BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penimbangan Bobot FHEMM daun M. tanarius L
3. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu
yang menunjukkan efek hepatotoksik yang maksimal dari senyawa model karbon
tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB, yang ditandai dengan peningkatan aktivitas
ALT-AST serum tiga hingga empat kali normal. Karbon tetraklorida diinjeksikan
secara intraperitonial pada tikus betina galur Wistar, kemudian dilakukan
pencuplikan darah melalui pembuluh sinus orbitalis mata tikus pada jam 0, 24
dan 48 jam. Data aktivitas ALT dan AST serum tikus pada tiap selang waktu
pencuplikan darah disajikan dalam tabel (tabel II) dan diagram batang (gambar 7).
Tabel II. Nilai purata ± SE aktivitas serum ALT darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam (n=3)
Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ± SE (U/L)
0 66,8 ± 0,8
24 184,0 ± 16,5
48 62,3 ± 15,6
Dari tabel II diatas, terlihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling besar
ditunjukkan pada selang waktu ke-24 jam (184,0 ± 16,5 U/L). dibandingkan
dengan jam ke-0 (66,8 ± 0,8 U/L), aktivitas serum ALT mengalami peningkatan 3
kali. Pada pencuplikan darah jam ke-48 (62,3 ± 15,6 U/L), aktivitas serum ALT
kembali turun dan dibawah nilai normal (pada jam ke-0). Hal ini dapat diperjelas
lagi pada diagram batang Gambar 7.
Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum ALT darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam
Hasil analisis statistik serum ALT menggunakan uji Shapiro Wilk pada
tiap kelompok perlakuan jam ke-0, 24 dan 48 karena sampel yang digunakan
kurang dari 50. Dari hasil uji tersebut, diperoleh hasil signifikan pada jam ke-0, 24
Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki distribusi normal sehingga dapat
dilanjutkan dengan uji pola searah (One Way ANOVA) untuk mengetahui apakah
variansi data tersebut homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh untuk mengetahui
variansi data homogen atau tidak menggunakan uji pola searah memiliki hasil
signifikan 0,092 (p>0,05) yang artinya variansi data yang diperoleh homogen.
Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji Scheffe untuk melihat
kebermaknaan perbedaan antar kelompok.
Hasil uji statistik aktivitas serum ALT menyatakan bahwa terdapat
perbedaan bermakna antara aktivitas serum ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-0
dan 48 (p=0,002), akan tetapi terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara
aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dengan jam ke-48 (p=0,971). Hal ini
menunjukkan bahwa pada jam ke-48, aktivitas serum ALT sudah kembali normal
seperti pada aktivitas serum ALT jam ke-0. Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa
pemberian karbon tetraklorida yang menimbulkan kerusakan hati paling parah
pada jam ke-24. Akan tetapi pada jam ke-48, aktivitas serum ALT sudah kembali
normal karena metabolit karbon tetraklorida sudah mulai diekskresikan sehingga
kerusakan hati yang disebabkan oleh karbon tetraklorida tersebut sudah mulai
terhenti (Amacher, 1998). Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada berbagai
Tabel III. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48
Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BTB
Jam 24 BB BB
Jam 48 BTB BB
Keterangan :
BB = Berbeda Bermakna (p≤0,05) ; BTB = Berbeda Tidak Bermakna (p>0,05)
Pengukuran aktivitas serum AST juga dilakukan bersamaan dengan
pengukuran aktivitas serum ALT pada waktu pencuplikan yang sudah ditentukan
yaitu jam ke-0, 24 dan 48. Tujuan dari pencuplikan ini adalah untuk melihat
waktu ketika karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan hati parah yang ditandai
dengan peningkatan aktivitas serum AST empat kali dari semula. Hasil yang
didapatkan dari pengujian ini dapat dilihat pada Tabel IV dan Gambar 8.
Tabel IV. Nilai purata ± SE aktivitas serum AST darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam (n=3)
Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum AST ± SE (U/L)
0 154,2 ± 2,08
24 669,6 ± 8,37
48 197,7 ± 9,55
Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum AST darah tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam
Dari tabel IV dan gambar 8 menunjukkan bahwa kenaikan serum AST
paling tinggi pada jam ke-24 (669,6 ± 8,37 U/L). Hal ini sama dengan aktivitas
serum ALT, dinyatakan bahwa kerusakan hati paling parah terjadi pada jam
ke-24. Peningkatan aktivitas serum AST pada jam ke-24 meningkat 4-5 kali lipat
(669,6 ± 8,37 U/L) dibandingkan dengan aktivitas serum AST jam ke-0 (154,2 ±
2,08 U/L). Akan tetapi, pada jam ke-48 (197,7 ± 9,55 U/L) terjadi penurunan
aktivitas AST. Serum AST tidak hanya disekresikan oleh sel-sel hati, tapi dapat
dieksresikan oleh beberapa organ-organ vital seperti otot rangka dan otot jantung
Data aktivitas serum AST yang didapat dianalisis menggunakan uji
Shapiro Wilk ternyata diketahui memiliki distribusi normal pada waktu
pencuplikan jam ke-0, 24 dan 48 masing masing yaitu 0,537 (p>0,05) ; 0,053
(p>0,05), dan 0,532 (p>0,05). Oleh karena itu, akan dilanjutkan dengan
menggunakan uji pola searah (One Way ANOVA) untuk mengetahui apakah
variansi data tersebut homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh untuk mengetahui
variansi data homogen atau tidak menggunakan uji pola searah memiliki hasil
signifikan 0,107 (p>0,05) yang artinya variansi data yang diperoleh homogen.
Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji Scheffe untuk melihat
kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil uji statistik aktivitas serum AST
menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas serum AST pada
jam ke-24 dengan jam ke-0 dan 48 (p=0,000), pada jam ke-0 memiliki perbedaan
bermakna dengan jam ke-24 dan 48 yaitu masing-masing 0,000 dan 0,017. Kadar
AST pada jam ke-48 dengan jam ke-0 dan 24 juga memiliki perbedaan yang
bermakna, masing-masing 0,017 dan 0,000. Namun bila dibandingkan antara jam
ke-24 dan 48 memiliki perbedaan bermakna. Hal ini berarti walaupun pada jam
ke-48 terjadi peningkatan AST, namun peningkatan AST terjadi tidak seperti
peningkatan pada jam ke-24. Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa pemberian
karbon tetraklorida yang menimbulkan kerusakan hati paling parah pada jam
ke-24. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada berbagai jam pencuplikan dapat
Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24 dan 48
Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BB
Jam 24 BB BB
Jam 48 BB BB
Keterangan :
BB = Berbeda Bermakna (p<0,05)
Dari data diatas, terlihat bahwa aktivitas serum ALT dan AST
menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pencuplikan darah jam ke-24
(p≤0,05) dibandingkan dengan waktu pencuplikan darah jam ke-0 dan 48 setelah
pemejanan karbon tetraklorida. Berdasarkan aktivitas serum ALT dan AST dari
hasil penelitian ini, karbon tetraklorida memiliki efek hepatotoksik yang paling
tinggi pada jam ke-24, sehingga waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam
penelitian efek hepatoprotektif fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun M.
tanarius L. adalah jam ke-24 setelah pemejanan karbon tetraklorida dengan dosis
2 mL/kgBB secara intraperitoneal.
D. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Fraksi Heksan-Etanol