• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Motivasi Berprestasi Dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA

PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE

TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SIANG BR TARIGAN 077033033/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN

KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA

PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, September 2009

(3)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI THERAPEUTIK TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM ASUHAN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Siang Br Tarigan Nomor Induk Mahasiswa : 077033033

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Arlina Nurbaity, S.E, M.B.A.) (Dra. Syarifah, M.S.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr.Drs.Surya Utama, M.S.) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

(4)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Kabanjahe, merupakan satu-satunya rumah sakit umum pemerintah di Kabupaten Karo. Hasil laporan kinerja Rumah Sakit selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupance Rate (BOR) dibawah target Nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 angka BOR 34%, tahun 2006 angka BOR 50,3% dan pada tahun 2007 angka BOR 56%, sedangkan angka LOS tahun 2004 5 hari, pada tahun 2006 angka LOS 4 hari dan pada tahun 2007 angka LOS 4 hari.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jenis penelitian ini survay dengan tipe exlpanatory research dan jumlah populasi 126 perawat, pengambilan sampel secara purposive sampling sebanyak 60 orang dan dianalisis dengan uji Regresi Linier Berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Data variabel dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor motivasi berprestasi (X1), kemampuan komunikasi therapeutik (X2) dan skor kinerja perawat (Y). Untuk memperoleh data tersebut digunakan instrumen dengan tehnik kuesioner motivasi berprestasi, kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik dan kuesioner kinerja perawat. Sebelum ketiga instrumen ini digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan diuji cobakan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen.

Hasil penelitian berdasarkan hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel yaitu motivasi berprestasi (kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kemampuan komunikasi terapeutik, hanya 2 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perawat, yaitu kebutuhan akan kekuasaan (Signifikansi = 0,018) dan pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik (Signifikansi = 0,012) sedangkan variabel kebutuhan akan prestasi (Signifikansi = 0,235) dan kebutuhan akan afiliasi (Signifikansi = 0,760) tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Nilai koefisien determinan sebesar 0,210 dan faktor yang dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, adalah pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik perawat.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009” .

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan ini, penulis

banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak pada

kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr Chairuddin P Lubis, DTM&H,SP.A(K). Selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM, Selaku Sekretaris Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

(6)

5. Dr. Arlina Nurbaity, S.E, M.B.A dan Dra. Syarifah, M.S, Selaku komisi

pembimbing yang telah banyak membimbing penulis dengan penuh kesabaran

dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini

6. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, M.Si, dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep,

Sp. Mat. selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan masukan

demi kesempurnaan penulisan tesis ini

7. Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe beserta staf yang telah memberikan

izin untuk melakukan penelitian

8. Direktur Akbid PemKab Karo yang telah memberikan izin dan kesempatan

bagi penulis mengikuti pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

9. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama

pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

10. Seluruh perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah memberikan

informasi bagi penulis selama melakukan penelitian

11. Teristimewa buat ayahanda, ibunda tersayang yang telah memberikan

limpahan kasih sayang, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil

yang tidak terbatas kepada penulis

12. Suami tercinta Riskana Surbakti, SP dan anak tersayang Prima Julawal

(7)

Haganta Surbakti selaku pendamping setia dalam suka dan duka selama

pendidikan

13. Kakak, abang, adik tercinta dan semua keluarga yang telah memberikan

motivasi dan dukungan kepada penulis selama pendidikan pascasarjana

14. Rekan-rekan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya

Angkatan T.A 2007/2008 Universitas Sumatera Utara yang telah banyak

memberikan motivasi selama masa pendidikan pascasarjana

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna

dengan penuh kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis mengharapkan tesis

ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2009

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... ... 1

1.1 Latar Belakang ... .... 1

1.2 Permasalahan . ... .... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... .... 9

1.4 Hipotesis ... .... 9

BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA ... ... 11

2.1 Kinerja Perawat... ... 11

2.2 Asuhan Keperawatan ... .. 14

2.3 Motivasi berprestasi ... .. 16

2.4 Komunikasi Therapeutik... .. 19

2.5 Hubungan Motivasi berprestasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit ... .. 26

2.6 Hubungan Komunikasi Therapeutik dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit ... .. 28

2.7 Landasan Teori... .. 31

2.8 Kerangka Konsep penelitian ... .. 33

BAB 3. METODE PENELITIAN ... . 34

3.1 Jenis Penelitian... . 34

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... .. 34

3.3 Populasi dan Sampel ... 35

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.7 Metode Analisis Data... 46

(9)

4.1 Gambaran Umum Lokasi penelitian ... 48

4.2 Deskripsi Variabel Motivasi Berprestasi dan Kemampuan Komunikasi Therapeutik... 50

4.3 Analisis Linier Berganda... 66

BAB 5 PEMBAHASAN ... 68

5.1. Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 68

5.2. Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.... 71 5.3. Pengaruh Pengetahuan Perawat tentang Kemampuan Komunikasi Therapeutik terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe ... 77

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 86

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Analisis Kesalahan diri Menurut Johari Window……….. 21

3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha………... 37

3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Berprestasi……….

37

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner kemampuan Komunikasi Therapeutik………

39

3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kinerja Perawat… 39

4.1 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Prestasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..

51

4.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Prestasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………...

53

4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Afiliasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..

54

4.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Afiliasi) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..

55

4.5 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Kekuasaan) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009…….

57

4.6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Motivasi Berprestasi (Kebutuhan Akan Kekuasaan) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..

59

4.7 Distribusi Frekuensi Responden tentang Pengetahuan Kemampuan Komunikasi Therapeutik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009 ………..

(11)

4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Kemampuan Komunikasi Therapeutik di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009……….

62

4.9 Distribusi Frekuensi Responden Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………..

63

4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe Tahun 2009………...

