diaktifkan dengan karbon yang telah diaktifkan.

Jumlah standar deltametrin yang dimasukkan ke dalam kolom adalah 257,5 ng

Gambar 16. Perbandingan hasil recovery deltametrin menggunakan karbon aktif (250 mg) dan karbon nonaktif (250 mg)

Dari hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16. dapat dilihat bahwa baik

pada karbon yang diaktifkan maupun karbon yang tidak diaktifkan pada fraksi

petroleum eter 15 mL tidak terdapat puncak deltametrin, artinya deltametrin tetap

terjerap pada karbon. Petroleum eter digunakan untuk mengelusi lemak ikan nila

terlihat dari petroleum eter yang berwarna agak kekuningan dan ko-ekstraktan yang

dapat mengganggu determinasi deltametrin.

Pada saat menggunakan karbon yang telah diaktifkan, pada fraksi aseton

pertama, kedua, dan ketiga tidak terdapat puncak deltametrin, dan puncak

deltametrin baru terlihat pada fraksi aseton keempat, tetapi puncak yang terlihat

sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa menggunakan 45 mL aseton masih

banyak deltametrin yang terjerap pada karbon yang telah diaktifkan. Oleh karena

itu, untuk mengelusi deltametrin dari fase diam dibutuhkan volume aseton yang

lebih banyak lagi.

0 % 0 % 0 % 0 % 0 % 100 % 0 % 0 % 5,11 % 9,31 % 6,09 % Baku deltametrin p.e 15 mL aseton 15 mL aseton + 10 mL aseton + 10 mL aseton + 10 mL Karbon aktif Baku deltametrin Karbon

Pada saat menggunakan karbon yang tidak diaktifkan, puncak deltametrin

tidak muncul pada fraksi aseton I, tetapi muncul pada fraksi aseton II, III, dan IV

seperti yang terlihat pada Gambar 16. Rasio AUC deltametrin/DCB pada fraksi

aseton kedua adalah 0,12, rasio AUC deltametrin/DCB pada fraksi aseton ketiga

adalah 0,21, dan rasio AUC deltametrin/DCB pada fraksi aseton keempat adalah

0,14. Sedangkan rasio AUC deltametrin/DCB standar deltametrin adalah 2,27.

Apabila hasil recovery dari fraksi aseton II, III, dan IV dibandingkan dengan

standar, diperoleh nilai recovery sebesar 20,51 % yang menunjukkan bahwa masih

ada deltametrin yang terjerap pada fase diam karbon yang tidak diaktifkan. Oleh

karena itu, untuk mengelusi deltametrin yang masih terjerap pada karbon yang tidak

diaktifkan volume aseton harus ditambah atau jumlah karbon yang digunakan

dikurangi. Karena penggunaan volume elusi dalam jumlah yang besar kurang

efisien, maka kapasitas fase diam perlu dikurangi dengan mengurangi berat fase

diam yang digunakan agar volume elusi yang dibutuhkan lebih sedikit.

b.2. Optimasi fase gerak untuk clean-up ekstrak ikan nila.

Optimasi dilanjutkan menggunkan fase diam yang lebih sedikit, yaitu:

karbon aktif : natrium sulfat anhidrat. Kolom dielusi bertahap dengan menggunakan

petroleum eter untuk mengelusi lemak ikan nila dan aseton sebagai fase gerak

kedua. Pada tahap ini dilakukan adisi, yaitu adisi baku deltametrin sebelum proses

clean-up, dan adisi baku deltametrin sebelum proses ekstraksi. Untuk mengetahui

efisiensi clean-up dilakukan dengan memasukkan standar deltametrin langsung ke

ekstraksi dan clean up yang dilakukan sudah baik atau belum. Jumlah adisi baku

deltametrin adalah 257,5 ng.

Gambar 17. Hasil recovery adisi baku deltametrin 257,5 ng sebelum clean-up dan sebelum ekstraksi menggunakan fase diam karbon : natrium sulfat 0,4 g

Hasil yang diperoleh ditunjukkan oleh Gambar 17. menunjukkan bahwa

baik pada adisi sebelum clean-up maupun adisi sebelum ekstraksi % recovery yang

didapatkan berturut-turut adalah 117,70 dan 110,29. Tetapi efisiensi ekstraksi tidak

dapat ditetapkan karena perbedaan recovery adisi sebelum clean-up dan sebelum

ekstraksi tidak dapat dibedakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa proses ekstraksi

dan clean-up yang dilakukan sudah cukup baik.

Pada fraksi aseton kedua (10 mL) tidak terdapat puncak deltametrin baik

pada adisi sebelum ekstraksi maupun adisi sebelum clean up sehingga dapat

disimpulkan bahwa fase gerak aseton yang digunakan cukup 15 mL.

Untuk mengetahui apakah proses ekstraksi dan clean-up yang dilakukan

sudah cukup baik, maka dilakukan perbandingan kromatogram standar baku

100 % 22,86 % 117,20 % 0 % 110,29 % 0 %

aseton 15 mL aseton + 10 mL aseton 15 mL aseton + 10 mL

Baku deltametrin

deltametrin dan kromatogram deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah

melalui proses ekstraksi dan clean-up.

(1)

(2)

Gambar 18. Perbandingan kromatogram (1) = standar baku deltametrin, (2) = deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah melalui

proses ekstraksi dan clean-up

Pada kromatogram yang ditunjukkan oleh Gambar 18 (1) dan (2). dapat

dilihat bahwa kromatogram deltametrin dalam matriks ikan nila yang telah melalui Deltametrin DCB

Deltametrin DCB

proses ekstraksi dan clean-up menghasilkan banyak puncak, tetapi puncak-puncak

tersebut tidak mengganggu puncak standar internal DCB dan puncak deltametrin

artinya proses clean-up yang dilakukan sudah cukup baik sehingga dapat

menghilangkan lemak ikan nila yang dapat mengganggu determinasi.

Dokumen terkait