• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

B. Pengadaan Infrastruktur

Meski SSB dianggap sebagai ujung tombak dalam pembinaan pemain sepak bola, namun menurut pelatih tim sepak bola Porwil Koni Medan, Syahril

WP SSB masih banyak mengalami kendala khususnya dalam hal fasilitas ketika ingin melaksanakan pembinaan.Baginya, jika ingin melihat secara jujur maka tidak ada satupun SSB yang ada di Sumatera Utara yang memenuhi syarat untuk menjadi SSB.Pemerintah dinilai Syahril mempunyai peranan untuk bisa membantu pengadaan infrastruktur pembinaan pemain pada tiap-tiap SSB.

“Ada nggak SSB yang mempunyai kelas untuk pemutaran video dan untuk workshop pemain. Nggak ada di sinikan.Tapi kalau untuk di Indonesia ada seperti di Jakarta ada ASIOP dengan Villa 2000. Cuman itu yang punya ,yang lain itu nggak ada.Karena macam mana juga kita ya jujur aja lah Pengcab, Pengprov nuntut buat pemain, sementara dia tidak bicara. Kita tidak dibantu apa-apa,”

(Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Karenanya dalam pembinaan sepak bola SSB dipaksa untuk mandiri tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Bentuk kemandirian SSB itu kemudian memaksa setiap SSB untuk memiliki dana tersendiri dalam pengelolaan pembinaan pemain sepak bola. Namun terkadang meski banyak SSB yang tidak cukup kuat dalam soal pendanaan tetapi karena semangat pengurus yang luar biasa untuk memajukan persepakbolaan membuat pembinaan dapat berjalan secara maksimal.Menurut Syahril semangat itulah yang sesungguhnya dapat dijadikan modal untuk mengembangkan SSB dan pembinaan sepak bola di Kota Medan.

“Kita modal semangat aja.Kita mau kita berbuat.Jujur ajalah, saya melatih itu dari hari senin ke hari senin.Itukan, sudah gila namanya.Nggak ada hari saya santai, tetap di lapangan bola setiap hari.Cuman itu yang bisa kita buat. Nggak ada lagi kan. Bukan saya aja ya, tapi semua rata-rata kawan - kawan yang buat seperti itu. Sore sudah ada di sini ,senin sudah di situ dan selasa disitu lagi.Sehingganggak mikirkan segala galanya. Yang dipikir hanya anak-anak ini dan memang dunia saya sepakbola dan kawan-kawan saya ya sepakbola,”

(Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Namun bagi pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat, kemandirian SSB itu kemudian membuat banyak SSB lebih mengarah untuk mencari keuntungan atau laba ketimbang berorientasi pada upaya pembinaan pemain. Sehingga SSB tidak lagi memperhatikan fasilitas dan sumber daya pelatih. Menurut Taufik, hal itu kemudian berdampak pada program-program SSB yang melenceng. Karena pada akhirnya SSB lebih berorientasi pada pencarian juara.

“Kalau sekarang pengurus-pengurus SSB lebih banyak buka SBB itu mencari keuntungan dan untuk mempopulerkan ssb nya sendiri. Itu bisa jadi mengangkat nama SSB-nya itu untuk suatu tujuan yang lain atau misi pribadi untuk kepentingan dirinya dan popularitas,”

“Program-program SSB itu lebih banyak yang melenceng karena mereka lebih mengutamakan untuk aspek juara di banding pada pembinaan. Itu yang menjadi sebuah persoalan karena tidak jalannya program dari SSB sendiri dan tidak memenuhi apa yang menjadi cita - cita dari sepakbola itu sendiri,”

(Hasil wawancara dengan Pelatih SSB Tasbih, Taufik Hidayat Nasution Tanggal 29 April 2014)

Menurut pemilik SSB Gumarang, Hengky Ahmad, kebanyakan SSB yang berorientasi juara selalu melakukan usaha pencurian umur terhadap pemain binaannya.Ia mencontohkan pada kasus pencurian umur pemain pada Piala Danone yang dilakukan oleh salah satu SSB di Kota Medan. Dampaknya ketika SSB itu ketahuan melakukan pencurian umur pemain, SSB tersebut langsung diberikan sangsi berupa pendiskualifikasian. Namun, Hengky sendiri menegaskan, dirinya tidak akan mau melakukan pencurian umur tersebut demi mendapatkan juara. Hasilnya, SSB Gumarang berhasil meletakkan salah satu pemain binaannya menjadi bagian dari tim nasional U-14 tahun.

