• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

4. Pengamatan Visual

Uji keawetan tahu secara visual merupakan uji mutu sensori tahu yang dilakukan dengan mengacu pada Tabel 8 dengan menggunakan 5 orang panelis. Nilai mutu sensori tahu yang dibuat dengan cara mengamati dan mencatat perubahan atribut penampakan, warna, rasa, bau, dan tekstur selama penyimpanan. Uji keawetan tahu secara visual ini sangat erat hubungannya dengan kelayakan tahu secara organoleptik untuk dikonsumsi.

Pada penelitian ini, peneliti mengamati sampel tahu segar tanpa pengawet yang kemudian dikonversikan menjadi nilai-nilai mutu sensoris yang dijadikan acuan penilaian uji keawetan sampel tahu secara visual. Nilai-nilai mutu sensoris yang dijadikan acuan peneliti dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil pengamatan uji keawetan sampel tahu pada beberapa perlakuan jenis pengawet yang ditambahkan dapat dilihat pada Gambar 4.

0 1 2 3 4

kontrol Asetat 5%(X) Laktat 10% (Y) Campuran Asetat-Laktat (Z) Perlakuan Pengawetan U m u r S im p a n ( H a ri )

Gambar 4. Grafik hasil uji keawetan secara sensori pada sampel tahu

dengan beberapa jenis pengawet asam organik

Hasil yang diperoleh pada Gambar 4 menunjukkan bahwa sampel tahu kontrol memiliki umur simpan selama 1 hari, tahu X memiliki umur simpan selama 3 hari, serta tahu Y dan Z memiliki umur simpan selama 2 hari.

Mutu sensori tahu yang dapat dikatakan baik selama penyimpanan adalah tahu yang memiliki penampakan halus tanpa lendir, tekstur yang kompak dan kenyal, berwarna putih cerah, serta memiliki rasa dan aroma khas tahu segar. Sedangkan mutu sensori tahu yang buruk yaitu timbul lendir di permukaan tahu, tektur tidak kompak dan lunak, adanya kapang, serta memiliki bau dan rasa yang masam.

Pelendiran pada tahu disebabkan oleh terjadinya kontaminasi dari golongan bakteri pembentuk lendir (slime forming bacteria) yang umumnya bersifat aerobik. Bakteri yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain beberapa spesies dari Pseudomonas, Alcaligenes, Lactobacillus, Streptococcus, dan Koliform (Frazier dan Westhoff, 1978). Pada tahu kontrol, lendir mulai timbul pada hari ke-1, lendir pada tahu Y dan Z mulai timbul pada hari ke-2, dan lendir pada tahu X mulai timbul pada hari ke-3.

Bau basi/busuk pada tahu kontrol mulai timbul pada hari ke-1. Sedangkan bau basi pada tahu X mulai timbul pada hari ke-3. Bau basi pada tahu Y dan Z mulai timbul pada hari ke-2. Bau basi terutama disebabkan oleh aktivitas golongan bakteri koliform dan beberapa spesies bakteri yang bersifat putrefactive seperti Clostridium dan Pseudomonas menghasilkan bau busuk. Penyimpangan-penyimpangan bau ini terjadi akibat hidrolisis komponen protein dan asam-asam amino secara lanjut yang menghasilkan senyawa-senyawa dan gas-gas yang mempunyai citarasa yang tidak disukai. Senyawa-senyawa dan gas-gas hasil hidrolisis tersebut antara lain senyawa sulfida seperti metil dan etil sulfida, hidrogen disulfida (H2S); senyawa amine seperti histamine, tyramine, piperidine, putrescine, dan cavaderine; serta senyawa-senyawa lain seperti amonia (NH3), indole, skatol, dan asam-asam lemak (Frazier dan Westhoff, 1978).