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1 Formulir Identifikasi Responden……… 88

2 Kuesioner Motivasi Berprestasi……….. 88

3 Kuesioner Kemampuan Komunikasi Therapeutik……….. 91

4 Kuesioner Kinerja Perawat………. 92

5 Form Observasi Asuhan Keperawatan……… 94

6 Form Observasi Kemampuan Komunikasi Therapeutik... 95

5 Hasil Pengolahan Data Penelitian………... 96

6 Uji Regresi Linier Berganda………... 109

7 Uji Validitas & Reliabilitas Kuesioner……… 111

(14)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Kabanjahe, merupakan satu-satunya rumah sakit umum pemerintah di Kabupaten Karo. Hasil laporan kinerja Rumah Sakit selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupance Rate (BOR) dibawah target Nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 angka BOR 34%, tahun 2006 angka BOR 50,3% dan pada tahun 2007 angka BOR 56%, sedangkan angka LOS tahun 2004 5 hari, pada tahun 2006 angka LOS 4 hari dan pada tahun 2007 angka LOS 4 hari.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Jenis penelitian ini survay dengan tipe exlpanatory research dan jumlah populasi 126 perawat, pengambilan sampel secara purposive sampling sebanyak 60 orang dan dianalisis dengan uji Regresi Linier Berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Data variabel dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor motivasi berprestasi (X1), kemampuan komunikasi therapeutik (X2) dan skor kinerja perawat (Y). Untuk memperoleh data tersebut digunakan instrumen dengan tehnik kuesioner motivasi berprestasi, kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik dan kuesioner kinerja perawat. Sebelum ketiga instrumen ini digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh pakar dan diuji cobakan untuk mengetahui reliabilitas dan validitas instrumen.

Hasil penelitian berdasarkan hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan bahwa dari 4 variabel yaitu motivasi berprestasi (kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, kemampuan komunikasi terapeutik, hanya 2 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja perawat, yaitu kebutuhan akan kekuasaan (Signifikansi = 0,018) dan pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik (Signifikansi = 0,012) sedangkan variabel kebutuhan akan prestasi (Signifikansi = 0,235) dan kebutuhan akan afiliasi (Signifikansi = 0,760) tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Nilai koefisien determinan sebesar 0,210 dan faktor yang dominan yang mempengaruhi kinerja perawat di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, adalah pengetahuan kemampuan komunikasi therapeutik perawat.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, yakni yang sesuai dengan GBHN, Sistem Kesehatan Nasional dan Repelita dibidang kesehatan serta peraturan perundang-undangan lainnya, hal ini merupakan dasar untuk mengembangkan Indonesia sehat 2010.

Salah satu tujuan dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah upaya memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Pelayanan berkualitas ini harus dapat dilaksanakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, sehingga diharapkan masyarakat akan lebih berminat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat puskesmas, rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang padat modal, padat teknologi dan padat karya yang dalam pekerjaan sehari-harinya melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai keahlian. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan sangat bergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan (Djojosugito, 2000).

Rumah sakit telah mengalami perubahan pradigma yang pada awalnya hanya tertuju pada upaya perawatan kuratif dan rehabilitatif saja, namun perkembangan berikutnya rumah sakit dituntut untuk dapat berperan aktif pada upaya promotif dan preventif. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan rumah sakit adalah sumber daya manusia yang dimiliki rumah sakit tersebut. Sumber daya manusia yang dimiliki sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya pelayanan yang di berikan pihak rumah sakit (Aditama, 2003).

Pengorganisasian suatu sistem, seperti rumah sakit tidak akan terlepas dari sumber daya manusia (SDM) yang ada dalam organisasi rumah sakit tersebut. Manajemen sumber daya manusia pada hakekatnya merupakan bagian integral dari keseluruhan manajemen rumah sakit (Soeroso, 2003). Keberhasilan sebuah rumah sakit sangat ditentukan oleh pengetahuan, keterampilan, kreativitas dan motivasi staf dan karyawannya. Kebutuhan tenaga-tenaga terampil di dalam berbagai bidang dalam sebuah rumah sakit sudah merupakan tuntutan dunia global yang tidak bisa ditunda. Kehadiran teknologi dan sumber daya lain hanyalah alat atau bahan pendukung, karena pada akhirnya SDM-lah yang paling menentukan (Danim, 2004).

(16)

medis dan atau kualitas pelayanan perawatan. Mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan apabila memenuhi kriteria dari berbagai jenis disiplin pelayanan, seperti yang tercantum dalam surat keputusan No. 436/ Menkes/ SK /VI / 1993 yaitu : (a) administrasi dan pelayanan; (b) pelayanan medis; (c) pelayanan gawat darurat; (d) kamar operasi; (e) pelayanan intensif; (f) pelayanan perinatal resiko tinggi; (g) pelayanan keperawatan; (h) pelayanan anastesi ; (i) pelayanan radiologi; (j) pelayanan farmasi; (k) pelayanan laboratorium; (l) pelayanan rehabilitasi medis; (m) pelayanan gizi; (n) rekam medik; (o) pengendalian infeksi di rumah sakit; (p) pelayanan sterilisasi sentral; (q) pelayanan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana; (r) pemeliharaan sarana; (s) pelayanan lain; (t) perpustakaan (Aditama, 2003).

Rumah sakit merupakan industri jasa yang memiliki ciri bentuk produknya

tidak dapat disimpan dan diberikan dalam bentuk individual, serta pemasaran yang

menyatu dengan pemberi pelayanan, sehingga diperlukan sikap dan perilaku khusus

dalam menghadapi konsumen. Tenaga perawat yang merupakan “the caring

profession” mempunyai kedudukan yang penting dalam menghasilkan kualitas

pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan

pendekatan bio-psiko-sosial-spritual. Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan

yang unik dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan

tersendiri dibanding pelayanan lainnya (Djojodibroto, 1997).

Pelayanan keperawatan adalah bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang sakit untuk dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk hidup dan beradaptasi terhadap stress dengan menggunakan potensi yang tersedia pada individu itu sendiri (Djojodibroto, 1997). Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien merupakan bentuk pelayanan profesional, yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya, melalui tindakan pemenuhan kebutuhan pasien secara komprehensif dan berkesinambungan sampai pasien mampu untuk melakukan kegiatan rutinitasnya tanpa bantuan. Bentuk pelayanan ini seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan dan untuk itu tenaga keperawatan ini harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan terus menerus (Dramawan, 2008).

(17)

guna dan berhasil guna. Sistem pengelolaan ini akan berhasil apabila seseorang perawat yang memiliki tanggung jawab mengelola mempunyai pengetahuan tentang manajemen keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula (Nurachmah, 2001) Asuhan keperawatan yang bermutu merupakan asuhan manusiawi yang diberikan kepada pasien, memenuhi standar dan kriteria profesi keperawatan, sesuai dengan standar biaya dan kualitas yang diharapkan rumah sakit, serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien. Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan (Nurachmah, 2001).

