Penelitian ini saya lakukan setelah mendapat ACC proposal untuk penelitian lapangan dibulan juni hingga juli. Sebenarnya saya telah ACC proposal di bulan mei tetapi karena beberapa alasan dan kendala saya mulai melakukan penelitian di bulan juni. Awalnya penelitian ini saya lakukan sendiri, yang kemudian di bantu beberapa hari oleh teman saya dimasa SMA yang bernama Ganda F Sianipar. Ia adalah salah satu mahasiswa jurusan Tehnik di UNIMED.
Kemudian satu minggu pernah di temani penelitian oleh Ruth Oktodora Ginting salah satu teman saya yang sudah lebih dahulu tamat, ia adalah stambuk 2012 antropologi sosial USU. Selama penelitian, saya tinggal di rumah paman saya (tulang) yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi penelitian.
Awalnya banyak hal yang saya lalui sebelum akhirnya memutuskan untuk mengkaji Gondang Hasapi parmalim ini. Pada saat saya memberitahukan kepada orang tua, beliau senang dengan penjelasan yang saya sampaikan karena berhubung beliau sangat senang dengan hal-hal yang berbau budaya, adat apalagi hal-hal yang berkaitan dengan para peninggalan nenek moyang. Awalnya saya ragu dengan hal yang saya akan teliti karena kata bu Rita salah satu dosen saya sudah banyak yang mengangkat hal tersebut, tetapi saya meyakinkan diri saya sendiri bahwa penelitian saya ini akan berbeda dengan pemikiran dan observasi saya. Mungkin banyak yang sudah meneliti tentang parmalim, tapi bukan berarti
setiap pandangan peneliti sama. Hal tersebutlah yang menguatkan tekad saya untuk melanjutkan penelitian saya. Selain itu saya juga sudah sangat senang segala hal yang berbau dengan budaya, kearifan lokal dan sejenisnya. Parmalim adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah kepercayaan di Batak yang masih ada dan dapat kita rasakan, saksikan hingga pada saat sekarang ini. Parmalim adalah salah satu tanda bahwa, jika sebuah kebudayaan dijaga dan dipertahankan maka bagaimanapun perkembangan zaman tidak akan mempengaruhi ataupun menghilangkan nilai budaya yang ada. Walaupun pada kenyataannya ada sedikit pergeseran atau perubahan yang tidak signifikan, perubahan itu tidak mempengaruhi originalitas dari budaya ataupun kepercayaan parmalim tersebut.
Sebelum saya melakukan penelitian terlebih dahulu mengurus surat ke kantor camat, beberapa kali saya harus pulang dengan tangan kosong tanpa mendapat surat yang saya inginkan dikarenakan birokrasi yang ada dikantor camat ini masih sangat perlu diperhatikan agar kelancaran bagi setiap orang yang ingin mengurus kepentingan pribadi ataupun urusan lain dapat dengan segera dilayani.
Kemudian pada akhirnya saya pun bertemu dengan sekretaris camat yang kebetulan adalah ayah dari teman satu kelas saya waktu SMA yang kemudian beliau langsung mempersilahkan saya menemui Bapak Camat Laguboti untuk meminta surat izin dan sedikit berbincang ketika beliau mempertanyakan mengenai judul skripsi saya. Selesai dengan pihak kantor camat, saya juga harus memberi surat penelitian saya kepada pihak kepala desa karena beliaulah yang menaungi dan memimpin desa huta tinggi dengan beliau saya sudah mengenalnya sebelumnya karena tidak asing lagi dengan tulang saya tempat saya tinggal itu.
