• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 PENGARUH KEBIJAKAN PUBLIK, PERAKAYASAAN

5.3 Hasil dan Pembahasan

5.3.1 Hasil

5.3.1.5 Pengaruh kebijakan publik, perekayasaan

perikanan tangkap skala kecil

1) Pengujian hipotesis

Hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar

17 yang menunjukkan bahwa semua hipotesis diterima. Semua faktor determinan

mempengaruhi keragaan pembanguna prikanan tangkap dengan indikator menyeluruh, berkelanjutan, dan berorientasi kesejahteraan.

Gambar 17 Hasil uji empiris keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, 2006

Kebijakan publik Kemampuan bisnis Perekayasaan kelembagaan Kinerja Pembangunan Perikanan Tangkap Bank mitra Skim Program Usaha baru Pengetahuan Pengalaman LKM Swamitra Mina Koperasi Kelembagaan nelayan Menyeluruh Berkelanjutan Orientasi kesejahteraan

2) Hasil uji empiris indikator keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Indramayu

Indikator keragaan pembangunan perikanan tangkap ditunjukan pada

Tabel 15. Keragaan pembangunan perikanan dipersepsikan sebagai berorientasi kesejahteraan. bersifat holistik/menyeluruh dan berkelanjutan. Dalam hal ini indikator keragaan pembangunan perikanan tangkap semuanya mempunyai nilai t

yang berbeda nyata, yaitu lebih besar dari nilai t tabel. Hal ini menunjukan bahwa

jika penelitian ini diulang dengan metode yang sama pada sampel yang sama, maka tingkat akurasinya sebesar 99 persen. Komponen muatan indikator pembangunan perikanan berdasarkan urutan nilainya adalah berorientasai kesejahteraan, berkelanjutan dan .menyeluruh. Semakin besar nilai komponen muatan merupakan indikasi semakin penting indikator tersebut.

Dengan kata lain bahwa pendekatan kesejahteraan dengan memperhatikan aspek-aspek penting lainya, dan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan, baik keberlanjutan sumberdaya maupun ekonomi, dilakukan secara bersama-sama akan merupakan energi yang sangat berarti bagi keberhasilan keragaan pembangunan perikanan tangkap.

Tabel 15 Hasil analisis indikator pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, 2006

No. Indikator pembangunan perikanan

Komponen

Muatan Nilai t Pengaruh

1. Menyeluruh 0,644 18,400 BN

2. Berkelanjutan 0,627 17,914 BN

3. Orientasi kesejahteraan 0,666 19,029 BN

(1) Faktor penentu keragaan pembangunan perikanan tangkap

Hubungan antara faktor determinan dengan keragaan pembangunan

perikanan tangkap secara kuantitatif ditampilkan pada Tabel 16. Nilai komponen

menunjukkan bahwa aspek kemampuan bisnis memiliki pengaruh yang paling besar diikuti oleh kebijakan publik, dan perekayasaan kelembagaan. Nilai t menunjukkan bahwa semua nilai komponen muatan adalah berbeda sangat signifikan pada taraf 1 persen.

Tabel 16 Faktor-faktor penentu keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, 2006

Faktor Penentu Komponen

Muatan Nilai t Pengaruh

X1 (Perekayasaan kelembagaan) 0,219 6,257 BN

X2 (Kemampuan bisnis) 0,232 6,629 BN

X3 (Kebijakan Publik) 0,220 6,286 BN

Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)

(2) Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap

Faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan

tangkap ditampilkan pada Tabel 17. Hasil pengujian dengan SEM menunjukkan

bahwa faktor-faktor dalam aspek perekayasaan kelembagaan berdasarkan urutan pengaruhnya yang ditunjukkan oleh besarnya nilai komponen muatan adalah Koperasi LEPP-M3, kelembagaan nelayan, dan LKM Swamitra Mina. Sedangkan kemampuan berbisnis sangat dipengaruhi oleh keberanian mencoba usaha baru, pengalaman individu dan pengetahuan individu. Aspek kebijakan publik dipengaruhi oleh program pemberdayaan nelayan, skim program pemberdayaan nelayan, dan keberadaan bank mitra. Nilai t merupakan indikasi bahwa semua nilai komponen muatan adalah berbeda sangat nyata pada taraf 1 persen.

Tabel 17 Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu, 2006

No.

Faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan

perikanan tangkap

Koefisien Nilai t Pengaruh

1. Perekayasaan kelembagaan (X1) 1. Kelembagaan nelayan (X11) 0,548 15,657 BN 2. Koperasi LEPP-M3 (X12) 0,601 17,171 BN 3. LKM Swamitra Mina (X13) 0,531 15,171 BN 2. Kemampuan bisnis (X2) 4. Pengalaman individu (X21) 0,594 16,971 BN 5. Pengetahuan individu (X22) 0,578 16,514 BN 6. Keberanian mencoba usaha baru (X23) 0,598 17,086 BN

3. Kebijakan Publik (X3)

7. Program pemberdayaan nelayan (X31) 0,636 18,171 BN 8. Skim program pemberdayaan (X32) 0,587 16,771 BN 9. Keberadaan bank mitra (X33) 0,517 14,771 BN

Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)

Di antara aspek-aspek yang mempengaruhi keragaan pembangunan

perikanan tangkap terdapat korelasi (Tabel 18). Korelasi secara umum bernilai

antara 0 (tidak ada korelasi) hingga 1 (sangat kuat korelasinya). Dalam hal ini korelasi yang paling kuat adalah antara aspek perekayasaan kelembagaan dan kemampuan bisnis. Adanya korelasi antar aspek menunjukkan keterkaitan antar faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap, dan menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut tidak berpengaruh sendiri-sendiri. Dengan kata lain, kebijakan yang dilaksanakan harus bersifat komprehensif atau bukan parsial karena ada keterkaitan antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.

Tabel 18 Korelasi antar faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, 2006

Faktor Penentu X1 (Perekayasaan Kelembagaan) X2 (Kemampuan Bisnis) X3 (Kebijakan Publik) X1 (Perekayasaan Kelembagaan) 1,000 0,651 0,334 X2 (Kemampuan Bisnis) 0,651 1,000 0,197 X3 (Kebijakan Publik) 0,334 0,197 1,000 5.3.2 Pembahasan

Program PEMP yang secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat, dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan, ternyata dapat diterima dan berkembang dengan baik di kedua kabupaten lokasi penelitian. Hal ini dapat dilihat dari tetap eksisnya program tersebut dibandingkan dengan program sejenis yang pernah ada.

Hasil penelitian menunjukan, bahwa kemampuan berbisnis individu

secara nyata paling berpengaruh terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Meningkatnya pengalaman dan pengetahuan nelayan, serta meningkatnya keberanian untuk mencoba usaha baru sebagai penyebab signifikannya pengaruh kemampuan berbisnis individu terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Walaupun secara umum, masyarakat perikanan melakukan kegiatan usaha perikanan secara turun-temurun atau mencoba, dan bukan karena proses pembentukan, namun apabila ada pembinaan yang tepat sesuai kebutuhan dan berbasis lokal dapat menimbulkan keberanian untuk berkreasi mencoba dan mengembangkan usaha baru . Berdasarkan potensi dasar yang dimiliki masyarakat perikanan, kesadaran, dan nilai-nilai berbisnis dalam

dirinya, maka peningkatan kemampuan berbisnis dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) membangun penguasaan keterampilan dasar teknologi yang berkaitan dengan perikanan; (2) membangun keterampilan dan manajerial usaha; (3) meningkatkan praktek dan pengalaman usaha; dan (4) mengembangkan jiwa dan praktek kewirausahaan secara terus menerus ke depan.

Perekayasaan kelembagaan seperti pembentukan dan penguatan

kelembagaan Koperasi LEPP-M3, LKM Swamitra Mina, dan organisasi nelayan

yang dimaksud dalam penelitian ini pada dasarnya adalah produk turunan dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).

Dari hasil penelitian, program ini ditengarai memberikan dampak positif terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap setelah mengalami rekayasa kelembagaan, berupa pembentukan, penguatan, dan pengembangan kelembagaan, serta kemitraan. Hal ini dapat dilihat dari: (1) semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan dan kesepakatan yang dibuat (mengikuti pedoman umum program dan persyaratan-persyaratan lainnya), (2) semakin besarnya pemupukan modal usaha yang dihimpun oleh koperasi. Hal ini digambarkan dengan meningkatnya kepercayaan lembaga perbankan dan lembaga keuangan lainya terhadap koperasi melalui unit usaha Lembaga Keuangan Mikronya, dalam bentuk pemberian tambahan pinjaman modal (3) semakin banyak masyarakat sasaran di wilayah pesisir yang dapat dijangkau. Bertambahnya kemampuan modal koperasi dan tersedianya skim kredit dengan persyaratan sesuai dengan kondisi nelayan, maka akses masyarakat terhadap modal semakin besar. (4) meningkatnya kepercayaan lembaga lain, seperti perbankan dan investor, (5) bertambah luasnya jaringan usaha.

Sebagai contoh, pendapatan peserta program di Indramayu mengalami peningkatan pendapatan 57,32% - 72,46% dari pendapatan sebelumnya. Peserta lembaga-lembaga baru ini juga semakin bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun. Bila pada tahun 2001 hanya menjangkau 172 pemanfaat (57 diantara sektor penangkapan ikan), maka pada tahun 2006 sudah mencapai 986 pemanfaat (495 diantaranya penangkapan ikan).

