• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6. Metode Penelitian

1.6.3. Teknik Pengumpulan Data

1.6.3.4. Pengalaman Singkat Penelitian

Di penghujung tahun 2014, seorang insan antropologi program sarjana antropologi Universitas Sumatera Utara mengayunkan langkah menemui pedagang kaki lima, menyusuri jalan Dr.Mansyur depan Kampus USU Medan, Sumatera Utara. Apa gerangan yang mendorong saya melakukan penelitian dijalan yang saya lewati menuju Kampus? Rasa ingin tahu yang besar tentang fenomena resistensi pedagang kaki lima. Oleh karena itu, fenomena resistensi ini cukup menarik di tinjau dari persfektif antropologi karena terkait relasi antara aparat dan masyarakat yang dalam hal ini adalah pedagang kaki lima yang berdagang di sepanjang jalan Dr.Mansyur.

Problematika pedagang kaki lima ini akan terus menjadi pekerjaan rumah pemerintah dari waktu ke waktu sehingga kalau kita lihat dalam satu atau dua bulan

32 saja media masa tidak bisa bersih dari isu pedagang kaki lima. Pertanyaannya kenapa bisa terjadi?Bentuk resistensi apakah yang mereka lakukan?Itulah sekelimut pertanyaan yang muncul di benak saya sebagai calon antopolog. Dalam hal ini pedagang kaki lima merupakan persoalan yang saling terkait dengan persoalan sosial.

Sebelum melakukan penelitian, saya sudah sangat sering melintasi dan mengunjugi jalan Dr.Mansyur beberapa kali, pada saat itu hanya melintasi jalan saja untuk pergi dan pulang ke kampus. Suasana di jalan tersebut sangatlah ramai karena merupakan jalan utama dari fasilitas umum seperti terminal, stasiun, rumah sakit, sekolahan, pasar tradisional yang tidak pernah sepi dari para pedagang kaki lima.

Saya tidak pernah terpikir untuk melakukan penelitian dijalan Dr.Mansyur, akan tetapi ketika saya lebih memperhatikan keadaan sepanjang jalan, saya mulai menyadari bahwa dibalik aktivitas pedagang kaki lima ada resistensi yang terjadi dari pihak lawan maupun yang dilawan. Akhirnya saya pun berniat untuk meneliti pedagang kaki lima dijalan Dr. Mansyur agar saya dapat mengetahui lebih dalam bentuk-bentuk resistensi pedagang kaki lima.

Saya tidak memungkiri fakta bahwa kunjungan kesaksian kalinya ke jalan Dr.Mansyur merupakan suatu “gerbang” memasuki ranah kehidupan komunitas pedagang kaki lima yang memiliki kebudayaan “berbeda” dari saya. Dalam hal ini jelaslah bahwa hal itu membantu saya dalam mengumpulkan data tentang keahlian baru yang dimiliki dan di kembangkan pedagang kaki lima dalam mempertahankan daganganya. Itulah yang menjadi tujuan utama kedatangan saya. Saat itu, berbagai

33 pertanyaan yang muncul dan terdorong oleh keingintahuan tentang fenomena resistensi pedagang kaki lima dalam mempertahankan dagangannya dan sekaligus bentuk-bentuk resistensi melawan aparat.

Saat sekitar pukul 14.00 WIB keadaan jalan sudah ramai. Para para pedagang kaki lima sudah sibuk dengan kegiatan masing- masing. Awalnya penulis ragu untuk melakukan observasi. Penulis memperoleh informasi mengenai ruang lingkup kehidupan melalui informan. Sambil mengamati, penulis duduk di depan RS USU. Peneliti mengamati secara seksama di sepanjang jalan terdapat pedagang-pedagang kaki lima yang melayani para pembeli. Sekitar satu jam setelah penulis duduk di depan areal RS USU saya berniat untuk kembali.

Awalnya penulis ragu mengenai kebenaran resistensi pedagang kaki lima di lokasi tersebut. Untuk memastikan kebenaran itu akhirnya penulis terjun ke lapangan dan menemui pedagang kaki lima. Pukul 17.00 WIB penulis duduk di kursi pembeli salah satu pedagang somay, sambil menikmati sepiring somay dan teh botol sosro. 15 menit setelah menikmati sepiring somay penulis memberanikan diri untuk bertanya kepada pak basri yang merupakan informan pertama saya. Setelah berkenalan penulis bertanya perihal kedatangan ke jalan Dr.Mansyur.