Analisis penentuan nilai sensori dilakukan secara subjektif terhadap 5 orang panelis. Nilai sensori pada tahu menunjukkan bahwa tahu tanpa perlakuan (kontrol) pada hari 0 memiliki nilai warna, tekstur, rasa, dan aroma normal tahu yang masih baik. Begitu pula pada penyimpanan hari 1 warna, tekstur, rasa, dan aromanya masih baik. Pada hari ke-2,

warna tahu masih sedikit cerah, teksturnya lembek, terbentuk sedikit lendir pada permukaannya, aroma dan rasanya sedikit hambar. Pada hari ke-3, warna tahu tidak cerah, teksturnya lembek, terbentuk lendir, timbul aroma dan rasa yang busuk, serta sudah mulai ditumbuhi kapang (Lampiran 5).

Tahu yang dicelupkan pada asam asetat 5% pada hari 1 memiliki warna yang cerah, teksturnya kompak, sedikit terasa asam pada after taste, dan aroma asam sedikit tercium. Pada hari ke-2 dan 3, warna tahu masih cerah, teksturnya kompak, namun rasa dan aromanya tidak dapat diterima karena terasa asam pada after taste dan aromanya asam sangat menyengat. Hal ini dikarenakan asam asetat bersifat asam dan volatil (Lampiran 5).

Tahu yang dicelupkan pada asam laktat 10% pada hari 1, 2, dan 3 memiliki warna yang masih cerah dan tekstur masih kompak. Namun rasa dan aromanya tidak dapat diterima karena terasa sangat asam dan aromanya sangat asam. Rasa dan aroma asam pada tahu yang diberi perlakuan pencelupan dalam asam laktat ini lebih tinggi dibandingkan tahu yang dicelupkan dalam asam asetat. Hal ini dikarenakan asam laktat yang dipakai konsentrasinya tinggi, selain itu juga asam laktat memiliki aroma gurih yang khas (Lampiran 5).

Tahu yang dicelupkan pada campuran asam asetat dan laktat pada hari 1, 2, dan 3 memiliki nilai warna dan tekstur yang baik (warnanya cerah dan teksturnya kompak). Namun rasa dan aromanya tidak dapat diterima karena tahu terasa sangat asam dan aroma asam yang timbul sangat menyengat. Hal ini dikarenakan porsi asam laktat yang bersifat lebih asam dalam campuran lebih tinggi (2/3) dibandingkan dengan asam asetat (1/3) (Lampiran 5).

Berdasarkan hasil pengamatan, ternyata adanya gejala pelendiran dan bau basi adalah tanda awal terjadinya kerusakan pada tahu. Timbulnya gejala-gejala kerusakan ini menunjukkan bahwa tahu tidak layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa pengawet asam asetat 5% memiliki ketahanan terbaik dalam menjaga tahu dari kerusakan dibandingkan dengan pengawet laktat 10% dan campuran asetat-laktat.

Data yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini menunjukkan bahwa formula larutan pengawet asam asetat 5% sudah sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dan mempertahankan keawetan tahu sampai 3 hari. Hal ini dapat dilihat dari nilai TPC yang terkecil dibandingkan pengawet yang lain. Namun, penerimaan sensorinya masih buruk dalam hal rasa dan aroma, dimana masih terasa/tercium rasa dan aroma asam menyengat yang berasal dari asam asetat itu sendiri, bukan disebabkan oleh kebusukan yang timbul pada tahu. Tahu yang diberi pengawet asam laktat maupun campuran asetat-laktat juga menghasilkan rasa dan aroma asam yang menyengat. Namun, rasa dan aroma asam tahu yang dicelupkan dalam asetat 5% ini lebih dapat diterima dibandingkan dengan tahu yang dicelupkan dalam asam laktat 10% ataupun campuran asam laktat-asetat.

Hal yang dapat disimpulkan pada penelitian pendahuluan yaitu asam asetat dipilih untuk menjadi pengawet lebih lanjut pada penelitan utama dengan melakukan pengurangan konsentrasinya agar memiliki nilai organoleptik yang lebih dapat diterima (tidak timbul lagi rasa dan aroma asam).

Dokumen terkait