• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Bahan Baku dan Persiapan 1.Kedelai Hitam

1. Total Padatan Terlarut dan Kadar NaCl

Analisis total padatan terlarut dilakukan untuk mengamati padatan terlarut yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi moromi akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang larut dalam filtrat, sehingga analisis total padatan terlarut ini perlu dilakukan. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan hidrometer.

Analisis kadar NaCl juga perlu dilakukan untuk mengontrol kandungan garam pada filtrat selama fermentasi moromi. Kandungan garam yang terlalu rendah dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri-bakteri pembusuk karena disfungsi larutan garam sebagai selektor mikroba. Namun konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian mikroorganisme yang seharusnya hidup selama fermentasi moromi. Berikut ini adalah Grafik hasil analisis kandungan garam (NaCl) dan TSS (total soluble solid) selama fermentasi disajikan pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Pengaruh Lama Fermentasi Moromi terhadap Hasil Analisis Total Padatan terlarut dan Kadar NaCl

22.0 22.5 23.0 23.5 24.0 24.5 25.0 25.5 26.0 26.5 27.0 22.5 23.0 23.5 24.0 24.5 25.0 25.5 26.0 26.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 % G aram % T ot al P adatan T er larut

42 Pada umumnya, fermentasi moromi yang baik dilakukan dengan kisaran suhu 30-35˚C atau di bawah sinar matahari. Dengan kisaran suhu tersebut air dalam larutan garam akan menguap seiring dengan lama fermentasi sehingga kadar garam cenderung meningkat dari waktu ke waktu karena garam tidak mengalami penguapan. Namun, konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat merusak proses fermentasi. Untuk menghindari hal tersebut, pengenceran melalui penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi perlu dilakukan.

Berdasarkan grafik analisis total padatan terlarut dan kadar NaCl di atas, konsentrasi garam mengalami fluktuasi. Salah satu faktor yang menyebabkan konsentrasi garam mengalami fluktuasi adalah penambahan larutan garam dengan konsentrasi lebih rendah pada waktu tertentu, yaitu 15 hari, 2, 5 dan 7 bulan. Selain itu, lama fermentasi juga mempengaruhi padatan terlarut yang dihasilkan.

Konsentrasi garam pada awal fermentasi sebesar 22±2%. Pada sampel berumur 0 bulan, hasil analisis total padatan terlarut menunjukkan sebesar 24,6%, sedangkan hasil analisis kadar NaCl sebesar 25,9%. Ketika penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah saat moromi berumur 15 hari maka kadar NaCl cenderung mengalami penurunan dan kemudian akan meningkat kembali pada waktu berikutnya saat air pada moromi mengalami penyusutan sedangkan garam tidak.

Hal yang sama juga terjadi pada sampel bulan berikutnya dimana sampel akan mengalami penurunan kadar NaCl ketika ditambahkan dengan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah. Secara umum, total padatan terlarut selama fermentasi akan mengalami peningkatan.

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap keseluruhan sampel setiap bulan, moromi mengalami penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah pada umur 15 hari, 2, 5 dan 7 bulan sehingga penambahan larutan ini memberikan pengaruh terhadap kedua hasil

43 analisis terutama kadar NaCl. Penambahan larutan garam ini cenderung menurunkan kadar NaCl dan mengganggu konsentrasi garam.

2. Keasaman (pH dan Total Asam)

Suasana asam tercipta selama proses fermentasi moromi yang dihasilkan oleh BAL (bakteri asam laktat) dan khamir. Maka dari itu, analisis keasaman yang meliputi analisis pH dan total asam perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan proses fermentasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa selama proses fermentasi moromi terjadi 2 tahapan fermentasi, yaitu fermentasi asam laktat dan fermentasi alkohol. Kedua jenis fermentasi tersebut memberikan pengaruh terhadap nilai pH dan total asam.