Di sisi lain, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan publik

perikanan berpengaruh nyata terhadap keragaan pembangunan perikanan tangkap. Hal ini diduga karena pendekatan pengelolaan program-program pemberdayaan masyarakat terutama untuk nelayan yang selama ini bersifat sentralistik sudah mulai terdistribusi ke daerah sejalan dengan berjalanya otonomi daerah. Pemerintah Daerah sudah dilibatkan pada tahap pelaksanaan program melalui alokasi dana dari Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah sebetulnya harus lebih bertanggung jawab untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya, dan menghindari tragedi milik bersama. Tanggung jawab ini harus dilaksanakan secara seimbang dengan tanggung jawab memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat.

Karena kedua tanggung jawab harus dilakukan secara bersama maka sudah saatnya pemerintah daerah memikirkan dan mencoba melembagakan

prinsip ko-manajemen. Dalam hubungan ini, definisi pemerintah dalam konsep ko-manajemen adalah pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota. Sementara

nelayan dan stakeholder lain adalah mereka yang tinggal di daerah itu yang

merupakan mitra bagi pemerintah.

Di beberapa daerah, ko-manajemen bisa dikembangkan dengan mudah karena adanya kelembagaan dan pranata lokal yang mendukung. Apapun daerahnya, tugas pemerintah daerah, dengan dibantu oleh pemerintah pusat, melakukan identifikasi dan karakterisasi kelembagaan sosial yang mungkin dijadikan basis pengembangan ko-manajemen. Alternatif lain, pemerintah harus dapat membagi wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat secara langsung atau melalui organisasi masyarakat atau lembagsa sosial masyarakat (LSM) yang ada di setiap daerah. Model-model PEMP, barangkali merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kebuntuan yang ada.

Dari hasil penelitian (Tabel 18) menunjukan bahwa kemampuan berbisnis

individu nelayan sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka meningkatkan keragaan pempangunan perikanan tangkap. Namun hal ini perlu didukung oleh kebijakan keberpihakan pemerintah dalam bentuk program atau kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan berbisnis, di samping penyediaan peluang usaha dan modal, baik modal kerja maupun investasi. Untuk memperkuat

kebijakan publik, maka kedua unsur penting tersebut perlu dikemas dalam suatu kelembagaan yang memadai yaitu yang bersifat menaungi dan mengakomodasi

semua kepentingan stakeholders . Walaupun seperti digambarkan bahwa tingkat

pengaruh yang paling tinggi adalah kemampuan berbisnis individu, kemudian kebijakan publik, dan rekayasa kelembagaan, namun pada pelaksanaanya harus dilakukan secara bersama-sama. Hal ini digambarkan bahwa disamping semua berbeda nyata, ketiganya juga berhubungan.

Berkaitan dengan tingkat ketergantungan daerah terhadap sektor perikanan, ternyata hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara dua daerah kajian. Kabupaten Indramayu yang memiliki ketergantungan terhadap perikanan lebih tinggi dibandingkan kabupaten Cirebon, ternyata keragaan perikanan tangkapnya juga dipengaruhi oleh variabel perekayasaan kelembagaan, sama seperti kondisi perikanan tangkap di Cirebon. Lemahnya akses permodalan pada masyarakat perikanan diduga merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan perikanan. Perekayasaan kelembagaan merupakan energi baru atas kemandegan sistem yang ada. Adanya sokongan pendanaan ke dalam kelembagaan baru tersebut, akan mempercepat proses pemberdayaan masyarakat sehingga kesadaran untuk berproduksi dengan cara yang bertanggung jawab dan berkelanjutan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik.

5.4 Kesimpulan

(1) Sekitar 53-58 % responden, baik di Cirebon maupun Indramayu

memberikan penilaian baik (4 dan 5 skala Likert) terhadap keragaan

pembangunan perikanan tangkap (PEMP).

(2) Sekitar 30-35 % responden baik di Cirebon maupun Indramayu

memberikan penilaian baik (4 skala Likert)) terhadap kebijakan publik.

(3) Sekitar 40-50 % responden baik di Cirebon maupun Indramayu

memberikan penilaian baik (4-5 skala Likert) terhadap perekayasaan

(4) Baik di Indramayu maupun di Cirebon, variabel Koperasi LEPP-M3 memberikan pengaruh yang paling besar terhadap variabel perkayasaaan kelembagaan dibandingkan dengan indikator lainnya.

(5) Reponden yang mempunyai pengalaman, pengetahuan dan keberanian

bisnis yang baik (4-5 skala Likert), di Cirebon sekitar 40-50%, dan

Indramayu sekitar 42-62%

(6) Faktor kebijakan publik, rekayasa kelembagaan, dan kemampuan berbisnis

individu baik di Cirebon maupun Indramayu secara signifikan mempengaruhi keragaan pembangunan perikanan tangkap.

(7) Terdapat korelasi antar faktor yang mempengaruhi keragaan pembangunan

perikanan tangkap. Hal ini mengindikasikan perlunya kebijakan yang bersifat komprehensif.

6 PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERIKANAN