• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.8 Pembahasan

4.8.3 Pengaruh Insentif dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pengujian secara simultan (uji-F) menunjukkan bahwa secara serempak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara insentif (X1) dan jaminan sosial tenaga kerja (X2) terhadap produktivitas kerja (Y) dengan tingkat singnifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Berdasarkan kriteria hipotesis, jika nilai F

hitung > nilai F

salah satu variabel menurun, maka juga dapat menurunkan produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan kedua variabel tersebut berpengaruh secara serempak terhadap produktivitas kerja.

Menurut Handoko (2002:176) insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Peneliti menggunakan indikator untuk mengukur insentif berdasarkan pendapat dari Sirait (2006:202) bahwa ada 3 (tiga) jenis insentif yang dapat diberikan kepada karyawan. Pertama, financial incentive yaitu pemberian insentif yang bersifat keuangan yang meliputi upah atau gaji yang pantas dan juga kemungkinan untuk memperoleh bagian dari keuangan yang diperoleh perusahaan. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan financial incentive yang baik kepada karyawannya yang diberikan berupa bonus dan uang makan. Kedua, non financial incentive yaitu insentif yang tidak bersifat keuangan. Dalam hal ini, hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan non financial incentive kepada karyawan dalam bentuk liburan, hadiah, dan terciptanya komunikasi yang baik. Ketiga, social incentive, yaitu insentif yang berupa rangsangan yang berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota kelompok, cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan kerja. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan social incentive berupa penghargaan dan posisi kerja yang sesuai. Peneliti juga menggunakan indikator berdasarkan pendapat dari Sofyandi (2008:167) bahwa insentif yang diberikan kepada karyawan harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal. Pertama, besarnya insentif (jumlah insentif) yang ditetapkan perusahaan. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan insentif secara transparan dan sesuai dengan

kemampuan karyawan. Kedua, peningkatan insentif yang sesuai dengan kontribusi karyawan dalam mencapai target yang ditetapkan. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah melakukan kenaikan insentif bagi karyawan yang telah bekerja dengan baik dan sesuai dengan pencapaian hasil kerja. Ketiga, ketepatan dan kelancaran insentif yang diberikan tanpa mengalami penundaan. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan insentif dengan lancar tepat waktu kepada karyawannya.

Menurut Naning (2001:203) menyatakan bahwa jaminan sosial adalah jaminan terhadap kemungkinan hilangnya pendapatan sebagian atau seluruhnya, bertambahnya pengeluaran karena resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau resiko sosial lainnya. Pada variabel jaminan sosial tenaga kerja, peneliti menggunakan indikator Undang-Undang tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pertama, jaminan kecelakaan kerja yaitu jaminan atas kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan jaminan kecelakaan kerja dalam bentuk bantuan baik materi maupun non materi. Kedua, jaminan kematian yaitu diperuntukkan bagi ahli waris dan peserta yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan jaminan kematian dalam bentuk bantuan uang dan bantuan moril yang diberikan kepada keluarga karyawan. Ketiga, jaminan hari tua yaitu jaminan yang ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga

kerja karena meninggal, cacat, atau hari tua dan diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan jaminan hari tua dalam bentuk tabungan hari tua. Keempat, jaminan pemeliharaan kesehatan yaitu upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/ atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Dalam hal ini, PT. BPR NBP 20 Delitua telah memberikan jaminan pemeliharaan berupa jaminan apabila suami atau istri karyawan sakit, jaminan bagi karyawan yang hamil, dan pemeriksaan kesehatan karyawan.

Menurut Siagian (2002:54) produktivitas kerja merupakan kemampuan memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana yang tersedia dengan menghasilkan keluaran yang optimal, bahkan kalau mungkin maksimal. Kemampuan yang dimaksud dalam definisi tersebut tidak hanya berhubungan. dengan sarana dan prasarana, tetapi berhubungan dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya manusia. Dalam mengukur produktivitas kerja, peneliti mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Henry Simamora (2004: 612) bahwa faktor-faktor yang digunakan dalam pengukuran produktivitas kerja meliputi 3 (tiga) hal. Pertama, kuantitas kerja yaitu suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar yang ada atau ditetapkan oleh perusahaan. Kedua, kualitas kerja yaitu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Ketiga, ketepatan waktu yaitu Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan. Selain itu, peneliti juga mengacu pada pendapat Eddy Sutrisno (2011: 211) bahwa indikator produktivitas kerja terbagi atas 5 (lima) hal. Pertama, kemampuan yaitu kemampuan untuk

melaksanakan tugas sesuai keterampilan yang dimiliki. Kedua, meningkatkan hasil yang dicapai yaitu berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Ketiga, semangat kerja yaitu usaha untuk lebih baik dari hari kemarin dan dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dapat dicapai. Keempat, pengembangan diri yaitu suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan kerja. Kelima, mutu yaitu Usaha untuk meningkatkan mutu dari masa yang sebelumnya.