Mengingat begitu pentingnya pelayanan keperawatan di rumah sakit, sehingga dibutuhkan tenaga-tenaga perawat yang handal dan mempunyai motivasi kuat dalam melaksanakan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan. Motivasi dan kemampuan untuk menghasilkan memang merupakan syarat pokok yang istimewa bagi manusia yang langsung berpengaruh terhadap tingkat dan mutu kinerja (Zainun, 1989).

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan sangat tergantung pada kompetensi dan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Kinerja tersebut dapat tercermin dari kedisiplinan, motivasi dan cakupan pelayanan asuhan keperawatan. Menurut Jackson dan Robert (2001) kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerja yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan organisasi.

Menurut McClelland (2002) yang mengutip pendapat Robbin, motivasi berprestasi (need for achievement), yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu, yang dilihat dari kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan sedangkan komunikasi therapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan non verbal. Jika kedua unsur tersebut dapat ditingkatkan maka kinerja perawat akan lebih baik dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

(18)

meningkatkan keterampilan berkomunikasi perawat yang harus dilatih secara terus menerus melalui kemampuan belajar mandiri, penyegaran dan pelatihan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dramawan (2004) menunjukkan bahwa faktor motivasi kebutuhan akan prestasi dan kebutuhan akan kekuasaan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap upaya peningkatan kinerja perawatan di RSUD Kabupaten Bima, Jawa Timur. Disamping itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Sochib (2005) juga membuktikan bahwa pelaksanaan standar asuhan keperawatan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perawat di Rumah Sakit Muhammadiyah, Lamongan

Hasil penelitian yang dilakukan Naswati (2001) tentang hubungan perilaku pemimpin, komitmen organisasi dan motivasi perawatan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Kendari Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku pemimpin, komitmen organisasi dan motivasi perawat dengan kinerja perawat di ruang inap RSUD Kendari Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian Pitoyo (2000) menunjukkan penampilan perawatan, kemampuan perawat, motivasi perawat dan gaya kepemimpinan berhubungan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat di Puskesmas, Kabupaten Dati II Semarang.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat dijelaskan bahwa motivasi sangat berpengaruh terhadap pencapaian hasil kerja atau sering disebut dengan kinerja. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktik keperawatan. Standar praktik ini menjadi pedoman bagi perawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Kuntjoro, 2005).

Berdasarkan hasil survay awal di RSU Kabanjahe pada Desember 2008, bahwa masih terdapat pasien yang pulang atas permintaan sendiri, dilihat dari status pasien ternyata belum memenuhi syarat untuk pulang, karena kondisi belum membaik. Selain itu berdasarkan kompetensi perawat, dari 126 perawat yang ada 60 diantaranya berpendidikan D-III keperawatan, dan sisanya 66 orang berpendidikan sekolah perawat kesehatan (SPK). Hal ini dapat berdampak terhadap pemahaman tentang pelaksanaan asuhan keperawatan, karena pendidikan secara tidak langsung dapat berdampak terhadap kinerja perawat. Hasil penelitian Dahlian (2004), bahwa 79,2% perawat yang berpendidikan setingkat S-1 mempunyai kinerja kategori baik, dibandingkan dengan pendidikan D-III hanya 20,8%. Rendahnya kinerja perawat dapat diduga disebabkan oleh motivasi kerja dan motivasi untuk berprestasi serta kemampuan mereka dalam komunikasi theurapeutik dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien

(19)

Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 23 rumah sakit khusus, dan 134 rumah sakit umum. Berdasarkan laporan indikator kinerja RS, diketahui rata-rata tingkat pemanfaatan tempat tidur (BOR) terendah di Indonesia, yaitu 36% dengan rata-rata lama perawatan (LOS) 4 hari . Tingkat pencarian pelayanan masyarakat ke fasilitas rumah sakit hanya 0,7% untuk rumah sakit pemerintah dan 0,9% untuk rumah sakit swasta (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2008).

Menurut wawancara peneliti dengan beberapa perawat bahwa RSU Kabanjahe kurang memanfaatkan komunikasi therapeutik yang mana komunikasi therapeutik difokuskan untuk kesembuhan pasien dan merupakan komunikasi profesional yang mengarahkan pada tujuan untuk menyembuhkan pasien yang dilakukan oleh perawat dan kurangnya motivasi perawat di RSU Kabanjahe dapat berdampak langsung oleh kinerja seorang perawat yang mana dapat dilihat dari angka Bed Occupancy Rate (BOR) dan angka LOS dibawah target nasional.

Salah satu RSU di Provinsi Sumatera Utara yang juga tergolong rendah cakupan indikator pelayanan rumah sakitnya adalah RSU Kabanjahe. RSU Kabanjahe adalah satu-satunya RSU milik pemerintah. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir (2005-2007), angka Bed Occupancy Rate (BOR) dibawah target nasional yaitu 80% dan LOS selama 6-9 hari, dimana pada tahun 2005 BOR 34%, pada tahun 2006 angka 50,3% dan dan pada tahun 2007 angka BOR 56%. Masih terdapat pasien yang pulang atas permintaan sendiri walaupun pasien ternyata belum memenuhi syarat untuk pulang karena kondisi pasien belum membaik

Berdasarkan hal diatas, penulis merasa perlu mengetahui pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan sesuai dengan Standard Operasional Prosedur (SOP) di Rumah Sakit Umum Kabanjahe sehingga diperoleh suatu strategi peningkatan BOR dan LOS yang tepat berdasarkan keadaan yang sesungguhnya dilapangan dan di harapkan dapat menjadi masukan untuk membuat prioritas program yang tepat dan efektif sesuai kemampuan RSU Kabanjahe

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan

berprestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan

komunikasi therapeutik berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam asuhan

(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan

berprestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan

komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di

Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

1.4. Hipotesis

Motivasi berprestasi yang terdiri dari kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan

akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kemampuan komunikasi therapeutik

berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit

Umum Kabanjahe.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Menjadi masukan bagi Rumah Sakit Umum Kabanjahe dalam membuat suatu

strategi peningkatan BOR dan LOS yang tepat berdasarkan keadaan yang

sesungguhnya dilapangan dan diharapkan dapat menjadi masukan untuk

membuat prioritas program yang tepat dan efektif sesuai kemampuan RSU

Kabanjahe

2. Menjadi masukan bagi perawat dalam meningkatkan asuhan keperawatan

kepada pasien yang datang berobat ke RSU Kabanjahe.