Selama proses pencarian data, saya mendapat begitu banyak pengalaman dan pelajaran berharga. Hal itu dimulai ketika saya akan mengantarkan surat penelitian kepada pemimpin Parmalim yang ada di Huta Tinggi tersebut, berhubung karena saya belum mengenal sosok beliau saya sudah sangat ketakutan dan pesimis. Ditemani oleh saudara sepupu saya Bang leo Situmorang yang tidak lain adalah anak dari paman saya. Tidak sembarangan orang untuk berbicara dengan beliau dan tidak sembarangan sikap dan sifat yang harus ditunjukkan, harus selalu melempar senyum dan nada suara yang harus saya turunkan oktafnya karena tidak ingin di nilai buruk oleh beliau. Setibanya dirumah beliau, kami menunggu beberapa menit. Hingga beberapa waktu kemudian beliaupun mempersilahkan kami untuk duduk dan sembari berbincang hangat dengan beliau mengenai tujuan dan maksud saya untuk datang ketempat tersebut. Dengan senyum yang ala kadarnya beliaupun menerima saya dengan baik hati, saya merasa sangat lega ketika itu. Pengalaman yang berkesan ketika itu adalah ketika Opung Raja Marnangkok mengatakan “pagogo soarami, hera suarani halak jawa hape boru batak doho kan” yang intinya saya harus membesarkan suara saya karena beliau sudah tua dan pendengarannya sudah mulai terganggu padahal sebelumnya saya sengaja menurunkan oktaf suara saya karena takut kurang sopan itu hal yang sangat lucu menurut saya. Mulai dari hari itu untuk bicara dengan Opung begitu saya memanggil beliau tidak lagi mengatur-atur nada suara saya dengan halusnya bahkan saya menaikkan oktaf suara saya lagi tanpa tentunya tidak berlebihan. Saya beruntung karena untuk penggunaan bahasa daerah saya sangat ahli dalam hal tersebut, berhubung bahasa ibu saya adalah bahasa batak
toba, jadi untuk berkomunikasi agar lebih akrap lagi dengan masyarakat saya tidak begitu kesulitan.
Hampir seluruh masyarakat laguboti selalu menggunakan bahasa daerah pada saat berkomunikasi, baik dari anak kecil, remaja, maupun orang tua. Walau pada kenyataannya banyak juga para orang tua yang sudah berbicara dengan anak mereka dengan menggunakan bahasa indonesia. Anak-anak kecil sudah banyak juga yang menggunakan bahasa indonesia walau pada dasarnya mereka juga mengerti dan menggunakan bahasa daerah atau sering pula saya dengarkan pembicaraan yang bahasanya dicampur aduk oleh mereka, misalnya seperti: ianya hape yang artinya sama dengan oh ianya atau yang lainnya. Untuk berkomunikasi dengan para informan saya menyesuaikan diri dengan si informan, saya harus mengetahui kapan saya akan menggunakan bahasa indonesia, kapan saya menggunakan bahasa daerah dan kapan saya harus menggunakan bahasa campur artinya gabungan antara bahasa indonesia dan bahasa daerah atau biasa disebut marpasir-pasir (istilah yang digunakan orang batak bagi mereka yang belum fasih menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar).
Sebahagian besar penduduk di huta tinggi ini adalah orang tua, hal ini terjadi karena para pemuda/i banyak yang merantau baik melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi sebagai mahasiswa ataupun untuk bekerja. Jadi selama proses penelitian saya jarang menemukan pemuda/i di daerah ini kalupun saya menemukannya beberapa hanya pada hari sabtu ketika kaum Parmalim akan melaksanakan ibadah Mar ari sabtu setiap hari sabtunya. Informan saya juga awalnya adalah semua orang tua itupun sangat sulit untuk mewawancarai mereka
karena setiap harinya tidak selalu ada di rumah karena mereka mempunyai ladang untuk digarap. Saya banyak melakukan wawancara setiap hari sabtunya dimana anggota punguan yang berada dihuta tinggi akan datang dari berbagai desa untuk beribadah sabtunya disana. Sering sekali saya harus merasa kesal ketika saya harus menerima kenyataan bahwa penantian saya selama seminggu sampai pada hari sabtu dimana ada banyak masyarakat yang bisa saya wawancara sudah pulang kerumah mereka masing-masing dengan cepat. Karena setelah ibadah selesai mereka langsung menyebar pulang tanpa sempat saya hentikan untuk berbincang sedikit alasan mereka secepatnya pulang karena masih ada hal yang mereka mau kerjakan.
