• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Pengaruh Kualitas Kehidupan Bekerja terhadap Organizational Citizenship

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka peneliti membuat suatu rumusan masalah yaitu ”Apakah terdapat pengaruh kualitas kehidupan bekerja terhadap organizational citizenship behavior karyawan PT. Pelindo I Belawan?.”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan data:

a. Tingkat organizational citizenship behavior karyawan PT. Pelindo

b. Tingkat persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja karyawan PT. Pelindo.

c. Pengaruh kualitas kehidupan bekerja terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Pelindo .

d. Pengaruh masing-masing aspek kualitas kehidupan bekerja terhadap

18

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data empiris mengenai Pengaruh organizational citizenship behavior dan kualitas kehidupan bekerja dibidang psikologi industri dan organisasi.

2. Manfaat Praktis

Berdasarkan hasil data-data empiris mengenai pengaruh persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja dengan organizational citizenship behavior, diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi bagi PT. Pelindo mengenai :

a. Tingkat organizational citizenship behavior karyawan PT. Pelindo

b. Tingkat persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja karyawan PT. Pelindo.

c. Pengaruh persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja dengan

organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Pelindo .

d. Pengaruh masing-masing aspek kualitas kehidupan bekerja terhadap

organizational citizenship behavior pada karyawan PT. Pelindo.

Sehingga dapat menjadi referensi bagi organisasi untuk melakukan suatu kebijakan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

19

Bab I : Pendahuluan

Berisikan mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah organizational citizenship behavior dan persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel dan metode analisis data.

Bab IV : Analisa dan Pembahasan Data

Berisikan uraian mengenai analisa data dan pembahasan yang dikaitkan dengan teori yang ada.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Berisi uraian kesimpulan sebagai jawaban permasalahan yang diungkapkan berdasarkan hasil penelitian dan saran penelitian yang meliputi saran metodologis dan saran praktis.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior

1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior

Menurut Organ (dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006),

Organizational Citizenship Behavior OCB adalah perilaku individu yang bebas, bebas dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan persyaratan yang harus dilaksanakan dalam peran tertentu atau deskripsi kerja tertentu, atau perilaku yang merupakan pilihan pribadi ( Podsakoff, dalam Organ, Podsakoff, dan MacKenzie, 2006).

Robbins dan Judge (2009) mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif . Sedangkan Richard (2003) juga menyatakan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku kerja yang melebihi persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi. Perilaku OCB ditampilkan dengan membantu rekan sekerja dan pelanggan, melakukan kerja ekstra jika dibutuhkan, dan membantu memecahkan masalah dalam memperbaiki produk dan prosedur.

OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi sukarelawan untuk tugas-tugas di luar kewajibannya, mematuhi aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini

21

perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe, 1997)

Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku yang ditampilkan oleh karyawan yang tidak hanya melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya namun karyawan juga melakukan peran yang lebih daripada apa yang menjadi tanggung jawabnya tanpa adanya reward dari organisasi dan semata-mata hanya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuannya.

2. Dimensi-Dimensi Organizational Citizenship Behavior

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa terdapat empat dimensi dalam organizational citizenship behavior,yaitu :

a. Helping Behavior

Dimensi helping behavior ini merupakan penyatuan dari dimensi altruism,

courtesy, cheerleading, dan peacemaking yang dikemukakan oleh Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) dikarenakan Helping behavior berkaitan dengan perilaku menolong orang lain dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada serta menyangkut karyawanan di organisasi. Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut yaitu :

1. Altruism

Perilaku karyawan untuk membantu ataupun menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi tanpa memikirkan keuntungan pribadi.

22

2. Courtesy

Memperhatikan dan menghormati orang lain, juga sifat menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah interpersonal, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi suatu masalah.

3. Cheerleading

Karyawan terlibat atau mengikuti perayaan dari prestasi rekan kerjanya. Perilaku tersebut akan memberikan penguatan positif pada karyawan lain, yang pada gilirannya akan membuat perilaku tersebut lebih mungkin terjadi di masa depan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie, 2006).

4. Peacemaking

Karyawan menyadari adanya masalah atau konflik yang akan memunculkan perselisihan antara dua atau lebih partisipan. Seorang

peacemaker akan masuk kedalam permasalaha, memberikan kesempatan pada orang yang sedang memiliki masalah untuk berpikir jernih, dan membantu mencari solusi dari permasalahan (Organ; Podsakoff; & Mackenzie, 2006).

b. Conscientiousness

Perilaku yang menunjukkan sebuah usaha agar melebihi harapan dari organisasi. Perilaku sukarela atau yang bukan merupakan kewajiban dari seorang karyawan.

