• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

A. Program Pembibitan dan Pembinaan

Program pembibitan dan pembinaan pemain sepak bola selama dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami stagnanisasi. Hal ini disebabkan dalam lima tahun belakangan ini, pengurusan sepak bola yang selama ini berada di bawah naungan PSSI mengalami dualisme kepengurusan. Dualisme kepengurusan ini kemudian melahirkan dua kompetisi yang berbeda pada tingkat nasional.Ada yang berada dibawah naungan Indonesia Primer Laguage (IPL) dan ada juga yang berada dibawah naungan Indonesia Super Laguage (ISL).Hal ini diakui oleh Wakil Ketua I PSSI Kota Medan Bidang Kompetisi dan Pembinaan, Asrul Sani P Batubara.

“Selama lima tahun belakangan ini, sepak bola pada level nasional dan juga pada level provinsi mengalami dualisme kepengurusan. Dualisme ini kemudian membuat pembinaan sepak bola terhambat karena adanya dua kompetisi yang berbeda. Di mana ada kompetisi di di bawah Indonesia Primer Laguage (IPL) dan juga ada kompetisi yang berjalan di bawah Indonesia Super Laguage (ISL),”

(Hasil wawancara dengan Wakil Ketua I PSSI Kota Medan, Asrul Sani P Batubara Tanggal 19 April 2014)

Asrul juga mengatakan dualisme yang terjadi pada tingkat nasional juga terjadi pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan itu yang kemudian membuat pembinaan sepak bola pada level kabupaten/kota atau pada level daerah menjadi terhambat. Asrul mencontoh pada beberapa kota yang memiliki klub sepak bola yang mengalami dualisme.Bahkan dirinya menyebutkan PSMS Medan sebagai salah satu klub yang terkena dampak atas dualisme yang ada pada tubuh PSSI Pusat dan hal itu menurutnya berdampak peningkatan prestasi yang minim.

“Karena terjadinya dualisme kepengurusan dan kompetisi membuat pembinaan pada bawah – provinsi dan juga kabupaten kota – menjadi terganggu. Contoh itu bisa kita lihat pada beberpa kota yang memiliki klub sepak bola yang kemudian terpecah dua pada dua kepengurusan yang ada,”

“Tidak usah jauh-jauh, PSMS Medan saja bisa menjadi contohnya. Di mana PSMS juga mengalami dualisme kepengurusan yang berdampak pada peningkatan prestasi yang sulit diraih karena sponsorship tidak ada yang bergabung karena terjadi dualisme dan penggajian pemain pun sulit dilakukan. Bukan itu saja, pengcab PSSI juga sulit untuk menjalankan kompetisi,”

(Hasil wawancara dengan Wakil Ketua I PSSI Kota Medan, Asrul Sani P Batubara, Tanggal 19 April 2014)

Begitupun, menurut Plt Ketua Koni Medan, Eddy H Sabarani perkembangan sepak bola di Kota Medan secara alamiah telah mengalami kemajuan. Hanya saja baginya, kemajuan sepak bola di Kota Medan sering diidentikkan dengan perkembangan PSMS Medan yang dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami dualisme kepengurusan dan menurutnya itu berpengaruh pada pembinaan sepak bola itu sendiri.

“Jadi kalau kita lihat rentang waktu perkembangan sepak bola kota medan memang secara alamiah sih ada kemajuan. Cuma kita sering mengacu perkembangan sepak bola dimedan itu diidentikkan dengn PSMS,kan gitu. Jadi kalau kita lihat keberadaan PSMS sekarang ini mau tak mau harus kita akui ada pengaruhnya dari gonjang ganjing kepengurusan yang ada. Saya lihat disitu, sehingga memang mau tak mau dia berpengaruh kepada pembinaan itu sendiri gitu,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan, Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Bagi Eddy pengaruh pembinaan itu dapat dilihat dari keberadaan37 klub anggota PSMS Medan yang tidak ada melakukan aktifitas sepak bola.Hal tersebut menurutnya terjadi dikarenakan dua faktor.Pertama, tidak bergulirnya kompetisi antar klub yang berada di bawah naungan PSMS Medan.Kedua, ada faktor dualisme kepengurusan yang ada di PSMS Medan akibat dari dualisme kepengurusan yang ada di PSSI Pusat.Faktor kedua ini bagi Eddy menjadi faktor dominan yang kemudian mempengaruhi berjalan atau tidaknya satu kompetisi yang merupakan bagian dari upaya pembinaan sepak bola khususnya di Kota Medan.

