*Disampaikan pada PERTEMUAN KE-3 JARINGAN KELOMPOK ANTARIMAN SE-INDONESIA,11-14 Juni 2006 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
baptisan bayi karena penekanan pada komitmen menegakkan keadilan dan hukum sehingga pribadi kepada Kristus dan keanggotaam gereja kelaliman manusia dapat dicegah. Tetapi
hidup dalam kemuridan. manakala negara tidak setia menjalankan
Dalam sejarah gereja di Barat, hubungan panggilan menegakkan hukum dan keadilan itu, erat gereja dengan negara mengambil bentuk- maka negara berubah menjadi musuh Ilahi, yang
bentuk berbeda sbb: dalam Kitab Wahyu fasal 13 disebut “si binatang
1. Erastianism: Kesatuan gereja dengan dari lautan”. Gereja berurusan dengan kehidupan negara, yang memberi negara kuasa atas ideal dalam kasih yang dimungkinkan oleh
gereja. penebusan Ilahi dalam Yesus Kristus. Karena itu
2. The Establishment Principle: suatu kesatuan keberadaan gereja adalah suatu fungsi kritik denominasi Gereja tertentu dengan negara. terhadap kekuasaan negara, dan sebaliknya 3. National Confessionalism: suatu pengakuan keberadaan negara suatu fungsi pelayanan bagi resmi atas otoritas pemerintahan Yesus gereja. Maka negara dan gereja berada pada posisi Kristus dan Firman-Nya oleh negara. yang setara di mana gereja adalah mitra profetik negara. Perbedaan utama adalah negara D a l a m p e r k e m b a n g a n d e m o k r a s i diperlengkapi dengan kuasa (untuk memaksa moderen, yang terutama merupakan pengaruh dengan kekerasan), sedangkan gereja dituntut Pencerahan, berlangsung pemisahan antara Gereja melayani dalam kasih dan kerendahan hati. Teolog dan negara. Gereja (Agama) merupakan urusan dan negarawan Belanda, Abraham Kuyper (1837- pribadi yang terlepas dari kaitan dengan negara, 1920) yang pandangan dan praktek politiknya kecuali dalam aspek-aspeknya sebagai lembaga (dikenal sebagai Jalan Ketiga, yakni alternatif sosial. Dalam hal ini sering terjadi tolak-tarik terhadap ideologi-ideologi individualisme dan antara keinginan umat beragama untuk kollektivisme) sangat berpengaruh dalam politik menghidupkan norma-norma agamanya dalam Kristen di Indonesia merumuskan relasi negara kehidupan masyarakat di satu fihak, dan netralitas dan gereja dalam prinsip: “Kedaulatan Negara dan negara terhadap urusan agama di lain fihak. kedaulatan Gereja eksis berdampingan dan saling
Penting untuk mencatat suara kritis teologi membatasi”.
Kristen terhadap negara, khususnya yang Pemahaman ini dapat sejalan dengan dikemukakan Agustinus, salah seorang teolog dan gagasan moderen mengenai hubungan segitiga Bapa Gereja Purba yang hidup pada abad ke-4 dan antara negara (political society), pasar (economic ke-5 (354-430). Agustinus membedakan antara De society), dan agama (bagian dari civil society).
Civitate Dei (Kota Ilahi) dan De Civitate Terrena
(Kota Duniawi), untuk menunjukkan perbedaan
Gereja sebagai Bangsa Kudus
antara pemerintahan Allah yang dihidupkan Gereja dan pemerintahan duniawi di dalam
Dalam sejarah gereja berkembang model- negara. Kota Ilahi ditopang oleh kasih dan
model kehadiran gereja. Tempat atau peran gereja penghormatan kepada Allah, sedangkan Kota
dalam masyarakat dan dalam kaitan dengan Duniawi oleh kesombongan dan gila hormat
negara bergantung pada modelnya. Model klasik manusia. Namun Gereja dan Negara bukanlah
Gereja di Barat dalam era Konstantin: terjalin dan Kota Allah dan Kota Duniawi itu sendiri. Bahkan
berperan bersama dengan kekuasaan. Model ini kadang-kadang Negara dapat menjadi alat Ilahi
tidak cocok lagi dalam negara demokrasi yang untuk kesejahteraan umat manusia. Gereja dan
mengharuskan negara netral terhadap semua Negara sama berada di bawah bayangan kedua
agama. Sifat sekuler yang terkait juga membatasi masyarakat yang bertentangan tatanan nilainya itu
negara dalam memberi fasilitas terhadap lembaga dan dengannya memperlihatkan pertentangan
keagamaan, misalnya dalam penolakan terhadap mendasar kasih Allah dengan nilai-nilai
adanya pendidikan agama di sekolah-sekolah masyarakat-masyarakat duniawi.
