TRADISI GONDANG HASAPI BATAK TOBA
Kajian Fungsi Sosial Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Mendapatkan gelar Sarjana Sosial
Dalam bidang Antropologi
Oleh Junike Sihombing
120905033
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLIRIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama :Junike Sihombing Nim :120905033
Departemen :Antropologi Sosial
Judul :Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir
Pembimbing Skripsi, Ketua Departemen,
Prof. Drs. Mauly Purba, MA. Ph.D Dr. Fikarwin Zuska NIP. 19610829 198903 1 003 NIP.19621220 198903 1 005
Dekan,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si
NIP. 197409302005011002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan
Laguboti Kabupaten Toba Samosir
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.
Medan, Desember 2016
Junike Sihombing
ABSTRAK
Junike sihombing, 2016. Judul skripsi: Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba:
Kajian Fungsi Sosial Gondang Hasapi dalam Upacara Ritual Sipaha Sada Parmalim di Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir. Skripsi terdiri dari 5 bab, 105 halaman, lampiran, glosarium dan 14 gambar.
Tulisan ini mengkaji fungsi sosial yang terdapat di dalam penggunaan gondang hasapi pada upacara ritual parmalim. khususnya pada upacara ritual sipaha sada yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi. Penelitian ini dilakukan di Hutatinggi Desa Pardomuan Nauli, yang berada di Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir. Desa ini merupakan satu-satunya pusat ajaran Ugamo Malim yang ada diseluruh Indonesia.
Ada beberapa upacara keagamaan yang dilaksanakan dalam aturan adat dan kehidupan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah sipaha sada yang dilakukan untuk memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi dengan menggunakan gondang hasapi.
Metode etnografi secara holistik yang bersifat kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan informasi data dan penjelasan dari masyarakat yang mereka terima dari proses pembelajaran dan pewarisan budaya secara turun temurun, baik secara lisan maupun tulisan dari generasi sebelumnya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada masyarakat yang memiliki pengetahuan terkait masalah penelitian, studi pustaka, dan pengumpulan data lainnya. Permasalahan yang dibahas adalah apakah yang menjadi fungsi sosial dari tradisi penggunaan gondang hasapi yang khusus digunakan dalam upacara ritual sipaha sada parmalim. hasil dari penelitian dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan gondang hasapi dalam upacara ritual tersebut sangat erat hubungannya dengan masyarakat karena merupakan sebuah media penyampaian yang sah. Terdapat beberapa fungsi dan makna sosial bagi kehidupan masyarakat parmalim dengan adanya gondang hasapi dalam pelaksanaan sipaha sada.
Kesimpulannya adalah keberadaan gondang hasapi merupakan media penyampaian dan juga merupakan stempel pengesahan untuk upacara yang sedang dilaksanakan. Terdapat beberapa fungsi sosial yang terkandung dalam penggunaan gondang hasapi di upacara sipaha sada tersebut. Dan sampai sekarang originalitas dari pelaksanakaan upacara keagamaan itu masih dijalankan tanpa menghilangkan satu unsurpun. Berdasarkan pengalaman dilapangan, pengetahuan dan pendapat masyarakat mengenai makna dan fungsi gondang hasapi menjelaskan bahwa penggunaan gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada sangatlah berperan penting dan merupakan salah satu faktor utama terlaksananya upacara ritual tersebut.
Kata kunci: Ugamo Malim, Sipaha Sada, Gondang Hasapi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat, kasih karunia, dan anugrah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Gondang Hasapi Parmalim”
(Mengkaji Fungsi Sosial Gondang Hasapi Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir).
Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai sarjana S1 Antropologi Sosial di Departemen Antropologi, Fakulta Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada keluarga saya yang senantiasa sangat mengasihi, mendidik, menjaga, dan memotivasi saya. Terutama kepada orang tua tunggal saya, yaitu:
ibu saya Pangibulan Eva Norma Monalisa br. Tumorang yang telah menjaga, merawat, membimbing, menyekolahkan saya sendirian dengan sekuat tenaga hingga tidak ada Ibu sekuat beliau, kakak saya tersayang Vera Kristina br.
Hombing yang selalu membantu dan menyemangati, tulang saya tercinta Bosmer Situmorang yang membantu saya selama perkuliahan, beliaulah yang selalu memberi nasihat dan mengajari saya arti dari sebuah mimpi. Opung saya tersayang Setia Tamba, serta keluarga saya yang lain, Tulang leo Situmorang, Tulang Rio Situmorang, Tulang Zeus Situmorang dan seluruh keluarga besar OP.
Leo Situmorang yang tak bisa saya sebut satu persatu. Tidak lupa juga saya
sampaikan kepada Alm. Nelly Montinim Situmorang S.pd tante saya yang mengharapkan saya berhasil dimasa hidupnya dan juga kepada Alm. Maraden Sihombing selaku Ayah saya yang telah meninggalkan saya sebelum saya lahir kedunia.
Saya juga menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus dan sebesar- besarnya kepada Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, MA. P.hd., selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak memberi ilmu, waktu, dan perhatian serta bimbingannya kepada saya mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Dr. Muryanto Amin, S.sos, M.Si.
kepada ketua Departemen Antropologi yang dengan senantiasa dengan baik dan memberikan arahan dari mulai pengajuan judul, pembuatan proposal hingga saat ini, Bapak Dr, Fikarwin Zuska dan Bapak Drs. Agustrisno, MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan.
Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada camat laguboti
yang telah memberi izin penelitian dan mengeluarkan surat-surat yang saya
perlukan dalam rangka penelitian saya. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga
saya sampaikan kepada kepala desa pardomuan nauli yang menaungi desa lokasi
penelitian saya di Huta Tinggi dan juga mengizinkan saya penelitian di desa
tersebut. Terutama terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ulu Punguan
Parmalim Opung Raja Marnangkok Naipospos yang selalu memberi saya
senyuman hangat ketika saya selalu hadir dalam setiap Mar ari sabtu ataupun pada
kesempatan-kesempatan lainnya beserta juga istri beliau, Bapak Simanjuntak
selaku ihutan di Huta Tinggi beserta keluarga, serta seluruh masyarakat parmalim
yang sangat mencintai saya dan mengasihi saya, membantu saya selama penelitian
terutama kepada Tulang Sitorus beserta istri dan juga keluarga yang sudah
memberi banyak sekali informasi dan file yang saya perlukan juga yang telah
menerima saya dengan baik setelah butuh waktu yang lama untuk menemui
beliau, Tomi Tongam Sitorus, Hendro Butar-butar beserta keluarga yang sangat
baik hati selalu menerima saya dan juga memberi saya informasi yang sangat
banyak serta kasih yang saya rasakan, Opung Silaen yang memberi saya
pengajaran tentang bagaimana hidup sebagai seorang malim yang sesungguhnya
dalam kehidupan dan memberi ilmu pengetahuan filsafat yang tidak pernah saya
dengarkan sebelumnya yang dapat menambah wawasan saya dan memberi saya
waktu, Sahala Naipospos yang memberi motivasi yang bisa saya gunakan dalam
penelitian saya, Ibu Mamak Gita yang selalu ramah dan selalu menganggap saya
keluarga dan selalu peduli dalam setiap kesempatan, uli gurning, serta Bapak
Monang Naipospos adik dari Opung Raja Naipospos yang sangat ramah dan
mengajari saya dalam penelitian juga memberi informasi yang baik dalam
penelitian saya kurang lebih dua bulan, serta masih banyak lagi masyarakat
parmalim yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu menerima dan
memberi saya senyuman hangat, mereka adalah informan sekaligus keluarga baru
saya karena keramahan, kebaikan dan kepedulian mereka dalam membantu
penyelesaian skripsi saya.
Pada kesempatan ini, saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2012 atas segala hal yang kita lalui bersama selama ini, atas pengalaman-pengalaman yang tidak terlupakan selama masa perkuliahan, terutama kepada Jayanti M Lubis teman saya serumah dan teman saya bermain, Ruth Oktodora Ginting yang membantu saya selama seminggu dilapangan penelitian, Erikson Silaban, Bill Tancer Situmorang, Jupentus Pardosi, Fritz Okto Saragih yang pernah merajut asa bersama dengan saya serta teman yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Begitu juga kepada senior-senior saya tercinta angkatan 2009, 2010, 2011, serta junior-junior saya angkatan 2013, 2014, 2015 serta 2016.
Saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada pihak balar yang mengizinkan saya mulai dari magang, penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi untuk tetap berkunjung dan menambah referensi buku-buku yang saya perlukan. Terima kasih untuk seluruh staf pengajar Departemen Antropologi FISIP USU yang memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi saya selama perkuliahan. Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak Nurhayati, juga kepada bagian pendidikan Departemen Antropologi Kak Sofi yang berperan penting dalam surat- surat dan keperluan saya selama ini. Kiranya Tuhan membalas segala kebaikan yang saya terima selama ini.
Saya yakin bahwa masih banyak ucapan terimakasih yang tidak saya
sebutkan dan masig banyak hal-hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini. Saya
berharap akan adanya saran, masukan, dan kritik bagi skripsi ini, sehingga
tercapainya suatu tulisan yang baik dan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Medan, Desember 2016
Penulis,
Junike Sihombing
RIWAYAT SINGKAT PENULIS
JUNIKE SIHOMBING atau yang akrab dipanggil Juni ataupun Nike, lahir di Tanjung Bunga Desa Siharjulu Kec.
Lintongnihuta Kab. Humbang hasundutan pada tanggal 13 juni 1994 dari pasangan M. Sihombing ( + ) dan P.
br Tumorang, adik dari Vera K sihombing yang merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negri 173324 lintongnihuta yang kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SMP Negri 2 Lintongnihuta, dan melanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negri 1 Laguboti.
Hingga pada saat ini melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Universitas Sumatera Utara. Diperguruan tinggi ini penulis menjalani/mengambil program studi Antropologi Sosial yang dinaungi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Adapun alamat email aktif yang bisa dihubungi yaitu [email protected], whatsap yaitu 082273274912.
Selama perkuliahan penulis banyak mengikuti beberapa kegiatan dalam
aktivitas kampus, adapun kegiatan diantaranya adalah :
1. Peserta dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru antropologi 2012 di sibolangit,
2. Peserta seminar training of fasilitator ( TOF ) angkatan ke V di Hotel Candhi jln. Darusalam no. 124 Medan tahun 2013,
3. Peserta natal antropologi tahun 2012 dan Panitia pelaksanaan natal antropologi tahun 2013,
4. Penerima beasiswa yang diberikan Bank BNI pada tahun 2013,
5. Panitia bayangan pelaksanaan kegiatan penerimaan mahasiswa baru tahun 2013 dan menjadi panitia inti dan menjadi kordinator dalam kegiatan penerimaan mahasiswa baru tahun 2014,
6. Peserta dalam pelaksanaan seminar pelecehan seksual pada perempuan di simalingkar, medan yang dilaksanakan oleh LSM,
7. Menjadi Sekretaris INSAN ( Ikatan Dongan Sabutuha Antropologi ) tahun 2015 hingga saat ini.
8. Sebagai tim survei dalam Survei Permasalahan Publik di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam yang dilaksanakan oleh MRC (Media Research Center).