“Tetapi Alhamdulillah sampai sekarang kita tidak pernah melakukan hal tersebut.Memang kita harus menunggu sampai tujuh tahun baru bisa mencapai juara 1, biasa juara 2, semifinal dan kadang - kadang 8 besar. Prinsipnya sederhana, masa dari sekian banyak nimurid nggak ada yang jadi. Dan akhirnya ada juga satu pemain kita yang dipanggil timnas U14 ada. Namanya M. Hilmi Daffa, dia menjadi captain di timnas U-14 sewatu bermain di Jepang tahun 2011 lalu dan berhasil membawa timnya menjadi juara 2,”

(Hasil wawancara dengan Pemilik SSB Gumarang dan Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad, tanggal 26 April 2014).

Bukan itu saja, Hengky juga mempunyai beberapa pemain yang dianggapnya sudah berhasil. Ia menyebutkan Yudha Riski yang kini bermain untuk PPLP Sumut, ada juga Roy Silitonga dan Madan yang mewakili Sumut untuk bermain di Jakarta. Bahkan ada pemainnya yang kini membela klub professional yang bermain di Divisi Utama Liga Indonesia seperti Guntur Pranata yang kini menjadi kiper di PSMS Medan.

“Kiper PSMS Medan dia sekarang.Kemarin dia itu ikut juga di Tasbi bersama syahril.Di Persisam Samarinda juga pernah, PSIS Semarang juga pernah dan bahkan di Bintang Medan.Kalau ingat ceritanya lucu juga dia itu, dulu pertama kali masuk Gumarang asal latihan naik sepeda jonder. Saya lihat dia ini mempunyai postur tubuh yang tinggi, saya kasih dia latihan samaPelatik Kiper Syahril Nasution. Jadi Syahril yangmembinannya. Dan membina dia ini kita memang mulai dari nol termasuk rekannya yang lain seperti Ronald sinaga (PSMS), Sandi Sitanggang (Persidi IDI ), Ade irawan dan lain sebagainya,”

(Hasil wawancara dengan pemilik SSB Gumarang dan Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad tanggal 26 April 2014)

Hengky mengakui bahwa dirinya melakukan itu atas dasar panggilan jiwa dan kepuasan batin.Padahal jika dilihat dari segi hitung-hitungan ekonomi menurut Hengky mengelola satu klub bola atau SSB lebih banyak ruginya ketimbang keuntungan.Apalagi Hengky adalah seorang yang belatar belakang pengusaha.Hengky juga mengatakan atas dasar kepuasan itulah dirinya ingin

melakukan pembinaan sepak bola di Kota Medan, sisanya tidak ada lagi.Apalagi menurutnya sepak bola di Medan banyak masalah.

“Mungkin kalau dibilang memang sudah mendarah daging.Karena sepak bola ini sudah mendarah daging dan kebutulan abang usahanya bergerak dalam bidang olahraga juga.Tapi kalau dibawa berdagang ini semua bertolak belakang. Bola ini kan lebih banyak membuang uang. Kalau dilihat dari prisip ekonomi itu modal sekecil kecilnya untung sebesar besarnya, dalam sepak bola ini bertolak belakang.Jadi di sini panggilan jiwa itu tadi, kepuasan salah satunya. Padahal kalau dilihat untungnya nggak ada,”

(Hasil wawancara dengan pemilik SSB Gumarang dan Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad tanggal 26 April 2014)

