• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI GONDANG HASAPI BATAK TOBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRADISI GONDANG HASAPI BATAK TOBA"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI GONDANG HASAPI BATAK TOBA

Kajian Fungsi Sosial Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mendapatkan gelar Sarjana Sosial

Dalam bidang Antropologi

Oleh Junike Sihombing

120905033

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLIRIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama :Junike Sihombing Nim :120905033

Departemen :Antropologi Sosial

Judul :Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir

Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,

Prof. Drs. Mauly Purba, MA. Ph.D Dr. Fikarwin Zuska NIP. 19610829 198903 1 003 NIP.19621220 198903 1 005

Dekan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si

NIP. 197409302005011002

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan

Laguboti Kabupaten Toba Samosir

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Desember 2016

Junike Sihombing

(4)

ABSTRAK

Junike sihombing, 2016. Judul skripsi: Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba:

Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi dalam Upacara Ritual Sipaha Sada Parmalim di Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir. Skripsi terdiri dari 5 bab, 105 halaman, lampiran, glosarium dan 14 gambar.

Tulisan ini mengkaji fungsi sosial yang terdapat di dalam penggunaan gondang hasapi pada upacara ritual parmalim. khususnya pada upacara ritual sipaha sada yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi. Penelitian ini dilakukan di Hutatinggi Desa Pardomuan Nauli, yang berada di Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Desa ini merupakan satu-satunya pusat ajaran Ugamo Malim yang ada diseluruh Indonesia.

Ada beberapa upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam aturan adat dan kehidupan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah sipaha sada yang dilakukan untuk memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi dengan menggunakan gondang hasapi.

Metode etnografi secara holistik yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi data dan penjelasan dari masyarakat yang mereka terima dari proses pembelajaran dan pewarisan budaya secara turun temurun, baik secara lisan maupun tulisan dari generasi sebelumnya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada masyarakat yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian, studi pustaka, dan pengumpulan data lainnya. Permasalahan yang dibahas adalah apakah yang menjadi fungsi sosial dari tradisi penggunaan gondang hasapi yang khusus digunakan dalam upacara ritual sipaha sada parmalim. hasil dari penelitian dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan gondang hasapi dalam upacara ritual tersebut sangat erat hubungannya dengan masyarakat karena merupakan sebuah media penyampaian yang sah. Terdapat beberapa fungsi dan makna sosial bagi kehidupan masyarakat parmalim dengan adanya gondang hasapi dalam pelaksanaan sipaha sada.

Kesimpulannya adalah keberadaan gondang hasapi merupakan media penyampaian dan juga merupakan stempel pengesahan untuk upacara yang sedang dilaksanakan. Terdapat beberapa fungsi sosial yang terkandung dalam penggunaan gondang hasapi di upacara sipaha sada tersebut. Dan sampai sekarang originalitas dari pelaksanakaan upacara keagamaan itu masih dijalankan tanpa menghilangkan satu unsurpun. Berdasarkan pengalaman dilapangan, pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai makna dan fungsi gondang hasapi menjelaskan bahwa penggunaan gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada sangatlah berperan penting dan merupakan salah satu faktor utama terlaksananya upacara ritual tersebut.

Kata kunci: Ugamo Malim, Sipaha Sada, Gondang Hasapi

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat, kasih karunia, dan anugrah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Gondang Hasapi Parmalim”

(Mengkaji Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir).

Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen Antropologi, Fakulta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga saya yang senantiasa sangat mengasihi, mendidik, menjaga, dan memotivasi saya. Terutama kepada orang tua tunggal saya, yaitu:

ibu saya Pangibulan Eva Norma Monalisa br. Tumorang yang telah menjaga, merawat, membimbing, menyekolahkan saya sendirian dengan sekuat tenaga hingga tidak ada Ibu sekuat beliau, kakak saya tersayang Vera Kristina br.

Hombing yang selalu membantu dan menyemangati, tulang saya tercinta Bosmer Situmorang yang membantu saya selama perkuliahan, beliaulah yang selalu memberi nasihat dan mengajari saya arti dari sebuah mimpi. Opung saya tersayang Setia Tamba, serta keluarga saya yang lain, Tulang leo Situmorang, Tulang Rio Situmorang, Tulang Zeus Situmorang dan seluruh keluarga besar OP.

Leo Situmorang yang tak bisa saya sebut satu persatu. Tidak lupa juga saya

(6)

sampaikan kepada Alm. Nelly Montinim Situmorang S.pd tante saya yang mengharapkan saya berhasil dimasa hidupnya dan juga kepada Alm. Maraden Sihombing selaku Ayah saya yang telah meninggalkan saya sebelum saya lahir kedunia.

Saya juga menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus dan sebesar- besarnya kepada Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, MA. P.hd., selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak memberi ilmu, waktu, dan perhatian serta bimbingannya kepada saya mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si.

kepada ketua Departemen Antropologi yang dengan senantiasa dengan baik dan memberikan arahan dari mulai pengajuan judul, pembuatan proposal hingga saat ini, Bapak Dr, Fikarwin Zuska dan Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan.

Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada camat laguboti

yang telah memberi izin penelitian dan mengeluarkan surat-surat yang saya

perlukan dalam rangka penelitian saya. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga

saya sampaikan kepada kepala desa pardomuan nauli yang menaungi desa lokasi

penelitian saya di Huta Tinggi dan juga mengizinkan saya penelitian di desa

tersebut. Terutama terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ulu Punguan

Parmalim Opung Raja Marnangkok Naipospos yang selalu memberi saya

senyuman hangat ketika saya selalu hadir dalam setiap Mar ari sabtu ataupun pada

(7)

kesempatan-kesempatan lainnya beserta juga istri beliau, Bapak Simanjuntak

selaku ihutan di Huta Tinggi beserta keluarga, serta seluruh masyarakat parmalim

yang sangat mencintai saya dan mengasihi saya, membantu saya selama penelitian

terutama kepada Tulang Sitorus beserta istri dan juga keluarga yang sudah

memberi banyak sekali informasi dan file yang saya perlukan juga yang telah

menerima saya dengan baik setelah butuh waktu yang lama untuk menemui

beliau, Tomi Tongam Sitorus, Hendro Butar-butar beserta keluarga yang sangat

baik hati selalu menerima saya dan juga memberi saya informasi yang sangat

banyak serta kasih yang saya rasakan, Opung Silaen yang memberi saya

pengajaran tentang bagaimana hidup sebagai seorang malim yang sesungguhnya

dalam kehidupan dan memberi ilmu pengetahuan filsafat yang tidak pernah saya

dengarkan sebelumnya yang dapat menambah wawasan saya dan memberi saya

waktu, Sahala Naipospos yang memberi motivasi yang bisa saya gunakan dalam

penelitian saya, Ibu Mamak Gita yang selalu ramah dan selalu menganggap saya

keluarga dan selalu peduli dalam setiap kesempatan, uli gurning, serta Bapak

Monang Naipospos adik dari Opung Raja Naipospos yang sangat ramah dan

mengajari saya dalam penelitian juga memberi informasi yang baik dalam

penelitian saya kurang lebih dua bulan, serta masih banyak lagi masyarakat

parmalim yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu menerima dan

memberi saya senyuman hangat, mereka adalah informan sekaligus keluarga baru

saya karena keramahan, kebaikan dan kepedulian mereka dalam membantu

penyelesaian skripsi saya.

(8)

Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2012 atas segala hal yang kita lalui bersama selama ini, atas pengalaman-pengalaman yang tidak terlupakan selama masa perkuliahan, terutama kepada Jayanti M Lubis teman saya serumah dan teman saya bermain, Ruth Oktodora Ginting yang membantu saya selama seminggu dilapangan penelitian, Erikson Silaban, Bill Tancer Situmorang, Jupentus Pardosi, Fritz Okto Saragih yang pernah merajut asa bersama dengan saya serta teman yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Begitu juga kepada senior-senior saya tercinta angkatan 2009, 2010, 2011, serta junior-junior saya angkatan 2013, 2014, 2015 serta 2016.

Saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak balar yang mengizinkan saya mulai dari magang, penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi untuk tetap berkunjung dan menambah referensi buku-buku yang saya perlukan. Terima kasih untuk seluruh staf pengajar Departemen Antropologi FISIP USU yang memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama perkuliahan. Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak Nurhayati, juga kepada bagian pendidikan Departemen Antropologi Kak Sofi yang berperan penting dalam surat- surat dan keperluan saya selama ini. Kiranya Tuhan membalas segala kebaikan yang saya terima selama ini.

Saya yakin bahwa masih banyak ucapan terimakasih yang tidak saya

sebutkan dan masig banyak hal-hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini. Saya

berharap akan adanya saran, masukan, dan kritik bagi skripsi ini, sehingga

(9)

tercapainya suatu tulisan yang baik dan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Desember 2016

Penulis,

Junike Sihombing

(10)

RIWAYAT SINGKAT PENULIS

JUNIKE SIHOMBING atau yang akrab dipanggil Juni ataupun Nike, lahir di Tanjung Bunga Desa Siharjulu Kec.

Lintongnihuta Kab. Humbang hasundutan pada tanggal 13 juni 1994 dari pasangan M. Sihombing ( + ) dan P.

br Tumorang, adik dari Vera K sihombing yang merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negri 173324 lintongnihuta yang kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negri 2 Lintongnihuta, dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negri 1 Laguboti.

Hingga pada saat ini melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara. Diperguruan tinggi ini penulis menjalani/mengambil program studi Antropologi Sosial yang dinaungi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun alamat email aktif yang bisa dihubungi yaitu [email protected], whatsap yaitu 082273274912.

Selama perkuliahan penulis banyak mengikuti beberapa kegiatan dalam

aktivitas kampus, adapun kegiatan diantaranya adalah :

(11)

1. Peserta dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru antropologi 2012 di sibolangit,

2. Peserta seminar training of fasilitator ( TOF ) angkatan ke V di Hotel Candhi jln. Darusalam no. 124 Medan tahun 2013,

3. Peserta natal antropologi tahun 2012 dan Panitia pelaksanaan natal antropologi tahun 2013,

4. Penerima beasiswa yang diberikan Bank BNI pada tahun 2013,

5. Panitia bayangan pelaksanaan kegiatan penerimaan mahasiswa baru tahun 2013 dan menjadi panitia inti dan menjadi kordinator dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru tahun 2014,

6. Peserta dalam pelaksanaan seminar pelecehan seksual pada perempuan di simalingkar, medan yang dilaksanakan oleh LSM,

7. Menjadi Sekretaris INSAN ( Ikatan Dongan Sabutuha Antropologi ) tahun 2015 hingga saat ini.

8. Sebagai tim survei dalam Survei Permasalahan Publik di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam yang dilaksanakan oleh MRC (Media Research Center).

9. Peserta dalam seminar Kementerian Luar Negeri yang dilaksanakan di Biro Rektor USU.

10. Peserta workshop IFGF Medan dengan pembahasan Perspective on

LGBT, serta banyak kegiatan lain didalam maupun diluar perkuliahan.

(12)

LAMPIRAN

Foto

Daftar interview guide

Daftar Nama Informan

Surat balasan dari kecamatan

Glosarium

(13)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyelesaian skripsi ini dan segala pelengkap lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Judul skripsi ini adalah “Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir “.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi

dengan masyarakat parmalim yang tinggal di Huta Tinggi Laguboti, serta studi

pustaka dan sumber internet. Skripsi ini membahas mengenai pengetahuan,

pendapat dan perasaan masyarakat parmalim mengenai penggunaan dalam ritual

Sipaha Sada sebagai salah satu pelengkap pengadaan acara tersebut. Pembahasan

tersebut dikhususkan pada pengetahuan, perasaan terutama fungsi sosial yang

terdapat dalam penggunaan gondang hasapi dalam ritual Sipaha Sada, bagaimana

masyarakat parmalim mengartikan atau menghayati hal-hal yang terkandung

seperti alunan musik itu ataupun hal lain dalam musik gondang hasapi, yang dapat

membuat pendengarnya terutama masyarakat yang menganut ajaran parmalim

merasakan hal yang berbeda, merasakan suka cita atau ekspresi-ekspresi yang

timbul seperti tarian, gerak tubuh, mimik dll dengan mendengar gondang tersebut.

(14)

Dalam berbagai ritual-ritual parmalim ataupun kebudayaan yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa tentu beberapa diantaranya tidak asing lagi bila kita mendengarkan lantunan ataupun alunan-alunan. Seperti dalam ritual sipaha sada parmalim digunakan musik gondang hasapi yang melengkapi berlangsungnya acara tersebut. Ada ekspresi tersendiri yang timbul dalam jiwa masing-masing msyarakat parmalim, ada gejolak tersendiri yang menggerakkan masyarakat yang mengikuti acara sipaha sada sehingga muncullah fungsi sosial dalam raga setiap pengikut parmalim begitu juga dapat mempengaruhi hal yang sama bagi masyarakat diluar ajaran ini.

Pengetahuan dan pendapat yang mereka miliki saat ini adalah warisan yang di turun-temurunkan oleh generasi sebelumnya. Dalam konteksnya bahwa dalam ritual sipaha sada tidak pernah berubah jenis ataupun aliran musik yang digunakan, akan tetapi dari dulu hingga sekarang Gondang Hasapi lah yang selalu digunakan untuk melengkapi adanya ritual tersebut. Dalam penggunaannya, mereka akan merasa lebih lengkap, lebih dekat dan lebih fokus untuk melaksanakan acara ini hingga mereka akan dengan tidak sadar dapat melakukan hal-hal diluar dugaan mereka seperti menari dengan begitu ahlinya atau beberapa dari antara mereka akan kesurupan.

Masyarakat parmalim sangat mencintai gondang dan tidak pernah ada

ritual-ritual tanpa bunyi-bunyian, mereka selalu menanamkan nilai-nilai tersebut

kepada generasi-generasi berikutnya. Jika masyarakat generasi sebelumnya

jumlahnya masih bisa dihitung maka sekarang jumlah mereka sudah semakin

banyak dan selalu mempertahankan setiap hal yang terkait dalam setiap hal-hal

(15)

yang mereka lakukan di lingkungan dan dalam kehidupan sehari-hari termasuk penggunaan gondang hasapi dalam ritual sipaha sada parmalim.

Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, peta lokasi penelitian skripsi, surat-surat penelitian, serta gambar-gambar yang saya dapatkan selama proses penelitian.

Saya menyadari dan yakin akan adanya kekurangan dalam skripsi ini baik dalam penulisan, pengkajian dan lainnya karena sebuah pribahasa mengatakan

“tak ada gading yang tak retak”. Sehingga, saya akan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya sebuah skripsi yang baik dan berguna bagi mahasiswa, masyarakat ataupun pihak pembaca dari berbagai kalangan terutama mahasiswa Antropologi Sosial USU. Demikian pengantar dari saya, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2016

Penulis

Junike Sihombing

(16)

DAFTAR ISI

Halaman persetujuan ... i

Halaman pengesahan ... ii

Pernyataan originalitas ... iii

Abstrak ... iv

Ucapan terimakasih ... vi

Riwayat singkat penulis ... xi

Kata pengantar ... xiii

Daftar isi ... xvi

Daftar gambar ... xix

Lampiran BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Maslah ... 7

1.3.Lokasi Penelitian ... 7

1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.5.Tinjauan Pustaka ... 9

1.6.Metode Penelitian ... 19

1.7.Pengalaman Lapangan ... 24

BAB II GAMBARAN UMUM HUTATINGGI 2.1.Sejarah Singkat Etnis Batak Toba ... 34

2.2.Letak dan Keadaan Hutatinggi ... 36

2.3.Sosial ... 40

2.3.1.Pendidikan ... 40

(17)