9. Peserta dalam seminar Kementerian Luar Negeri yang dilaksanakan di Biro Rektor USU.
10. Peserta workshop IFGF Medan dengan pembahasan Perspective on
LGBT, serta banyak kegiatan lain didalam maupun diluar perkuliahan.
LAMPIRAN
Foto
Daftar interview guide
Daftar Nama Informan
Surat balasan dari kecamatan
Glosarium
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyelesaian skripsi ini dan segala pelengkap lainnya dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Judul skripsi ini adalah “Tradisi Gondang Hasapi Batak Toba: Kajian Fungsi Sosial Dalam Upacara Ritual Parmalim Sipaha Sada di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir “.
Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi
dengan masyarakat parmalim yang tinggal di Huta Tinggi Laguboti, serta studi
pustaka dan sumber internet. Skripsi ini membahas mengenai pengetahuan,
pendapat dan perasaan masyarakat parmalim mengenai penggunaan dalam ritual
Sipaha Sada sebagai salah satu pelengkap pengadaan acara tersebut. Pembahasan
tersebut dikhususkan pada pengetahuan, perasaan terutama fungsi sosial yang
terdapat dalam penggunaan gondang hasapi dalam ritual Sipaha Sada, bagaimana
masyarakat parmalim mengartikan atau menghayati hal-hal yang terkandung
seperti alunan musik itu ataupun hal lain dalam musik gondang hasapi, yang dapat
membuat pendengarnya terutama masyarakat yang menganut ajaran parmalim
merasakan hal yang berbeda, merasakan suka cita atau ekspresi-ekspresi yang
timbul seperti tarian, gerak tubuh, mimik dll dengan mendengar gondang tersebut.
Dalam berbagai ritual-ritual parmalim ataupun kebudayaan yang dimiliki oleh berbagai suku bangsa tentu beberapa diantaranya tidak asing lagi bila kita mendengarkan lantunan ataupun alunan-alunan. Seperti dalam ritual sipaha sada parmalim digunakan musik gondang hasapi yang melengkapi berlangsungnya acara tersebut. Ada ekspresi tersendiri yang timbul dalam jiwa masing-masing msyarakat parmalim, ada gejolak tersendiri yang menggerakkan masyarakat yang mengikuti acara sipaha sada sehingga muncullah fungsi sosial dalam raga setiap pengikut parmalim begitu juga dapat mempengaruhi hal yang sama bagi masyarakat diluar ajaran ini.
Pengetahuan dan pendapat yang mereka miliki saat ini adalah warisan yang di turun-temurunkan oleh generasi sebelumnya. Dalam konteksnya bahwa dalam ritual sipaha sada tidak pernah berubah jenis ataupun aliran musik yang digunakan, akan tetapi dari dulu hingga sekarang Gondang Hasapi lah yang selalu digunakan untuk melengkapi adanya ritual tersebut. Dalam penggunaannya, mereka akan merasa lebih lengkap, lebih dekat dan lebih fokus untuk melaksanakan acara ini hingga mereka akan dengan tidak sadar dapat melakukan hal-hal diluar dugaan mereka seperti menari dengan begitu ahlinya atau beberapa dari antara mereka akan kesurupan.
Masyarakat parmalim sangat mencintai gondang dan tidak pernah ada
ritual-ritual tanpa bunyi-bunyian, mereka selalu menanamkan nilai-nilai tersebut
kepada generasi-generasi berikutnya. Jika masyarakat generasi sebelumnya
jumlahnya masih bisa dihitung maka sekarang jumlah mereka sudah semakin
banyak dan selalu mempertahankan setiap hal yang terkait dalam setiap hal-hal
yang mereka lakukan di lingkungan dan dalam kehidupan sehari-hari termasuk penggunaan gondang hasapi dalam ritual sipaha sada parmalim.
Pada tulisan ini, saya juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, peta lokasi penelitian skripsi, surat-surat penelitian, serta gambar-gambar yang saya dapatkan selama proses penelitian.