Nilai pH pada tahap fermentasi koji berkisar pada fase netral dan basa. Namun, sampel akan mengalami penurunan nilai pH dan peningkatan total asam selama fermentasi moromi. Berikut ini adalah gambar grafik pengaruh lama fermentasi terhadap hasil analisis pH dan total asam yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Hasil Analisis pH dan Total Asam

44 Pola yang digambarkan dari grafik di atas, tidak menunjukkan adanya perubahan penurunan nilai pH dari waktu ke waktu. Salah satu faktor utama perubahan pH yang dinamis ini disebabkan oleh penambahan larutan garam dengan konsentrasi yang lebih rendah. NaCl memiliki sifat netral dan bila ditambahkan ke dalam larutan yang memiliki kondisi asam maka cenderung akan menaikkan nilai pH seperti yang terlihat pada Gambar 6.

Berdasarkan hasil analisis, sampel filtrat moromi berumur 0 bulan memiliki pH sebesar 5,5. Pada sampel filtrat moromi yang berumur 1 bulan memiliki nilai pH sebesar 5,6 kemudian nilai pH yang dimiliki oleh sampel berumur 2 bulan jauh lebih rendah dibandingkan dengan sampel pada bulan 0 dan 1, yaitu 5,2. Perbedaan nilai pH juga terjadi pada sampel lainnya. Namun, perubahan nilai pH pada seluruh sampel menunjukkan berlangsungnya proses fermentasi.

Menurut Yong dan Wood (1972) di dalam Steinkraus (1983), pada awal proses, pH berkisar antara 6 sampai 7. Setelah beberapa hari nilai pH akan turun menjadi 5,0 sampai 4,5 sehingga dapat lebih memudahkan pertumbuhan khamir.

Menurut Syaripuddin (1995), terjadinya penurunan pH mencapai dibawah 5,5 memberikan isyarat yang tepat untuk pengalihan (switching) fermentasi dari fermentasi asam laktat ke fermentasi alkohol oleh khamir. Berdasarkan grafik hasil analisis di atas, fermentasi alkohol diduga terjadi pada sampel berumur 4 bulan. Karena pada umur tersebut, nilai pH mencapai kurang dari 5,5.

Selama fermentasi moromi, mikroba yang paling berperan adalah

Tetragenococcus halophila dan fermentasi asam laktat adalah bakteri halofilik dan khamir Zygosaccharomyces rouxii (Roling, 1995). Pada tahap ini tumbuh bakteri yang mampu memproduksi asam organik terutama asam laktat, suksinat dan fosfat. Asam-asam ini akan menurunkan pH larutan garam menjadi 4,8-5,0. Selain itu khamir aktif dan merombak gula pereduksi menjadi senyawa penting dalam pembentukan flavor (Roling, 1995).

45 Adapun analisis yang dapat dilakukan untuk melihat besarnya perombakan oleh bakteri asam laktat dan khamir selama fermentasi moromi yang menghasilkan senyawa asam ini adalah analisis total asam yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Perubahan total asam dipengaruhi oleh perubahan nilai pH. Semakin kecil nilai pH maka nilai total asam akan semakin besar. Proses mikrobiologis dan biokimiawi yang terjadi selama proses fermentasi moromi menghasilkan senyawa-senyawa sederhana, salah satunya adalah senyawa asam. Perubahan nilai total asam ini menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme yang semakin lama akan semakin besar.

Berdasarkan grafik hasil analisis total asam filtrat moromi, nilai total asam pada sampel berumur 0, 1 dan 2 bulan meningkat, yaitu 0,57, 1,30 dan 1,87 g/100 ml. Kemudian hasil analisis total asam pada sampel berumur 3 dan 4 bulan sebesar 1,66 dan 1,67 g/100 ml. Hasil analisis sampel dengan lama fermentasi 5 dan 6 bulan lebih besar dibandingkan dengan sampel berumur 3 dan 4 bulan, yaitu 1,89 dan 1,93 g/100ml.

Secara umum, nilai total asam dari hasil analisis menunjukkan peningkatan seiring dengan waktu fermentasi. Semakin banyak bakteri dan khamir yang hidup dalam moromi dengan kondisi pertumbuhan optimum, maka asam yang dihasilkan akan semakin tinggi.

3. Total N (Nitrogen Formol dan Total N)

Komponen utama yang terkandung di dalam kedelai adalah protein, sehingga protein memiliki peranan utama selama proses fermentasi. Berawal dari fermentasi koji, protein dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti asam amino dan peptida. Protein yang berhasil dipecah dapat dianalisis dengan menggunakan analisis formol nitrogen.