“Latihan tanpa kompetisi itu membuat orang jenuh, kan begitu.Sehingga, memang berpengaruh lah dia dalam pembinaan itu. Kalau kita boleh jujur faktor itu menjadi dominan terjadi karena gonjang ganjing kepengurusan sehingga berpengaruh lah dia,”

“Kalau acuan kita pengembangan bola di Medan adalah PSMS itulah ceritanya.Walaupun itu terjadi adalah tanda kutip problem turunan, bukan di Medan aja tetapi mulai dari IPL ada ISL. Jadi turun kebawah, jadi tidak langsung dari PSMS nya. Jadi karena ada turunan itu terjadilah situasi dilapangan yang berantakan termasuk ke semua aspek sepakbola,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan, Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Namun, Eddy mengatakan, Koni Medan tidak dapat berbuat banyak untuk bisa mendorong terjadinya kembali kompetisi antar klub anggota PSMS

Medan.Mengingat PSMS Medan adalah anggota dari PSSI Pusat.Sehingga Koni Medan tidak memiliki wewenang penuh untuk mengatasi persoalan kompetisi yang ada pada klub-klub anggota PSMS Medan.Pada beberapa kejadian Koni Medan hanya bisa menjadi fasilitator untuk para klub dan Pengurus Cabang PSSI untuk bertemu.

“Sebenarnya sama dengan cabang olah raga yang lain.KONI itu berhubungan langsung kepada Pengcab. Sekarang untuk PSSI berganti nama dengan asosiasi PSSI,bukan Pengcab lagi. Sebenarnya asosiasi PSSI itu anggota KONI.Sedangkan PSMS itu sendiri klub dari PSSI Pusat.Kalau ceritanya PSMS Medan, KONI itu tidak bisa berbuat banyak.Untuk mengatasi permasalahan mereka biasanya dilakukan dengan sharing dan pertemuan – pertemuan. Jadi dari pertemuan itu ada kemungkinan kita bisa mendorong PSSI nya,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Senada dengan apa yang dikatakan oleh Eddy H Sabarani, Hengky Ahmad pemilik Klub Gumarang FC yang merupakan salah satu klub anggota klub PSMS Medan mengutarakan dualisme yang terjadi dipengurusan PSSI sangat dirasakan oleh klub-klub amatir, khususnya Gumarang FC yang merupakan klub binaanya.Bagi Hengky dualisme itu tentunya berdampak buruk terhadap keberlangsungan pembinaan sepak bola khususnya untuk klub-klub amatir.

“Ada, sampai ke level klub amatir seperti kita - kita ini terasa. Begini ini kan PSSI nya, ada dua pengprov-nya, Pengcab-nya juga dua.nggak tahu lagi dimana salahnya?

(Hasil wawancara dengan pemilik klub Gumarang FC, Hengky Ahmad tanggal 26 April 2014)

Lebih lanjut Hengky menjelaskan pembinaan sepak bola di Kota Medan dapat dikatakan menurun secara kualitas dan kuantitas. Jika dilihat dari keterpanggilan pemain asal Kota Medan untuk di Tim Nasional Senior PSSI

maka sudah tidak ada lagi nama-nama pemain yang murni berasal dari medan. Tetapi untuk Tim Nasional Kelompok usia, Hengky mengatakan masih terdapat setidaknya satu atau dua pemain asal Kota Medan.