Saya menyadari dan yakin akan adanya kekurangan dalam skripsi ini baik dalam penulisan, pengkajian dan lainnya karena sebuah pribahasa mengatakan
“tak ada gading yang tak retak”. Sehingga, saya akan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya sebuah skripsi yang baik dan berguna bagi mahasiswa, masyarakat ataupun pihak pembaca dari berbagai kalangan terutama mahasiswa Antropologi Sosial USU. Demikian pengantar dari saya, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Medan, Desember 2016
Penulis
Junike Sihombing
DAFTAR ISI
Halaman persetujuan ... i
Halaman pengesahan ... ii
Pernyataan originalitas ... iii
Abstrak ... iv
Ucapan terimakasih ... vi
Riwayat singkat penulis ... xi
Kata pengantar ... xiii
Daftar isi ... xvi
Daftar gambar ... xix
Lampiran BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Maslah ... 7
1.3.Lokasi Penelitian ... 7
1.4.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
1.5.Tinjauan Pustaka ... 9
1.6.Metode Penelitian ... 19
1.7.Pengalaman Lapangan ... 24
BAB II GAMBARAN UMUM HUTATINGGI 2.1.Sejarah Singkat Etnis Batak Toba ... 34
2.2.Letak dan Keadaan Hutatinggi ... 36
2.3.Sosial ... 40
2.3.1.Pendidikan ... 40
2.3.2.Sistem Religi ... 42
2.3.3.Kesehatan ... 43
2.3.4.Sarana dan Prasarana ... 43
2.3.5.Sistem Sosial ... 44
2.3.6.Komunikasi dan Paeriwisata ... 45
2.3.7.Perdagangan ... 46
BAB III TRADISI GONDANG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA 3.1.Pengertian Konsep Gondang ... 47
3.2.Jenis-jenis Ensambel Gondang ... 50
3.2.1.Ensambel Gondang Sabangunan ... 50
3.2.2.Ensambel Gondang Hasapi ... 55
3.2.3.Ensambel Gondang Bulu ... 59
3.3.Gondang dan Tortor ... 60
3.4.Penggunaan Gondang Dalam Berbagai Upacara Adat Pada Masyarakat Batak Toba ... 62
3.5.Tradisi Gondang dan Tortor dalam Upacara Parmalim ... 64
3.5.1.Gondang dan Tortor dalam Sipaha Lima ... 68
3.5.2.Gondang dan Tortor dalam Sipaha Sada ... 69
3.5.3.Penggunaan Tortor di dalam Ritual ... 73
BAB IV FUNGSI SOSIAL GONDANG HASAPI DALAM UPACARA SIPAHA SADA PADA KOMUNITAS PARMALIM 4.1.Pengetahuan Masyarakat Parmalim Tentang Gondang Hasapi 79 4.2.Fungsi Sosial Musik Gondang Hasapi ... 83
4.2.1.Fungsi Kesinambungan Kebudayaan ... 87
4.2.2.Fungsi Komunikasi ... 88
4.2.3.Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial
dan Upacara Keagamaan ... 91
4.2.4.Fungsi Reaksi Jasmani ... 93
4.2.5.Fungsi Pengungkapan Emosional ... 94
BAB V KESIMPULAN ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 101
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Hutatinggi, Laguboti Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara masih terdapat sebuah komunitas yang dengan tetap teguh menganut agama nenek moyang suku Batak Toba yaitu Ugamo Malim. (Sembiring, 2012:1-2) Penganut Ugamo Malim ini disebut Parmalim. Mereka meyakini keberadaan Tuhan Pencipta Alam Semesta dengan menyebutnya sebagai Debata Mulajadi Nabolon.
Praktek-praktek ritual masyarakat ini berhubungan dengan Mulajadi Nabolon yang disebut “Ugamo” sementara inti ajaran dalam menjalankan hubungan itu disebut “Hamalimon”. Berdasarkan catatan sejarah dan data yang dikumpulkan dari penganut agama ini, organisai Parmalim Hutatinggi dirintis oleh Raja Mulia Naipospos
1. Saat ini Parmalim Hutatinggi dipimpin Raja Marnakkok Naipospos
2, cucu Raja Mulia Naipospos. Beliau inilah yang memimpin setiap upacara-upacara ritual yang dilakukan Parmalim Hutatinggi.
Sebagai salah satu agama suku Batak Toba, Ugamo Malim juga menjalankan norma-norma yang terdapat dalam aturan suku. Agama suku ini mempunyai beberapa praktek ritual/norma yang menjadi keharusan antara lain adalah Mardebata (MarTuhan), Martutur (menjunjung tinggi kekerabatan), Marpatik (menjalankan aturan), Maruhum (menghormati hukum), Maradat
1 Raja Mulia Naipospos meninggal dunia pada 18 Februari 1956, beliau adalah perintis Agama Malim di Hutatinggi, Laguboti.
2Raja Marnakkok Naipospos baru saja meninggal dunia tepatnya pada hari rabu, 14 september 2016, masih belum diketahui siapa nantinya yang akan menggantikan posisi beliau dan beliau adalah salah satu informan kunci penulis.
(menjunjung tinggi adat) kelima keharusan itu disebut sebagai sisia sia nalima sebagai salah satu filosofi orang Batak, termasuk Batak Toba. Hal inilah yang selalu diamalkan dan dilaksanakan parmalim dalam menjalankan upacara-upacara keagamaan mereka, baik berupa upacara besar seperti sipaha sada atau sipaha lima, maupun ritual-ritual kecil seperti upacara maranggir.
Beberapa upacara keagamaan Ugamo Malim yang wajib dilaksanakan yaitu Upacara Mararisabtu (upacara mingguan), Upacara Martutuaek (upacara kelahiran), Upacara Pasahat tondi (upacara kematian), Upacara Mardebata (upacara sembah Debata), Upacara Mangan napaet (upacara memakan yang pahit dilaksanakan setiap akhir tahun), Upacara Sipaha Sada (upacara memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi), Upacara Sipaha Lima (upacara persembahan sesaji besar), dan Upacara Mamasu-masu (upacara perkawinan) serta upacara pensucian (maranggir) sebagai upacara tambahan tetapi wajib dilaksanakan.
Upacara yang wajib dilaksanakan parmalim tersebut diatas adalah untuk melindungi, melancarkan dan membuat kehidupan masyarakat lebih harmonis dan ter arah sesuai dengan kepercayaan mereka serta memenuhi kehidupan lahir dan batin masyarakat Parmalim Hutatinggi.