3. Menjadi masukan bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan komunikasi

therapeutik kepada pasien yang datang berobat ke RSU Kabanjahe

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).

Menurut Nawawi (1997), kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisik (material) maupun non fisik (non material) dalam suatu tenggang waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja adalah prestasi kerja diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan.

Kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai baik berupa produk atau jasa berdasarkan kualitas, kuantitas, dan waktu penyelesaian pekerjaannya. Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1996) ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi.

1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan

demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama

yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis

mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.

2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi.

(22)

sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap,

kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur.

3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu

terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain

pekerjaan.

Kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tentu tidak terlepas dari motivasi dan komunikasi. Pelayanan yang diberikan seorang perawat dapat menjadi tolak ukur pencapaian tujuan organisasi, perawat mampu memberikan pelayanan yang prima bagi setiap pasien, hal ini sangat penting untuk memberikan nilai mutu rumah sakit tersebut. Pelayanan pada hakikatnya memberikan pertolongan atau bantuan pada orang lain yang membutuhkan dengan melakukan metode kiat, seni dan perilaku yang memerlukan hubungan interaksi agar tercapainya suatu kepuasan dari kedua belah pihak, yakni perawat dan pasien (Hanafiah, 1994).

Menurut Efendi (1998), peranan perawat dalam meningkatkan kinerja pada pelayanan keperawatan yaitu :

1. Pelaksanaan Pelayanan Keperawatan (Provider Of Nursing Care)

Peranan yang utama dari perawat adalah sebagaimana pelaksanan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit atau yang mempunyai masalah kesehatan/ keperawatan, puskesmas, panti dan sebagainya sesuai dengan kebutuhannya.

2. Sebagai Pendidik (Health Educator)

Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

3. Sebagai Pembaharu (Inovator)

Perawat dalam berperan sebagai agen pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat terutama dalam menambah perilaku dan pola hidup yang erat kaitannya dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.

4. Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator Of Service)

(23)

5. Sebagai Panutan (Role Model)

Perawat harus dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.

6. Sebagai Tempat Bertanya(Fasilitator)

Perawat dapat dijadikan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kesehatan dan keperawatan yang dihadapi sehari-hari. Disamping itu perawat kesehatan diharapkan dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi.

7. Sebagai Pengelola ( Manager)

Perawat diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan baik puskesmas dan masyarakat sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.

2.2Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metodologi proses keperawatan berpedoman pada standar keperawatan dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan

Menurut Lismidar, dkk (1990) proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan yang mempunyai lima tahapan yaitu: 1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, Menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi: pengumpulan data dilakukan dengan cara anamese, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. Sumber data adalah pasien, keluarga atau orang terkait tim kesehatan, rekam medis dan catatan. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis- psikologis-spritual, respon terhadap terapi, harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan resiko tinggi masalah.

2. Diagnosa Keperawatan

(24)

memvalidasi diagnosa keperawatan; melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan; bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan; perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan pasien; mendokumentasi rencana keperawatan

4. Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan pasien, memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan berdsarkan respon pasien

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam mencapai tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya adalah menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan responden pasien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan, bekerjasama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, memodifikasi hasil evaluasi (Nursalam, 2001)

2.3Motivasi Berprestasi

Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Callahan dan Clark dalam Mulyasa (2004) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Seorang tenaga perawat akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. McDonald dalam Soemanto (1998) menyatakan motivasi adalah sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan . Defenisi ini berisi tiga hal yaitu :

a. Motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, setiap perubahan motivasi mengakibatkan beberapa perubahan tenaga didalam sistem neurofisiologis dari pada organisme manusia.

(25)

c. Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi mencapai tujuan, orang yang termotivasi, membuat reaksi-reaksi yang mengarahkan dirinya kepada usaha mencapai tujuan, untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh perubahan tenaga di dalam dirinya. Dengan kata lain motivasi memimpin ke arah reaksi-reaksi mencapai tujuan.

Menurut Davies (1991), motivasi berprestasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri seseorang yang mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas. Kadang kekuatan itu berpangkal pada naluri, kadang pula berpangkal pada keputusan rasional, tetapi lebih sering lagi hal itu merupakan perpaduan dari kedua proses tersebut. Amea dan Ames dalam Irawan, dkk (1997) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut pandangan ini motivasi berprestasi didefenisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri.

Motivasi dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan strategi yang digunakan untuk mencapainya, yaitu : (1) motivasi instrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari dalam, tersirat baik dalam tugas itu sendiri maupun pada diri waktu belajar, dapat dijadikan sebagai pendorong bagi aktivitas dalam pembelanjaran, (2) motivasi ekstrinsik, mengacu pada faktor-faktor dari luar. Motivasi ini biasanya berupa penghargaan, pujian, hukuman atau celaan (Davies, 1991)

Menurut Siagian (1995) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya

Perbedaan antara motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang dengan motivasi yang ada di luar diri seseorang adalah adanya perasaan puas yang dimiliki oleh seseorang. Perasaan puas dari seseorang yang merupakan motivasi internal dapat berasal dari pekerjaan yang menantang, adanya tanggung jawab yang harus diemban, prestasi pribadi, adanya pengakuan dari atasan serta adanya harapan bagi pengembangan karir seseorang. Sedangkan motivasi yang ada diluar diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi adalah adanya rangsangan dari luar yang dapat berwujud benda atau bukan benda (Uno, 2006).

(26)

2.4Komunikasi Therapeutik

Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku

manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus.

Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu dalam rangka mencapai tujuan optimal, baik komunikasi dalam

lingkup pekerjaan maupun hubungan antar manusia. Sebagai tenaga kesehatan yang

paling lama dan sering berinteraksi dengan pasien, perawat diharapkan dapat menjadi

“obat” secara psikologis. Kehadiran dan interaksi perawat hendaknya dapat

membawa kenyamanan dan kerinduan bagi pasien. Komunikasi Therapeutik adalah

komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan serta kegiatannya

difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang

mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat (Heri

Purwanto, 1994).

Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan

pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya

terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik

pasien akan mengetahui apa yang sedang dan apa yang akan dilakukan selama di

rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis

dapat teratasi (Brehman, 1996).

