• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kualitas dengan Metode Pembobotan

Menurut Yokotsuka dan Sasaki (1985) di dalam Wood (1994), JAS (Japan Agricultural Standard) untuk shoyu pertama kali menentukan kualitas shoyu berdasarkan total nitrogen, yaitu 1% untuk koikuchi dan 0.8% untuk usukuchi. Kemudian JAS membedakan shoyu menjadi 3 tingkat, yaitu Spesial, Upper dan

Koji Larutan Garam 22±2%

Fermentasi Moromi

28 Standar. Standar kimia yang ditetapkan untuk ketiga tingkat shoyu

adalah :

a. Total Nitrogen

≥ 1,5 g/100 ml (spesial) ; 1,35 (Upper) dan 1,2 (standar) b. Alkohol

≥ 0,8 ml/100 ml hanya untuk special grade

c. Intensitas Warna

Lebih besar dari No.18 standar shoyu.

Penentuan kualitas filtrat moromi yang baik ditentukan dengan metode skoring atau pembobotan. Metode ini dilakukan berdasarkan parameter penentu kualitas filtrat. Parameter penentu kualitas filtrat yang digunakan terdiri dari hasil analisis total nitrogen dan penilaian organoleptik.

Setiap parameter diberi skor, yaitu : 1 = Tidak memenuhi 2 = Memenuhi

Berdasarkan hasil analisis Kikkoman Corporation, kualitas kecap Jepang (shoyu) lebih baik dibandingkan kecap Indonesia terutama dalam hal kandungan protein (nitrogen). Berdasarkan referensi Perusahaan Kecap “X”, parameter pertama (Total Nitrogen) diberikan

skor2 atau memenuhi bila hasil analisis ≥ 1 g/100 ml (1%).

Parameter kedua merupakan hasil penilaian organoleptik yang dilakukan oleh satu orang panelis ahli dan sangat terlatih. Berdasarkan referensi Perusahaan Kecap “X”, penilaian organoleptik dapat dideskripsikan atau dilambangkan dengan skor sebagai berikut : 7. = Aroma kedelai lebih dominan, warna coklat muda

8. = Aroma khas dan agak asam, warna coklat, rasa asin lebih dominan

9. = Aroma khas, warna coklat, rasa gurih mulai muncul 10.= Aroma tajam dan khas, warna coklat tua, rasa gurih

29 Berdasarkan ketetapan skor kualitas filtrat tersebut filtrat moromi dengan hasil penilaian organoleptik ≥ 6 adalah memenuhi atau diberi

skor 2. Skor dari kedua parameter penentu kualitas filtrat dijumlahkan. Sampel yang memiliki total skor maksimal atau sama dengan empat (4), maka ditetapkan sebagai filtrat dengan kualitas yang baik.

30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecap secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu kecap manis dan kecap asin. Kedua jenis kecap tersebut menggunakan bahan baku yang sama, yaitu filtrat moromi. Proses pembuatan bahan baku kecap (filtrat moromi) secara fermentasi kedelai terdiri dari beberapa tahap, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Filtrat Moromi (Sumber : Perusahaan Kecap ”X”, 2008)

Kedelai

Pencucian

Pemasakan

Fermentasi Koji

Koji Modern Koji Tradisional

Pengeringan Fermentasi Moromi Ekstraksi Filtrat Larutan Garam 22±2% Starter Air Mengalir Ampas

31 Berdasarkan gambar diagram alir di atas, proses pembuatan filtrat moromi diawali dengan perendaman dan pencucian kedelai hitam. Kedelai hitam yang telah disortir dan direndam selama beberapa menit kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir. Perendaman sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama karena dapat menurunkan kandungan nitrogen dalam kedelai. Beberapa tahun yang lalu, metode pencucian dengan cara merendam kedelai dalam air selama kurang lebih 12 jam ternyata dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Maka dari itu, metode pencucian dengan menggunakan air mengalir dipilih sebagai alternatif pencegahan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk saat pencucian.