Menurut Judoamidjojo et al.(1989), pada umumnya kualitas produk sejenis kecap dinilai dari kadar protein yang dikandungnya (total nitrogen). Walaupun preferensi konsumen lebih dominan terhadap flavor

kecap, kandungan nitrogen tetap merupakan hal mendasar dalam standar kualitas. Kualitas kecap yang didasarkan atas rasio nitrogen terlarut

46 terhadap nitrogen total dapat menunjukkan tingkat konversi protein yang berhasil dipecah menjadi peptida terlarut dan asam amino.

Menurut Junaidi (1987), formol nitrogen merupakan ukuran jumlah protein yang terpecahkan menjadi senyawa yang lebih sederhana, baik peptida maupun asam amino. Semakin tinggi nilai formol nitrogen maka semakin banyak protein yang terpecahkan.

Menurut Syaripudin (1995), jumlah peptida yang diikat oleh formaldehida akan mempengaruhi nilai pH larutan. Dengan demikian, jumlah peptida yang merupakan hasil perombakan protein dapat ditentukan dengan menghitung perubahan pH akibat penambahan formaldehida. Berdasarkan hal tersebut, analisis formol nitrogen hanya menghitung peptida terlarut, bukan keseluruhan hasil degradasi protease.

Berdasarkan hasil analisis nitrogen formol pada sampel berumur 0 sampai 8 bulan, nitrogen formol berkisar antara 0,12 sampai 0,18% dan hasil analisis total nitrogen berkisar antara 0,3081 g/ 100 ml sampai 1,2607 g/100 ml. Grafik hasil kedua analisis nitrogen ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Hasil Analisis Formol Nitrogen dan Total Nitrogen

0 0.5 1 1.5 2 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 T ot al N ( g/ 100 m l) F orm ol N it roge n (% )

Lama Fermentasi (Bulan)

47 Berdasarkan grafik hasil analisis nitrogen formol di atas, sampel moromi berumur 0 bulan memiliki nilai terendah dibandingkan dengan sampel lainnya, yaitu sebesar 0,12%. Hal ini diduga karena proses fermentasi belum berlangsung sempurna sehingga pemecahan protein masih sedikit. Kemudian sampel berumur 1 bulan memiliki nilai nitrogen formol lebih tinggi, yaitu 0,16%. Nilai tersebut juga dimiliki oleh sampel moromi berumur 2, 3, 4 dan 5 bulan. Kestabilan nilai nitrogen formol ini diduga karena enzim proteolitik telah habis memutus rantai protein menjadi senyawa-senyawa sederhana.

Nilai tertinggi hasil analisis nitrogen formol dimiliki oleh filtrat moromi yang berumur 6 dan 8 bulan. Diduga pada umur tersebut, proses fermentasi telah berlangsung dengan sempurna sehingga protein yang dipecah lebih banyak dari bulan-bulan sebelumnya.

Menurut Syaripudin (1985), rasa gurih dibangkitkan oleh keberadaan senyawa garam glutamat yang cukup pada media fermentasi. Pada fermentasi moromi, pembentukan senyawa glutamat mungkin terjadi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kedua senyawa sederhana pembentuk natrium glutamat didapati pada tahapan moromi. Konstituen pertama yaitu glutamat didapat dalam bentuk asam glutamat sebagai hasil degradasi protein atau peptida-glutamin oleh γ-glutamil transferase (GGT), sedangkan konstituen lainnya, yaitu natrium, didapat dalam bentuk garam klorida (NaCl) sebagai bahan yang ditambahkan untuk membentuk suasana garam pada moromi. Melalui reaksi kimiawi, enzimatis dan perubahan fisik diduga terbentuk senyawa natrium glutamat dalam jumlah yang cukup untuk membangkitkan rasa gurih.

Nitrogen merupakan komponen penting untuk mengamati keberhasilan fermentasi. Menurut beberapa peneliti Jepang, komponen total nitrogen terlarut merupakan faktor penentu kualitas kecap. Waktu proses fermentasi moromi menyebabkan perubahan kandungan nitrogen dalam filtrat.

Berdasarkan grafik hasil analisis total nitrogen di atas, perubahan total nitrogen memiliki trend meningkat. Namun Menurut Yong dan Wood

Dokumen terkait