“Ya, terjadi penurunan prestasi.Jadi dari segi kualitas turun dan kuantitas juga. Kita lihatlah barometernya dari yang dipanggil timnas, siapa anak medan? Padahal sebenarnya potensial itu kita besar. Kita langganan sejak tahun 80an. Mayoritas di timnas itu anak medan. Sekarang satu pun payah setelah terakhir kali ada Markus dan Saktiawan Sinaga. Tapi untuk kelompok usia saya rasa masih adalah,”

(Hasil wawancara dengan Pemilik Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad, Tanggal 26 April 2014)

Menurutnya, hal ini terjadi disebabkan tidak adanya keberlangsungan dalam usaha pembinaan sepak bola.Para pemain yang sudah selesai dari SSB tidak tahu harus berlatih dan bermain di Klub mana.Banyak SSB di Kota Medan tidak memiliki klub-klub amatir pada tingkat lokal untuk menjadi wadah yang siap menampung setiap bakat yang dimiliki pemain dari SSB.Padahal potensi yang ada pada diri pemain cukuplah besar.

“Kalau kita lihat mungkin, sebenarnya, potensinya itu sangat besar.Cuma kalau potensi besar tidak digali mana bisa menghasilkan yang bagus. Maksudnya begini, ssb dimedan ini kanberjamur. cuman terputus dia setelah tamat ssb mau kemana dia. padahal potensinya besar. Mungkin ada beberapalah, setelah ssb dia ada wadah, ya mungkin salah satunya SSB Tasbi yang memiliki PS. Tasbi.Begitu juga SSB karisma, begitu dia tamat dari SSB sudah ada wadah di Klub nya. Ada juniornya, ada seniornya dan memang itu ada mereka kegiatan latihannya,” (Hasil wawancara dengan Pemilik Klub Gumarang FC, Hengky Ahmad, Tanggal 26 April 2014)

Hampir sama dengan Hengky Ahmad, pengamat sepak bola yang juga jurnalis senior untuk sepak bola, Abdi Panjaitan mengatakan kegagalan pembinaan sepak bola di kota medan adalah akibat dari ketidakberlangsungannya

pembinaan sepak bola di Kota Medan. Baginya, banyak pemain dari SSB yang memiliki potensi bagus tetapi bingung untuk bermain di mana, karena hanya sedikit klub-klub lokal yang aktif melakukan pembinaan setelah tamat dari SSB.

“Mungkin Saya bisa memulai dari sebuah contoh.Seorang pemain yang berusia 16 tahun, atau yang baru saja tamat dari SSB kebingungan mau kemana melanjutkan karir sepak bolanya. Dalam usia segitu, seharusnya dia sudah masuk ke jenjang sepak bola (klub) yang akan mendapatkan cara dan strategi bermain. Pertanyaannya, berapa banyak klub di Medan yang aktif menggelar latihan? Dari 40 klub anggota PSMS saja, paling ada 10 yang rutin menggelar latihan,”

“Menurut saya, permasalahan terbesar dalam pembinaan di Medan adalah tidak berjenjang, tanpa kompetisi dan tanpa keseriusan serta dukungan pemerintah setempat.Apa saja dan pola yang bagaimana, ada di jawaban saya selanjutnya”.

(Hasil wawancara dengan pengamat Sepak Bola, Abdi Pajaitan, tanggal 11 Mei 2014)

Meskidemikian, Asisten Pelatih Tim Porwildasu Koni Medan yang juga menjabat sebagai kordinator pelatih SSB Patriot, Syahril WP menilai pembinaan pemain sepak bola untuk kelompok umur atau usia muda sama sekali tidak mengalami kemunduran. Hanya saja yang mengalami kemunduran adalah tim senior. Hal itu bisa dibuktikan dari prestasi yang dihasilkan oleh tim atau klub- klub sepak bola asal Sumut.

“Kalau kelompok umur kita gak pernah mundur. Tapi kalau tim senior total sama sekali itu sudah 1000% mundur. Katakanlah tim liga divisi utama asal sumut itu jauh kali kita mundur. Sudah habislah,sudah bisa dibilang sudah kiamat. Tapi kalau kelompok umur kita tetap konsisten dan kita tetap di pandang orang,” (Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Keberhasilan pembinaan pada kelompok usia muda dapat dilihat dari masih adanya perwakilan pemain asal Medan khususnya Sumut yang masuk

dalam dafar pemain tim nasional pada tiap kelompok usia. Secara rinci Syahril mengatakan ada dua pemain asal Sumut yang masuk pada timnas U-19 dan satu pemain asal Sumut yang memperkuat U-14. Keberhasilan itu terus berlanjut dengan keluarnya kelompok U-12 tahun sebagai runner-up piala danone pada tahun 2012 dan U-13 menjadi runner-up dan juara Piala Yahama pada tahun 2011 dan 2012.