Kedelai yang telah dicuci kemudian dimasak selama kurang lebih 1 jam. Metode pemasakan yang dilakukan dengan menggunakan NK cooker dimana suhu yang digunakan sebesar 121ºC dan tekanan sebesar 2 bar. Metode NK atau North Korea ini telah ditemukan oleh Tateno dan Umeda puluhan tahun silam. Selain untuk memperlunak tekstur kedelai, pemasakan kedelai ini juga bertujuan untuk meningkatkan volume kedelai sekaligus meningkatkan luas permukaan kedelai sehingga kapang (starter) yang ditambahkan pada fermentasi koji semakin banyak. Peningkatan pertumbuhan kapang inilah yang akan mempengaruhi kualitas koji.

Proses pendinginan perlu dilakukan setelah kedelai dimasak. Hal ini bertujuan untuk menurunkan suhu kedelai sehingga kapang dapat tumbuh saat dicampurkan dengan kedelai. Toleransi suhu kedelai yang dapat diterima saat penambahan starter (kapang) berkisar antara 35-40ºC. Starter yang digunakan merupakan kultur campuran (mixed cultures) yang terdiri dari tiga jenis kapang dan yang paling dominan adalah Aspergillus sojae. Jumlah starter yang ditambahkan pada kedelai adalah 0,2-0,3% dari total kedelai yang digunakan (1200 kg). Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37°C.

Proses fermentasi koji terdiri dari dua cara, yaitu koji modern dan koji tradisional. Perbedaan antara kedua proses pembuatan koji ini adalah waktu fermentasi dan peralatan yang digunakan. Waktu fermentasi koji modern (dua

32 hari) lebih cepat daripada koji tradisional (empat hari). Kedua jenis koji ini (koji modern dan koji tradisional) kemudian dicampur dengan komposisi masing-masing 50% pada tahapan fermentasi moromi.

Peralatan yang digunakan pada koji tradisional sangat sederhana, yaitu rak dan tampah dengan kondisi fermentasi tergantung pada kondisi lingkungan, sedangkan koji modern menggunakan bioreaktor besar atau disebut dengan

kojiroom dimana kondisi fermentasi disesuaikan, yaitu suhu berkisar pada 28-32°C, RH berkisar pada 90-98% dan ketersediaan oksigen sebesar 22%.

Koji yang telah dipanen kemudian dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering atau koji drier. Koji drier terdiri dari rak-rak dengan suhu yang berbeda-beda berkisar antara 50-60°C tergantung dengan lokasi sumber panas untuk mencapai kadar air sebesar 13%. Proses pengeringan dilakukan selama kurang lebih 3 jam setiap batch dengan sistem kontinyu. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk mempermudah proses ekstraksi, karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat.

Koji yang telah dikeringkan (dried koji) kemudian dimasukkan ke dalam tangki besar dan dicampur dengan larutan garam dengan konsentrasi 22±2%. Setiap tangki fermentasi berisi 4 batch koji atau sebesar 1200 kg kemudian ditambahkan dengan larutan garam hingga volumenya mencapai 20000 ℓ. Proses inilah yang disebut dengan fermentasi moromi. Fermentasi ini dilakukan selama minimal enam bulan dengan beberapa perlakuan selama proses fermentasi berlangsung, diantaranya agitasi (pengadukan) dan penambahan larutan garam pada waktu-waktu tertentu dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada awal penambahan larutan garam untuk mencegah konsentrasi garam yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran inaktif.

Moromi yang telah mengalami proses pematangan (maturation) kemudian diekstraksi dengan menggunakan vibrosiever untuk dipisahkan antara filtrat dan ampas kedelainya. Ampas kedelai merupakan produk samping dari moromi yang umumnya digunakan sebagai pakan ternak dan filtrat merupakan produk utama yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap.

33 Setiap tahapan proses memiliki fungsinya masing-masing dan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas filtrat moromi. Adapun hal-hal yang mempengaruhi kualitas filtrat adalah sebagai berikut :

A. Bahan Baku dan Persiapan

Dokumen terkait