Selama menggali dan berusaha mendapat informasi yang akurat, padat dan terpercaya saya mendapat pengalaman yang begitu mengharukan sedikit. Hal ini dimulai ketika saya harus menemui pargondang (pemusik) beliaulah yang akan memberi banyak informasi kepada saya tentang bagaimana sebenarnya pengaruh besar dari musik gondang hasapi pada acara ritual sipaha sada tersebut. Perlu waktu yang sangat panjang dan sangat memakan waktu untuk bisa bertemu langsung dengan beliau karena beliau sangat sibuk diundang kesana kemari untuk bermain musik baik dalam acara adat batak toba misalnya pernikahan, kematian dll.
Setiap ada kesempatan bertemu pada ibadah mar ari sabtu dengan beliau saya selalu menampakkan wajah polos saya dengan penuh harap bahwa beliau akan menyempatkan diri untuk sekedar berbincang santai dengan saya. Tetapi, saya selalu mendapat respon yang sama dan tidak bisa berbincang untuk
mendapat informasi dari beliau karena memang beliau sangat sibuk . Hingga pada akhirnya saya menemui beliau dirumahnya, tetapi sebelumnya sudah meminta waktu beliau lewat telefon. Karena rumah Tulang Sitorus tidak kami tahu posisi pastinya, maka kamipun mencarinya. Dengan bantuan teman saya Ganda dan Ruth, kami pun pergi ke laguboti kota dan menyusuri jalan menanyakan kepada orang-orang dimana pargondang parmalim yaitu Bapak Sitorus. Beruntungnya tidak perlu waktu yang lama, kami telah mendapat informasi letak dari rumah beliau. Tulang Sitorus cukup dikenal di daerah itu, itulah sebabnya kami tidak perlu memerlukan waktu yang lama untuk menemukan rumah beliau.
Berwawancara berjam-jam dirumah beliau sangat saya idam-idamkan sejak mulai penelitian lapangan tetapi baru bertemu beliau hampir satu bulan lamanya. Jadi, ketika sudah bertemu dengan beliau saya tidak menyianyiakan kesempatan baik ini. Segala pertanyaan yang ingin saya sampaikan kepada beliau saya tanyakan dibantu oleh dua orang teman saya lainnya. Pengalaman yang berkesan adalah ketika mata saya mulai berkaca-kaca ingin meneteskan air mata karena Tulang Sitorus tersebut sempat menolak untuk memberi informasi kepada saya. Tetapi dengan berkat Tuhan saya mendapatkan hati beliau, karena sebelumnya saya juga sudah meminta izin kepada Opung Raja Marnangkok untuk meminta file informasi dari Tulang Sitorus yang saya perlukan dalam skripsi saya.
Dengan usaha yang baik dan bahasa yang nyaman saya berhasil memenangkan hati Tulang Sitorus, kemudian beliau memberi saya banyak informasi mengenai penelitian skripsi saya. Beliau adalah sosok yang sangat tegas, bertanggung jawab itulah sebabnya beliau sempat menolak untuk tidak memberi saya informasi file
yang saya butuhkan dalam skripsi saya. Tetapi, dengan berjalannya waktu semua terlihat baik-baik saja pembicaraan kami makin lama semakin menyenangkan dan terlihat lebih santai walaupun tetap serius dari sebelumnya. Hingga pada akhirnya istri beliau juga ikut bercerita tentang hal-hal yang membuat mereka menjengkelkan kepada para peneliti yang hanya menggali informasi dan setelah itu mereka pergi tanpa memberikan flasback terhadap parmalim. dengan cerita tersebut saya selalu menanamkan dibenak saya agar nantinya skripsi saya akan saya berikan kepada pihak huta tinggi untuk dimanfaatkan seperlunya dan sebaik-baiknya.
Setiap hari sabtu saya selalu mengikuti ibadah rutin yang dilakukan masyarakat parmalim, pada hari sabtu tersebut saya akan berjumpa dengan banyak orang yang merupakan punguan di huta tinggi tersebut untuk melakukan ibadah.