2.3.2.Sistem Religi ... 42

2.3.3.Kesehatan ... 43

2.3.4.Sarana dan Prasarana ... 43

2.3.5.Sistem Sosial ... 44

2.3.6.Komunikasi dan Paeriwisata ... 45

2.3.7.Perdagangan ... 46

BAB III TRADISI GONDANG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA 3.1.Pengertian Konsep Gondang ... 47

3.2.Jenis-jenis Ensambel Gondang ... 50

3.2.1.Ensambel Gondang Sabangunan ... 50

3.2.2.Ensambel Gondang Hasapi ... 55

3.2.3.Ensambel Gondang Bulu ... 59

3.3.Gondang dan Tortor ... 60

3.4.Penggunaan Gondang Dalam Berbagai Upacara Adat Pada Masyarakat Batak Toba ... 62

3.5.Tradisi Gondang dan Tortor dalam Upacara Parmalim ... 64

3.5.1.Gondang dan Tortor dalam Sipaha Lima ... 68

3.5.2.Gondang dan Tortor dalam Sipaha Sada ... 69

3.5.3.Penggunaan Tortor di dalam Ritual ... 73

BAB IV FUNGSI SOSIAL GONDANG HASAPI DALAM UPACARA SIPAHA SADA PADA KOMUNITAS PARMALIM 4.1.Pengetahuan Masyarakat Parmalim Tentang Gondang Hasapi 79 4.2.Fungsi Sosial Musik Gondang Hasapi ... 83

4.2.1.Fungsi Kesinambungan Kebudayaan ... 87

4.2.2.Fungsi Komunikasi ... 88

(18)

4.2.3.Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial

dan Upacara Keagamaan ... 91

4.2.4.Fungsi Reaksi Jasmani ... 93

4.2.5.Fungsi Pengungkapan Emosional ... 94

BAB V KESIMPULAN ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

LAMPIRAN

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di Hutatinggi, Laguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara masih terdapat sebuah komunitas yang dengan tetap teguh menganut agama nenek moyang suku Batak Toba yaitu Ugamo Malim. (Sembiring, 2012:1-2) Penganut Ugamo Malim ini disebut Parmalim. Mereka meyakini keberadaan Tuhan Pencipta Alam Semesta dengan menyebutnya sebagai Debata Mulajadi Nabolon.

Praktek-praktek ritual masyarakat ini berhubungan dengan Mulajadi Nabolon yang disebut “Ugamo” sementara inti ajaran dalam menjalankan hubungan itu disebut “Hamalimon”. Berdasarkan catatan sejarah dan data yang dikumpulkan dari penganut agama ini, organisai Parmalim Hutatinggi dirintis oleh Raja Mulia Naipospos

1

. Saat ini Parmalim Hutatinggi dipimpin Raja Marnakkok Naipospos

2

, cucu Raja Mulia Naipospos. Beliau inilah yang memimpin setiap upacara-upacara ritual yang dilakukan Parmalim Hutatinggi.

Sebagai salah satu agama suku Batak Toba, Ugamo Malim juga menjalankan norma-norma yang terdapat dalam aturan suku. Agama suku ini mempunyai beberapa praktek ritual/norma yang menjadi keharusan antara lain adalah Mardebata (MarTuhan), Martutur (menjunjung tinggi kekerabatan), Marpatik (menjalankan aturan), Maruhum (menghormati hukum), Maradat

1 Raja Mulia Naipospos meninggal dunia pada 18 Februari 1956, beliau adalah perintis Agama Malim di Hutatinggi, Laguboti.

2Raja Marnakkok Naipospos baru saja meninggal dunia tepatnya pada hari rabu, 14 september 2016, masih belum diketahui siapa nantinya yang akan menggantikan posisi beliau dan beliau adalah salah satu informan kunci penulis.

(20)

(menjunjung tinggi adat) kelima keharusan itu disebut sebagai sisia sia nalima sebagai salah satu filosofi orang Batak, termasuk Batak Toba. Hal inilah yang selalu diamalkan dan dilaksanakan parmalim dalam menjalankan upacara-upacara keagamaan mereka, baik berupa upacara besar seperti sipaha sada atau sipaha lima, maupun ritual-ritual kecil seperti upacara maranggir.

Beberapa upacara keagamaan Ugamo Malim yang wajib dilaksanakan yaitu Upacara Mararisabtu (upacara mingguan), Upacara Martutuaek (upacara kelahiran), Upacara Pasahat tondi (upacara kematian), Upacara Mardebata (upacara sembah Debata), Upacara Mangan napaet (upacara memakan yang pahit dilaksanakan setiap akhir tahun), Upacara Sipaha Sada (upacara memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi), Upacara Sipaha Lima (upacara persembahan sesaji besar), dan Upacara Mamasu-masu (upacara perkawinan) serta upacara pensucian (maranggir) sebagai upacara tambahan tetapi wajib dilaksanakan.

Upacara yang wajib dilaksanakan parmalim tersebut diatas adalah untuk melindungi, melancarkan dan membuat kehidupan masyarakat lebih harmonis dan ter arah sesuai dengan kepercayaan mereka serta memenuhi kehidupan lahir dan batin masyarakat Parmalim Hutatinggi.

Salah satu upacara besar dari beberapa upacara keagamaan tersebut adalah

upacara sipaha sada (parhinaloan) . Sipaha sada adalah salah satu upacara besar

dalam Ugamo Malim. Upacara ini untuk memeringati ari hatutubu (hari

kelahiran) Tuhan Simarimbulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari

anggara (hari ketiga) pada bulan sipaha sada (bulan satu). Tuhan

Simarimbulubosi adalah utusan yang khusus membawa ajaran agama bagi

(21)

masyarakat Batak yang diutus oleh Debata Mulajadinabolon. Sipaha sada dalam kalender Batak adalah nama sebuah bulan yang berarti bulan satu dalam kalender masehi

3

. Upacara ini dilaksanakan selama dua hari yaitu ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) pada bulan sipaha sada. Ari suma adalah puncak dari ritual.

Semua kegiatan upacara seperti memberikan persembahan (pelean), pemujaan (pemujian), berdoa (martonggo), serta manortor dilaksanakan dan dipusatkan di Bale Pasogit

4

dan akan diiringi dengan musik tradisional gondang hasapi.

Gondang Hasapi adalah ensambel

5

musikal yang instrumentasinya terdiri dari hasapi, sarune etek, hesek, dan garantung. Gondang

6

hasapi adalah musik yang digunakan Ugamo Malim sebagai pengiring dalam pelaksanaan rangkaian upacara sipaha sada. Menurut Sitorus (pargonsi

7

) masyarakat parmalim Hutatinggi Gondang hasapi dipilih dan disahkan oleh Raja Ungkap Naipospos (ayahanda dari Raja Marnakkok Naipospos) dengan mengumpulkan beberapa pargonsi dan akan memilih komposisi gondang hasapi mana yang cocok untuk mengiringi tarian dan melengkapi acara sipaha sada tersebut.

3 kalender masehi dan kalender batak mempunyai perbedaan yang sangat signifikan, sehingga jika sipaha sada sama artinya dengan bulan satu dikalender masehi akan tetapi dalam kalender batak waktunya berbeda. Sehingga sipaha sada kadang terlaksana dibulan dua atau dibulan tiga pada kalender masehi.

4 Bale pasogit adalah balai asal-usul, tempat pelaksanaaan pemujaan dan doa pada upacara ritual sipaha sada. Terdapat juga bangunan selain bale pasogit yaitu bale partonggoan, bale parpitaan, bale pangaminan dan bale parhobasan.

5 Ensambel adalah sekumpulan alat musik yang dimainkan secara bersama-sama dengan menggunakan beberapa alat musik dan kemudian memainkan lagu dengan alat musik sederhana.

6 Kata gondang mempunyai banyak pengertian, bisa berarti instrumen, ensambel musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif, dan upacara.kata gondang yang digunakan pada kalimat yang berbeda memiliki arti yang berbeda pula (Mauly Purba, 2000:25).

