• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengalaman Penelitian

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 45-52)

4. Masa Dewasa (Amble : untuk laki-laki, Pone : untuk perempuan)

1.6. Pengalaman Penelitian

Pertama kali untuk melakukan penelitian penulis sedikit kebingungan mau ke rumah yang terlebih dahulu didatangi, karena penulis tidak mengenal satu pun etnis India di wilayah Kampung Madras. Lalu teman saya yang kebetulan etnis India menyarankan untuk ke rumah

attehnya saja yang tinggal di lokasi tersebut. Jadi, pada tanggal 18 November 2018, saya memulai penelitian di Jalan Karuma Kecamatan Medan Petisah dalam tepatnya berlokasi di dekat Kuil Shri Mariamman. Saya pergi ke lokasi tersebut bersama tetangga saya yang keturunan etnis Tamil juga, yang bernama Sumitra Dewi, dia berusia 27 tahun. Saya memilih dia sebagai teman untuk ke lokasi penelitian agar mempermudah saya berinteraksi dengan penduduk daerah tersebut yang mayoritas etnis Tamil dan juga mengikuti sarannya untuk mewawancarai beberapa kerabatnya saja dahulu untuk mendapatkan info awal.

Saya sampai di lokasi sekitar pukul 10.30 WIB, saya datang dengan mengendarai sepeda motor bersama dengan teman saya tersebut. Saat di lokasi saya sedikit kebingungan untuk meletakkan motor saya agar aman. Sebab saat kami sampai di lokasi tersebut rumahnya berdempet-dempetan antara satu dengan yang lain sehingga tidak ada lahan parkir. Lalu teman saya menyarankan untuk menaruh motornya di lapangan dekat kawasan tersebut. Orang-orang sekitar daerah tersebut awalnya membuat saya merasa sedikit canggung, mereka melirik-lirik saya dan teman saya, yang mungkin bagi mereka asing karena kami bukan warga di daerah tersebut. Lalu saya berdiskusi dengan teman saya tersebut untuk memulai darimana wawancaranya. Lalu dia menawarkan untuk mewawancarainya attehnya terlebih dahulu. Dari lahan parkir tersebut kami pergi ke rumah attehnya teman saya dengan berjalan kaki, saat itu keadaan rumah tampak sepi, yang ada di rumah hanya atteh dari teman saya. Attehnya bernama Rajima, beliau berumur 84 tahun.awalnya teman saya bercengkrama sebentar dengan attehnya, lalu dia membantu saya untuk mewawancarai attehnya. Awalnya atteh tersebut sedikit bingung atas kedatangan saya apalagi ketika saya mewawancarainya. Tapi teman saya membantu meyakinkan beliau, bahwa saya sedang melakukan penelitian untuk skripsi. Lalu attehnya pun bersedia diwawancarai dengan menceritakan segala hal yang diketahuinya terkait tradisi

sadengesathe. Kesan saya saat memasuki rumah beliau ternyata orang India Tamil termasuk orang yang pembersih, karena dilihat dari keadaan rumahnya yang bersih dan barang-barangnya tertata rapi. Sehingga mengaburkan pandangan orang awam yang sering melakukan diskriminasi terhadap kulit mereka yang sering direndahkan karena memiliki kulit hitam dan dianggap kotor, padahal faktanya walaupun mereka hitam tetapi mereka merupakan contoh orang yang cinta kebersihan dan kerapian.

Selama proses wawancara saya sedikit bingung karena atteh tersebut berbicara sedikit rancu sebab beliau terkadang menggabungkan Bahasa Tamil dan Bahasa Indonesia. Jadi saat merekam dan mencatat saya sedikit bingung mengartikan makna perkataan beliau. Untungnya teman saya sedikit paham bahasanya sehingga mempermudah saya untuk memahami isi percakapan yang ada setelah mendengar rekaman tersebut. Dan dalam wawancara tersebut attehnya terkadang lupa tahapan dalam tradisi sadengesathe sehingga informasi yang didapatkan dari beliau sangat sedikit.