“Dikelompok 12 thn danone kita bisa runner up pada tahun 2012 dan itu diwakili oleh SSB Mabar Putra. Dan kita liat lagi untuk piala Yahama tahun2011 dan 2012 itu kita juara dan runner up. Juara kita waktu itu di final lawan Jawa Tengah dan kita Menang.Sekarang pemain kita yang ikut Piala Yamaha itu Egi asal SSB Tasbi dipanggil ke Timnas U-14.Sedangkan untuk U-19 kita ada Paulo Sitanggang dan Reza Pahlevi Maldini Sitorus. Dari sini kita bisa liat kalau kita tidak ketinggalan,” (Hasil wawancara dengan Asisten Pelatih Porwiladasu Koni Medan, Syahril WP, tanggal 24 April 2014)

Adanya prestasi yang berhasil diraih dalam lima tahun ini dan juga masih adanya beberapa pemain asal Medan dan Sumut yang menjadi pemain Tim Nasional pada tiap-tiap kelompok usia. Setidaknya dapat menjadi bukti keberhasilan pembinaan pada pemain muda meski pada saat yang bersamaan juga terjadi dualisme kepengurusan PSSI.Namun, pengamat sepak bola Liestiadi Lo, menilai dualisme yang terjadi di PSSI berpengaruh negative terhadap perkembangan sepak bola khususnya dalam hal penataan organisasi dan aturan.

“Faktor dualisme yang sebelumnya terjadi di PSSI dan di pengurusan tingkat lokal baru baru ini sedikit banyak berpengaruh negatif dengan perkembangan sepakbola Medan.Tertutama dalam hal penataaan organisasi dan aturan yang jelas antara pengelolaan klub amatir dan professional.Termasuk kurangnya tenaga SDM, Infrastruktur dan stake holder yang benar benar ingin dan ikhlas untuk memajukan sepakbola di Medan dalam hal organisasi, kompetisi dan prestasi. Sehingga dengan kendala diatas otomatis perkembangan sepakbola di Medan berjalan di tempat,”

(Hasil wawancara dengan Pengamat Sepak Bola, Liestiadi Lo tanggal 27 April 2014)

Terjadinya dualisme kepengurusan ini tentu bukan tanpa sebab.Asrul menilai, dualisme kepengurusan yang terjadi beberapa tahun belakangan ini disebabkan oleh faktor politik.Di mana selama ini sepak bola dipandang sebagai olahraga rakyat yang selalu dapat mengundang banyak perhatiaan masyarakat.Sehingga partai politik dan anggota partai politik tertarik untuk memanfaatkannya untuk satu kepentingan politik.

“Itulah jika sepak bola sudah dimasuki kepentingan politik. Kita tau, sepak bola adalah olahraga rakyat yang dapat mendatangkan jumlah massa yang besar. Dan itu kemudian itu membuat banyak partai atau pimpinan partai politik atau anggota partai politik tertarik memanfaatkannya untuk kepentingan politik,”

“Namun, kini kedua kompetisi itu sudah bersatu kembali di bawah naungan PT Liga yang menjalankan Indonesia Super Laguage (ISL),”

(Hasil wawancara dengan Wakil Ketua I PSSI Kota Medan, Asrul Sani P Batubara, tanggal 19 April 2014)

Meski dualiasme yang terjadi di dalam tubuh PSSI berpengaruh pada keberlangsungan kompetisi pada level klub tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap usaha pembinaan dan pembibitan pemain usia muda. PSSI selaku badan penyelenggara sepak bola masih tetap melakukan tournament-tournament pada tiap-tiap kelompok usia. Begitu juga dengan KONI Medan dan Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Medan yang tetap melakukan usaha pembinaan dan pembibitan atlet-atlet muda di Kota Medan.