Dari 8 (delapan) indikator variabel produktivitas kerja, terdapat 2 (dua) indikator yang mendapat respon positif dari responden. Indikator pertama kuantitas dalam pernyataan karyawan selalu mendapatkan hasil yang baik dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan yang diselesaikan karyawan sudah mendapatkan hasil yang baik. Indikator kedua yaitu semangat kerja dalam pernyataan karyawan selalu bersemangat dalam meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini dikarenakan karyawan memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja dan memegang nilai dasar perusahaan yang salah satunya adalah integritas. Selain indikator tertinggi, ada pula indikator yang dinilai kurang oleh responden. Pertama, indikator meningkatkan hasil yang dicapai dalam pernyataan karyawan tidak pernah mengeluh saat diberikan tugas oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan kondisi kerja yang kurang nyaman seperti tempat bekerja dan hubungan antar karyawan yang kadang terjadi ketidakharmonisan. Kedua, indikator pengembangan diri dalam pernyataan karyawan mengambil keputusan yang berat meskipun mengandung resiko maupun tantangan. Hal ini karena perusahaan sudah memiliki sistem yang terstruktur yang memungkinkan karyawan kurang mengambil inisiatif dalam mengambil keputusan.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat Setiadi (dalam Tambunan, Vellina dkk 2012:3) bahwa ada tidaknya pemberian insentif terhadap pekerja akan memberi pengaruh positif pada peningkatan produktivitas tenaga kerja. Dengan adanya pemberian insentif maka pekerja lebih semangat lagi dalam bekerja sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya dalam bekerja. Dan juga sejalan dengan pendapat Kurniawan (dalam Adhadika, 2013:43) Apabila jaminan sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan kesenangan bekerja sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas.

Selanjutnya penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Siti Khafidoh (2015) yang berjudul “Pengaruh Insentif dan Jaminan Sosial terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Kantor pada PT. Rea Kaltim Plantations di Samrinda”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel insentif dan jaminan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kerja.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa insentif pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian secara parsial (Uji-t) yang menunjukkan bahwa insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua. 2. Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian secara parsial (Uji-t) menunjukkan bahwa jaminan sosial tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua.

3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapati bahwa produktivitas kerja pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh insentif dan jaminan sosial tenaga kerja terhadap produkivitas kerja yang terlihat dari hasil pengujian secara simultan (Uji-F) menunjukkan bahwa insentif dan jaminan sosial tenaga

kerja berpengaruh bersama-sama (simultan) secara positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua.

4. Berdasarkan perhitungan koefisien determinasi, R Square menunjukkan bahwa pengaruh insentif dan jaminan sosial tenaga kerja terhadap produktivitas kerja sebesar 73,2 % dan sisanya sebesar 26,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk pada penelitian ini. Sementara nilai R sebesar 0,856 menunjukkan hubungan antara insentif dan jaminan sosial tenaga kerja terhadap produktivitas kerja mempunyai hubungan yang tergolong sangat erat yang berada pada interval 0,8 – 0,99.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua dalam hal insentif, diharapkan lebih sering lagi memberikan liburan yang rutin kepada karyawannya yang dapat dilakukan setiap tahunnya minimal sekali dalam setahun guna meningkatkan semangat karyawan dalam bekerja sehingga produktivitas kerja dapat meningkat. Selain itu, dalam hal komunikasi antara atasan dengan bawahan sebaiknya karyawan sendiri perlu lebih aktif lagi dalam berkomunikasi dengan atasan dan karyawan lain.

2. PT. Bank Perkreditan Rakyat NBP 20 Delitua dalam hal jaminan sosial tenaga kerja, diharapkan perlu meyakinkan kembali karyawannya bahwa keselamatan kerja mereka terjamin dah sepenuhnya menjadi tanggung

jawab perusahaan jika suatu saat terjadi kecelakaan pada saat bekerja sehingga karyawan menjadi yakin bahwa mereka terlindungi saat bekerja sehingga tidak mengganggu produktivitas kerja.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk menambah variabel independen (bebas) lainnya selain insentif dan jaminan sosial tenaga kerja yang juga mempengaruhi produktivitas kerja agar dapat lebih melengkapi keterbatasan penelitian ini karena masih banyak variabel bebas lainnya yang juga mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kompensasi

Sirait (2006:77) menyatakan bahwa, kompensasi adalah hal yang diterima oleh pegawai, baik berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai (kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi.

