kehadiran Orthodox Syria. Namun aneh, dihadiri tokoh-tokoh agama atau yang mewakili hambatan yang terus-menerus sampai saat ini seperti dari Katholik, Protestan, Islam dan Hindu, justru kami alami adalah dari sesama ummah bahkan dari MUI sendiri.
Natsuraya (Kristen) sendiri. Selanjutnya hari demi hari berjalan,
sampai pada suatu saat setelah beberapa kali mengadakan acara seperti tersebut di atas, prahara
II. Pengalaman di Medan
segera kami alami seperti apa yang kami alami di Kehadiran Orthodox Syria di Medan pada Jakarta. Sekelompok orang yang masih sama mulanya adalah permintaan dari beberapa oknum dengan Kristen yang ada di Jakarta, yang takut Natsuraya (Kristen). Diawali dengan seminar atas kehadiran kami dan tidak senang atas yang diadakan non Gerejawi, sampai kemudian kehadiran kami di Indonesia ini, kelompok seminar-seminar dan khotbah-khotbah di tersebut itu juga, yang komunitasnya ada di beberapa Gereja, maka pada awalnya dihadirkan Medan ini membuat manuver-manuver yang sama Syarikat Orthodox Syria (SOS) - kemudian seperti di Jakarta bahkan lebih jahat.
menjadi Institute for Syrian Orthodox Studies Kenapa saya katakan jahat? Karena selain (ISOS), sebagai cikal bakal Kanisah Orthodox orang ini juga mencoba mendatangi Departemen Syria. Dan pada saat ini ISOS masih terus aktif Agama Bimas Kristen Sumut untuk mencoba dan melembaga menjadi Institute for Oriental mempengaruhi dan terus memfitnah kami sebagai Christian Studies (IOCS). Kanisah (Gereja) Yakubiyah dan Monophysit, KOS bersama-sama gereja-gereja lain juga mencoba mempengaruhi yang punya bahkan bersama-sama induk Gerejawi; seperti Gedung yang kami kontrak sebagai tempat kantor PGI Wilayah Sumut, PII, PGPI telah beberapa kali kami sekaligus tempat Ibadah, supaya kami diusir. mengadakan acara Idul Milad (Natal) dan Idul Namun demikian Iblis tidak pernah menang, Fashsha (Paskah) dan juga mengadakan acara sebab Bimas Kristen Sumut tidak pernah bersama untuk menyambut Hari Kemerdekaan terpengaruh, dan yang punya Gedung walaupun Bangsa Indonesia, 17 Agustus 1945 pada tanggal sempat terpengaruh akhirnya menyadari
18 Agustus 2003. kebenaran sesungguhnya sehingga tidak
Lebih jauh lagi untuk mensisialisasikan terpengaruh.
KOS ini: Kos bersama PGI Wilayah Sumut dan Banyak hal yang sebenarnya ingin kami FKPA (Forum Komunikasi Pemuka Agama) bagikan, seperti bagaimana usaha-usaha dan trik- mengadakan acara Seminar Sehari di Kantor trik mereka untuk mencoba menggagalkan FKPA, menghadirkan pembicara: penulis (Y. bahkan untuk menghancurkan Orthodox Syria, Dahabi al-Fam), Bapak Bambang Noorsena dari namun waktu tidak memungkin. Kalau ada O r t h o d o x S y r i a , M a l a n g d a n B a p a k kesempatan mungkin dapat kami share kan pada ChumaidiRomas, MA dari IAIN Yogyakarta, serta pertemuan kita nanti. Kiranya persoalan dan seorang tokoh muslim Sumut, Prof. Dr. Ridwan pergumulan kami menjadi bahan renungan kita Lubis (dari FKPA) sebagai moderator. Acara semua.[]
seminar tersebut cukup sukses dan berhasil selain karena mendapat sambutan hangat, juga karena
'All human being are born free and amat sulit, tanpa memandang usia, jenis kelamin,
equal in dignity and rights. They are atau status mereka di dalam masyarakat. Konsep endowed with reason and conscience and tentang supra-natural atau jalan keselamatan dapat should act towards one another in a spirit mengikat orang pada nilai-nilai kesucian khusus of brother-hood' [UDHR art. 1]. dan pada kelompok sosial tertentu, atau bisa juga
'Setiap orang dilahirkan bebas
menawarkan kebijakan dan teknik yang dapat