7 Orang yang bertindak memainkan instrumen musik

(22)

Menurut ihutan

8

, ada beberapa judul musik gondang hasapi yang wajib disajikan dan sejalan diikuti dengan tortor

9

pada upacara sipaha sada. Ibrahim Gultom (2010:284-285) menjelaskan bahwa terdapat 12 judul gondang yang diperdengarkan, dalam acara tersebut, yaitu gondang inanta natumubuhon Tuhan (gendang untuk ibu yang melahirkan Tuhan), gondang hatutubu ni Tuhan (gendang saat kelahiran Tuhan), gondang pangharoanan ni Tuhan (gendang menyambut kelahiran Tuhan), gondang didang-didang ni Tuhan (gendang membuai-buai Tuhan), gondang haposoon ni Tuhan (gendang masa muda Tuhan), gondang ni ulaon ni Tuhan (gendang untuk mengenang Tuhan menjalankan pekerjaaNya), gondang habengeton ni Tuhan (gendang ketabahan Tuhan), gondang panghongkopan ni Tuhan (gendang pembelaan/perjuangan Tuhan untuk umat parmalim), gondang hasiakbagion ni Tuhan (gendang penderitaan Tuhan), gondang hamonangan ni Tuhan (gendang kemenangan Tuhan), gondang parolop- olopon (gendang kegembiraan), gondang hasahatan (gendang tercapainya sebuah tujuan).

Segala aturan di dalam Ugamo Malim, dilakukan dengan hati yang bersih melalui persembahan yang suci, dupa dan penyerahan diri di dalam doa (tonggo- tonggo). Ada sepuluh bagian dari doa (partangiangan) di dalam aturan Ugamo Malim yaitu tonggo untuk Mulajadi Nabolon, tonggo untuk Debata Natolu, tonggo untuk Siborudeakparujar, tonggo untuk Nagapadohaniaji, tonggo untuk Boru Saniangnaga, tonggo untuk Patuan Raja Uti, tonggo untuk Tuhan

8 Ihutan adalah sebuah jabatan dalam ritual / pemimpin dari seluruh cabang parmalim Huta Tinggi.

Beliaulah yang memimpin setiap ritual-ritual keagamaan yang dilakukan penganut ugamo malim.

9 Tortor adalah tarian seremonial yang mendampingi penyajian. Keduanya seperti dua sisi yang berbeda pada sebuah uang logam (Mauly Purba, 2000:25).

(23)

Simarimbulubosi, tonggo untuk Raja Naopatpuluopat, tonggo untuk Raja Sisingamangaraja, dan tonggo untuk Raja Nasiakbagi. Setiap tonggo tersebut mempunyai fungsi dan makna yang sama, tetapi mempunyai permintaan yang berbeda untuk setiap kesepuluh tonggo tersebut, tergantung upacara apa yang sedang dilaksanakan.

Khusus untuk sipaha sada yang memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi permintaan yang ada didalam tonggo itu adalah: “mauliate ma hudok hami tu sahala ni Tuhan Simarimbulubosi, marhite ni timpul dohot daupa dohot pangurason on. Ala Ho do Tuhan pargogo naso hatudosan, parbisuk naso boi sumanon, napaimbarimbar rupa, paubauba tompa, naso olo matua tongtong doli-doli. Ho do Tuhan silehon pasu-pasu tu angka na tigor marroha, jala silehon uhum bura tu angka pardosa, ...(udutna)

10

. dan kemudian akan terdengar penyajian gondang hasapi secara beriringan dengan tortor setelah permintaan tonggo diucapkan oleh ihutan.

Gondang hasapi dalam acara ritual sipaha sada berisi sebuah poda (pesan/petuah) sebagai media penyampaian (doa, permintaan, dan hal yang mereka inginkan, dll) yang kemudian diaplikasikan oleh para parmalim ke dalam sebuah tortor (tarian) yang seirama mengikuti ensambel musik tersebut, mereka melakukan komunikasi berbicara/berdoa kepada Tuhan lewat tarian yang mereka lakukan. Terlihat juga ketika mengikuti setiap acara dalam ritual ini, adakalanya mereka akan meneteskan air mata karena mereka menyesali perbuatan yang telah dilakukan, mereka menyadari dan mengingat penderitaan Tuhan, atau bisa sampai

10 Sebuah buku tentang pustaha parguruan taringot tu Ugamo Malim (Raja Marnangkok Naipospos 74-77).

(24)

kesurupan artinya mereka bersatu dengan roh nenek moyang yang mereka sembah lewat sesaji atau doa-doa ataupun penyajian gondang hasapi. Disaat Gondang hasapi mulai disajikan lewat tonggo yang berisikan permintaan atau sebuah penyampaian komunikasi yang tidak bisa dilakukan secara langsung, yang disampaikan oleh ihutan. maka, selanjutnya masyarakat parmalim yang mengikuti jalannya upacara akan mulai manortor sesuai dengan arahan ihutan.

Disaat mereka manortor, ada hal yang menandakan bahwasanya oleh karena gondang tersebut, mereka mengaku atas kesalahan yang mereka lakukan dan mau mengikuti ajaran-ajaran dari Tuhan. sehingga merekapun akan mulai meneteskan air mata karena melalui gondang dan tortor yang mereka laksanakan akan menyampaikan sebuah doa, harapan, pemujaan yang tulus dari lubuk hati.

Disaat manortor dilakukan bersamaan dengan penyajian gondang hasapi maka hal tersebut menandakan bahwa mereka mau dan menerima ajaran-ajaran dari Tuhan, juga dapat diartikan sebagai bentuk penyesalan atas dosa-dosa yang mereka lakukan.

Setiap doa, permintaan, dan hal yang mereka inginkan yang tersirat dalam

gondang hasapi dan tortor pada saat itu di ungkapkan melalui penyampaian

gondang tersebut. Mereka menghayati ajaran-ajaran Tuhan dan mulai menari

seiring dengan komposisi gondang yang dimainkan dalam upacara sipaha sada

tersebut. Melihat mereka menari dengan penghayatan memberikan sebuah makna

bahwa ada hal yang menjadi fungsi dari penggunaan gondang hasapi dalam ritual

sipaha sada tersebut.

(25)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apa fungsi sosial gondang hasapi yang digunakan dalam tradisi upacara ritual parmalim sipaha sada di Huta Tinggi, Laguboti.

1.3.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah Hutatinggi kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan huta tinggi sebagai pusat penelitian disebabkan karena Parmalim Hutatinggi yang menjadi pusat administrasi parmalim diseluruh Indonesia. Objek kajiannya adalah warga penganut Ugamo Malim yang tunduk kepada pimpinan Parmalim Hutatinggi, sekiranya ada sekte lain di luar dari kelompok Hutatinggi tidaklah termasuk dalam kajian ini. Selain itu, ihutan (pemimpin utama) parmalim juga berdomisili diwilayah ini dalam sebuah kompleks yang dikenal dengan sebutan huta parmalim (hutatinggi).

Gambar dibawah adalah peta Kabupaten Toba Samosir. Tanda merah

menunjukkan keberadaan Kecamatan Laguboti letak dari lokasi penelitian penulis

yaitu Huta Tinggi. Daerah ini merupakan kecamatan terbesar ketujuh dari antara

beberapa kecamatan lain yang berada di Kab.Toba samosir, seperti: Kecamatan

Habinsaran, Kecamatan Bor-bor, Pintu Pohan, Balige dll.

(26)

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui kandungan informasi tentang fungsi sosial gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada parmalim dan untuk memperkaya sudut pandang tentang ritual Ugamo Malim.

Pada penelitian ini penulis mengkaji lebih dalam lagi secara etnografi

tentang apa dan bagaimana fungsi sosial gondang hasapi dalam tradisi ritual

sipaha sada parmalim. Dimana fungsi sosial ini berisikan beberapa fungsi musik

dan juga alasan penggunaan dan juga tujuan digunakannya komposisi gondang

tersebut dalam ritual. kajian ini bukanlah hendak ingin mencari kebenaran ajaran

yang dikandung oleh Ugamo Malim, melainkan terbatas pada kajian perspektif

antropologi yang bermaksud untuk mengetahui bagaimana musik itu digunakan,

kebutuhan apa yang dipenuhi oleh gondang hasapi dan pengaplikasiannya serta

alasan dan tujuan penggunaan gondang hasapi tersebut.