umum yang dikelola pemerintah. Kehidupan Dalam teologi Kristen kemudian, Negara
agama pun menyesuaikan diri dengan keadaan itu. dan Gereja (Agama) difahami sebagai dua hamba
Secara sosiologis berkembang bentuk-bentuk Allah, yang sama ditetapkan Allah bagi kehidupan
Kekristenan yang berupaya survive dalam manusia. Negara diberikan kuasa untuk
voluntary association: semacam klub untuk pelayar-pedagang yang mewakili negaranya pelayanan kebutuhan rohani pribadi dan keluarga. mengembangkan monopoli perdagangan dengan Warga hidup dan berperan dalam masyarakat melibatkan misi agama Kristen. Di Indonesia dengan menjunjung prinsip-prinsip demokrasi dan fihak pedagang Portugis membawa agama Kristen mengembangkan moralitas keagamaan dalam Katolik, sedangkan fihak Belanda membawa format civil religion. Model lain, Spiritual Filling agama Kristen Protestan. Untuk jangka yang lama Station (dalam gerakan karismatik): gereja hanya suatu gereja Protestan di Indonesia terikat secara sebagai peristiwa ritual untuk memperoleh administratif dengan pemerintahan kolonial pegangan rohani. Sesuai sifat karismatiknya, lebih Belanda. Tetapi kelompok-kelompok Protestan di menekankan kepentingan pelayanan pribadi luar itu yakni gereja-gereja yang didirikan oleh
daripada sosial. lembaga-lembaga misi diperlakukan sesuatu
Model lainnya adalah gereja sebagai hukum pemisahan negara dan agama. Memang “Holy Nation” (1 Pet 2:9). Gereja memahami terjadi pembatasan-pembatasan berdasarkan dirinya sebagai suatu umat Allah dalam prinsip rust en orde (keamanan dan ketertiban), perjalanan, pendatang, umat asing di dalam dunia, seperti larangan misi bekerja di daerah-daerah namun membawa misi kesaksian kehidupan yang sudah menganut agama Islam. Karena itu masyarakat yang ideal. Dalam hal ini Gereja misi umumnya bekerja di daerah-daerah sebagai lembaga perlu mencermati sifat pedalaman yang masih beragama suku, yang pemerintah dan penguasa dalam setiap konteksnya waktu itu disebut kafir dalam pengertian tidak untuk melihat titik-titik genting penolakan beragama yang benar suatu diskriminasi dan terhadap pemerintah dan budaya yang pelecehan terhadap masyarakat tradisional. mendukungnya. Gereja harus menjadi suatu Hukum pemisahan agama dan negara itu bermuara model kemasyarakatan di bawah pemerintahan dalam perumusan kebebasan beragama dalam Allah, yakni gambaran dari masa depan ideal. UUD Republik Indonesia, khususnya kebebasan Selain menjadi model yang menjalankan ideal menganut dan menjalankan agamanya. pemerintahan Ilahi dalam persekutuannya, Gereja Kebebasan beragama secara penuh seharusnya dipanggil untuk juga menyatakannya, dan selain hak-hak setiap orang untuk bebas memilih, mengatakannya di hadapan publik. Suatu menjalankan ibadah, juga harus meliputi gambaran Perjanjian Baru terhadap kesaksian kebebasan menyiarkan dan kebebasan berpindah publik gereja adalah menjadi “duta pendamaian” agama.
(2 Kor. 5). Model ini sedang dikembangkan di Dalam hubungan agama dan negara, umat dalam berbagai gereja yang menempatkan diri Kristen Indonesia pada awal Indonesia merdeka sebagai komunitas yang turut bertanggungjawab berhasil mendesakkan perubahan konsep mengembangkan kehidupan masyarakat yang Pembukaan UUD (Piagam Jakarta) yang akhirnya ideal. m e n g h a s i l k a n p e r u m u s a n b a r u y a n g
Di Indonesia, gagasan seperti itu menghilangkan diskriminasi warga negara dicanangkan dalam gerakan ekumene. Dalam berdasar agama. Belakangan, sejak awal tahun negara Indonesia yang “bukan-bukan”: bukan 1990-an ketika permusuhan kepada umat Kristen negara agama, bukan pula negara sekuler, tempat di berbagai daerah terjadi dalam bentuk ideal gereja (agama) adalah sebagai bagian dari pelarangan, perusakan, pembakaran gedung-
civil society, di mana gereja bersama komunitas gedung gereja umat Kristen umumnya merasa
agama-agama lainnya turut mengembangkan tidak dilindungi oleh (aparat) negara sebagaimana kehidupan negara hukum dan demokratis dengan mestinya. Pengalaman yang sama muncul dalam masyarakat religius (perspektif civil religion). konflik-konflik berdarah yang membawa-bawa agama di berbagai tempat. Demikian juga dengan munculnya berbagai (R) UU dan Peraturan Daerah
Pengalaman Kristen Indonesia
yang mengusung formalisasi hukum (syari'a) Islam dewasa ini.