Adanya motif kepuasan dari usaha pembinaan sepak bola itu juga diiyakan oleh Syahril.Namun begitupun Syahril menilai ada banyak hal pendorong usaha pembinaan sepak bola yang tidak hanya berkaitan dengan sarana dan prasarana seperti lapangan dan peralatan latihan.Salah satu dari faktor itu adalah peran orang tua dan keluarga.Syahril menceritakan ada beberapa orang tua yang membawa anaknya ke SSB agar berat badan anaknya bisa turun.Ada juga yang membawa anak-anaknya ke SSB kerena ingin menjauhkan anaknya dari ketagihan video game. Biasanya anak-anak yang seperti ini akan tetap diterima SSB untuk mendapatkan pemasukkan bulanan. Meski ada juga orang tua yang mendaftarakan anaknya ke SSB memang didasarkan pada bakat anak tersebut. Untuk anak dengan model terakhir ini lah yang kemudian akan dilakukan pemmbinaan.

“Kalau kepuasan pastilah.Dan di sekolah sepak bola inikan bermacam ragam. Ada satu orang datang ke lapangan dia bilang pak anak saya badannya ini gemuk kali pak, biar main bola dia pak, biar kurus badan dia pak. SSB seharusnya tidak menerima yang model seperti itu.Tetapi terpaksa diterima untuk mendapatkan penghasilan atau uang. Nanti ada lagi datang bilang anak saya main video game jadi begini - gini jadi biar dia gak main video game,”

Nanti tiba- tiba ada itu, ada datang dengan bakat.Nah datang dengan bakat inilah musti kita lihat dan kita bina.Jadi nggak ubahnya, maaf ya, SSB ini nggak lebih dari menjadi tempat penitipan anak aja. Karena Dia datang kelapangan, dia bukan untuk jadi pemain tapi dia datang untuk kuruskan badan biar kurus badan anaknya,”

(Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Begitupun Syahril menceritakan dari beberapa kasus anak yang dititipkan untuk tujuan khusus seperti menurunkan berat badan dan menjauhkan dari kecanduaan video geme dinilainya berhasil.Namun sangat jarang ditemui anak- anak dengan tujuan khusus tersebut berhasil menjadi pemain sepak bola yang handal.Namun terkadang yang sering memicu persoalan adalah perilaku orang tua yang suka memaksa anaknya agar mau berlatih sepak bola. Padahal menurut Syahril anaknya tidaklah memiliki bakat sama sekali dalam sepak bola.

Mungkin akibat si orangtua ini tadi kan ada berapa versi dan macam ragam.Ini kadang-kadang ada orang tua datang ke lapangan mengatarkan anaknya bukan atas kemauan anaknya.Tetapi orangtua lah yang mau anaknya jadi pemain bola.Sianak sebenarnya tidak mau jadi itu.Bahkan sebenarnya si anak tidak bisa apa-apa.Nah disitu sering terjadi keributan antar pelatih - pelatih dengan orang tua siswa.Artinya ketika anaknya nggak dipasang saat pertandingan dia marah.Pada hal memang anaknya nggak mempunyai kemampuan,”

“Itulah persoalan kalau di SSB.Tapi kalau si anak yang merajuk masih bisa di bujuk sama orang tua. Tapi kalau ada orangtua yang merajuk, itu sudah sulit kita. Merajuk anaknya gak dipasang ..betulkan, itulah duka - dukanya ini,”

(Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Apa yang dikatakan oleh Syahril juga diutarakan oleh pengamat sepak bola Abdi Panjaitan. Abdi mengatakan orang tua memiliki peranan yang besar khususnya dalam memberikan semangat kepada pemain untuk datang mengikuti latihan. Meski Abdi mengakui support orang tua sangat berpengaruh besar

terhadap pemain, namun tidak jarang ia temui banyak orang tua yang berubah bak seorang pelatih ketika anak-anaknya bermain pada satu pertandingan. Selain itu Abdi juga menceritakan tidak jarang Ia menemui para orang tua yang akhirnya bertengkar dengan pelatih akibat anaknya tidak dimainkan oleh pelatih tersebut.

