• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja perawat dalam Asuahan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

HASIL PENELITIAN

5.3 Pengaruh Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja perawat dalam Asuahan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

a. Pengaruh Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe

Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Mundakir, 2006).

Komunikasi therapeutik merupakan hal yang sentral dalam asuhan keperawatan. Komunikasi therapeutik adalah landasan interaksi perawat – pasien dan dapat menjadikan kesempatan yang baik untuk menumbuhkan kepercayaan, dalam

melakukan anamenese merupakan sarana mengumpulkan data pasien sesuai yang dibutuhkan, dapat menumbuhkan kolaborasi pasien dengan tenaga penunjang keperawatan lain dapat mempermudah diagnosa dan memperlancar intervensi yang seyogyanya dilakukan oleh seorang perawat kesehatan. Komunikasi therapeutik menjadi suatu keharusan untuk dipahami dan diimplementasikan oleh seorang perawat dalam melakukan tindakan kepada pasien. Profesionalitas seorang perawat kesehatan akan dapat diwujudkan dengan kemampuan seorang perawat kesehatan mengkomunikasikan kemampuan kognitif, afektif dan psychomotor menjadi suatu konfigurasi integral dalam memenuhi espektasi pasiennya dengan memaknai komunikasi dirinya dengan nilai-nilai therapeutik secara holistik kepada pasien.

Hasil penelitian berdasarkan tingkat pengetahuan perawat dalam komunikasi therapeutik 49 orang (81,7%) tingkat pengetahuan katagori baik dan 11 orang (18,3%) tingkat pengetahuan cukup dengan hasil uji regresi linier berganda Sig = 0,012 (Sig < α 0,05) maka dapat disimpulkan pengaruh pengetahuan perawat tentang komunikasi therapeutik berpengaruh terhadap pola kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

Hasil observasi peneliti bahwa sikap perawat RSU Kabanjahe tentang komunikasi therapeutik masih kurang dilihat dari perawat jarang melakukan salam kepada pasien, tidak menyebutkan identifikasi diri, tidak ada waktu mendengarkan keluhan – perasaan pasien secara menyeluruh, perawat jarang memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya, menjawab pertanyaan pasien hanya sekedar saja, tidak memberikan informasi yang memuaskan kepada pasien.

Komunikasi therapeutik sangat penting diketahui oleh perawat karena dengan adanya komunikasi therapeutik saling menguntungkan baik bagi perawat maupun pasien. Komunikasi therapeutik dapat memberikan khasiat terapi dalam proses penyembuhan pasien, oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikasi komunikasi therapeutik agar kebutuhan, kepuasan pasien dapat terpenuhi, sehingga perlu adanya pelatihan, seminar tentang komunikasi therapeutik bagi perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

Pengetahuan perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe tentang komunikasi therapeutik masih kurang, dimana perawat kurang mampu menentukan batas waktu untuk berkomunikasi dengan pasien dan kurang mendengarkan keluhan dari pasien.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Aggraini (2009) yang membuktikan terdapat pengaruh komunikasi therapeutik perawat dalam tindakan keperawatan karena komunikasi therapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya terhadap pasien sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya. Apabila perawat dalam berinteraksi dengan pasien tidak memperhatikan teknik dan tahapan baku komunikasi therapeutik dengan benar dan tidak berusaha untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat menfasilitasi komunikasi therapeutik maka hubungan yang baik antara perawat dan pasien akan sulit terbina.

Hasil Penelitian ini sejalan dengan penelitian Barjaniartha (2008) yang membuktikan bahwa komunikasi therapeutik pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi dalam proses penyembuhan

pasien, oleh karenanya seorang perawat kesehatan harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi therapeutik agar kebutuhan, kepuasan pasien dapat dipenuhi.

Menurut Wahyudin (2009) dapat disimpulkan agar proses pelayanan kesehatan berlangsung efektif, tenaga medis harus terampil berkomunikasi therapeutik dengan pasien. Pelayanan kesehatan tidak hanya berorentasi teknik pengobatan tetapi juga komunikasi. Pelayanan yang berorentasi pada komunikasi sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan atau dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harapan sembuh.

Komunikasi therapeutik akan mendukung proses pelaksanaan tugas perawat, memelihara kerja sama dan suasana kerja sehingga ditemukan situasi dan kondisi kerja yang kondusif. Komunikasi Therapeutik menunjukkan adanya upaya untuk saling tukar informasi antara pasien dengan perawat dalam pelaksanakan pengobatan di rumah sakit. Keterkaitan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dapat dijelaskan dari kontribusi yang diberikan komunikasi therapeutik guna menghasilkan kerjasama dan ketenangan yang didapatkan pasien secara psikologis selama diberikan layanan kesehatan padanya. Hal ini memberikan umpan balik bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan bersama dan kinerja secara efektif dan efisien. Kontribusi tersebut dapat dilihat pada tingkat pengetahuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik yang dapat diperankan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Pada dasarnya komunikasi therapeutik merupakan komunikasi interpersonal (antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan

titik tolak saling memberikan pengertian antara tenaga medis dengan pasien. Kegunaan komunikasi therapeutik adalah mendorong dan menganjurkan kerjasama melalui hubungan tenaga medis dengan pasien. Komunikasi therapeutik memiliki lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan untuk menciptakan interaksi efektif, bermaksna dan memuaskan Yaitu (1) keterbukaan agar komunikasi interpersonal antara tenaga medis dan pasien melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Sikap terbuka tenaga medis mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (2) empati, dalam empati tenaga medis ikut serta secara emosional dan intelektual dalam pengalaman pasien. Berempati berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa pasien. Dengan empati tenaga medis berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh pasien. Empati dan kepedulian mereka terhadap pasien ternyata mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesehatan pasien secara umum (3)Sikap mendukung. Sikap mendukung adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersifat defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatik (4) Sikap positif, sikap ini melihat orang lain sebagai manusia, individu yang patut dihargai. Menerima tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat perilakunya (5) Kesetaraan, dalam sikap kesetaraan tenaga medis tidak mempertegas perbedaan. Status boleh jadi berbeda tetapi komunikasi tenaga medis dengan pasien tidak vertikal, tenaga medis tidak menggurui tetapi berbincang pada

tingkat yang sama dengan kesetaraan. Tenaga medis mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.

BAB 6