Seperti halnya ibadah orang kristen dihari minggu mereka juga akan berjumpa satu dengan yang lainnya bahkan untuk sekedar saling menyapa di samping mereka akan beribadah. Untuk orang awam seperti saya, awalnya saya sangat canggung dengan hal ini pertama kali saya mengikuti ibadah saya datang sangat cepat dua jam sebelum mulai hingga Opung Raja Marnangkok salut dengan saya walau pada akhirnya saya sangat bosan menunggu dua jam dimulainya ibadah tersebut. Tetapi untuk menjalin raport yang baik saya sudah cukup ahli, karena sudah lumayan sering terjun kelapangan.
Memasuki pintu masuk tempat ibadah saya sudah mencium bau yang tidak asing lagi bau ini sangat has dengan hidung saya, seketika itupun saya tersadar dan ingat bahwa bau itu sangat familiar ketika saya memasuki kuil-kuil Tamil
India ketika saya melakukan penelitian ditempat tersebut sebelumnya, bau ini juga bisa kita temui di tempat ibadah umat Budha yaitu seperti bau Dupa. Awalnya saya tidak terbiasa dengan bau tersebut karena tercium selama beberapa jam selama ibadah berlangsung. Hal yang paling mengesankan adalah karena sudah terbiasanya saya dilihat dan selalu ikut melaksanakan ibadah setiap hari sabtunya maka mereka tidak asing lagi dengan wajah saya hingga setiap kali saya dilihat oleh istri dari ulu punguan yang sudah tua, saya selalu diberi senyum atau sekedar diajak untuk bicara dan selalu mempersilahkan saya untuk duduk didepan. Dan nenek ini selalu mencarikan saya jodoh dan selalu menawarkan saya kepada ibu-ibu lain apakah ada anaknya untuk saya. Mungkin kami orang batak selalu begitu jika orang tua bertemu dengan sosok perempuan yang terlihat sopan akan disodorkan kepada temannya yang lain jika anaknya tidak adalagi yang ingin dinikahkan.
Salah satu pengalaman saya ketika mencari data di Huta Tinggi adalah ketika dalam proses penelitian saya harus jatuh hati kepada seorang pemuda parmalim yang tidak ingin saya sebut namanya, walau itu hanya sekedar dan tidak ingin memilikinya, kami cukup dekat dan cukup sering saya meminta tolong kepada Dia dan pada akhirnya saya harus menghapus segala akses yang berhubungan dengan Dia dikarenakan kami punya masalah yang tidak terlalu serius dan mungkin hanya kesalah pahaman yang mengharuskan kami untuk tidak saling menghubungi lagi satu sama lain. Ada beberapa remaja yang saya ajak untuk sekedar berbincang salah satunya adalah hendro butar-butar, Dia mempunyai banyak pengalaman dalam bidang pengetahuan tentang parmalim
karena dia merupakan salah satu naposo untuk mengajari anak-anak mengenal bagaimana parmalim dan ajaran-ajarannya.
Pengalaman saya ketika mengikuti Upacara Ritual Sipaha Lima di bulan juli satu bulan lalu adalah ketika masyarakat disana selalu memanggil saya untuk duduk disampingnya ketika akan makan dalam acara tersebut. Terlebih ibu mamak Gita, beliau selalu mengistimewakan saya dianggap sebagai adik sendiri, meminta makan dan minum saya hingga tidak memperbolehkan saya untuk ikut berperan serta bekerja melayani masyarakat yang datang dari segala penjuru yang menganut agama parmalim maupun pihak lain yang ingin menyaksikan perhelatan akbar tersebut.
Hal yang sangat menyedihkan terjadi dalam hidup saya selama penelitian adalah ketika orang yang sangat saya sayangi berubah dan tidak memperdulikan saya lagi, menganggap saya sebagai orang lain, tidak menghargai saya, memutuskan segala harapan dan mimpi saya bersama nya, hingga saya tidak memperdulikan skripsi saya lagi tidak menghiraukan tubuh saya lagi yang semakin lama semakin kurus. Dengan memikirkan skripsi dan hal diluar pemikiran saya, semangat yang seharusnya saya dapatkan dari dia tidak akan saya dapatkan melainkan hanya luka, sedih, hampa dan air mata yang menghiasi hari-hari saya ketika penelitian disana. Orang yang sangat saya percaya dan orang yang sudah saya titipkan seluruh hati saya, yang melalui banyak kisah dengan saya berani mengatakan hal yang tidak seharusnya saya dengar dan saya alami ketika saya dalam penelitian.