Menurut Dessler (2005:72) ,kompensasi karyawan merujuk kepada semua bentuk pembayaran atau imbalan bagi karyawan dan berasal dari pekerjaan mereka. Ada dua komponen utama dalam kompensasi yaitu Pembayaran keuangan langsung (kompensasi langsung), satu lagi adalah Pembayaran tidak langsung (kompensasi pelengkap atau kompensasi tidak langsung). Kompensasi langsung adalah pembayaran dalam bentuk gaji atau upah, insentif, premi dan bonus. Sedangkan kompensasi tidak langsung adalah pembayaran dalam bentuk keuangan seperti asuransi, dan lain-lain.

Menurut Hasibuan (2005:118), bentuk dan jenis kompensasi yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu kompensasi langsung berupa gaji dan inentif dan kompensasi tidak langsung dapat berupa asuransi, cuti, tunjang hari raya, liburan, dan lainnya.

1. Kompensasi langsung

Kompensasi merupakan hak bagi karyawan dan menjadi kewajiban perusahaan untuk membayarnya. Kompensasi langsung yang dberikan dapat berupa gaji, upah,dan insentif.

2. Kompensasi tidak langsung

Kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.Kompensasi tidak langsung diberikan dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi, tunjangan hariraya, kesehatan, liburan,dan lain-lain.

2.2 Insentif

2.2.1 Pengertian Insentif

Sistem insentif merupakan bentuk kompensasi yang punya kaitan langsung dengan motivasi. Insentif diberikan tergantung dari prestasi atau produktivitas pegawai, sedangkan upah merupakan suatu hal yang wajib diberikan oleh perusahaan. Insentif diberikan untuk mendorong pegawai untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada pegawai yang mudah diukur prestasi atau produktivitasnya secara satuan (Sirait, Justine T, 2006:200).

Menurut Andrew F. Sikula (dalam Sirait, Justine T, 2006:200) insentif ialah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan imbalan- imbalan yang dibentuk untuk memperbaiki produksi. Hasibuan (2005: 118) mengemukakan insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Insentif ini merupakan alat yang dipergunakan sebagai pendukung prinsip adil dalam pemberian kompensasi.

Menurut Handoko (2002:176) insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Panggabean (2002:89) insentif adalah penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui standar yang telah ditentukan.

Menurut Henry Simamora (2004:445) insentif adalah tambahan kompensasi diatas atau diluar gaji atau upah yang berikan organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas dan kinerja karyawan. Insentif diberikan untuk mendorong karyawan untuk lebih giat bekerja dan biasanya diberikan pada karyawan yang mudah diukur prestasi atau produktivitasnya dan kualitasnya secara satuan. Pemberian insentif pada prinsipnya adalah menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pihak karyawan dan perusahaan. Perusahaan mengharapkan adanya gairah atau semangat yang timbul dalam diri karyawan yang mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat terpenuhi sedangkan bagi karyawan adalah sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya.

2.2.2 Tujuan Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002:93) tujuan utama pemberian insentif adalah untuk meningkatkan kinerja individu maupun kelompok. Secara

lebih spesifik tujuan pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua golongan:

1. Bagi Perusahaan

Tujuan dari pelaksanaan insentif dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan produksi adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dengan jalan mendorong/merangsang agar karyawan: a. Bekerja lebih bersemangat dan cepat

b. Bekerja lebih disiplin c. Bekerja lebih kreatif 2. Bagi Karyawan

Dengan adanya pemberian insentif karyawan akan mendapatkan keuntungan:

a. Standar kinerja dapat diukur secara kuantitatif.

b. Standar kinerja di atas dapat digunakan sebagai dasar pemberian balas jasa yang diukur dalam bentuk uang.

c. Karyawan harus lebih giat agar dapat menerima uang lebih besar.

2.2.3 Jenis – Jenis Insentif

Menurut Sirait (2006:202) ada tiga jenis insentif yaitu: 1. Financial Incentive

Pemberian insentif yang bersifat keuangan yang meliputi upah atau gaji yang pantas dan juga kemungkinan untuk memperoleh bagian dari keuangan yang diperoleh perusahaan. Bentuk dari insentif

keuangan adalah bonus dan komisi yang dihitung berdasarkan loyalitas atau penjualan yang melebihi standar.

2. Non Financial Incentive

Pendidikan dan hiburan, liburan/hiburan, terjaminnya tempat kerja, dan terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan merupakan insentif yang tidak bersifat keuangan.

3. Social Incentive

Insentif sosial adalah insentif yang berupa rangsangan yang berbentuk sikap dan tingkah laku yang diberikan oleh anggota kelompok, cenderung pada keadaan dan sikap dari para rekan kerja.