(27)

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dikalangan masyarakat yang membaca, mahasiswa dan lain sebagainya, khususnya bagi mahasiswa antropologi yang ingin mengetahui dan ingin mengkaji lebih dalam tentang fungsi sosial gondang hasapi pada tradisi acara sipaha sada parmalim dan terutama bagi mahasiswa yang belum mengetahui sedikitpun tentang kegunaan dan tujuan dari penggunaan gondang hasapi.

Selain dari itu, penelitian ini juga sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan pembelajaran bagi pembaca. Juga sebagai tuntutan studi perkuliahan untuk pemenuhan kewajiban tugas sebagai mahasiswa dan memberikan gambaran tentang beberapa hal pemahaman penulis dalam mengikuti perkuliahan dan untuk memenuhi tugas akhir penulis dalam penulisan skripsi.

Dan untuk penulis sendiri, tulisan ini diharapkan menjadi sebuah pengembangan pengetahuan diri sendiri untuk lebih paham akan Ilmu Antropologi dalam kajian fungsi sosial gondang hasapi dan pemenuhan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana.

1.5. Tinjauan Pustaka

Mengkaji adalah berarti belajar, mempelajari, memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan dan sebagainya), menguji, menelaah, ataupun mengkaji baik buruk suatu perkara. Mengkaji suatu fungsi sosial dalam gondang hasapi yang terdapat pada acara ritual sipaha sada parmalim dimana peneliti akan mempelajari bagaimana penggunaan dan tujuan dari gondang hasapi tersebut.

Untuk memahami fungsi musik gondang hasapi yang terdapat pada ritual

(28)

sipaha sada parmalim, penulis mengacu pada pendapat Alan P. Merriam (1964:210-225) yang menjelaskan bahwa use (penggunaan) mengacu pada masalah situasi atau cara bagaimana musik itu akan digunakan atau bagaimana cara pengaplikasiannya, sedangkan function (fungsi) mengacu pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik yang artinya mengapa suatu jenis musik tertentu yang digunakan, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kehidupan manusia itu sendiri. Lebih jauh lagi fungsi berperan bagi kehidupan sosial masyarakat.

Istilah fungsi sosial mengacu pada cara-cara bertingkah laku atau melakukan tugas-tugas kehidupan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu , orang seorang maupun sebagai keluarga, kolektif, masyarakat, organisasi dsb.

Pelaksanaan fungsi sosial dapat dievaluasi / dinilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi orang, dan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai dengan norma sosial. Untuk dapat berfungsi sosial secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan yaitu:

faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan bersama, dalam keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang yang diberi kedudukan agar melakukan tugas-tugas yang pokok sebagai suatu tanggung jawab atas kewajibannya (kompetensi ). Misalnya seorang berstatus sebagai: ketua, ayah, mahasiswa, pegawai, dsb.

Faktor peran sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan tertentu yang

dianggap penting dan diharapkan harus dikerjakan sebagai konsekwensi dari

(29)

status sosialnya dalam kehidupan bersama (keluarga, kelompok, masyarakat).

Misalnya ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, anak berperan sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah, dsb. Penampilan peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan sumber dan pelaksanaan tugas sehingga individu atau kelompok, seperti keluarga mampu mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati kehidupan. Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan maupun dinilai oleh masyarakat dilingkungannya

Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan, nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, agama, yang menjadi patokan apakah status sosial sudah diperankan dan sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan normal, wajar, dapat diterima oleh masyarakat, bermanfaat bagi orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Pekerja sosial dapat mengadakan evaluasi dan intervensi pelaksanaan fungsi yang dilakukan orang secara individu maupun sebagai kelompok

11

.

Ketiga faktor fungsi sosial diatas tentu saja sangat diperlukan dalam kehidupan lingkungan masyarakat. Dimana dalam status sosial terdapat kedudukan dari seseorang, dan peran sosial berisi tentang bagaimana kegiatan seperti ritual yang berkaitan dengan musik dan lain-lain dalam bermasyarakat serta norma sosial yang mengatur kehidupan masyarakat. Didalam ketiga faktor tersebut ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam lingkungannya

11 Sebuah artikel tentang peran dan fungsi sosial budaya oleh Muhammad Obby Yusuf (0bbzs- web.blogspot.co.id) diakses pada hari rabu 14 juli 2016, pukul 10:08:24 WIB)

(30)

serta terdapat komponen-komponen yang mengatur kegiatan dari masyarakat tersebut, seperti halnya sebuah upacara ritual pada masyarakat parmalim dan beberapa hal yang menjadi fungsi dari penggunaan suatu komponen musik dalam kegiatan parmalim.

Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat sepuluh fungsi musik, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10) fungsi pengintegrasian masyarakat (Merriam 1964: 219-226).

Dari keseluruhan fungsi musik tersebut akan ada beberapa yang akan dikaitkan dalam penggunaan komposisi gondang hasapi dalam acara ritual sipaha sada. Ritual ini mempunyai komponen-komponen yang mengisi sebuah upacara ritual.

Koentjaraningrat (1985:243) menyatakan bahwa komponen dari sebuah

kegiatan upacara ada empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan

alat upacara serta orang yang melakukan dan memimpin upacara. Berdasarkan

teori tersebut maka gondang merupakan benda upacara yang terdapat dalam acara

ritual sipaha sada parmalim. penggunaan musik gondang juga mempunyai waktu

dan tempat yang disediakan dalam ritual yang dimainkan oleh pargonci. Ritual ini

dipimpin oleh Raja Marnakkok Naipospos atau disebut worship leader yang akan

mengorganisir jalannya ritual sipaha sada.

(31)

Sipaha sada adalah salah satu upacara dalam agama malim. Upacara ini khusus memperingati ari hatutubu (hari kelahiran) Tuhan Simarimbulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) bulan sipaha sada (bulan satu). Sebenarnya, sipaha sada dalam kalender batak adalah nama sebuah bulan yang bermakna bulan satu. Karena Simarimbulubosi lahir pada bulan satu, maka hari kelahirannya diperingati pada sipaha sada. Semua kegiatan dipusatkan di bale pasogit partonggoan, Huta Tinggi dengan diiringi musik tradisional yaitu gondang hasapi (kecapi) dan alat musik lainnya.

Repertoar gondang tangiang terdiri dari 10 komposisi gondang dimana masing-masing gondang memiliki komposisi lagunya tersendiri. Kekecualian terjadi untuk gondang Raja Simarimbulubosi dengan komposisi gondang yang sama juga disebut dengan gondang Haposoon Ni Tuhan Si Marimbulubosi.

Demikian pula dengan komposisi gondang Siboru Deak Parujar, dalam konteks tertentu juga disebut dengan gondang Pangharoanan.

Pada perayaan upacara Hatutubu Sipaha Sada, ke duabelas gondang yang ada biasanya dimainkan secara berurutan (fixed repertoire), terutama pada bagian awal pembuka kegiatan ritual, dimana raja ihutan (pimpinan upacara) memulai acara kegiatan ritual dimaksud. Namun, pereduksian jumlah gondang dalam repertoir dapat saja terjadi ketika aktifitas ritual beralih kepada kelompok punguan

12

.

Gondang dalam pengertian perangkat alat musik dapat diketahui dari penyebutan “gondang Batak” yang berarti sebagai ensambel musik. Penggunaan

12 http://mitrariset.com (diakses pada 23 juli 2016, pukul 14.23 WIB), ibrahim gultom (2010:283-285)

(32)

kata gondang dalam penyebutan ensambel musik bisa ditemukan pada pengkategorian dua bentuk ensambel musik tradisi Batak Toba, yakni Gondang Sabangunan (gondang bolon) dan Gondang Hasapi, kata gondang pada konteks kedua kata “sabangunan” dan “hasapi” bermakna “ensambel musik”.