Pada zaman koloniasme Barat, gereja terkait secara langsung dan tidak langsung dengan
gereja. Kaitan langsung terjadi dalam masa awal Civil Religion
Seperti dikemukakan di atas, tempat ideal antiklerikal atau sekuler militan, dan tanpa gereja (agama) adalah sebagai bagian dari civil pertentangan berarti dengan agama-agama resmi society yang bersama komunitas agama-agama dapat mengembangkan simbol-simbol solidaritas lainnya turut mengembangkan kehidupan negara nasional dan memobilisasi motivasi pribadi yang hukum dan demokratis dengan masyarakat mendasar untuk mencapai tujuan-tujuan nasional. religius dalam perspektif civil religion. Berikut Dalam penilaian Bellah (karangannya suatu uraian singkat mengenai civil religion dalam terbit tahun 1967) civil religion Amerika pengalaman Amerika Serikat, negara multi agama bersumber pada agama Kristen namun tidak dan multi etnis, yang menganut demokrasi sekuler menampilkan formalitas agama Kristen:
Di balik civil religion pada setiap titiknya
(pemisahan negara dan agama), namun secara
adalah arketipe alkitabiah: Keluaran, Umat
prinsipil menjunjung nilai-nilai keagamaan.
Pilihan, Tanah Perjanjian, Yerusalem Baru, dan
Gagasan civil religion dimulai oleh
Kematian Penebusan serta Kelahiran Kembali.
R o u s s e a u p a d a a b a d k e 1 9 , d e n g a n
Namun ia juga asli Amerika dan benar-benar
mengedepankan pengakuan atas adanya Allah,
baru. Ia mempunyai para nabinya dan para
kehidudan yang akan datang, upah kebajikan,
martirnya sendiri, peristiwa-peristiwa dan
hukuman atas kejahatan, dan pengapusan tempat-tempat sucinya, dan ritual-ritual
intoleransi keagamaan. khusyuk dan simbol-simbolnya. Civil religion
Civil religion berkembang dan mendapat itu terkait dengan cita-cita Amerika menjadi
bentuknya yang khas di Amerika Serikat, dan suatu masyarakat yang sesempurna mungkin yang Allah kehendaki sebagaimana yang
kepercayaan umum rakyat Amerika. Sejak abad
manusia bisa wujudkan, dan menjadi suatu
ke-19 kehidupan agama di Amerika Serikat
terang bagi bangsa-bangsa.
cenderung bersifat aktif, moraslistik, dan sosial; mengabaikan aspek-aspek kontemplatif, teologis
Bellah membahas tiga kali ujian bagi civil
dan spiritualitas rohaniah.
religion dalam sejarah Amerika Serikat. Pertama
Robert N. Bellah's definition of American civil
dalam kaitan dengan kemerdekaan, apakah
religion is that it is "an institutionalized
collection of sacred beliefs about the American Amerika Serikat dapat menangani sendiri dengan
nation," which he sees symbolically expressed caranya sendiri masalah-masalah negerinya.
in America's founding documents and Kedua, ujian menghadapi isu perbudakan, yang presidential inaugural addresses. It includes a berhasil mengembangkan aspek demokrasi belief in the existence of a transcendent being (dalam hal ini HAM) yang masih terus called "God," an idea that the American nation diwujudkan. Ketiga, peran Amerika Serikat dalam is subject to God's laws, and an assurance that
hubungan internasional, khususnya berhadapan
God will guide and protect the United States.
dengan gejolak bangsa-bangsa memperjuangkan
Bellah sees these beliefs in the values of liberty,
apa yang telah dicapai Amerika: pemerintahan
justice, charity, and personal virtue and
demokratis yang stabil dan kemakmuran yang
concretized in, for example, the words In God
juga relatif stabil. Sejak Presiden Franklin
We Trust on both national emblems and on the
currency used in daily economic transactions. Roosevelt Amerika Serikat bersikap proaktif
Although American civil religion shares much dalam mendorong terwujudnya suatu tatanan
with the religion of Judeo-Christian dunia baru, khususnya melawan kecenderungan- denominations, Bellah claims that it is distinct kecenderungan fasisme dan Komunisme dan from denominational religion. berbagai tantangan umat manusia, yang disebut
oleh Presiden John F. Kennedy “the common Hubungan antara agama dan politik di
enemies of man: tyranny, poverty, disease and war Amerika berlangsung dengan baik, karena
itself.” Bellah, mengikuti sejumlah pengamat pada imigran Eropa umumnya berasal dari mereka yang
masanya dalam mengeritik keterlibatan AS dalam setelah menentang kekuasaan Sri Paus, mereka
perang Vietnam. Bellah antara lain menulis: tidak lagi mengakui sesuatu supremasi agama.