Wawancara pertama penulis adalah wawancara dengan pak basri yang merupakan salah satu pedagang kaki lima. Pak Basri merupakan salah satu informan pangkal sekaligus informan kunci. Menurut penulis, pak Basri mengaetahui secara

34 luas mengenai aktivitas para pedagang kaki lima di jalan Dr. Mansyur khususnya depan kampus USU Medan, selain itu, beliau sudah terlibat lama dengan lamanya menjadi pedagang kaki lima. Informasi-informasi yang penulis ingin dapatkan dari pak Basri adalah seputar pengalaman beliau menjadi pedagang kaki lima.

Setelah berbincang-bincang dengan Pak Basri kemudian menceritakan maksud kedatangan di tempat itu. Beliau mengangguk paham dengan penjelasan penulis bahkan beliau bersedia untuk membantu penulis apabila di perlukan. Untuk mempermudah saya berkomunikasi dengan beliau saya pun memberanikan diri untuk meminta no handphone beliau. Tanpa ragu bapak tersebut pun memberanikan diri untuk memberikan no handphonenya. Dengan datangnya beberapa pembeli sayapun mengakhiri pembicaraan agar Pak Basri bisa melayani para pembeli yang datang. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.11 WIB penulis pun meminta ijin untuk kembali.

Keesokan hari penulis kemudian melanjutkan pengamatan.Di sepanjang jalan yang sudah terdapat gerobag, becak sepeda motor, dan mobil-mobil penjual peket yang memarkirkan di sepanjang jalan Dr.Mansyur. Bahkan sudah ada pengunjung yang menempati kursi pembeli pedagang es sambil menikmati es buah yang sudah disajikan. Setelah mengamati keadaan tersebut penulis kemudian memberikan pesan bahwasanya penulis akan datang menemui Pak Basri, tetapi pesan sms penulis tidak dibalas. Penulis mencoba datang, di kedatangan saya pak Basri sangat menyambut baik karena beliau tersenyum ketika saya hadir di hadapan beliau.

35 “Jam 10.30 pagi, ketika tahun 2013, mendorong gerobag baksonya Pagi itu, seperti biasa dia sedang memulai membuka dagangannya di depan fakultas kedokteran bersebelahan dengan fakultas psikologi Jalan Dr.Mansyur. Pingir jalan tempat biasa dia mendasarkan dagangannya. Waktu itu belum banyak orang di sana. Ketika dia sedang beranjak meninggalkan gerobag untuk mengambil air, tiba-tiba serombongan petugas operasi Satpol PP datang.Tanpa sepatah kata pun gerobag yang penuh makanan itu didorong ke arah mobil operasi. “Saya hanya bisa diam, tak mampu mempertahankan, selain memegang ember ini, “katanya. Teman-teman lain yang kebetulan belum mendirikan dagangannya juga tampak hanya membisu menyaksikan operasi tersebut. “Waktu yang saya pikirkan adalah bagaimana menarik kembali gerobak yang telah diangkut petugas tersebut. Karena di kantong saya tak ada uang sepeser pun untuk menebus gerobag tersebut, “ ujarnya. Sayapun memberanikan diri untuk menarik gerobag yang akan dibawa kearah mobil operasi, karena saya tarik dengan sekuat tenaga petugas satpol pp pun melapaskan gerobag tersebut, padahal operasi sebelumnya tidak ada yang seperti itu, ujarnya.”

Setelah mengamati keadaan jalan Dr.Mansyur dan banyak cerita dari pak Basri kemudian penulis berkesimpulan, bahwa memang benar sebuah fenomena sosial yang ada dan membuat penulis semakin memantapkan untuk mengangkat topik penelitian tersebut. Penulis kemudian memutuskan untuk pulang kerumah dan menyusun laporan singkat mengenai hasil pengamatan dan wawancara pada hari itu.

36 Observasi yang dilakukan penulis hanya dengan seorang diri karena dilakukan pada siang dan sore hari.

Keesokan harinya penulispun melanjutkan penelitian bersama seorang teman bernama aulia rahman, penulis dapat mengamati sepanjang jalan secara seksama.Pada waktu itu, observasi dilakukan oleh penulis pada malam senin yang di mulai pada pukul 18.45 hingga jam 22.00 malam. Sebelumnya saya berjalan dari pintu IV, disana hanya terlihat beberapa pedagng saja dan tidak sebanyak pedagang-pedagang yang berada di pintu I, II, dan III.Sesampai pintu III USU saya mengunjungi salah satu pedagang, dan teman saya kembali memesan makanan. Selama menikmati makanan di depan pintu III, penulis memperhatikan sepanjang jalan pintu III sampai pintu II USU. Sepanjang jalan tersebut penulis melihat para pengunjung yang menikmat makanan dan minuman. Penulis bertanya dalam hati, tidak ada sesuatu aneh, pedagang seperti biasa menjajakan dagangannya seperti pedangang yang lain.