Dalam antropologi, (Ihromi: 2006) upacara ritual dikenal dengan istilah ritus. Ritus dilakukan ada yang untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun kesawah;

ada untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan datang; ada upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan, mulai kehamilan, kelahiran (rites of passage, cyclic rites); dan ada pula upacara berupa kebalikan dari kebiasaan kehidupan harian (rites of reserval) seperti puasa pada bulan atau hari tertentu, kebalikan hari lain yang mereka makan dan minum pada hari lain tersebut.

Karena sesuatu dipercayai sebagai sesuatu yang sakral, maka perlakuan kepadanya tidak boleh seperti terhadap benda-benda biasa, terhadap yang profan

13

. Ada tata tertib tertentu yang harus dilakukan dan adapula larangan atau pantangan (taboo) yang harus dihindari. Taboo juga dipakaikan kepada pelanggaran yang sangat prinsipil dalam ajaran suatu agama atau kepercayaan masyarakat, seperti incest, syirik, dan zina.

Bagi Durkheim, upacara-upacara ritual dan ibadat adalah untuk meningkatkan solidaritas, untuk menghilangkan perhatian kepada kepentingan individu. Masyarakat yang melakukan ritual larut dalam kepentingan bersama.

13 Profan adalah tidak bersangkutan dengan keagamaan dan tujuan: lawan sakral. Tidak kudus atau (suci) karena tercemar, kotor, dsb: tidak suci (www.id.wiktitionary.org/wiki/profan, )

(33)

Terlihat bahwa Durkheim menciutkan makna yang terkandung dalam upacara keagamaan kepada keutuhan masyarakat atau solidaritas sosial. Akan tetapi, banyak pula ibadat atau ritual yang dilakukan sendiri-sendiri, seperti doa, zikir, shalat tahajjud. Makna memperkuat hubungan dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, supaya manusia mendapatkan kepuasan batin, ketabahan, harapan, memperbaiki kesalahan (dengan sering minta ampun), adalah makna-makna penting yang terkandung dalam ibadat, disamping makna untuk tetap jujur, ikhlas, setia kepada janji.

Salah satu bentuk konkrit yang mudah dicermati adalah dari ritual yang

dijalankan oleh parmalim. Menurut Ismail (2012), ritual merupakan ekspresi dari

sistem upacara keagamaan yang merefleksikan adanya hubungan manusia dengan

alam spiritual. Ismail menjelaskan bahwa pelaksanaan ritual ini memiliki fungsi

sosial untuk mengintegrasikan individu-individu dalam masyarakat dari tekanan-

tekanan sosial dan mengembalikan ritme harmonitas (Ismail, 2012:1). Ungkapan

yang mengukuhkan kajian ritual sebagai salah satu bagian yang penting untuk

dicermati dari suatu komunitas penghayat keyakinan adalah apa yang

diungkapkan Soehadha (2008) yang mengatakan bahwa disamping doktrin, aspek

utama dari agama adalah ritual. Ritual menurut soedha merupakan perwujutan

dari pelaksanaan doktrin agama, sekalipun sebagai sarana pengungkapan sikap

religiusitas seseorang, Soehadha menambahkan bahwa ketaatan seseorang

terhadap agama tidak hanya dapat diwujudkan dari keyakinan mereka terhadap

doktrin agama, namun juga diekspresikan penganutnya melalui ritual yang

bersumber dari doktrin tersebut (Soedha 2008:165). Dengan mengidentifikasikan

(34)

dan mencermati ritual, maka akan terlihat bagaimana suatu kelompok mengukuhkan kembali eksistensi mereka (Sembiring 2012:10).

Oleh Durkheim (1912) dan Radcliffe-Brown (1922) upacara itu dianggap mempertebal perasaan kolektif dan integrasi sosial. Isi upacara-apakah pendeta itu berkata begini atau begitu, memegang tongkat ditangan kirinya atau sehelai daun ditangan kanannya itu soal kedua yang tidak dapat dibahas. Di dalam upacara, seperti di dalam mitos, manusia benar-benar terpesona oleh jurang yang memisahkan mereka, sebagai mahluk berbudaya, dari binatang dan fenomena alam lainnya.

Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa manusia melakukan sebuah upacara keagamaan beralaskan perasaan ataupun penghayatan, dimana manusia benar-benar terpesona dengan alam dan sebagai mahluk yang berbudaya.

Sehingga dalam setiap upacara keagamaan yang mereka laksanakan akan mempunyai suatu sistem atau aturan yang akan dijalankan.

Sistem-sistem yang ada dalam setiap upacara keagamaan diantaranya adalah:

a. Kelakuan keagamaan. Dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai

macam perasaan, ialah cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri dsb., atau

dengan suatu campuran perasaan tad. Tiap upacara keagamaan dapat terbagi

kedalam empat komponen, ialah: tempat upacara, saat upacara, benda-benda

dan alat-alat upacara, orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

(35)

b. Tempat upacara yang keramat adalah biasannya suatu tempat yang di khususkan dan yang tidak boleh didatangi oleh orang yang tidak berkepentingan.

c. Saat-saat upacara biasanya dirasakan sebagai saat-saat yang genting dan gawat, dan yang penuh dengan bahaya gaib. Saat-saat itu biasanya saat yang berulang tetap, sejajar dengan irama gerak alam semesta.

d. Benda-benda upacara merupakan alat-alat yang dipakai dalam hal menjalankan upacara-upacara keagamaan. Alat-alat itu seperti wadah untuk tempat sajian, alat kecil seperti sendok, pisau dsb. Untuk sajian juga, sering kali senjata, bendera dsb.

e. Orang-orang yang melakukan upacara. Orang-orang pemuka upacara keagamaan dalam berbagai macam religi dari berbagai macam suku bangsa didunia biasanya dapat kita bagi kedalam tiga golongan, ialah: pendeta, dukun, syaman.

f. Pantangan. Semua komponen upacara keagamaan ialah tempat, saat, alat-alat, dan pemuka-pemuka upacara keagamaan, tetapi juga kesusastraan keagamaan seperti apa yang telah tersebut diatas, mempunyai sifat sacral atau keramat harus mengindahkan pantangan atau larangan.

g. Unsur-unsur dari upacara keagamaan: bersaji, berkorban, berprosesi, upacara seni drama, berpuasa, intoxikasi, bertapa, bersamadi.

Dengan pendapat dari Koentjaraningrat tersebut, maka upacara ritual

parmalim dalam hal ritual sipaha sada melakukan semua sistem-sistem upacara

keagamaan tersebut baik dalam hal puasa, benda-benda dan alat-alat upacara dsb.

(36)

Untuk melengkapi sebuah sistem maka ada unsur-unsur yang membuat suatu kebudayaan itu akan terlihat semakin bermakna.

Setiap kebudayaan mempunyai tujuh unsur dasar, yaitu: kepercayaan, nilai, norma dan sanksi, simbol, teknologi, bahasa, dan kesenian.

 Kepercayaan berkaitan dengan pandangan tentang bagaimana dunia ini

beroperasi. Kepercayaan itu bisa berupa pandangan-pandangan atau interpretasi-interpretasi tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan- penjelasan tentang masa sekarang, bisa berupa prediksi-prediksi tentang masa depan, dan bisa juga berdasarkan common sense, akal sehat, kebijaksanaan yang dimiliki suatu bangsa, agama, ilmu pengetahuan, atau suatu kombinasi antara semua hal tersebut.

 Nilai mengacu pada apa atau sesuatu yang oleh manusia dan masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga.

 Norma dan sanksi, norma mengungkapkan bagaimana seharusnya manusia

bertindak dan jika dilanggar akan mendapat hukuman atau sanksi atas pelanggarannya.

 Teknologi pengetahuan dan teknik-teknik suatu bangsa dipakai untuk membangun kebudayaan materialnya.

 Simbol adalah sesuatu yang dapat mengekspresikan atau memberikan makna sebuah salib atau suatu patung budha, suatu konstitusi atau suatu bendera

 Bahasa adalah “gudang kebudayaan” sarana utama untuk menangkap,

mengkomunikasikan, mendiskusikan, mengubah, dan mewariskan arti-arti ini

kepada generasi baru.