Namun di tengah kecenderungan ini ke arah
Mereka membawa ke Amerika suatu bentuk
pemahaman diri dan dunia kita yang kurang
Kekristenan yang dapat dengan tepat disebiut
primitif, tanpa disengajakan oleh siapapun,
agama kaum demokratis atau republikan. Sebab
kita kita terjebak ke dalam suatu konfrontasi
itu civil religion Amerika tidak bersifat
dipertaruhkan. Di saat yang tak menentu kita disebut pendidikan multikulturalisme. Banyak
tergoda untuk bersandar pada kekuatan fisik kritik dan pertanyaan dapat diajukan terhadap civil yang hebat daripada pada kearifan kita, dan religion Amerika dan optimisme Bellah. Salah untuk sebagiannya kita tunduk pada godaan satunya peran globalnya pada beberapa waktu ini. Dalam keadaan bingung dan gentar ketika b e l a k a n g a n k e t i k a A m e r i k a s e m a k i n kekuatan dahsyat kita tidak segera berhasil,
menampilkan diri dalam apa disebut dewasa ini
kita berada di tepian jurang yang tak terduga
imperium ideology. Pemerintahan Amerika kini
dalamnya.
dapat disebut menyimpang dari ideal civil
religion, ketika Amerika memperlihatkan sepak
Selanjutnya Bellah mengemukakan
terjang yang mengecewakan, khususnya dalam harapannya:
ideologi dan aksinya menabuh gendang perang
Sebagaimana kita lihat, dari ujian pertama dan
melawan terorisme.
kedua, telah muncul simbol-simbol utama
civil religion Amerika. Nampaknya kecil keraguan bahwa suatu negosiasi sukses dari
Global Ethic
ujian ketiga kali pencapaian semacam tatanan dunia yang viable dan koheren akan
Indonesia tidak mungkin dan tidak perlu
mewujudkan suatu rangkaian bentuk-bentuk
mengikuti civil religion Amerika. Namun agama-
simbolik utama. Sejauh ini nyala kerlap-kerlip
agama di Indonesia dapat belajar dari cara
PBB amat kecil untuk menjadi fokus suatu
lembaga-lembaga keagamaan Amerika men-
kultus, namun bangkitnya suatu kedaulatan
transnasional sejati akan mengubahnya. Ia transformasikan nilai-nilai dan simbol-simbol
akan mendesakkan inkorporasi simbolisme keagamaannya ke dalam civil religion. Bellah
internasional penting ke dalam civil religion mengimpikan suatu world civil religion, yang
k i t a , a t a u m u n g k i n l e b i h b a i k pada hemat saya relevan dan sejajar dengan merumuskannya, akan berakibat bagi civil proyek etika global yang dimotori sejumlah tokoh religion Amerika menjadi satu bagian saja
interfaith global, seperti Hans Küng. Asumsi
dari suatu civil religion dunia. Tak berguna
pokok Global Ethic adalah pentingnya suatu
berspekulasi pada bentuk civil religion itu
norma bersama yang berterima oleh semua agama
kelak, namun jelas akan bertolak dari tradisi-
dan diberlakukan bagi kehidupan umat manusia
tradisi agama melampuai lingkup agama
demi kehidupan yang adil dan bermakna di
biblikal saja. Untunglah karena civil religion
tengah-tengah kompleksitas permasalahan yang
Amerika bukanlah menyembah bangsa
Amerika melainkan suatu pemahaman dihadapi manusia dewasa ini. Selanjutnya,
pengalaman Amerika dalam terang realitas disadari pentingnya pemerintah sebagai wahana y a n g t e r a k h i r d a n u n i v e r s a l , m a k a perubahan, serta peran mass media. Karena itu, reorganisasi yang muncul dari situasi baru itu selain sosialisasi internal dalam lembaga-lembaga tidak perlu mengganggu kontinuitas civil agama penting memperoleh dukungan pemerintah religion Amerika. Suatu civil religion dunia
dan pers.