Salah satu upacara besar dari beberapa upacara keagamaan tersebut adalah
upacara sipaha sada (parhinaloan) . Sipaha sada adalah salah satu upacara besar
dalam Ugamo Malim. Upacara ini untuk memeringati ari hatutubu (hari
kelahiran) Tuhan Simarimbulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari
anggara (hari ketiga) pada bulan sipaha sada (bulan satu). Tuhan
Simarimbulubosi adalah utusan yang khusus membawa ajaran agama bagi
masyarakat Batak yang diutus oleh Debata Mulajadinabolon. Sipaha sada dalam kalender Batak adalah nama sebuah bulan yang berarti bulan satu dalam kalender masehi
3. Upacara ini dilaksanakan selama dua hari yaitu ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) pada bulan sipaha sada. Ari suma adalah puncak dari ritual.
Semua kegiatan upacara seperti memberikan persembahan (pelean), pemujaan (pemujian), berdoa (martonggo), serta manortor dilaksanakan dan dipusatkan di Bale Pasogit
4dan akan diiringi dengan musik tradisional gondang hasapi.
Gondang Hasapi adalah ensambel
5musikal yang instrumentasinya terdiri dari hasapi, sarune etek, hesek, dan garantung. Gondang
6hasapi adalah musik yang digunakan Ugamo Malim sebagai pengiring dalam pelaksanaan rangkaian upacara sipaha sada. Menurut Sitorus (pargonsi
7) masyarakat parmalim Hutatinggi Gondang hasapi dipilih dan disahkan oleh Raja Ungkap Naipospos (ayahanda dari Raja Marnakkok Naipospos) dengan mengumpulkan beberapa pargonsi dan akan memilih komposisi gondang hasapi mana yang cocok untuk mengiringi tarian dan melengkapi acara sipaha sada tersebut.
3 kalender masehi dan kalender batak mempunyai perbedaan yang sangat signifikan, sehingga jika sipaha sada sama artinya dengan bulan satu dikalender masehi akan tetapi dalam kalender batak waktunya berbeda. Sehingga sipaha sada kadang terlaksana dibulan dua atau dibulan tiga pada kalender masehi.
4 Bale pasogit adalah balai asal-usul, tempat pelaksanaaan pemujaan dan doa pada upacara ritual sipaha sada. Terdapat juga bangunan selain bale pasogit yaitu bale partonggoan, bale parpitaan, bale pangaminan dan bale parhobasan.
5 Ensambel adalah sekumpulan alat musik yang dimainkan secara bersama-sama dengan menggunakan beberapa alat musik dan kemudian memainkan lagu dengan alat musik sederhana.
6 Kata gondang mempunyai banyak pengertian, bisa berarti instrumen, ensambel musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif, dan upacara.kata gondang yang digunakan pada kalimat yang berbeda memiliki arti yang berbeda pula (Mauly Purba, 2000:25).
7 Orang yang bertindak memainkan instrumen musik
Menurut ihutan
8, ada beberapa judul musik gondang hasapi yang wajib disajikan dan sejalan diikuti dengan tortor
9pada upacara sipaha sada. Ibrahim Gultom (2010:284-285) menjelaskan bahwa terdapat 12 judul gondang yang diperdengarkan, dalam acara tersebut, yaitu gondang inanta natumubuhon Tuhan (gendang untuk ibu yang melahirkan Tuhan), gondang hatutubu ni Tuhan (gendang saat kelahiran Tuhan), gondang pangharoanan ni Tuhan (gendang menyambut kelahiran Tuhan), gondang didang-didang ni Tuhan (gendang membuai-buai Tuhan), gondang haposoon ni Tuhan (gendang masa muda Tuhan), gondang ni ulaon ni Tuhan (gendang untuk mengenang Tuhan menjalankan pekerjaaNya), gondang habengeton ni Tuhan (gendang ketabahan Tuhan), gondang panghongkopan ni Tuhan (gendang pembelaan/perjuangan Tuhan untuk umat parmalim), gondang hasiakbagion ni Tuhan (gendang penderitaan Tuhan), gondang hamonangan ni Tuhan (gendang kemenangan Tuhan), gondang parolop- olopon (gendang kegembiraan), gondang hasahatan (gendang tercapainya sebuah tujuan).
Segala aturan di dalam Ugamo Malim, dilakukan dengan hati yang bersih melalui persembahan yang suci, dupa dan penyerahan diri di dalam doa (tonggo- tonggo). Ada sepuluh bagian dari doa (partangiangan) di dalam aturan Ugamo Malim yaitu tonggo untuk Mulajadi Nabolon, tonggo untuk Debata Natolu, tonggo untuk Siborudeakparujar, tonggo untuk Nagapadohaniaji, tonggo untuk Boru Saniangnaga, tonggo untuk Patuan Raja Uti, tonggo untuk Tuhan
8 Ihutan adalah sebuah jabatan dalam ritual / pemimpin dari seluruh cabang parmalim Huta Tinggi.
Beliaulah yang memimpin setiap ritual-ritual keagamaan yang dilakukan penganut ugamo malim.
9 Tortor adalah tarian seremonial yang mendampingi penyajian. Keduanya seperti dua sisi yang berbeda pada sebuah uang logam (Mauly Purba, 2000:25).