KONI Medan misalnya, meski tidak secara khusus melakukan pembinaan dan pembibitan pemain sepak bola.Tetapi Koni Medan tetap melakukan

pembinaan terhadap 37 jenis cabang olahraga yang berada di bawah naungannya.Namun dari 37 cabang olahraga tersebut tidak semua dapat terakomodir dengan baik.Hal ini dikarenakan terbatasnya anggaran yang ada pada KONI Medan.Sehingga KONI Medan hanya dapat memberikan bantuan secara stimulant kepada setiap Pengcab yang mengurusi cabang olahraga yang ada. Jadi KONI tidak memberikan dana stimulan langsung kepada klub-klub sepak bola atau sasana-sasana tinju secara langsung tetapi harus melalui pengcab yang menaunginya.

“KONI Medan ini membina 37 cabang olahraga dan KONI itu bukan badan untuk mengakomodir semua kebutuhan cabang yang ada. Jujur saja, mungkin ini lebih cerita ke dana. karena dana KONI sendiri terbatas. Kalau ada dukungan KONI sifatnya Stimulan.KONI hanya menginjeksikan dana ketiap pengcab bukan klub-klub yang ada. Pengertian stimulant di sini adalah kalau dia butuh sepuluh kita kasih dua,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Begitupun, sejauh ini Eddy menjelaskan, koordinasi yang dilakukan antara PSSI Medan dengan KONI Medan dalam melakukan pembinaan dan pencarian atletsepak bola di Kota Medan berjalan cukup baik. Hal ini dapat dilihat ketika adanya pencarian atlet sepak bola untuk Pekan Olahraga Wilayah (Porwil) Sumatera Utara. Di mana dalam melakukan seleksi pemain, KONI Medan bekerja sama dengan PSSI Kota Medan.

“Koordinasi dan komunikasi cukup bagus sampai penentuan atlitnya siapa. Kita memiliki tim pemantau, jadi komunikasinya cukup bagus. Jadi utusan-utusan pemain sepak bola atas rekomendasi PSSI medan. Setelah ada itu lalu berani mengatakan itulah atlit KONI Medan untuk di Porwil,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan, Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Oleh karenanya, Porwil dan juga Pekan Olahraga Kota (Porkot) yang dilaksanakan oleh KONI Medan dinilai Eddy sangat bermanfaat bagi pembinaan dan pembibitan atlet-atlet muda, termasuk di dalamnya atlet sepak bola.Hal ini dikarenakan setiap penyelenggaraan Porkot selalu melibatkan seluruh kecamatan yang ada di Kota Medan. Beberapa atlet yang ikut dalam Porkot akan dilihat kemampuan dan prestasinya untuk kemudian didaftarkan kembali menjadi atlet yang akan membawa nama Kota Medan dalam Porwil. Untuk cabang sepak bola sendiri ada 60 pemain yang diseleksi dan sampai akhirnya menjadi 22 pemain.

“Sangat-sangat bermanfaat di Porkot itu.Porkot terakhir kalau saya tidak silap ada 19 atau 20 kecamatan yg ikut ambil bagian. Artinya dari 21 kecamatan kota medan,ada 19 atau 20 kecamatan yang mengikuti cabang sepakbola. Ya jelas bola dikecamatan itu melakukan seleksidan dari sini muncul dia atlit-atlit yang baik,” “Jadi sekarang ini, yang mereka seleksi itu (untuk Porwil) hasil pantauan Porkot.Jadi kalau saya gak silap kemarin mereka melalui talent scouting yang dinilai oleh pelatih-pelatih berpengalaman di Kota Medan seperti Suharto, Amrustian, Syahril WP.Merekalah yang mengakomodir setelah mendapat sekitar 60 atlet dari Porkot dan kemudian selanjutnya di seleksi menjadi 22 pemain untuk dibawa pada Porwil. Jadi jelas sekali lagi manfaat Porwil dan Porkot itu sangat sangat ada,”

(Hasil wawancara dengan Plt Ketua Koni Medan, Eddy H Sabarani, tanggal 24 April 2014)

Hampir sama dengan KONI Medan,Azzam Nasution selaku Kepala Bidang Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dinas Pemuda dan Olahraga (DISPORA)Kota Medan menjelaskan Dinas Pemuda dan Olahraga tidak hanya mengelola cabang olahraga sepak bola saja. Tetapi hampir seluruh cabang olahraga yang ada dikelola oleh DISPORA.Cabang-cabang olahraga tersebut adalah cabang-cabang olahraga yang selalu ikut serta dalam event-event nasional dan internasional.Penetapan itu mengacu pada keputusan Menteri Pemuda Dan Olahraga.