2.2.4 Indikator – Indikator Pemberian Insentif

Menurut Sofyandi (2008:167) insentif yang diberikan kepada karyawan harus secara adil dengan mempertimbangkan:

1. Besarnya insentif (jumlah insentif) yang ditetapkan perusahaan. 2. Peningkatan insentif yang sesuai dengan kontribusi karyawan dalam

mencapai target yang ditetapkan.

3. Ketepatan dan kelancaran insentif yang diberikan tanpa mengalami penundaan.

2.2.5 Proses Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002: 90) proses pemberian insentif dapat dibedakan menjadi dua bagian yakni proses pemberian individu dan kelompok.

1. Rencana insentif individu

Bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar kinerja tertentu. Pemberian insentif individu bisa berupa upah perpotong dan upah per jam kerja secara langsung.

2. Rencana insentif kelompok

Insentif akan diberikan kepada kelompok kerja apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan. Pemberian insentif terhadap kelompok dapat diberikan dengan cara:

a. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang paling tinggi kinerjanya.

b. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah kinerjanya.

c. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata- rata pembayaran yang diterima oleh kelompok.

Menurut Dessler (2001:154) insentif juga dapat diberikan kepada seluruh organisasi, tidak hanya berdasarkan insentif individu atau kelompok. Rencana insentif seluruh perusahaan ini antara lain terdiri dari:

1. Profit sharing plan, yaitu rencana dimana kebanyakan karyawan berbagi laba perusahaan.

2. Rencana kepemilikan saham karyawan, yaitu insentif yang diberikan oleh perusahaan dimana perusahaan menyumbang saham dari stoknya sendiri kepada orang kepercayaan dimana sumbangan-

sumbangan tambahan dibuat setiap tahun. Orang kepercayaan mendistribusikan stok kepada karyawan yang mengundurkan diri (pensiun) atau yang terpisah dari layanan.

3. Rencana Scanlon, yaitu suatu rencana insentif yang dikembangkan pada tahun 1937 oleh Joseph Scanlon dan dirancang untuk mendorong kerjasama, keterlibatan dan berbagai tunjungan.

4. Gainsharing plans, yaitu rencana insentif yang melibatkan karyawan dalam suatu usaha bersama untuk mencapai sasaran kinerja dan pembagian perolehan.

2.2.6 Syarat Pemberian Insentif

Menurut Panggabean (2002:92) syarat pemberian insentif adalah sebagai berikut:

1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat dimengerti.

2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka lakukan.

3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.

4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (program evaluasi akan terhambat), jika kinerja tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.

2.3 Jaminan Sosial Tenaga Kerja

2.3.1 Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menurut Kenneth Thomson (dalam Sentanoe Kertonegoro, 2004:29) seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jendral International Security Association (ISSA), dalam kuliahnya pada Regional Trainning ISSA, seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta, mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut: “Jaminan Sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota – anggotanya untuk risiko – risiko atau peristiwa – peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa – peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”

Pengertian yang diberikan oleh Imam Soepomo (1981:136) Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima oleh pihak buruh diluar kesalahanya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan diluar kehendaknya. Sedangkan menurut Naning (2001:203) menyatakan bahwa jaminan sosial adalah jaminan terhadap kemungkinan hilangnya pendapatan sebagian atau seluruhnya, bertambahnya pengeluaran karena resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia, atau resiko sosial lainnya.

Berdasarkan UU No.3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraanya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang – Undang No. 3 Tahun 1992, yaitu berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta adalah tertib administrasi dan rutin membayar iuran setiap bulan.

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, khususnya tenaga kerja, jika mengalami resiko – resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, terbatas pada saat terjadi peristiwa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan membutuhkan perawatan medis.

2.3.2 Dasar Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Ayat 2 pasal 99 selanjutnya menentukan bahwa jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Peraturan yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja), dengan peraturan pelaksanaannya adalah:

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.14 Tahun 1993; tentang penyelenggaraan program Jamsostek yang telah 7 kali mengalami perubahan, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2010, tanggal 20 Desember 2010.

2. Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 Tahun 1993.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) No.PER – 12 / MEN VI 2007.

UU No.3 Tahun 1992 menentukan bahwa jaminan sosial tenaga kerja Jamsostek) merupakan hak bagi setiap tenaga kerja dan merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan (pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 ayat 1).

2.3.3 Tujuan Jaminan Sosial bagi Karyawan

Sentanoe Kertonegoro (1980:125) menyebutkan program jaminan sosial memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Peranan pokok dalam upaya mencapai tujuan sosial yang

Dokumen terkait