Simarimbulubosi, tonggo untuk Raja Naopatpuluopat, tonggo untuk Raja Sisingamangaraja, dan tonggo untuk Raja Nasiakbagi. Setiap tonggo tersebut mempunyai fungsi dan makna yang sama, tetapi mempunyai permintaan yang berbeda untuk setiap kesepuluh tonggo tersebut, tergantung upacara apa yang sedang dilaksanakan.
Khusus untuk sipaha sada yang memeringati hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi permintaan yang ada didalam tonggo itu adalah: “mauliate ma hudok hami tu sahala ni Tuhan Simarimbulubosi, marhite ni timpul dohot daupa dohot pangurason on. Ala Ho do Tuhan pargogo naso hatudosan, parbisuk naso boi sumanon, napaimbarimbar rupa, paubauba tompa, naso olo matua tongtong doli-doli. Ho do Tuhan silehon pasu-pasu tu angka na tigor marroha, jala silehon uhum bura tu angka pardosa, ...(udutna)
10. dan kemudian akan terdengar penyajian gondang hasapi secara beriringan dengan tortor setelah permintaan tonggo diucapkan oleh ihutan.
Gondang hasapi dalam acara ritual sipaha sada berisi sebuah poda (pesan/petuah) sebagai media penyampaian (doa, permintaan, dan hal yang mereka inginkan, dll) yang kemudian diaplikasikan oleh para parmalim ke dalam sebuah tortor (tarian) yang seirama mengikuti ensambel musik tersebut, mereka melakukan komunikasi berbicara/berdoa kepada Tuhan lewat tarian yang mereka lakukan. Terlihat juga ketika mengikuti setiap acara dalam ritual ini, adakalanya mereka akan meneteskan air mata karena mereka menyesali perbuatan yang telah dilakukan, mereka menyadari dan mengingat penderitaan Tuhan, atau bisa sampai
10 Sebuah buku tentang pustaha parguruan taringot tu Ugamo Malim (Raja Marnangkok Naipospos 74-77).
kesurupan artinya mereka bersatu dengan roh nenek moyang yang mereka sembah lewat sesaji atau doa-doa ataupun penyajian gondang hasapi. Disaat Gondang hasapi mulai disajikan lewat tonggo yang berisikan permintaan atau sebuah penyampaian komunikasi yang tidak bisa dilakukan secara langsung, yang disampaikan oleh ihutan. maka, selanjutnya masyarakat parmalim yang mengikuti jalannya upacara akan mulai manortor sesuai dengan arahan ihutan.
Disaat mereka manortor, ada hal yang menandakan bahwasanya oleh karena gondang tersebut, mereka mengaku atas kesalahan yang mereka lakukan dan mau mengikuti ajaran-ajaran dari Tuhan. sehingga merekapun akan mulai meneteskan air mata karena melalui gondang dan tortor yang mereka laksanakan akan menyampaikan sebuah doa, harapan, pemujaan yang tulus dari lubuk hati.
Disaat manortor dilakukan bersamaan dengan penyajian gondang hasapi maka hal tersebut menandakan bahwa mereka mau dan menerima ajaran-ajaran dari Tuhan, juga dapat diartikan sebagai bentuk penyesalan atas dosa-dosa yang mereka lakukan.
Setiap doa, permintaan, dan hal yang mereka inginkan yang tersirat dalam
gondang hasapi dan tortor pada saat itu di ungkapkan melalui penyampaian
gondang tersebut. Mereka menghayati ajaran-ajaran Tuhan dan mulai menari
seiring dengan komposisi gondang yang dimainkan dalam upacara sipaha sada
tersebut. Melihat mereka menari dengan penghayatan memberikan sebuah makna
bahwa ada hal yang menjadi fungsi dari penggunaan gondang hasapi dalam ritual
sipaha sada tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apa fungsi sosial gondang hasapi yang digunakan dalam tradisi upacara ritual parmalim sipaha sada di Huta Tinggi, Laguboti.
1.3.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah Hutatinggi kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan huta tinggi sebagai pusat penelitian disebabkan karena Parmalim Hutatinggi yang menjadi pusat administrasi parmalim diseluruh Indonesia. Objek kajiannya adalah warga penganut Ugamo Malim yang tunduk kepada pimpinan Parmalim Hutatinggi, sekiranya ada sekte lain di luar dari kelompok Hutatinggi tidaklah termasuk dalam kajian ini. Selain itu, ihutan (pemimpin utama) parmalim juga berdomisili diwilayah ini dalam sebuah kompleks yang dikenal dengan sebutan huta parmalim (hutatinggi).
Gambar dibawah adalah peta Kabupaten Toba Samosir. Tanda merah
menunjukkan keberadaan Kecamatan Laguboti letak dari lokasi penelitian penulis
yaitu Huta Tinggi. Daerah ini merupakan kecamatan terbesar ketujuh dari antara
beberapa kecamatan lain yang berada di Kab.Toba samosir, seperti: Kecamatan
Habinsaran, Kecamatan Bor-bor, Pintu Pohan, Balige dll.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui kandungan informasi tentang fungsi sosial gondang hasapi dalam upacara ritual sipaha sada parmalim dan untuk memperkaya sudut pandang tentang ritual Ugamo Malim.