Dilain kesempatan, pengalaman yang sangat mengesankan pada saat penelitian dalam proses wawancara di daerah tersebut ketika saya bertanya kepada seorang ibu sebelum saya berbicara dia sudah terlebih dahulu menolak saya dan mengatakan tidak mengetahui apa-apa dan malah menyodorkan anaknya yang masih kecil untuk saya ajak berbicara. Untuk mendapatkan data-data lapangan tidak terlalu sulit saya lakukan karena bahasa yang saya gunakan adalah bahasa daerah yang memunginkan saya lebih akrap dan mengerti satu sama lain. Selain itu rapot yang baik sudah saya bangun dan gunakan dari awal saya datang dan memulai penelitian disana. Semakin berjalannya waktu maka semakin mereka terbuka untuk berbicara atau sekedar bercanda gurau dengan saya.
Setiap kegiatan yang dilakukan masyarakat saya amati untuk mendapatkan informasi yang saya harapkan, menjalin raport yang baik juga dengan wawancara mendalam kepada informan-informan yang sangat saya kasihi tersebut. Suatu saat saya ingin kembali lagi ke lokasi penelitian tersebut untuk menunjukkan hasil dari penelitian yang saya lakukan dan kerjakan. Metode yang saya gunakan dilapangan sangat membantu penelitian saya selama dilapangan. Sehingga sekalipun saya mengalami kendala dalam penelitian saya, tetapi dengan tehnik dan metode penelitian yang saya gunakan maka kesulitan tersebut bisa ter atasi dengan sedikit usaha yang lumayan menguras tenaga.
BAB II
GAMBARAN UMUM HUTATINGGI
Laguboti adalah salah satu kecamatan yang terdapat di Kab. Toba Samosir. Terdapat beberapa desa yang ada di daerah ini, salah satunya adalah Desa Pardomuan Nauli. Desa ini adalah lokasi dimana Hutatinggi berada, yaitu lokasi yang ditempati oleh Ugamo Malim. Dipimpin oleh kepala desa yang bernama Josia Hutahaean. Untuk mengetahui data-data yang signifikan dalam penelitian ini dan untuk melengkapi hasil penelitian tentang Desa Pardomuan Nauli maka sangat penting untuk mencantumkan gambaran umum Kecamatan Laguboti ini dalam angka. Sebagian besar daerah ini dihuni oleh Etnis Batak Toba. Untuk itu perlu untuk mengetahui sejarah singkat dari etnis Batak Toba.
2.1. Sejarah Singkat Etnis Batak Toba
Etnis Batak terbagi atas: Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Toba, Batak Pakpak, dan Batak Mandailing. Secara keseluruhan, masyarakat Batak bertempat tinggal mengelilingi Danau Toba yang saat ini terbagi atas beberapa kabupaten. Batak Toba merupakan pusat budaya Batak karena diantara sub-etnis lainnya, hanya Batak Toba yang mempunyai mitos penciptaan.
Marpaung, (2013:31-32) mengatakan Mitos penciptaan etnis Batak Toba bahwa masyarakat Batak Toba berasal dari mulajadi nabolon, yaitu dewa tertinggi
dalam sejarah mitologi Batak. Kemudian mulajadi nabolon mengirimkan siRaja Batak ke bumi tepatnya dikaki Gunung Pusuk Buhit. Siraja Batak memiliki dua orang putra, yaitu Guru Tateabulan dan Raja Isombaon. Guru Tateabulan memilki lima anak laki-laki, yaitu Raja Biak-biak, Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, Malauraja, dan empat anak perempuan, yaitu Sibidinglaut, Siborupareme, Siboruparomas, dan Nan Tinjo. Salah seorang anak raja ada yang menikah dengan saudara perempuannya, yaitu Sariburaja dan Siborupareme. Sedangkan, Raja Isombaon memiliki tiga orang anak laki-laki yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asiasi, dan Sangkarsomalidang. Masyarakat Batak Toba yang sekarang ini tersebar diseluruh dunia adalah keturunan dari anak raja-raja tersebut dan hingga kini anak dan boru batak jika dia adalah seorang laki-laki akan disebut anakni Raja dan jika dia adalah seorang perempuan maka dia akan disebut boruni Raja14.