(37)

 Kesenian, melalui karya seni, seperti seni sastra, musik, tari, lukis, dan drama,

manusia mengekspresikan ide-ide, nilai-nilai, cita-cita, serta perasaan- perasannya.

Ketujuh unsur dari kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur yang masih dijalankan dengan baik oleh ugamo malim. dimana unsur kebudayaan itu merupakan sesuatu yang tidak bisa lepas dalam setiap ritual parmalim, terlihat dalam simbol, nilai juga sampai pada kesenian. Dalam setiap upacara ritual yang dilaksanakan Ugamo Malim akan tersirat aturan-aturan ritual sesuai dengan ketujuh unsur diatas. Selain dari simbol, nilai dan juga kesenian termasuk juga nilai, norma dan kepercayaan yang terkandung dalam upacara ritual sipaha sada tersebut. Dan ketujuh unsur tersebut tentu saja tidak dapat dipisahkan.

1.6. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif untuk mengumpulkan data-data penelitian agar data ataupun informasi yang diperlukan dapat terkumpul dengan baik dan akurat.

Clifford Geertz (1992) mengatakan bahwa etnografi merupakan lukisan

mendalam. Yang akan dihadapi seorang etnografer adalah sebuah

keanekaragaman struktur-struktur konseptual yang kompleks. Seorang etnografer

pertama-tama harus memahami dan kemudian menerjemahkan struktur-struktur

tersebut. Metode etnografi digunakan agar mampu menghasilkan data-data yang

(38)

mendalam mengenai fungsi sosial gondang hasapi pada ritual upacara sipaha sada parmalim, sehingga eksplorasi data secara mendalam bisa terjaring dengan baik.

Menurut Lexy J.Moleong (2006:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi dan dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa.

Pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode kualitatif berupa pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua macam data yang akan dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari field research sehingga data yang diharapkan bisa tercapai secara objektif dan faktual. Adapun cara yang dilakukan untuk mendapatkan data adalah:

a. Metode Observasi (metode pengamatan)

Untuk mendapatkan pengamatan secara langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian, peneliti menggunakan metode observasi.

Peneliti telah memperhatikan setiap bagian upacara yang dilaksanakan, bagaimana penggunaan gondang hasapi yang mempunyai peran dan memberikan fungsi baik kepada masyarakat maupun terhadap upacara tersebut. Peneliti telah mencatat dan mengamati hubungan dari gondang hasapi, ritual serta hal yang dialami dan dirasakan masyarakat parmalim ketika melaksanakan ritual sipaha sada tersebut.

Menurut Danandjaja (1988:104) dalam pengumpulan data kebudayaan

apa saja, harus dikumpulkan dengan pengamatan langsung (direct observation)

dan pengamatan tidak langsung (indirect observation). Peneliti telah terjun

(39)

langsung lapangan dengan mengamati ataupun melakukan dan hidup berbaur dan bermasyarakat dengan masyarakat parmalim, serta telah mencatat segala data dan informasi yang diperoleh dan ditemukan dari masyarakat, petinggi parmalim, dan para pemusik ritual pada saat meneliti di kampung Parmalim. Pada saat melakukan observasi partisipasi peneliti membangun rapport yang baik dengan informan dengan cara bergaul dengan baik, sering menjumpai informan, tinggal dengan informan dan tidak pernah menggurui informan jika peneliti sudah mengetahui sebagian dari informasi yang diperoleh sehingga untuk mendapatkan data yang konkrit peneliti tidak mengalami kesulitan. Dengan semua hal tersebut, maka pengamatan dan pemahaman yang muncul adalah berdasarkan cara pandang dari informan atau orang yang diteliti (emic view).

b. Metode Wawancara

Untuk memperoleh data yang tersirat dalam aktivitas masyarakat yang tidak terlihat oleh peneliti melalui metode observasi, maka peneliti menggunakan metode wawancara. Peneliti bertanya kepada informan dengan menanyakan bagaimana jalannya upacara, hal apa yang informan rasakan, serta hal-hal yang terkait dengan kelengkapan data yang diperlukan oleh peneliti. Metode ini digunakan penulis untuk memperoleh data dengan cara tanya jawab yaitu bertatap muka langsung dengan informan atau dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan penulis untuk memperoleh data yang pasti dan benar-benar fakta tanpa rekayasa.

Dengan cara ini peneliti telah memperoleh data yang lebih akurat. Dalam

penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam

(depth interview). Burhan Bungin (2007:107) mengatakan metode wawancara

(40)

mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang erlatif lama. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan kelengkapan informasi mengenai fungsi sosial gondang hasapi pada ritual sipaha sada parmalim dari para informan yang akan diwawancarai. Adapun informan yang diwawancarai penulis diantaranya adalah ihutan , raja adat, pargonsi, masyarakat parmalim dan penilaian masyarakat awam terhadap gondang hasapi parmalim tersebut. Informan ini dipilih penulis karena merekalah yang memberikan data yang lebih mendalam dan akurat mengenai informasi yang diininkan oleh peneliti. Peneliti telah menyusun dan menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Pedoman wawancara disusun oleh peneliti sebelum melakukan wawancara terhadap informan. Selain menggunakan pedoman wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam (record) untuk mengantisipasi kelupaan informasi yang telah diperoleh, dan menggunakan kamera sebagai bukti dan penguat data-data lapangan dengan cara membidik setiap adegan demi adegan yang diperankan oleh masyarakat parmalim pada saat jalannya upacara.

c. Studi Kepustakaan

Peneliti mendapatkan informasi yang telah dibaca dari buku-buku yang

berkaitan dengan parmalim. untuk menambahi data, peneliti juga mendapatkan

informasi dari internet serta lebih mudah mencatat hasil penelitian karena sudah

direkam sebelumnya.

(41)

Untuk mendukung data primer maka penulis menggunakan juga data sekunder untuk mendukung hasil penelitian yang lebih bagus, pada penelitian ini data sekunder diperoleh melalui analisis data yang berkaitan dengan parmalim ataupun fungsi sosial reportoar gondang hasapi, berupa:

a) Studi kepustakaan, melalui buku-buku ilmiah atau jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian maka penulis akan memperoleh data yang akurat.

b) Dokumentasi, dengan menggunakan catatan-catatan yang ada di lokasi penelitian yaitu di kampung parmalim Huta Tinggi, Laguboti peneliti akan lebih mudah untuk menentukan hal apa yang akan di catat nantinya didalam hasil penelitiannya.

c) Rekaman lapangan: penulis akan merekam ketika penulis sedang wawancara dengan informan ataupun merekam proses jalannya upacara, baik dalam berupa audio maupun audio vidio yang dihasilkan selama proses penelitian berlangsung maka penulis akan mendapatkan data yang lebih kongkrit dan terpercaya.

d) Penulis akan menggunakan sumber online/internet dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik dan masalah penelitian untuk mempermudah penulisan skripsi.

d. Metode Deskripsi/Analisis

Dalam penelitian ini, peneliti telah mendapatkan informasi-informasi

terkait dengan fungsi sosial gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada

parmalim. fungsi sosial tersebut diantaranya adalah bagaimana gondang hasapi

itu sendiri bagaikan garam yang melengkapi sayuran yang sedang dimasak.

(42)

Gondang hasapi mempunyai hak yang sama dengan jalannya ritual sipaha sada artinya tidak akan ada upacara ritual sipaha sada tanpa adanya gondang hasapi, begitu pula sebaliknya. Selain itu, gondang hasapi juga mempunyai fungsi untuk memper erat hubungan antara masyarakat parmalim, antara masyarakat parmalim dengan Tuhannya dan juga hubungan antara masyarakat parmalim dengan alam.

Dengan adanya gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada maka akan semakin meneguhkan batin dan suasana yang tercipta dalam ritual tersebut.