Pada penelitian ini penulis mengkaji lebih dalam lagi secara etnografi
tentang apa dan bagaimana fungsi sosial gondang hasapi dalam tradisi ritual
sipaha sada parmalim. Dimana fungsi sosial ini berisikan beberapa fungsi musik
dan juga alasan penggunaan dan juga tujuan digunakannya komposisi gondang
tersebut dalam ritual. kajian ini bukanlah hendak ingin mencari kebenaran ajaran
yang dikandung oleh Ugamo Malim, melainkan terbatas pada kajian perspektif
antropologi yang bermaksud untuk mengetahui bagaimana musik itu digunakan,
kebutuhan apa yang dipenuhi oleh gondang hasapi dan pengaplikasiannya serta
alasan dan tujuan penggunaan gondang hasapi tersebut.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi dikalangan masyarakat yang membaca, mahasiswa dan lain sebagainya, khususnya bagi mahasiswa antropologi yang ingin mengetahui dan ingin mengkaji lebih dalam tentang fungsi sosial gondang hasapi pada tradisi acara sipaha sada parmalim dan terutama bagi mahasiswa yang belum mengetahui sedikitpun tentang kegunaan dan tujuan dari penggunaan gondang hasapi.
Selain dari itu, penelitian ini juga sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan pembelajaran bagi pembaca. Juga sebagai tuntutan studi perkuliahan untuk pemenuhan kewajiban tugas sebagai mahasiswa dan memberikan gambaran tentang beberapa hal pemahaman penulis dalam mengikuti perkuliahan dan untuk memenuhi tugas akhir penulis dalam penulisan skripsi.
Dan untuk penulis sendiri, tulisan ini diharapkan menjadi sebuah pengembangan pengetahuan diri sendiri untuk lebih paham akan Ilmu Antropologi dalam kajian fungsi sosial gondang hasapi dan pemenuhan skripsi untuk mendapatkan gelar sarjana.
1.5. Tinjauan Pustaka
Mengkaji adalah berarti belajar, mempelajari, memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan dan sebagainya), menguji, menelaah, ataupun mengkaji baik buruk suatu perkara. Mengkaji suatu fungsi sosial dalam gondang hasapi yang terdapat pada acara ritual sipaha sada parmalim dimana peneliti akan mempelajari bagaimana penggunaan dan tujuan dari gondang hasapi tersebut.
Untuk memahami fungsi musik gondang hasapi yang terdapat pada ritual
sipaha sada parmalim, penulis mengacu pada pendapat Alan P. Merriam (1964:210-225) yang menjelaskan bahwa use (penggunaan) mengacu pada masalah situasi atau cara bagaimana musik itu akan digunakan atau bagaimana cara pengaplikasiannya, sedangkan function (fungsi) mengacu pada alasan penggunaan atau tujuan pemakaian musik yang artinya mengapa suatu jenis musik tertentu yang digunakan, terutama maksud yang lebih luas, sampai sejauh mana musik itu mampu memenuhi kehidupan manusia itu sendiri. Lebih jauh lagi fungsi berperan bagi kehidupan sosial masyarakat.
Istilah fungsi sosial mengacu pada cara-cara bertingkah laku atau melakukan tugas-tugas kehidupan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu , orang seorang maupun sebagai keluarga, kolektif, masyarakat, organisasi dsb.
Pelaksanaan fungsi sosial dapat dievaluasi / dinilai apakah memenuhi kebutuhan dan membantu mencapai kesejahteraan bagi orang, dan bagi masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai dengan norma sosial. Untuk dapat berfungsi sosial secara baik ada tiga faktor penting yang saling berkaitan untuk dilaksanakan yaitu:
faktor status sosial yaitu kedudukan seseorang dalam suatu kehidupan bersama, dalam keluarga, kelompok, organisasi atau masyarakat yaitu seseorang yang diberi kedudukan agar melakukan tugas-tugas yang pokok sebagai suatu tanggung jawab atas kewajibannya (kompetensi ). Misalnya seorang berstatus sebagai: ketua, ayah, mahasiswa, pegawai, dsb.
Faktor peran sosial yaitu peranan sosial, berupa kegiatan tertentu yang
dianggap penting dan diharapkan harus dikerjakan sebagai konsekwensi dari
status sosialnya dalam kehidupan bersama (keluarga, kelompok, masyarakat).
Misalnya ayah harus berperan sebagai pencari nafkah bagi keluarga, ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga dan mengasuh anak, anak berperan sebagai pembantu mengurus adik-adiknya yang kesekolah, dsb. Penampilan peranan sosial secara efektif menyangkut penyediaan sumber dan pelaksanaan tugas sehingga individu atau kelompok, seperti keluarga mampu mempertahankan diri, tumbuh dan berkembang, menyenangi dan menikmati kehidupan. Penampilan peran ini dinilai baik oleh orang yang bersangkutan maupun dinilai oleh masyarakat dilingkungannya
Faktor norma sosial yaitu hukum, peraturan, nilai-nilai masyarakat, adat istiadat, agama, yang menjadi patokan apakah status sosial sudah diperankan dan sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya, dengan normal, wajar, dapat diterima oleh masyarakat, bermanfaat bagi orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Pekerja sosial dapat mengadakan evaluasi dan intervensi pelaksanaan fungsi yang dilakukan orang secara individu maupun sebagai kelompok
11.
Ketiga faktor fungsi sosial diatas tentu saja sangat diperlukan dalam kehidupan lingkungan masyarakat. Dimana dalam status sosial terdapat kedudukan dari seseorang, dan peran sosial berisi tentang bagaimana kegiatan seperti ritual yang berkaitan dengan musik dan lain-lain dalam bermasyarakat serta norma sosial yang mengatur kehidupan masyarakat. Didalam ketiga faktor tersebut ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam lingkungannya
11 Sebuah artikel tentang peran dan fungsi sosial budaya oleh Muhammad Obby Yusuf (0bbzs- web.blogspot.co.id) diakses pada hari rabu 14 juli 2016, pukul 10:08:24 WIB)
serta terdapat komponen-komponen yang mengatur kegiatan dari masyarakat tersebut, seperti halnya sebuah upacara ritual pada masyarakat parmalim dan beberapa hal yang menjadi fungsi dari penggunaan suatu komponen musik dalam kegiatan parmalim.