Setelah dari rumah atteh Rajima, kami berkeliling lagi di wilayah tersebut guna mencari informan berikutnya. Lalu setelah itu saya berdiskusi dengan teman saya untuk mencari informan berikutnya. Dan kami bertemu informan yang kedua di dekat parkiran motor. Ibu tersebut bernama Tina, beliau berusia 64 tahun. Kami bertemu beliau saat beliau sedang duduk-duduk bercengkrama dengan tetangga di warung mie balap daerah tersebut. Mulanya kami memohon izin sebentar kepada beliau karena mengganggu waktu bersantainya. Dan syukurnya beliau menerima kami dengan baik dan mengajak kami ke rumahnya. Kebetulan saat kami kesana masyarakat etnis India Tamil masih dalam momen merayakan Depawali. Sehingga saat kami masuk ke rumah beliau, beliau langsung menyuguhkan kami kue-kue raya seperti kue nastar, kue kacang hijau, kacang tojin, dan lain-lain. Rumah beliau sangat sederhana, bersih, dan

barang-barang yang ada tersusun rapi walaupun beliau hanya tinggal sendiri. Dan beliau juga sangat ramah dengan kami sehingga saat wawancara berlangsung kami merasa nyaman satu sama lain dan terkadang diselingi lelucon atau candaan.

Setelah dari rumah bu Tina kami mencari informan lainnya. Namun informan yang ketiga ini saya tidak mendapatkan dari warga daerah tersebut. Karena di hari tersebut hampir seluruh warga sedang pergi ke acara pernikahan di suatu gedung. Jadi kami pergi ke wilayah lain, kami pergi ke daerah kampung anggrung tepatnya berada di belakang Hermes. Di sana kami mewawancarai salah satu warga yang bernama bu Weldima. Kami mewawancarai beliau atas saran dari bu Rajima. Karena menurut beliau bu Weldima lebih memahami tradisi sadengesathe tersebut karena beliau sering melakukan upacara tradisi sadengesathe baik untuk anak perempuannya atau pun untuk cucu-cucunya yang telah memasuki masa akil baligh.

Saat saya mendatangi rumah beliau, beliau sedang beristirahat di ruang tamu. Dan rumahnya termasuk cukup ramai, ada tiga orang cucunya yang sedang menonton televisi, dan ada anak perempuannya yang sedang masak di dapur. Di sini saya dan teman saya disambut dengan sangat baik dan ramah. Malahan sebelum saya merekam isi wawancara dengan beliau, beliau menanyakan kepada saya perihal tentang apa saja pertanyaan yang akan saya tanyakan kepada beliau, agar isi rekamannya berurut sesuai dengan daftar pertanyaan yang saya buat. Tak lupa pula saya mendokumentasikan photo-photo informan yang saya wawancarai saat itu. Saya menyelesaikan wawancara di sore hari dan setelah itu saya dan teman saya pulang ke rumah.

Lalu, saya pergi lagi wawancara di tanggal 22 Januari 2019. Di sini saya pergi ditemani oleh teman saya yang satu jurusan yang bernama Yufa Ilhammy. Awalnya saya menjemputnya di rumahnya di Jalan Prof. H.M. Yamin Gang Lurah. Saya menjemputnya sekitar pukul 11.00 WIB, dan kami langsung bergerak ke tempat tujuan wawancara yakni di Kuil Shri Mariamman.

Awalnya saya sedikit ragu ke kuil, karena berdasarkan hasil wawancara dengan tiga informan sebelumnya, mereka menyatakan bahwa dalam pelaksanaan tradisi sadengesathe tidak diperlukan pendeta karena hanya atteh-atteh dari keluarga ayah si gadis yang melaksanakannya.

Tapi saya tetap ke kuil tersebut untuk menggali informasi lebih dalam dan memastikan anggapan atau pendapat dari informan.

Setelah sampai di kuil kami memarkirkan motor di dekat pintu gerbang kuil. Dan kebetulan kuil saat itu sedang buka. Dan kami pun masuk ke dalam kuil setelah membersihkan kaki di wilayah dekat gerbang kuil. Saat memasuki wilayah dalam kuil kami sedikit bingung untuk memulai darimana, karena saat itu kuil sangat sepi. Yang kami lihat hanya dua orang ibu-ibu yang sedang mengobrol dalam kuil, jadi saya menghampirinya dan bertanya-tanya tentang tradisi sadengesathe dan menanyakan keberadaan pendeta kuil tersebut. Dan ternyata beliau juga kurang mengetahui tentang tradisi sadengesathe walaupun beliau pernah melaksanakan untuk anak gadisnya. Menurut beliau orang-orang tua yang lebih yang banyak mengetahuinya.