Penulis tetap mengamati secara seksama di sepanjang jalan Dr.Mansyur, lebih tepatnya di pintu II sampai pintu I. Di sepanjang jalan tersebut saya melihat terdapat pedagang kaki lima yang melayani para pembelinya. Sudah menunjukkan pukul 21.00 teman saya mengajak saya untuk kembali ke rumah. “Ya sebentar lagi, kita wawancari bapak pedagang ini, jawab saya dengan tenang”. Penulis pun memberanikan diri untuk bertanya kepada pedagang tersebut. Saya bertanya perihal maksud kedatangannya. Berdasarkan keterangan beliau saya memperoleh informasi

37 pada dasarnya pedagang kaki lima mempunyai sejumlah strategi untuk menyiasati petugas.

“Saya telah menjadi penjual siomay sejak tahun 2005. Dulu saya penjual somay keliling dari kampung ke kampung,” ujar putra yang mengaku berasal dari tapanuli sumatera utara. Dia terkenal dengan nama putra, dia sudah 10 tahun menempati lokasi tersebut. Dia mempunyai gerobag somay yang ditempatkan dijalan Dr.Mansyur depan kampus USU Medan.

“Oleh sesama pedagang di sini saya termasuk yang berani untuk melawan agar para dagangannya tidak di angkut. Biasanya saya ya, langsung saya tolak untuk di usir ”, katanya menjelaskan bahwa dia sudah empat kali terkena operasi pamong praja, tetapi gerobagnya tidak pernah di tahan karena selalu berhasil menghindar dari petugas.

Dalam fenomena keberadaan pedagang kaki lima tersebut tentunya merupakan realita saat ini, bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya geliat perekonomian dan juga perkembangan masyarakat di suatu kota/daerah. Di lain pedagang kaki lima tidak membutuhkan pendidikan yang terlalu tinggi. Jika latar belakang pendidikan tidak menjadi persyaratan utama, maka sebenarnya pekerjaan sebagai pedagang kaki lima bisa dilakukan oleh siapa saja. Jika pekerjaan sebagai pedagang kaki lima bisa dilakukan oleh siapa saja, maka para urbanis dari desa yang berlatar belakang petani pun bisa menekuni usaha pedagang kaki lima.

38 Informan pak putra ,sekitar 30 tahun, tidak tamat SMP tetapi berhasil menjadi pedagang kaki lima sejak 2008. Setiap ada aparat satpol pp melakukan operasi penertiban kami harus membayar kepada beberapa oknum satpol pp sebesar 50.000 ribu dan penjual stiker itu 7000/ hari itu deq, makanya barang kami tidak diangkat. Makanya ketika ada penertiban petugas yang datang hanya berdua bahkan sendiri sebagai formalitas untuk menjalankan tugas, dan yang lainnya hanya duduk di mobil patrol, ucapnya.

Gambaran dari temuan di lapangan itu, menyiratkan tentang fenomena-fenomena empirik yang pada dasarnya akan selalu menjadi salah satu bentuk tindakan sosial setiap pedagang kaki lima. Mereka akan terus mempertahankan usahanya sebagai pedagang kaki lima dan mempertahankan lokasi usaha, karena pekerjaan dan lokasi tersebut dianggap berkait dalam mengembangkan keuntungan secara ekonomi.

Apalagi, selain memberi keuntungan tindakan sosial setiap pedagang kaki lima mempertahankan usahanya juga karena usaha tersebut merupakan salah satu usaha yang tidak permanen. Jika pedagang kaki lima merupakan usaha yang tidak permanen, maka sewaktu-waktu pekerjaan itu jika tidak menguntungkan secara ekonomis akan mudah ditinggalkan atau berganti usaha lain. Akan tetapi, jika pekerjaan itu menguntungan secara ekonomis, maka sejumlah resiko akan dihadapi demi mengembangkan usaha tersebut. Jika sejumlah resiko akan dihadapi demi

39 mengembangkan usaha tersebut, maka dibutuhkan sejumlah strategi bagi para pedagang kaki lima dalam mengatasi resiko.