Dalam metode penelitian ini penulis telah memperhatikan gambaran informasi-informasi yang diperoleh dari lapangan ataupun dari observasi yang dilakukan serta menganalisa hasil lapangan. Dalam mendeskripsikan data lapangan, penulis memperhatikan aspek historiografi atau penulisan. Penulis menginterprestasikan kebenaran teori dengan hasil lapangan. Selain itu, penulis telah menceritakan apa-apa saja yang dialami oleh penulis ketika proses pencarian dan pengumpulan data yang terjadi dilapangan. Penulis telah memperhatikan gambaran-gambaran umum maupun gambaran-gambaran khusus mengenai makna/fungsi sosial yang terkandung di dalam gondang hasapi pada ritual sipaha sada parmalim dengan sedetail mungkin dengan hasil yang diperoleh dari lapangan selama proses observasi.

Melalui beberapa cara penelitian yang sudah penulis paparkan, maka

penulis telah mencatat informasi-informasi yang penting berupa catatan harian

selama pengamatan,wawancara, deskripsi dan observasi. Kemudian catatan harian

tersebut telah penulis rangkum kembali kedalam catatan lapangan menggunakan

bantuan labtop, sehingga catatan lapangan tersebutlah yang menjadi acuan dan

(43)

sarana penulis dalam merampungkan skripsi mengenai fungsi sosial gondang hasapi pada ritual sipaha sada parmalim tersebut.

1.7. Pengalaman Lapangan

Penelitian ini saya lakukan setelah mendapat ACC proposal untuk penelitian lapangan dibulan juni hingga juli. Sebenarnya saya telah ACC proposal di bulan mei tetapi karena beberapa alasan dan kendala saya mulai melakukan penelitian di bulan juni. Awalnya penelitian ini saya lakukan sendiri, yang kemudian di bantu beberapa hari oleh teman saya dimasa SMA yang bernama Ganda F Sianipar. Ia adalah salah satu mahasiswa jurusan Tehnik di UNIMED.

Kemudian satu minggu pernah di temani penelitian oleh Ruth Oktodora Ginting salah satu teman saya yang sudah lebih dahulu tamat, ia adalah stambuk 2012 antropologi sosial USU. Selama penelitian, saya tinggal di rumah paman saya (tulang) yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi penelitian.

Awalnya banyak hal yang saya lalui sebelum akhirnya memutuskan untuk

mengkaji Gondang Hasapi parmalim ini. Pada saat saya memberitahukan kepada

orang tua, beliau senang dengan penjelasan yang saya sampaikan karena

berhubung beliau sangat senang dengan hal-hal yang berbau budaya, adat apalagi

hal-hal yang berkaitan dengan para peninggalan nenek moyang. Awalnya saya

ragu dengan hal yang saya akan teliti karena kata bu Rita salah satu dosen saya

sudah banyak yang mengangkat hal tersebut, tetapi saya meyakinkan diri saya

sendiri bahwa penelitian saya ini akan berbeda dengan pemikiran dan observasi

saya. Mungkin banyak yang sudah meneliti tentang parmalim, tapi bukan berarti

(44)

setiap pandangan peneliti sama. Hal tersebutlah yang menguatkan tekad saya untuk melanjutkan penelitian saya. Selain itu saya juga sudah sangat senang segala hal yang berbau dengan budaya, kearifan lokal dan sejenisnya. Parmalim adalah salah satu bentuk peninggalan sejarah kepercayaan di Batak yang masih ada dan dapat kita rasakan, saksikan hingga pada saat sekarang ini. Parmalim adalah salah satu tanda bahwa, jika sebuah kebudayaan dijaga dan dipertahankan maka bagaimanapun perkembangan zaman tidak akan mempengaruhi ataupun menghilangkan nilai budaya yang ada. Walaupun pada kenyataannya ada sedikit pergeseran atau perubahan yang tidak signifikan, perubahan itu tidak mempengaruhi originalitas dari budaya ataupun kepercayaan parmalim tersebut.

Sebelum saya melakukan penelitian terlebih dahulu mengurus surat ke kantor camat, beberapa kali saya harus pulang dengan tangan kosong tanpa mendapat surat yang saya inginkan dikarenakan birokrasi yang ada dikantor camat ini masih sangat perlu diperhatikan agar kelancaran bagi setiap orang yang ingin mengurus kepentingan pribadi ataupun urusan lain dapat dengan segera dilayani.

Kemudian pada akhirnya saya pun bertemu dengan sekretaris camat yang

kebetulan adalah ayah dari teman satu kelas saya waktu SMA yang kemudian

beliau langsung mempersilahkan saya menemui Bapak Camat Laguboti untuk

meminta surat izin dan sedikit berbincang ketika beliau mempertanyakan

mengenai judul skripsi saya. Selesai dengan pihak kantor camat, saya juga harus

memberi surat penelitian saya kepada pihak kepala desa karena beliaulah yang

menaungi dan memimpin desa huta tinggi dengan beliau saya sudah mengenalnya

sebelumnya karena tidak asing lagi dengan tulang saya tempat saya tinggal itu.

(45)

Selama proses pencarian data, saya mendapat begitu banyak pengalaman

dan pelajaran berharga. Hal itu dimulai ketika saya akan mengantarkan surat

penelitian kepada pemimpin Parmalim yang ada di Huta Tinggi tersebut,

berhubung karena saya belum mengenal sosok beliau saya sudah sangat ketakutan

dan pesimis. Ditemani oleh saudara sepupu saya Bang leo Situmorang yang tidak

lain adalah anak dari paman saya. Tidak sembarangan orang untuk berbicara

dengan beliau dan tidak sembarangan sikap dan sifat yang harus ditunjukkan,

harus selalu melempar senyum dan nada suara yang harus saya turunkan oktafnya

karena tidak ingin di nilai buruk oleh beliau. Setibanya dirumah beliau, kami

menunggu beberapa menit. Hingga beberapa waktu kemudian beliaupun

mempersilahkan kami untuk duduk dan sembari berbincang hangat dengan beliau

mengenai tujuan dan maksud saya untuk datang ketempat tersebut. Dengan

senyum yang ala kadarnya beliaupun menerima saya dengan baik hati, saya

merasa sangat lega ketika itu. Pengalaman yang berkesan ketika itu adalah ketika

Opung Raja Marnangkok mengatakan “pagogo soarami, hera suarani halak jawa

hape boru batak doho kan” yang intinya saya harus membesarkan suara saya

karena beliau sudah tua dan pendengarannya sudah mulai terganggu padahal

sebelumnya saya sengaja menurunkan oktaf suara saya karena takut kurang sopan

itu hal yang sangat lucu menurut saya. Mulai dari hari itu untuk bicara dengan

Opung begitu saya memanggil beliau tidak lagi mengatur-atur nada suara saya

dengan halusnya bahkan saya menaikkan oktaf suara saya lagi tanpa tentunya

tidak berlebihan. Saya beruntung karena untuk penggunaan bahasa daerah saya

sangat ahli dalam hal tersebut, berhubung bahasa ibu saya adalah bahasa batak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan di atas, seorang guru dalam belajar mengajar harus memiliki kompetensi atau kemampuan, agar guru mampu menguasai materi pelajaran dan

Tak lagi masuk radio aktif, PP Minerba atur pengusahaan mineral Logam Tanah Jarang.. Rare earth metals are no longer radioactive in PP Minerba, says

Penurunan angka BOD disebabkan adanya proses aerasi yang merupakan pengolahan tahap pertama, di bak aerasi tersebut kapasitas baknya besar dan terdapat 6 bak aerasi selain di bak

Namun demikian, sejalan dengan rencana investasi yang harus dilakukan dan besarnya pendanaan yang dibutuhkan, maka untuk mengantisipasi kerugian yang bisa timbul,

Monopoli Keamanan Pangan adalah suatu permainan yang digunakan sebagai media pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan santri tentang bahan tambahan

Radar backscatter data (i.e. HH, HV, VH and VV), SAR polarimetric decomposition features (i.e. alpha angle, entropy and anisotropy), ratio of volume – ground scattering

Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik, terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah.Setiap siswa yang datang

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada kelompok perlakuan I dimana usia, jenis kelamin dan indeks masa tubuh dapat mempengaruhi kemampuan