Berkenaan dengan fungsi musik, menurut Alan P. Merriam terdapat sepuluh fungsi musik, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi jasmani, (7) fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial, (9) fungsi kesinambungan kebudayaan, (10) fungsi pengintegrasian masyarakat (Merriam 1964: 219-226).
Dari keseluruhan fungsi musik tersebut akan ada beberapa yang akan dikaitkan dalam penggunaan komposisi gondang hasapi dalam acara ritual sipaha sada. Ritual ini mempunyai komponen-komponen yang mengisi sebuah upacara ritual.
Koentjaraningrat (1985:243) menyatakan bahwa komponen dari sebuah
kegiatan upacara ada empat yaitu tempat upacara, saat upacara, benda-benda dan
alat upacara serta orang yang melakukan dan memimpin upacara. Berdasarkan
teori tersebut maka gondang merupakan benda upacara yang terdapat dalam acara
ritual sipaha sada parmalim. penggunaan musik gondang juga mempunyai waktu
dan tempat yang disediakan dalam ritual yang dimainkan oleh pargonci. Ritual ini
dipimpin oleh Raja Marnakkok Naipospos atau disebut worship leader yang akan
mengorganisir jalannya ritual sipaha sada.
Sipaha sada adalah salah satu upacara dalam agama malim. Upacara ini khusus memperingati ari hatutubu (hari kelahiran) Tuhan Simarimbulubosi yang jatuh pada ari suma (hari kedua) dan ari anggara (hari ketiga) bulan sipaha sada (bulan satu). Sebenarnya, sipaha sada dalam kalender batak adalah nama sebuah bulan yang bermakna bulan satu. Karena Simarimbulubosi lahir pada bulan satu, maka hari kelahirannya diperingati pada sipaha sada. Semua kegiatan dipusatkan di bale pasogit partonggoan, Huta Tinggi dengan diiringi musik tradisional yaitu gondang hasapi (kecapi) dan alat musik lainnya.
Repertoar gondang tangiang terdiri dari 10 komposisi gondang dimana masing-masing gondang memiliki komposisi lagunya tersendiri. Kekecualian terjadi untuk gondang Raja Simarimbulubosi dengan komposisi gondang yang sama juga disebut dengan gondang Haposoon Ni Tuhan Si Marimbulubosi.
Demikian pula dengan komposisi gondang Siboru Deak Parujar, dalam konteks tertentu juga disebut dengan gondang Pangharoanan.
Pada perayaan upacara Hatutubu Sipaha Sada, ke duabelas gondang yang ada biasanya dimainkan secara berurutan (fixed repertoire), terutama pada bagian awal pembuka kegiatan ritual, dimana raja ihutan (pimpinan upacara) memulai acara kegiatan ritual dimaksud. Namun, pereduksian jumlah gondang dalam repertoir dapat saja terjadi ketika aktifitas ritual beralih kepada kelompok punguan
12.
Gondang dalam pengertian perangkat alat musik dapat diketahui dari penyebutan “gondang Batak” yang berarti sebagai ensambel musik. Penggunaan
12 http://mitrariset.com (diakses pada 23 juli 2016, pukul 14.23 WIB), ibrahim gultom (2010:283-285)
kata gondang dalam penyebutan ensambel musik bisa ditemukan pada pengkategorian dua bentuk ensambel musik tradisi Batak Toba, yakni Gondang Sabangunan (gondang bolon) dan Gondang Hasapi, kata gondang pada konteks kedua kata “sabangunan” dan “hasapi” bermakna “ensambel musik”.
Dalam antropologi, (Ihromi: 2006) upacara ritual dikenal dengan istilah ritus. Ritus dilakukan ada yang untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun kesawah;
ada untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan datang; ada upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan, mulai kehamilan, kelahiran (rites of passage, cyclic rites); dan ada pula upacara berupa kebalikan dari kebiasaan kehidupan harian (rites of reserval) seperti puasa pada bulan atau hari tertentu, kebalikan hari lain yang mereka makan dan minum pada hari lain tersebut.
Karena sesuatu dipercayai sebagai sesuatu yang sakral, maka perlakuan kepadanya tidak boleh seperti terhadap benda-benda biasa, terhadap yang profan
13. Ada tata tertib tertentu yang harus dilakukan dan adapula larangan atau pantangan (taboo) yang harus dihindari. Taboo juga dipakaikan kepada pelanggaran yang sangat prinsipil dalam ajaran suatu agama atau kepercayaan masyarakat, seperti incest, syirik, dan zina.
Bagi Durkheim, upacara-upacara ritual dan ibadat adalah untuk meningkatkan solidaritas, untuk menghilangkan perhatian kepada kepentingan individu. Masyarakat yang melakukan ritual larut dalam kepentingan bersama.
13 Profan adalah tidak bersangkutan dengan keagamaan dan tujuan: lawan sakral. Tidak kudus atau (suci) karena tercemar, kotor, dsb: tidak suci (www.id.wiktitionary.org/wiki/profan, )