Secara Therapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar

perilaku pasien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin. Untuk dapat

(27)

keterampilan yang cukup dan memahami betul tentang dirinya. Agar perawat dapat

berperan efektif dan Therapeutik, ia harus menganalisa dirinya, yaitu kesadaran diri,

klarifikasi nilai, eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model dan rasa

bertanggung jawab.

2.4.1 Analisa Diri Perawat

Setiap memulai aktifitas dalam memberikan pelayanan kepada pasien selalu

didahului dengan komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk menjalin hubungan

interpersonal perawat dengan pasien agar proses keperawatan dapat dilakukan dengan

lancar dan efektif. Dalam Komunikasi Therapeutik, hubungan yang dilakukan adalah

dalam rangka menolong atau membantu mengatasi masalah pasien dan alat yang

efektif digunakan adalah diri perawat. Sebelum melakukan komunikasi, perawat

harus melakukan “Analisa diri” yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai,

eksplorasi perasaan dan kemampuan menjadi model.

2.4.1.1Kesadaran Diri

Sebagai instrument dalam berkomunikasi yang bertujuan therapeutik, maka

perawat harus dapat mengenali perasaan, perilaku dan keperibadiannya secara pribadi

maupun sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Perawat harus dapat menjawab

pertanyaan “siapa saya” yang sebenarnya. Kesadaran diri perawat ini diharapkan

dapat membuat perawat dapat menerima perbedaan dan keunikan pasien. Kesadaran

diri yang mantap akan mempengaruhi komunikasi yang therapeutik. Untuk membantu

(28)

dapat dilihat dari teori “Self Disclosure” yang digambarkan oleh Johari Window,

sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Analisa Kesalahan diri Menurut Johari Window

I

Diketahui oleh diri sendiri dan orang lain

II

Hanya diketahui oleh orang lain

III

Hanya diketahui oleh diri sendiri

IV

Tidak diketahui oleh siapapun

Berdasarkan tabel tersebut, terjadinya perubahan satu kuadran akan

mempengaruhi kuadran yang lain, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dari

pergeseran masing-masing pintu/kuadran menurut teori tersebut, antara lain :

a. Jika kuadran I yang diperbesar, maka individu ini cenderung bahkan selalu

terbuka dengan orang lain. Ciri khas dari individu ini adalah periang, familier,

mudah akrab, tidak kikir, banyak teman dan menyenangkan.

b. Jika kuadran II diperbesar, maka individu ini suka menonjolkan dirinya sendiri,

dia merasa paling hebat, seperti katak dalam tempurung. Dia tidak menyadari

bahwa tindakannya tidak benar, dia buta terhadap dirinya sendiri sehingga area

ini disebut juga Blind Area (area buta).

c. Jika kuadran III diperbesar, maka individu ini akan nampak suka menyendiri,

pendiam, tidak suka bergaul atau berinteraksi dengan orang lain. Individu ini

lebih banyak menyimpan rahasia, sehingga area ini dapat disebut dengan

(29)

d. Jika kuadran IV diperbesar, maka individu ini tidak diketahui orang lain namun

dia tau banyak tentang orang lain. Dia tertutup terhadap dirinya, tidak ada yang

tau tentang dirinya sekalipun dirinya sendiri, hanya Tuhan yang mengetahui

segala sesuatu tentang dirinya.

Kesadaran diri seseorang dapat ditingkatkan melalui tiga cara, yaitu

mempelajari diri sendiri, belajar dari orang lain dan membuka diri terhadap informasi

atau perubahan yang terjadi. Kesadaran diri ini menentukan pola interaksi yang

dibangun antara komunikator dengan komunikan, antara perawat dengan pasien.

Kesadaran diri yang baik dapat menciptakan hubungan yang Therapeutik yang saling

memuaskan.

2.4.1.2Klarifikasi Nilai

Kenyamanan dan kepuasan perawat terhadap sistem nilai yang dianut

merupakan modal yang bermakna bagi perawat dalam melaksanakan Komunikasi

Therapeutik. Perawat akan lebih siap dan mantap dalam mengidentifikasi situasi yang

bertentangan dengan nilai yang dimiliki, sehingga hubungan Therapeutik antar

perawat-pasien tidak terganggu.

2.2.1.3Eksplorasi Perasaan

Perawat perlu terbuka dan sadar terhadap perasaannya, dan mengontrolnya

agar ia dapat menggunakan dirinya secara therapeutik. Jika perawat terbuka pada

perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana

(30)

saat berbicara dengan pasien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol

penampilannya.

2.2.1.4Kemampuan Menjadi Model

Kebiasaan yang kurang baik tentang kesehatan akan mempengaruhi

keberhasilan dalam berhubungan antara pasien-perawat. Perawat tidak dapat

memisahkan atau memberi batasan yang jelas antar peran sebagai profesional dengan

kehidupan pribadinya karena diri perawat sebagai intrumens dalam menjalankan

hubungan yang therapeutik. Kemampuan menjadi model ini merupakan bentuk

tanggung jawab perawat terhadap apa yang disampaikan kepada pasien disamping

tanggung jawab profesi.

Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi pasien jika

tidak ada kemampuan menghargai keunikan pasien. Tanpa mengetahui keunikan

masing-masing kebutuhan pasien, perawat juga akan kesulitan memberikan bantuan

kepada pasien dalam mengatasi masalah pasien. Sehingga perlu dicari metode yang

tepat dalam mengakomodasi agar perawat mampu mendapatkan “pengetahuan” yang

tepat tentang pasien. Melalui Komunikasi Therapeutik diharapkan perawat dapat

menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan pasien.

Komunikasi therapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus

direncanakan, dipertimbangkan dan dilaksanakan secara profesional. Sehingga jangan

sampai karena terlalu banyak atau asiknya bekerja, perawat melupakan pasien sebagai

manusia dengan latar belakang dan permasalahannya. Pada saat pertama kali perawat

(31)

singkat, canggung, semu dan seperti dibuat-buat. Namun, hal ini akan lebih

membantu untuk mempresepsikan masing-masing hubungan pasien karena adanya

kesempatan untuk mencapai hubungan antar manusia yang positif sehingga akan

mempermudah pencapaian tujuan keperawatan (Mundakir, 2006).

2.2.2 Tujuan Komunikasi Therapeutik

Komunikasi Therapeutik dilaksanakan dengan tujuan :

1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan

pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila

pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan.

2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif

dan mempertahankan kekuatan egonya.