Kemudian saya mencari keberadaan pendeta di kuil tersebut. Tetapi saya tidak menemukannya, yang ada hanya seorang pemuda yang bertugas membersihkan seisi kuil. Saat saya mengahmpiri pemuda tersebut dia sedang tidur di salah satu kursi di belakang patung-patung. Saya segan membangunkannya, sehingga saya meminta tolong kepada salah satu dari ibu-ibu tadi untuk membangunkannnya. Lalu pemuda tersebut bangun, lalu saya menanyakan perihal tradisi tersebut sesuai pengetahuannya. Namun beliau menyarankan untuk datang ke kantor yang berada di belakang kuil untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Karena kantor tersebut adalah pengurus kuilnya. Kemudian saya dan teman saya bergegas ke belakang kuil. Kami sedikit bingung karena tidak ada orang di wilayah tersebut, lalu kami naik ke lantai dua dan di situlah kami menemukan kantor kepengurusan Kuil Shri Mariamman. Di sana kami

bertemu dengan Pak Chandra, beliau saat itu sedang sibuk menangani beberapa surat sehingga kami diminta untuk menunggu beliau di ruangan sebelahnya.

Kami menunggu beliau di ruangan tersebut, kurang lebih dalam jangka waktu 15 menit beliau menghampiri kami.Lalu kami berkenalan terlebih dahulu dengan beliau. Beliau menyambut kami dengan sangat baik dan ramah. Lalu beliau mempersilahkan kami duduk, kemudian beliau menanyakan perihal apa saja yang ingin saya ketahui tentang tradisi tersebut.

Beliau pun menjelaskan dengan sangat baik sehingga wawancara kami dengan beliau berlangsung sangat lama. Informasi yang saya dapatkan dari beliau sangat membantu tulisan saya ini. Dan beliau pun menawarkan untuk bergabung bila ada acara-acara etnis Tamil, dan saya pun menerimanya dengan senang hati.

Pada tanggal 25 Sepetmber 2019 saya melakukan penelitian lagi. Saya pergi penelitian bersama teman saya Dewi Handikayani. Kami menjumpai informan di daerah Kmapung Anggrung, di sana saya menemui saudara dari Kak Sumitra Dewi yang bernama Bu Seroja, beliau menerima kedatangan kami dengan sangat baik. Namun saat wawancara berlangsung ada beberapa pertanyaan yang beliau kurang tahu jawabannya. Sehingga beliau mengajak saya untuk datang ke Jalan Darat bersama beliau keesokan harinya. Kami sepakat untuk bertemu pukul 4 sore keesokkan harinya yakni pada tanggal 26 September 2019. Dan keesokan harinya, saya pergi sendiri ke daerah tersebut, Karena beliau mengatakan menunggu saya di warung kopi dekat Jalan Darat tersebut. Namun saat saya sampai di lokasi, saya tidak menemukan ibu tersebut.

Saya berinisiatif untuk kembali ke rumah beliau, tetapi beliau juga tidak ada di rumah. Sehingga saya tidak bisa melanjutkan penelitian di hari tersebut.

Kemudian saya pergi penelitian di tanggal 30 September 2019, saya ditemani oleh ibu saya sendiri. Kami pergi ke kedai dekat Istana Maimun untuk menemui informan saya yang selanjutnya. Di sana saya mewawancarai Pak Dewadas. Beliau tidak hanya bekerja sebagai pedagang, namun juga sebagai jasa make up untuk acara gadis, acara pernikahan orang India, dan acara kematian. Awal kedatangan saya bapak tersebut sedikit terkejut karena saya menemuinya secara dadakan dan tiba-tiba. Lalu saya menjelaskan maksud kedatangan saya untuk mewawancarainya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan skripsi saya. Awalnya saya ingin merekam suara beliau saat kami berdialog, namun beliau dengan sangat baiknya meminta buku saya agar beliau tulis semua tentang semua yang berkaitan dengan skripsi saya. Sehingga saya pun menurutinya, beliau menyambut kami dengan baik dan sambil wawancara beliau juga menyuguhkan kami minuman dan makanan ringan. Dan setelah wawancara saya selesai tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih banyak karena beliau sudah banyak menolong skripsi saya.

Dan beliau juga menawarkan bila ada hal-hal yang mau ditanyakan atau informasi yang didapatkan kurang, agar menemui beliau lagi.

Adapun kendala yang dihadapi penulis selama penelitian, yaitu kurangnya informasi tentang orang yang sedang melaksanakan upacara ini, karena upacara ini dibuat secara mendadak. Sehingga penulis hanya pernah mengikuti dan melihat tradisi tersebut beberapa kali.

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam dokumen Universitas Sumatera Utara (Halaman 45-52)

Dokumen terkait