Salah satu tanah Batak dari beberapa tempat yang didiami oleh masyarakat Batak Toba adalah Toba Samosir, yang mempunyai beberapa kecamatan salah satunya adalah kecamatan Laguboti. Ada sebuah desa yang didiami oleh sebuah aliran kepercayaan nenek moyang Parmalim yaitu Desa Pardomuan Nauli. Lokasi tanah yang didiami aliran kepercayaan Ugamo Malim ini disebut Hutatinggi.
Huta adalah sekelomppok rumah yang berdiri diatas tanah satu kawasan yang dihuni oleh beberapa keluarga yang terikat dalam satu kerabat. Sebagai contoh adalah Hutatinggi yang dihuni oleh masyarakat Parmalim.
14Cerita singkat sejarah asal muasal Suku Batak http://blog-sipituama.blogspot.co.id (diakses senin 03 oktober 2016), Kubur Batu Di Samosir ( Yohana Pamella Berliana Marpaung 2013:30-31)
2.2. Letak dan Keadaan Hutatinggi
Akses tiap desa ke ibukota kecamatan relatif mudah. Karena seluruh desa/kelurahan sudah dapat dilalui oleh alat transportasi roda dua atau roda empat dan jaraknya pun relatif dekat. Sedangkan jarak Desa Pardomuan Nauli ke kantor kecamatan yaitu 2,5 km. untuk mencapai lokasi ini dapat menggunakan kendaraan umum. Hutatinggi juga dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum seperti angkot atau becak, karena akses jalan menuju tempat ini sudah cukup bagus. Desa/Kelurahan yang memiliki jarak terdekat dengan kantor kecamatan adalah kelurahan Pasar Laguboti yaitu 0,1 km dan desa terjauh dari kantor kecamatan adalah Desa Sidulang yaitu 7,1 km.
Masyarakat yang menempati wilayah Parmalim Hutatinggi sebagian besar merupakan usia produktif usia 25-50 tahun. Hal ini disesbabkan karena masyarakat ini sangat menyarankan anak-anaknya untuk sekolah kejenjang yang lebih tinggi lagi setelah tamat SMA. Karena masyarakat ini ingin membuktikan bahwa mereka juga mampu bersaing dikancah yang lebih tinggi dan meyakinkan.
Seperti yang kita ketahui tidak jarang mereka tidak diterima disuatu instansi tertentu karena kolom agama di KTP mereka dikosongkan atau dibuat aliran kepercayaan.
Jumlah penduduk Parmalim yang menempati wilayah Hutatinggi adalah 67 orang, sedangkan lainnya masyarakat yang menganut Ugamo Malim ini berada di pasar Laguboti, Porsea, Parsoburan dan lainnya seperti Balige. Berikut adalah denah sederhana untuk mencapai lokasi Hutatinggi, lokasi ugamo malim.
Gambar tersebut diatas menunjukkan bahwa akses untuk mencapai lokasi Hutatinggi lokasi Ugamo Malim sangatlah mudah untuk ditempuh dengan berbagai kendaraan. Jalan, akses, trasportasi, dan lokasi yang tidak terlalu rumit juga mempermudah siapa saja yang ingin mengunjungi lokasi tersebut.
Hal ini dapat terlihat dimulai dari pusat kota Laguboti yang sangat strategis. Berada di jalan lintas untuk menuju berbagai tempat, misalnya dari kota Medan menuju Kab. Humbang, Kab. Tapanuli, dll.
Dari pusat kota untuk mencapai lokasi, terlebih dahulu akan melewati
Dari pusat kota untuk mencapai lokasi, terlebih dahulu akan melewati