3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal

peningkatan derajat kesehatan.

4. Mempererat hubungan atau interaksi antara pasien dengan perawat secara

profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah

pasien.

2.2.3 Prinsip-prinsip Komunikasi Therapeutik

1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti memahami dirinya sendiri

serta nilai yang dianut.

2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan

saling menghargai.

(32)

4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun

mental.

5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki

motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah lakunya sehingga

tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

6. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk

mengetahui dan mengatasi rasa gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun

frustasi.

7. Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang Therapeutik.

8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan

Therapeutik.

9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan danmeyakinkan

orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahankan

suatu keadaan sehat fisik, mental, sosial, spiritual dan gaya hidup.

10. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap dirinya

atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain tentang

apa yang dikomunikasikan (Mundakir, 2006).

2.5 Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit

(33)

utama oleh setiap perawat dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan yang bermutu.

Motivasi berprestasi perawat terhadap seluruh aspek tugas dan fungsi yang dilaksanakan sebagai bentuk pekerjaan, harus di arahkan pada upaya untuk menjamin terselenggaranya layanaan kesehatan yang berkualitas sebagai jaminan mutu (Quality assurance) dan memberikan dorongan yang kuat pada diri sendiri untuk mampu merespon segala bentuk kebutuhan dari setiap pasien, sehingga perawat menghasilkan kinerja yang optimal sesuai standart yang telah di tetapkan. Hal ini berarti bahwa seorang perawat mampu merasakan pentingnya motivasi berprestasi untuk dapat mengenal berbagai permasalahan dan tantangan tugas yang senantiasa dia harus mampu mencari solusi, pelayanan arah yang jelas, hal apa yang harus dilakukan untuk mencapai kualitas pelayanan kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu motivasi berprestasi harus selalu muncul dalam diri seseorang perawat dalam melaksanakan tugas keperawatannya yang dilakukan secara berkesinambungan, kompehensif dan nyata sehingga dapat memotivasi dirinya untuk terus menerus berupaya meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik.

Secara umum kinerja perawat bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Selain itu kinerja perawat dapat dipergunakan sebagai tolak ukur keberhasilan perawat dalam menjalankan tugas, alat pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu kerja perawat. Kinerja perawat merupakan gambaran dan acuan dalam menyatakan keberhasilan suatu rumah sakit sebagai organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan dan sekaligus menjadi bahan masukan untuk usaha pembinaan dan pengembangan kinerja rumah sakit dalam rangka menerapkan visi, misi, pencapaian tujuan dan upaya untuk mampu mewujudkan persaingan kualitas rumah sakit pada tingkat nasional maupun Internasional.

Selanjutnya rumah sakit sebagai institusi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan, memiliki makna yang penting dalam kehidupan masyarakat, sehingga bagaimana motivasi setiap orang yang terlibat dalam pemberian jasa pelayanan kesehatan dimaksud sangat menentukan kinerja rumah sakit tersebut secara keseluruhan. Dengan demkian motivasi berprestasi menjadi salah satu faktor penentu dalam mencapai kinerja perawat dalam memberikan pelayanan perawatan.

Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa makin tinggi motivasi berprestasi, maka kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan makin baik. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

2.6 Hubungan Komunikasi Therapeutik dengan Kinerja Perawat di Rumah Sakit

(34)

keperawatan akan sulit apabila komunikasi antara perawat dengan pasien tidak berjalan dengan efektif. Adanya komunikasi akan memudahkan kerja sama yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan, karena bagaiman sekalipun harus disadari, setiap orang dapat menerima sesuatu (bentuk pengobatan) apabila seseorang mengetahui informasi secara jelas tentang bentuk pengobatan yang diberikan kepadanya. Ini merupakan tugas perawat memberikan informasi secara jelas kepada pasien, dengan demikian segala sesuatu itu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Dalam setiap pelaksanaan tugas, seorang perawat membutuhkan sejumlah informasi mengenai pasien yang ditanganinya, sehingga melalui data yang dikumpulkan menjadi dasar untuk memperkirakan dan mengetahui penyakit pasiennya. Selain itu Komunikasi Therapeutik dilakukan agar tingkat kecemasan, ketakutan dan perubahan sikap terhadap bentuk pengobatan yang diberikan dapat diatasi dengan baik. Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan Komunikasi Therapeutik secara efektif yang akan dan sedang dilakukan tindakan keperawatan seperti menggali perasaan, pikiran, perubahan prilaku, sehingga akan mampu memecahkan masalah psikologis pada pasien.

Pelaksanaan tugas keperawatan termasuk menggunakan komunikasi therapeutik adalah salah satu bentuk kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik. Kinerja yang baik dapat tercapai apabila terjadi komunikasi yang efektif antara perawat dengan pasien, dimana terjadi kerja sama dari sejumlah orang, melibatkan keadaan saling bergantung, koordinasi yang mengisyaratkan komunikasi berupa interaksi yang harmonis dalam organisasi baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Setiap pencapaian kinerja yang baik melibatkan proses komunikasi yang baik. Demikian pula penggunaan komunikasi therapeutik mengisyaratkan adanya interaksi antara perawat dengan pasien sebagai ikatan kerja sama yang berlangsung harmonis sebagai proses pencapaian tujuan pelayanan yang prima dimana interaksi diantara bagian yang satu dengan lainnya dan manusia yang satu dengan lainnya harus berjalan secara harmonis, dinamis dan pasti. Kemampuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik akan dapat mencapai tujuan secara efektif dan hal ini menggambarkan pencapaian kinerja perawat itu sendiri dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Komunikasi therapeutik akan mendukung proses pelaksanaan tugas perawat, memelihara kerja sama dan suasana kerja sehingga ditemukan situasi dan kondisi kerja yang kondusif. Komunikasi therapeutik menunjukkan adanya upaya untuk saling tukar informasi antara pasien dengan perawat dalam pelaksanaan pengobatan di rumah sakit. Kemampuan akan pemahaman terhadap pasien dan oran lain yang terlibat di dalamnya sangat diperlukan. Selain itu pemahaman tentang pelaksanaan kerja yang dilakukan secara terpadu membutuhkan komunikasi yang efektif. Untuk menciptakan persepsi yang sama, komunikasi therapeutik merupakan sarana vital yang mampu menghubungkan perilaku dan cara kerja serta hubungan insani dalam layanan kesehatan di rumah sakit.

(35)

sama dan ketenangan yang didapat pasien secara psikologis selama diberikan layanan kesehatan padanya. Hal ini memberikan umpan balik bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan bersama dan kinerja secara efektif dan efisien. Kontribusi tersebut dapat dilihat pada tingkat pengetahuan perawat menggunakan komunikasi therapeutik yang dapat diperankannya dalam memberikan pelayanan keperawatan. Perawat berperan sebagai sumber, penyampaian informasi terhadap internal dan eksternal yang terkait dengan pasien yang dilayaninya. Dalam pelaksanaan komunikasi therapeutik perawat senantiasa mempertimbangkan situasi dan peranan yang dilakukannya. Metode dan cara-cara berkomunikasi juga harus disesuikan dengan situasi dan waktu komunikasi itu dilakukan.

Berdasarkan pemikiran diatas dapat dijelaskan bahwa makin efektif komunikasi therapeutik yang dilakukan maka makin baik kinerja perawat dalam memberikan pelayanan publik di rumah sakit. Dengan demikian dapat diduga ada hubungan yang positif antara komunikasi therapeutik dengan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

2.7Landasan Teori

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005).

Konsep motivasi dalam penelitian ini mengutip teori yang dikemukakan oleh Menurut McClelland seperti dikutip oleh Hasibuan (1999), hal-hal yang dapat memotivasi seseorang adalah: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan.

(1) Kebutuhan akan prestasi, merupakan daya penggerak yang dapat memotivasi

semangat bekerja seseorang. Karena itu, akan mendorong seseorang untuk

mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi

yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Perawat akan

antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan mereka diberi kesempatan untuk

melakukannya. Menurut McClelland, hanya dengan mencapai prestasi kerja yang

tinggi maka seseorang akan dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar.

(2) Kebutuhan akan afiliasi (kerja sama), menjadi daya penggerak yang akan

(36)

merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal:

kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan

bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap

manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan

maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan untuk

ikut berpartisipasi (sense of participation) dalam satu kegiatan tertentu.

Seseorang dengan kebutuhan untuk berafiliasi akan memotivasi dan

mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya.

(3) Kebutuhan akan kekuasaan, merupakan daya penggerak yang memotivasi

semangat kerja karyawan. Kebutuhan akan kekuasaan akan merangsang dan

memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya

demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.

. Komunikasi Therapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar

dan bertujan serta kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan

komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang

dilakukan oleh perawat (Mundakir, 2006).

Penggunaan komunikasi therapeutik yang efektif dengan memperhatikan

pengetahuan, sikap dan cara yang digunakan oleh perawat sangat besar pengaruhnya

terhadap usaha mengatasi masalah psikologis pasien dengan komunikasi therapeutik

(37)

rumah sakit sehungga perasaan dan pikiran yang menimbulkan masalah psikologis

dapat teratasi (Brehman, 1996).

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep

penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Motivasi Berperestasi

(1) Kebutuhan Akan Berprestasi (2) Kebutuhan Akan Afiliasi (3) Kebutuhan Akan Kekuasaan

Kemampuan Komunikasi Therapeutik

(1) Pengetahuan (2) Sikap (3) Tindakan

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survey dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu suatu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Nursalam, 2003). Bertujuan untuk menganalisis pengaruh motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik terhadap kinerja perawat dalam asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, dengan pertimbangan masih ditemukan adanya keluhan dari pasien yang memanfaatkan pelayanan keperawatan, banyak pasien pulang atas permintaan sendiri, serta nilai BOR masih rendah yaitu 56% dibandingkan indikator nasional yaitu 80%. Waktu penelitian di laksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung bulan April sampai dengan Mei tahun 2009.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang berjumlah 126 orang perawat.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum (RSU) Kabanjahe. Pengambilan sampel menggunakan cara non probabilitas yaitu dengan menggunakan tehnik purposive sampling. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Kabanjahe dengan kriteria inklusi sebagai berikut :

a) Perawat berpendidikan minimal D-III

b) Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masa kerja minimal 1 tahun

(39)

c) Bertugas sebagai perawat pelaksana dirawat inap dan rawat jalan

Maka berdasarkan kriteria tersebut besar sampel adalah 60 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data primer diperoleh langsung dari responden melalui wawancara, kuesioner dan observasi. Data primer yang diperoleh berupa data variabel motivasi berprestasi, kemampuan komunikasi therapeutik dan kinerja perawat. Kuesioner yang telah disusun tersebut terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 30 perawat (Pendidikan D-III keperawatan) di RSU Ester Kabanjahe di unit tugas pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan nilai Corrected Item-Total Correclation masing-masing butir pertanyaan. Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika :

Bila r- hitung > r-tabel maka dinyatakan valid Bila r-hitung < r-tabel maka dinyatakan tidak valid

Setelah pengujian validitas, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas. Tujuan utama pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen apabila instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil uji reliabilitas mencerminkan dapat dipercaya dan tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar dari sesuatu yang diukur.

Menurut Triton (2005) tingkat reliabilitas diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai dangan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan kedalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan seperti Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 Sampai dengan 0,20 Kurang Reliabel

> 0,20 Sampai dengan 0,40 Agak Reliabel

(40)

> 0,60 Sampai dengan 0,80 Reliabel

> 0,80 Sampai dengan 1,00 Sangat Reliabel

Pada butir kuesioner motivasi berprestasi pada kebutuhan akan berprestasi dimana df (degree of freedom) = n- k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30 - 12 = 18, maka Rtabel = 0,444, pada kuesioner kebutuhan

akan afiliasi nilai Rtabel = 0,404 dan pada kuesioner kebutuhan akan kekuasaan nilai

Rtabel = 0,423. Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari

Corrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Motivasi Berprestasi Variabel Nomor 10 0,4444 0,8349 0,9124 Valid dan Reliabel 11 0,4444 0,5720 0,9124 Valid dan Reliabel Kebutuhan

Akan Berprestasi

(41)

25

Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan

nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel.

Pada butir kuesioner kemampuan komunikasi therapeutik pada pengetahuan komunikasi therapeutik dimana df (degree of freedom) = n - k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30 - 10 = 20, maka Rtabel = 0,423.

Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari Corrected

Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.3Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kemampuan

Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan

nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel.