dengan harkat dan martabat manusia
dipergunakan orang untuk membebaskan dirinya
yang sama dan sederajat serta dikaruniai
dari kelompok-kelompok dan nilai-nilai
akal dan hati nurani untuk hidup
kontemporer agama dapat memberinya kebebasan
bermasyarakat, ber-bangsa dan
u n t u k m e n c a p a i n i l a i - n i l a i y a n g
bernegara dalam semangat per-
saudaraan' [Pasal 3 (1) UU No. 39 mentransendensikan tuntutan dari kehadiran
Tahun 1999]. sosial. Jadi agama adalah bersifat sungguh- sungguh pribadi dan sungguh-sungguh sosial [Theodorson & Theodorson, 1970:344]. Para
AGAMA ilmuwan sosial merasa perlu mencoba
merumuskan berbagai takrif tentang agama,
3
GAMA dan keyakinan adalah gejala sosial
misalnya salah satu rumusan yang menyatakan
4
dan gejala psikologikal. Disebut
bahwa agama adalah kepercayaan pada kekuatan-
A
demikian oleh karena agama cenderungkekuatan supra-natural (lihat Goody,1961) [Kuper
menekankan umatnya ketika pemahaman dan 5
& Kuper, 1989:698-701]. Dengan demikian p e n g e t a h u a n m e n d a l a m t e n t a n g a g a m a
a g a m a d i p a h a m i s e b a g a i s u a t u s i s t e m dikembangkan, diajarkan, dan dilestarikan.
kepercayaan, praktik, dan nilai-nilai filosofis Agama, di sepanjang masa, memberi perhatian
berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dari yang pada keadaan semua orang yang dalam keadaan
1
.Narasi pokok-pokok pikiran yang pernah disajikan dalam 'Dialog Antar Agama' yang diselenggarakan oleh Dian (Interfidei) di Wisma Sikhar, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, tanggal 12 Juni 2006. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Elga Sarapung yang memberi kesempatan kepada saya untuk terlibat di dalam kegiatan ini, dan yang mendorong penulisan narasi ini dari bentuk skema yang pernah disajikan itu.
2
.Komisioner Hak Politik, Komnas HAM (2003-2007), sebelumnya Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas HAM (2002-2003).
3
.Untuk uraian selanjutnya kosakata 'agama' dipergunakan untuk mewakili baik istilah 'agama' maupun istilah 'keyakinan'. Hal ini perlu ditekankan karena dua alasan: pertama, ada pemahaman yang membedakan antara 'agama' dengan 'keyakinan' ketika pengertian 'agama' dikaitkan dengan konsep lain, seperti wahyu, Tuhan, kitab suci, nabi, atau pendek kata istilah itu digunakan untuk menyebut 'agama wahyu dari langit'; sedangkan istilah 'keyakinan' dibatasi untuk sesuatu yang tidak didasarkan pada hal-hal seperti itu. Kedua, di dalam ranah hak asasi manusia kedua istilah itu selalu dicantumkan bersama dan sejajar dengan berpikir dan berhati-nurani.
4.
Dari sudut pandang psikologis agama ditakrifkan sebagai 'segala perasaan, tindakan, dan pengalaman pribadi manusia dalam kesendiriannya, sejauh mereka memahami diri mereka sendiri saat berhadapan dengan apapun yang mereka anggap sebagai yang ilahi' [William James, Perjumpaan dengan Tuhan, raga, Pengalaman Religius Manusia, Jakarta,2004:23; dikutip dari makalah Andreas A. Yewangoe, Agama dan Negara: Politik Negara dalam Melindungi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia, makalah seminar nasional yang diselenggarakan oleh Komnas HAM dan ICRP, Yogyakarta 13 Desember 2004.
5
.Persoalan definisi jenis ini terletak pada kesulitan membedakan antara pengetahuan 'natural' dan 'supra-natural'. Sebagai contoh, apakah keyakinan seseorang bahwa ia harus menghormati ayah dan ibunya bisa disebut sebagai kepercayaan natural atau supra-natural? Karena hal ini mengacu kepada makhluk empiris, mengapa tidak bisa dijustifikasi berdasarkan pertimbangan praktik murni?