“Yang tak habis pikir buat saya adalah ketika SSB berujicoba.Para orangtua pun ikutan menjadi pelatih.Dipinggir lapangan mereka berteriak, mengatur pemain para pemain.Malah pelatih tak mau menegur para orang tua.Bagi saya ini konyol. Orang tua harusnya duduk tenang, lihat anak mereka bermain, percaya ke pelatih,” “Saya juga tentunya boleh menyindir, bila ada turnamen sepak bola U-10 atau 11. Saya berpikir, apa yang mau dilihat dari mereka itu tidak ada. Yang ada hanya menimbulkan keributan orangtua dengan pelatih; kenapa anaksaya tidak dimainkan. Kalaupun ada turnamen di usia segitu, sebaiknya pelatih pun jangan pilih-pilih. Mainkan saja semua, karena mereka belum pantas dinilai, tapi dibina,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola Abdi Panjaitan Tanggal 11 Mei 2014)

Sedangkan menurutTaufik, jika orang tua memang menginginkan anaknya dapat menjadi pemain sepak bola yang handal, maka orang tua tersebut harus dapat memberikan motivasi dan dukungan kepada anaknya. Taufik menjelaskan, orang tua bisa memberikan tekanan dan penjelasan bahwa menjadi pemain sepak bola professional itu bukan sekedar mimpi atau hanyalan semata.Tetapi juga dapat menjadi pekerjaan yang layak untuk kehidupan.

“Untuk anak usia dini itu berangkat dari hobi bang ya. Tapi tujuan orang tua itu terkadang berbeda.Terkadang didalam diri orang tua ada keinginan untuk menjadikan anak-anaknya menjadi seorang pemain sepak bola yang handal.Jadi menurut saya tinggal bagaimana orang tua memainkan peranan ini sebenarnya.Setidaknya untuk mensupport anaknya disekolah dan dirumah.Harus ada tekanan untuk sepakbola bukan hanya jadi mimpi tapi juga betul untuk jadi kerjaan yang baik untuk kedepan atau kita sebut profesi ya,”

(Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution, Tanggal 29 April 2014)

Pengamat sepak bola Liestiadi Lo juga tidak menafik pentingnya peran orang tua dalam usaha pembinaan dan pembibitan pemain.Bahkan menurutnya, peran orang tua adalah satu hal yang mutlak diperlukan. Namun begitupun, Liestiadi mengatakan hal yang paling utama diperlukan dalam usaha melakukan pembinaan pemain sepak bola adalah infrastruktur yang memadai, SDM pelatih dan Pembina SSB yang berkualitas, serta kompetisi regular yang mendidik.

Karena Liestiadi menilai pembinaan dan pembibitan pemain muda di Kota Medan saat ini sangat dipengaruhi oleh fasilitas infrastruktur.Saat ini banyak lapangan yang tidak representative dan sumber daya pelatih yang kurang.Liestiadi Lo juga menegaskan peran pengurus yang merupakan bagian dari pada SSB memiliki peran yang penting dalam mendukung upaya pembinaan pemain.

“Pengurus juga harus mengerti dan mengetahui bagaimana membina dan membentuk pemain-pemain muda agar menjadi pesepakbola yang baik dalam hal tehnik, skill, phisik dan mental,” (Hasil wawancara dengan Pengamat Sepak Bola, Liestiadi Lo tanggal 27 April 2014)

Tidak berbeda jauh dengan Liestiadi, pengamat sepak bola Abdi Panjaitan juga mengakui pentingnya pengadaan infrastruktur dalam usaha pembinaan dan pembibitan pemain sepak bola.Infrastruktur yang dimaksud di sini seperti; kualitas lapangan, bola, peralatan yang standard dan lain sebagainya.

“Ukuran, kualitas lapangan, bola dan peralatan yang standar tentunya menjadi faktor pendukung program - program pembinaan.Bagaimana bisa mendrill dan mengontrol bola yang baik kalau lapangan sendiri tidak baik?Bagaimana melatih menggunakan peralatan dengan kondisi lapangan yang tak berumput? Saya pikir gambaran Stadion Teladan yang tidak representatif menjadi gambaran sepak bola Medan,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan Tanggal 11 Mei 2014)

Untuk membentuk pemain-pemain sepak bola yang berkualitas baik secara skill, fisik dan teknik, kedua pengamat sepak bola ini sepakat bahwa setiap SSB selayaknya mempunyai satu kurikulum yang jelas arahnya.Liestiadi sendiri mengatakan kurikulum di setiap SSB adalah keharusan.Di mana menurut Liestiadi isi dari kurikulum harus mencakup pelajaran tehnik, skill individu, group dan team yang harus juga diisi oleh pengetahuan nutrisi dan lain sebagainya.

“Isi dari kurikulum harus mancakup pelajaran tehnik, skill individu, group dan team yang ditunjang dengan pengetahuan nutrisi, perkembangan psikologi anak sesuai KU, anatomi tubuh manusia dan pertumbuhannya serta pembinaan mental, sikap dan motivasi,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Liestiadi Lo, tanggal 27 April 2014)

Abdi sendiri coba membandingkan pembinaan sepak bola di Indonesia dengan di Malaysia. Abdi menjelaskan jika di Malaysia kurikulum telah dibuat secara rinci berdasarkan kelompok usianya dan juga telah dipakai sampai ke level pengurusan sepak bola terbawah. Baginya penerapan kurikulum yang telah ditetap oleh Malaysia membuat permainan sepak bola di sana memiliki ciri dan gaya bermain tersendiri.

“Bagaimana dengan kita?Masih banyak SSB yang lapangannya sangat kecil, namun jumlah siswanya membludak.Atau juga lebih banyak siswa daripada bola. Ramai juga SSB dengan pelatih yang asal-asal dan tak berlisensi,”

Saya belum pernah melihat sebuah buku yang benar-benar dikeluarkan bidang kepelatihan PSSI, disosialisasikan ke daerah dan wajib diterapkan. Atau pelatih top yang ada di PSSI turun gunung ke daerah,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola Abdi Panjaitan, tanggal 11 Mei 2014)

Abdi kemudian memberikan masukkan dan saran atas kurikulum untuk SSB berdasarkan kelompok usia. Selanjutnya Abdi menyarankan untuk

pembinaan usia 7 sampai 10 tahun lebih baik pembinaan lebih diarahkan pada pengenalan sepak bola secara langsung dengan membiarkan anak-anak bermain bola dengan cara yang mereka senangi dan sesekali mereka juga boleh diajak untuk happy game, sehingga akan tertanam rasa suka dan senang ketika bermain sepak bila. Sedangkan untuk usia 11 sampai 10 tahun Abdi menegaskan posisi pelatih sangatlah penting. Karena pada usia ini adalah usia emas bagi pemain. Di mana pada usia ini pemain mulai menanjak cara pemainnya, sehingga pemain paling mudah menyerap teknik-teknik sepak bola.

“Pada usia ini pemain sudah bisa diajarkan teknik dan kemahiran serta menerapkannya di waktu yang tepat.Bisa juga memulai memberikan wawasan bermain, taktik kombinasi satu dua.Tapi sekali lagi, saya bukan pemain bola. Ini hanya amatan serta wawasan yang muncul setelah lama bergaul bersama pelatih sepak bola,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan tanggal 11 Mei 2014)

Untuk usia 13 sampai dengan 14 tahun, Abdi menyarankan agar pelatih memiliki program yang sesuia dengan usia ini. Mengingat pada usia ini para pemain para pemain sudah memasuki masa puberitas yang terkadang bisa membuat semangat mereka fluktuatif (naik-turun). Secara teknis Abdi mengatakan untuk kelompok usia ini para pemain sudah dapat dilatih dan diberi kemampuan untuk melakukan kordinasi permaian dengan kecepatan tinggi. Selain itu, pemain juga sudah bisa diberikan pemahaman tentang taktik bertahan dan menyerang dalam sepak bola dan membaritaukan kepada pemain tentang makna filosofi setiap posisi yang mereka tempati.