Pada butir kuesioner kinerja perawat dimana df (degree of freedom) = n- k, k merupakan jumlah butir pertanyaan dalam suatu variabel, jadi df = 30- 10 = 20, maka Rtabel = 0,423. Butir pertanyaan dinyatakan valid jika Rhitung yang merupakan nilai dari

Corrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai

berikut:

(42)

Variabel Nomor

Hasil analisis tersebut menunjukkan semua butir pernyataan dapat di gunakan karena Rhitung > Rtabel sehingga dapat dikatakan memenuhi syarat validitas dan dan

nilai alpha > 0,60 maka kuesioner dikatakan reliabel

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Umum Kabanjahe, berupa data kepegawaian dan medical record dari pasien.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1. Variabel Dependen

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seorang perawat selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas asuhan keperawatan dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati

bersama menurut Standart Operasional Prosedur (SOP).

3.5.2. Variabel Independen

(43)

1. Motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri dan

dimilki seseorang perawat dalam melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan

tugas pokok dan fungsinya di RSU Kabanjahe untuk meraih prestasi, dengan

indikator:

a. Kebutuhan akan prestasi, adalah dorongan atau keinginan dari dalam

diri perawat untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

b. Kebutuhan akan afiliasi adalah dorongan atau keinginan dari dalam diri

perawat untuk dapat bekerja sama dengan perawat lain atau tenaga

medis dalam menyelesaikan seluruh tugas-tugasnya.

c. Kebutuhan akan kekuasaan adalah dorongan atau keinginan dari dalam

diri perawat untuk dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan

dan wewenangnya.

2. Kemampuan Komunikasi Theurapeutik adalah segala sesuatu yang dapat

dilakukan oleh perawat dalam melakukan komunikasi dengan pasien dalam

memberikan pelayanan asuhan keperawatan, dengan indikator:

a. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh perawat tentang

komunikasi therapeutik.

b. Sikap adalah respon atau tanggapan perawat dalam memberikan

(44)

c. Tindakan adalah bentuk nyata dari kegiatan yang dilakukan oleh perawat

dalam memberikan komunikasi therapeutik dan asuhan keperawatan

kepada pasien.

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran dalam penelitian ini mencakup variabel independen dan dependen, yaitu :

3.6.1. Pengukuran variabel independen

Pengukuran variabel independen yaitu motivasi berprestasi dan kemampuan komunikasi therapeutik adalah :

A. Pengukuran Variabel Motivasi Berprestasi

Pengukuran variabel motivasi berprestasi didasarkan pada skala likert, dari 30 butir pertanyaan yang mencakup kebutuhan akan berprestasi, kebutuhan akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan dengan alternatif jawaban sebagai berikut :

Sangat Setuju diberi skor : 5 Setuju diberi skor : 4 Kurang Setuju diberi skor : 3 Tidak Setuju diberi skor : 2 Sangat Tidak Setuju diberi skor : 1

a. Kebutuhan Akan Berprestasi

Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi kebutuhan akan berprestasi adalah 60 dan skor terendah adalah 12

Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka kebutuhan akan berprestasi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 45 nilai jawaban ) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60 -75% total jawaban (36 – 45 nilai jawaban)

c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 36 nilai jawaban) (Arikunto, 2002)

b. Kebutuhan Akan Afiliasi

(45)

Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka untuk kebutuhan akan afiliasi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 30 nilai jawaban) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75% total jawaban (24 – 30 nilai jawaban)

c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 24 nilai jawaban ) (Arikunto, 2002).

c. Kebutuhan Akan Kekuasaan

Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 5 dan terendah 1, sehingga total skor tertinggi untuk kuesioner motivasi berprestasi kebutuhan akan kekuasaan adalah 50 dan skor terendah adalah 10.

Berdasarkan pengukuran dengan skala likert, maka untuk kebutuhan akan kekuasaan dapat dikategorikan sebagai berikut :

a.Tinggi apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (>38 nilai jawaban) b.Sedang apabila bobot nilai yang dicapai antara 60 -75% total jawaban (30 – 38 nilai jawaban)

c. Rendah apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 30 nilai jawaban) (Arikunto, 2002).

B.Pengukuran Variabel Kemampuan Komunikasi Therapeutik

Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi therapeutik perawat diukur melalui 10 pertanyaan pengetahuan, dengan teknik pilihan jawaban :

Benar: 1 Salah: 0

a.Baik apabila bobot nilai yang dicapai > 75% total jawaban (> 8 jawaban benar) b.Cukup apabila bobot nilai yang dicapai antara 60-75 % total jawaban (6 – 8 jawaban benar )

c. Kurang apabila bobot nilai yang dicapai < 60% total jawaban (< 6 jawaban benar)

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen

Untuk mengetahui tingkat kinerja perawat diukur melalui 10 pertanyaan, dengan menggunakan skala likert dengan tehnik pilihan jawaban :

Sering Sekali diberi skor : 5 Sering diberi skor : 4 Kadang-kadang diberi skor : 3 Jarang diberi skor : 2 Tidak pernah diberi skor : 1

Gambar

Tabel 2.1 Analisa Kesalahan diri Menurut Johari Window
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian  Pengetahuan
tabelhitungCorrected Item-Total Correlation > Rtabel, maka dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.3                 Komunikasi TherapeutikHasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Kemampuan                    Variabel Nomor RRAlpha Keterangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

b. Dengan menggunakan jangka, lukislah dua buah lingkaran kongruen dengan titik pusat A dan B serta berjari-jari sama dengan tali busur AB.. Tentukan titik potong dari kedua

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan dan relationship marketing terhadap loyalitas pelanggan di Karaoke Penthouse’s Surabaya.. Data yang

Penandatanganan MoU (Ngawi, 18 Januari 2010), dengan 14 Perusahaan (Swasta, BUMN, serta BUMD) dalam rangka Program Corporate Social Responcibility serta Program Kemitraan dan

[r]

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Issues of concern in this study is, REST WebService running on the HTTP protocol, which means the data is sent in the form of text. If

Dukungan sistem informasi manajemen pada pembuatan keputusan dalam suatu organisasi menurut Herbet A. Simon yang dikutip oleh Ukhyana Effendi Onong, dapat diuraikan menurut

Penyebab disharmoni keluarga (relasi antar pasangan) di desa Telagawaru Kecamatan Labuapi ialah Masalah kesibukan pasangan dan belum terpenuhinya kebutuhan materi,

[r]