Pengalaman informan pak basri , 49 tahun, tidak tamat SMP tetapi sukses menjadi pedagang kaki lima mendukung argumentasi tersebut. Tiga orang anaknya (satu laki-laki dan dua perempuan) justru telah menampatkan jenjang tingkat tinggi . Seorang anak laki-laki tamatan Psikologi UMA Medan, seorang anak perempuan Sedang kuliah di UMA Medan, dan seorang anak perempua masih sekolah smp.)

Lebih dari itu, berusaha sebagai pedagang kaki lima biasanya tidak membutuhkan modal yang terlalu besar. Jika mengembangkan usaha pedagang kaki lima tidak membutuhkan modal besar, maka dengan kemampuan modal keuangan sendiri atau bantuan keluarga dapat mendorong seseorang menjadi pedagang kaki lima. Jika seseorang membuka usaha sebagai pedagang kaki lima hanya dengan modal sendiri, maka keberadaan pedagang kaki lima sebenarnya keberadaan pedagang kaki lima bisa disikapi sebagai jenis usaha yang mandiri. Jika seseorang membuka usaha sebagai pedagang kaki lima dengan modal bantuan keluarga, maka resiko kerugian serta pengembangan usaha akan ditanggung bersama anggota keluarga tersebut. Jika resiko kerugian serta pengembangan usaha akan ditanggung bersama anggota keluarga, maka masing-masing anggota keluarga yang menekuni pekerjaan pedagang kaki lima akan berusaha mengembangkan strategi bersama.

Informan iyan misalnya, menempati lokasi di dalam kantin camat tuntungan, padahal sebelumnya dia telah berusaha lebih dari sepuluh tahun membuka usahanya

40 di jalan Dr.Mansyur tersebut dan sukses mengembangkan usahanya. Dia tidak bisa mengelak ketika pihak Pemko Medan mengajurkan sejumlah pedagang kaki lima yang ada dijalan Dr Mansyur, untuk mencari tempat yang lain, dan tidak boleh berjualan di sepanjang jalan Dr. Mansyur depan kamus USU Medan. Sayangnya, ketika mencoba menempati lokasi yang baru tetapi omset penjualannya menurun, maka informan iyan pun mencoba siasat untuk mengatasi permasalahan yang dia hadapi.Gerobag somay yang semula sudah “dikandangkan” di rumahnya, kini kembali dioperasikan kembali di tempat yang lama dijalan Dr.Mansyur.

“Memang sering petugas datang tetapi ya ada musim-musimnya, ya terkadang hampir setiap hari, ya terkadang juga sampai berbulan-bulan juga tidak ada petugas yang datang seperti sekarang ini,” katanya.

Kalau begini terus kayaknya, berat deh untuk bisa bertahan ,” ujar informan mulai mengeluarkan keluhannya, “lihat tuh udah jam segini, dagangan saya masih belum habis separo.” Terlihat kantong plastik berisi kerupuk warna-warni yang baru berkurang seperempatnya saja. Tahu, ketimun, tomat, kol, terlihat masih memadati lemari kaca tempat penyimpanan bahan somay dan gado-gado. Dulu sepanjang jalan Dr.Mansyur dipenuhi pedagang kaki lima tetapi sekarang malah penjual pakat data yang berdatangan di sini.

“Tetapi, kita harus realistis.Coba bayangin kalau pendapatan kita tidak ada.Dagangan yang biasa kita jadikan untuk mencari nafkah, apakah kita nggak

41 coba cari jalan keluar?” tanyanya, “posisi saya kagak enak.Pemerintah hanya bisa menyalahkan. Terkadang ketika petugas datang saya hanya pura-pura pergi saja meskipun ada di antara teman-teman yang tidak bersedia untuk pergi ya itu urusan merekalah. Kenyataannya, setelah petugas pergi para pedagang kaki lima pun kembali menjajakan dagangannya. Seperti yang saya lakukan sekarang ini”.

Untuk itulah yang ditempuh oleh sejumlah pedagang kaki lima yang kini tetap menempati trotoar sepanjang jalan Dr.Mansyur depan kampus USU tersebut, mencoba membuka dagangannya kembali. “Kita berusaha untuk terus berjualan dan iuran wajib setiap hari terus kami bayarkan meskipun pendapatan kita di sini sungguh sangat berkurang. Tetapi kita kan butuh duit agar tetap usaha ini tetap untung, “ katanya.

Maka, dengan cara yang ditempuh sekarang yakni kembali membuka daganganya di jalan Dr.Mansyur dan harus menanggung resiko yang ada. (informan justru bisa menutup kekurangan pendapatan yang diterima selama ini).

“Biarin lah dagangannya saya disini, lagian disini saya tetap untung walau pun pelanggan sudah berkurang. Kalau harus pindah banyak pungutan, dan pembeli pun sangat sedikit tidak seperti disini”.