dapat diterima sebagai penggenapan dan
Beberapa paragraf dapat menjelaskan
bukan sebagai suatu penolakan civil religion
gagasan Global Ethic sbb:
Amerika. Memang hasil yang demikian
13. The global ethic is no substitute for the
adalah harapan eskatologis civil religion
Torah, the Gospels, the Qur'an, the
Amerika sejak semula. Menolaknya akan
Bhagavadgita, the Discourses of the
merupakan penolakan terhadap makna
Amerika sendiri. Buddha or the Teachings of Confucius and of others. A global ethic provides a Sekian jauh kritik dan harapan Bellah,
necessary minimum of common values, yang dikemukakan pada tahun 1960-an, dan tetap
standards and basic attitudes. In other dipertahankannya.Civil religion Amerika
words: a minimal basic consensus relating bukanlah gading yang tak retak. Perang Sipil
to binding values, irrevocable standards sudah lama berlalu namun rasisme masih hidup
and moral attitudes which can be affirmed dalam berbagai bentuknya dalam masyarakat
by all religions despite their dogmatic A m e r i k a , y a n g d i c o b a d i a t a s i d e n g a n
differences and can also be supported by mengembangkan sejak beberapa dekade apa yang
14. In affirmation of the Chicago Declaration jejak Yesus pada jalan pelayanan maupun (1993) which for the first time in the pengorbanan-Nya.[]
history of religions formulated this
minimal basic consensus, we recommend Beberapa Referensi Internet:
two principles which are vital for every Lois Barrett, "Thinking Theologically about individual, social, and political ethic: C h u r c h a n d S t a t e " , > Every human being must be treated http://www.fresno.edu/pacs/docs/barrett.htm
humanely. l
> Do unto others as you want others to do Robert N. Bellah “Civil Religion in America, ” unto you. This Rule is part of every http://www.robertbellah.com/articles_5.htm great religious tradition. Kenneth Cauthen, “Religion and Politics, not
C h u r c h a n d S t a t e . ” 15. On the basis of these two principles there
Http://www.bigissueground.com/atheistgrou are four irrevocable commitments on
nd/cauthen-churchstate.shtml which all religions agree and which we
“In Search of Global Ethical Standards” , fully support:
www.iscs.org.hk/eng/main.shtml a commitment to a culture of non violence
Irving Hexham, “Christian Politics according to and respect for life,
Abraham Kuyper.” [First Published in a commitment to a culture of solidarity and
CRUX, Vol. XIX, No. 1, March, 1983:2-7] just economic order,
http://www.ucalgary.ca/~nurelweb/papers/ir a commitment to a culture of tolerance and
ving/kuyperp.html a life of truthfulness,
The Standard Bearer Vol. 75; No. 2; October 15, a commitment to a culture of equal rights
1998. Special Issue: Abraham Kuyper. and partnership between men and
Http://www.prca.org/standard_bearer/volum women.
e75/1998oct15.html
Thomas Robbins, “Church-and-State Issues in the
Pancasila sebagai civil religion? U n i t e d S t a t e s . ”
Http://hirr.hartsem.edu/ency/csrelations.htm Dalam konteks Indonesia, idealnya “Separation of Church and State.” (From kehidupan nasional Indonesia yang berkeadilan Wi k i p e d i a , t h e f r e e e n c y c l o p e d i a ) sesuai prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab. http://en.wikipedia.org/wiki/Separation_of_ Untuk itu lembaga-lembaga interfaith perlu church_and_state
mengembangkan civil society secara bersamaan Ronald C. Wimberley and William H. Swatos, dengan civil religion melalui a.l. pendidikan "Civil Religion," Encyclopedia of Religion
multikulturalisme. Kita telah dan masih a n d S o c i e t y .
mempunyai Pancasila sebagai titik temu agama- http://hirr.hartsem.edu/ency/civilrel.htm agama yang mengedepankan prinsip-prinsip
pokok yang relevan baik bagi civil society maupun
bagi civil religion. ---
Bagi Gereja-gereja di Indonesia,
pendekatan ini berimplikasi pentingnya Makassar, 10 Juni 2006 (meneruskan) pembaharuan dalam sedikitnya 3
bidang:
Pertama, mengimbangi ritualisme
keagamaan dengan pelayanan sosial. Dan dalam kaitan itu, yang kedua, adalah mengembangkan perspektif spiritual-etik doktrin-doktrin dogmatisnya. Pada arah ini keterbukaan dalam hubungan interfaith mendapat motivasi dan inspirasi. Yang ketiga, membina sumber daya manusia Kristen Indonesia yang setia mengikuti