“Menurut hemat saya, untuk usia15 sampai dengan 18 tahun ini sudah masuk dalam kelompok usia dewasa. Target mereka adalah menuju tim senior. Namun yang membuat mereka berbeda adalah kematangan bermain. Dalam usia ini mereka sudah pantas difokuskan dengan program fisik, koordinasi, kecepatan, power,

daya tahan, kelenturan dengan metode yang benar. Lebih dalam soal taktik dan strategi. Seharusnya dalam usia ini, pemain sudah memahami filosofi bermain dalam setiap pola,”

(Hasil wawancara dengan pengamat sepak bola, Abdi Panjaitan tanggal 11 Mei 2014)

Taufik selaku pelatih SSB Tasbi juga mengakui pentingnya satu kurikulum untuk dilaksanakan setiap kali latihan sepak bola digelar.Kerena banyak SSB yang belum memiliki kurikulum pembinaan pemain yang jelas akhirnya menurut Taufik banyak pemain-pemain yang memiliki kemampuan baik tetapi harus terbengkalai. Apalagi di SSB cenderung melakukan kebijakan satu pelatih untuk 20 orang pemain yang memiliki usia yang berbeda-beda. Taufik juga memberikan masukkan bagaimana menyusun kurikulum untuk anak usia delapan tahun ke bawah.

“Misalnya ya kalau kita belajar dari beberapa model pembinaan di Eropa atau di Amerika latin, anak-anak itukan dikasih kebebasan untuk bermain game kemudian dlihat dari situ cocoknya mereka mengisi posisi yang mana. Jika faktor menyerang lebih dominan maka ada sikap mereka jadi posisi striker.Itu dilihat pada saat latihan. Mungkinkan bersamaan denganlatihan dasar kemudian ada namanya game satu lawan satu,pelatih juga bisa lihat karakter anak bagaimana ia bekerja sama dalam pengambilan keputusan, motivasi atau kemudian berjuang untuk menang. Seperti itu kira- kira, pelatih bisa menempatkan posisi bertahan atau menyerang,” (Hasil wawancara dengan pelatih SSB Tasbi, Taufik Hidayat Nasution, Tanggal 29 April 2014)

Pentingnya penyusunan kurikulum pada SSB juga dikatakan oleh Syahril W.P. Menurutnya, setiap pelatih harus memiliki kurikulum yang jelas dalam jangka waktu pelatihan. Jangan sampai apa yang terpikirkan di lapangan lantas serta merta diberikan kepada para pemain atau peserta didik. Syahril menilai setiap satu materi latihan itu harus terkait dengan materi selanjutnya.Sehingga

pelatihan itu harusnya memiliki pola berkelanjutan tidak lagi terbentuk secara sembarangan.

“Seharusnya itu ada, jangan apa yang hadir dilapangan apa yang kita kasih sama dia, itu bukan latihan namanya.Mestinya harus ada hubungan antara latihan hari ini dengan besok. Latihan besok harus ada kaitanya dengan latihan lusa,”

(Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Bahkan menurut Syahril untuk penyusunan kurikulum ini PSSI dan Pemerintah melalui Dinas Pendidikan harus bekerjasama.Sehingga tidak menimbulkan benturan antara latihan di SSB dengan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang dapat merugikan pemain karena nantinya akan ketinggalan dalam pemahaman latihan sepak bola. Apalagi selama ini Syahril menceritakan banyak pemainnya yang mengalami kesulitan setiap kali izin ke sekolah untuk pulang lebih awal dan atau tidak hadir ke sekolah untuk mengikutin kompetisi yang jadwalnya bisa saja berjalan pada pagi hari atau siang hari.Kesulitan ini membuat banyak pemainnya harus membuat surta izin tidak hadir di ke sekolah.

“Itu yang membuat bobrokan sepakbola kita terutama tim kelompok usia. Saya kasih contoh misalnya ada ekstrakurikuler renang sedangkan si anak tidak hobby renang dan lebih suka sepak bola.Masa harus dipaksa?”

“Apa karena ada materi yang dikejar oleh gurunya?Selain itu, Izin