“Strategi kami ya pergi ketika satpol pp datang dan kembali lagi kalau sudah pergi.Kalau saya juga seperti itu. Kami tidak jauh perginya hanya sekitar sini saja,

42 ya terkadang masuk aja ke kampus USU seperti ke depan cikal, LPPM dan masjid Ad-Dakwah.

Berdasarkan wawancara dan observasi di lapangan ternyata membuktikan bahwa para pedagang kaki lima secara tidak sadar telah memerankan kekuasannya pula. Dengan mempertahankan lokasi usaha, mendasarkan dagangannya di sela-sela tempat pejalan kaki, serta membatasi kehadiran pedagang kaki lima yang lain, adalah bagian dari ekspresi kekuasaan yang sedang mereka mainkan. Seperti juga yang terjadi pada lokasi depan Fakultas Kedokteran Pintu I USU, Pintu II, Pintu III, dan Pintu IV yang biasanya dijadikan lalu-lalang Mahasiswa, justru dipenuhi para pedagang kaki lima di siang sampai malam hari. Kendati sejumlah orang justru merasa tertolong dengan kehadiran para pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, karena sembari menunggu Angkot ke arah rumah mereka bisa mengisi perut. Namun, tak jarang sejumlah orang juga merasa terganggu lantaran ruang publik berupa jalan yang dilaluinya lebih banyak dipenuhi pedangang kaki lima. Dan, atas nama ruang publik pula, para pedagang kaki lima mengklaim mempunyai hak untuk menggunakan kekuasaannya berjualan di sana.

Contoh pengalaman informan basri, dan juga pedagang kaki lima yang lain dapat dijadikan bukti kongkrit gambaran fenomena tersebut. Bahkan gambaran yang lebih nyata dapat diperhatikan dari siasat-siasat yang dimainkan oleh informan basri, penjual somay.Ketika lokasi usahanya harus diusir, dia tidak ikut-ikutan dengan temannya yang bersedia pergi dari jalan Dr.Mansyur. Dia justru hanya memindahkan

43 dagangannya ke seberang jalan depan Cikal USU dengan harapan tidak meninggalkan pelanggan yang telah dia kuasai selama ini. Kendati, harus bersusah paya membawa daganganya, dia ternyata masih memainkan kekuasaannya sebagai pedagang yang sudah lama berjualan di Jalan Dr.Mansyur tersebut.

Jalan Dr.Mansyur. Jalan ini dibagi dua arah (dari arah jalan setia budi) sebelah barat dan Jalan sebelah timur (dari jamin ginting). Pernah hampir sekitar dua minggu di setiap harinya petugas terus melakukan penertiban, tetapi tidak berlangsung lama petugas yang biasanya datang sekarang tidak. Pada saat ada petugas yang datang para pedagang pun pergi.jalan tersebut terlihat lengang dari sejumlah pedagang kaki lima.

Dialah iyan Yang tergusur dari Jalan Dr.Mansyur memberanikan diri untuk berjualan kembali di sekitar jalan tersebut, meski ada rasa takut dia terus berjualan meski ada petugas. Ya biasalah namanya cari nafkah apapun di lakukan, kalau ada petugas pergi dan ke esokan kembali lagi. Saya sengaja memberanikan diri membuka usaha di sini lagi, meskipun saya tahu tempat ini dilarang,” kata iyan

Hubungan penulis dengan Pak Basri, Iyan, dan informan yang lain tidak hanya sampai di situ. Terjalin hubungan yang baik antara penulis dengan beliau.Setiap kali penelitian penulis selalu menyempatkan diri berkunjung ketempat berjualan Pak Basri tersebut. Kami akhirnya dapat berbincang-bincang tanpa ada rasa takut lagi. Penulis kini bisa menggali informasi yang lebih dalam lagi dari Pak Basri.

44 Wawancara dengan informan lain penulis lakukan dengan teknik yang berbeda. Penulis berperan layaknya orang biasa yang tidak memiliki kepentingan. Panduan wawancara yang telah dibuat sebelumnya telah dikemas oleh penulis sehingga tampak seperti tidak sedang melakukan wawancara. Dengan teknik yang demikian akhirnya penulis dapat memperoleh data dengan akurat. Untuk merekam hasil pembicaraan terlebih dahulu penulis menyiapkan alat perekam seperti handphone. Sesekali penulis mengetik informasi yang penting di hanphone yang lain sehingga tampak seperti sedang menulis pesan.

Dokumen terkait