“Kalau Dinas Pemuda dan Olahraga mengelola olahraga tidak hanya cabang sepakbola saja, dia tetap mengacuh kepada event yang terstruktur, artinya ada beberapa cabang olahraga yang kita utamakan dalam hal pembinaan. Sesuai dengan urutan kompetisi yang telah dilaksanakan, artinya mengacu kepada Menegpora,”

(Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei 2014).

Urutan yang diturunkan itu biasanya adalah cabang atletik, gulat dan tenis meja, renang, takraw, badminton, voli dan lain sebagainya.Itu semua diselenggarakan berdasarkan acuan kepada urutan event yang dilaksanakan.Sedangkan untuk pembinaan cabang olahraga sepak bola, Dispora Kota Medan telah membentuk klub-klub sepak bola di sekolah-sekolah.Tetapi klub-klub tersebut bukanlah berupa SBB. Klub-klub sepak bola yang sudah terbentuk sampai saat ini sudah menurut Azzam sudah mencapai 60 klub olahraga. Semua klub yang terbentuk itu kini sudah dalam binaan Dispora Kota Medan.

“Kalau menyangkut masalah upaya pembinaan sepakbola yang dilaksanakan Dinas Pemuda dan Olahraga membentuk klub-klub olahraga di sekolah.Artinya klub klub olahraga sepakbola bukan termasuk SSB (sekolah sepakbola). Artinya di setiap sekolah didorong dan dimotivasi untuk membentuk klub-klub olahraga termasuk klub sepakbola,”

“Ada sekitar 60 klub olahraga yang terbentuk yang kita bina dan kita beri bantuan untuk pelaksanaannya diantaranya di SMP 30, Sekolah Al Azhar, dll. Ada klub – klub olahraganya termasuk cabang sepakbola, sekalipun kita tidak spesifik hanya sepakbola saja karena Dinas Pemuda dan Olahraga mencakup seluruh cabang olahraga,”

(Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei 2014).

Selain itu membentuk klub olahraga di beberapa sekolah, Dispora Kota Medan juga membentuk SBB Dispora yang melakukan latihan setiap sore di lapangan kebun bunga.Tidak hanya SSB tetapi Dispora Kota Medan juga membentuk klub sepak bola Mayang Putra Kota Medan. Azzam juga menyelaskan pembentukkan SSB ini didasari keinginan untuk berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan pembinaan usia dini. Mengingat kelompok usia binaan yang ada di dalam SSB adalah kelompok usia pelajar.

“Kita ingin berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan pembinaan usia dini.Dispora inikan olahraga pendidikan, jadi di SSB itukan kelompok pelajar, umumnya di pelajar. Ya sampai usia 17 itukan pelajar. Jadi pelajar itulah kita salurkan untuk bagaimana di bina, kalaupun ada beberapa sekolah yang masuk ya silahkan saja,”

(Hasil wawancara dengan Kabid Peningkatan Prestasi dan Keolahragaan Dispora Medan, Azzam Nasution, tanggal 2 Mei 2014).

Azzam menjelaskan, pembentukkan SSB ini didasari untuk menyalurkan bakat anak-anak yang ada diseputaran lokasi Kebun Bunga Medan.Untuk menghidupkan SSB Dispora kembali, Azzam mengatakan, Dispora telah bekerjasama dengan stakeholder dan juga masyarakat setempat agar pembinaan sepak bola khususnya diseputaran Kebun Bunga tidak kembali mati suri. Hal itu menurutnya untuk menumbuh kembangkan apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarkat. Untuk itu Azzam berharap adanya juga dukungan dari pihak pemerintah Provinsi.

“Taulah disekitar daerah kebun bunga itukan pengaruh lingkungan sangat besar, artinya kedepan apa-apa yang diinginkan masyarakat kita tumbuh kembangkan, jangan dimatikan gitu. Jadi peran pemerintah terutama pemerintah kota