23

c. Sportsmanship

Menekankan pada aspek-aspek perilaku positif terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa menyampaikan keberatan, seperti tidak suka protes, tidak suka mengeluh walaupun berada dalam situasi yang kurang nyaman, dan tidak membesar-besarkan masalah yang kecil.

d. Civic Virtue

Karyawan berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan organisasi untuk meningkatkan kualitas karyawanaan yang ditekuni. Contoh perilakunya adalah ketika karyawan mau terlibat dalam permasalahan yang ada di organisasi dan tetap up to date dalam perkembangan organisasi (Becker & Kernan; Organ, dalam Fournier, 2008). Karyawan yang bertindak secara proaktif untuk mencegah situasi negatif yang dapat mempengaruhi organisasi maka dapat dikatakan menampilkan civic virtue.

Keseluruhan dari dimensi-dimensi OCB yang dikemukakan oleh Organ, Podsakoff, & Mackenzie (2006) nantinya akan diukur dalam skala OCB.

12

3. Manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) terhadap Organisasi Menurut Organ , Podsakoff, dan MacKenzie, 2006 mengenai manfaat OCB terhadap organisasi, yaitu :

1. OCB dapat meningkatkan produktivitas rekan kerja 2. OCB juga mampu meningkatkan produktivitas manajer

3. OCB dapat menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

4. OCB menjadi sarana yang efektif untuk mengkordinasi kegiatan tim kerja secara efektif

5. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk merekrut dan mempertahankan karyawan dengan kualitas performa yang baik

6. OCB dapat mempertahankan stabilitas kinerja organisasi

7. OCB membantu kemampuan organisasi untuk bertahan dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan

8. OCB memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan. 9. OCB membuat organisasi lebih efektif dengan membuat modal sosial. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi organizational citizenship behavior, yaitu :

25

a. Faktor internal

1. Budaya dan iklim organisasi

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) terdapat bukti-bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi yang dapat memunculkan organizational citizenship behavior di kalangan karyawan. Iklim organisasi diartikan sebagai pendapat karyawan terhadap keseluruhan lingkungan sosial dalam perusahaannya yang dianggap mampu memberikan suasana mendukung bagi karyawan dalam melakukan karyawanannya. Istilah ini juga digunakan untuk menggambarkan sejauh mana jumlah subsistem dalam organisasi berinteraksi dengan anggota organisasi serta lingkungan eksternalnya.

2. Suasana hati (mood)

Menurut George dan Brief (1992) bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain tergantung pada suasana hati orang tersebut. Suasana hati (mood) juga dipengaruhi oleh situasi. Misalnya seperti hubungan interpersonal yang baik di tempat kerja, budaya ataupun iklim organisasi yang menyenangkan, ataupun perlakuan adil yang diterima oleh karyawan dari atasannya. Hal tersebut akan dapat memunculkan suasana hati yang positif sehingga mereka secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain.

26

3. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Karyawan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal balik terhadap organisasi dengan memunculkan perilaku organizational citizenship (Shore & Wayne, 1993).

4. Jenis kelamin

Hasil studi menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terjadinya OCB. Ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita dalam tingkatan OCB mereka, dimana perilaku menolong wanita lebih besar daripada pria (Lovell, Kahn, Anton, Davidson, Dowling, Post, dan Mason,1999).

b. Faktor eksternal

1. Gaya kepemimpinan

Menurut Organ; Podsakoff; dan Mackenzie (2006) bahwa gaya kepemimpinan berpotensi untuk memunculkan OCB dengan mengubah struktur tugas karyawan, kondisi yang menekan untuk melakukan kerja, dan atau bawahan dapat mengembangkan kemampuannya. Ketika gaya kepemimpinan yang ditampilkan oleh pemimpin dipersepsikan baik atau positif hal ini dapat meningkatkan rasa percaya dan hormat dari bawahannya terhadap atasannya sehingga mereka menjadi termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan oleh atasannya.

27

Hal ini dapat dipahami melalui proses modeling yang dilakukan oleh atasan yang kemudian menginspirasi para karyawan untuk melakukan juga OCB, sehingga atasan dapat menjadi agen model OCB. Namun hal ini harus didukung juga dengan kualitas interaksi yang baik antara atasan dan bawahannya. Dengan begitu, atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan, sebaliknya bawahan pun akan merasa bahwa atasannya memberi dukungan dan motivasi sehingga mereka akan menunjukkan rasa hormat dan berusaha berbuat lebih dari yang seharusnya bagi organisasinya (Graham dalam Gibson, 2003).

2. Kepuasan Kerja

Spector (Robbins & Judge, 2009) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Kepuasan bisa berupa perasaan positif mengenai hasil sebuah karyawanan dari sebuah evaluasi dengan karakteristiknya. Seorang karyawan yang merasa puas terhadap karyawanan serta komitmennya kepada organisasi tempatnya bekerja akan cenderung menunjukkan performa kerja yang lebih baik dibandingkan karyawan yang merasa tidak puas terhadap karyawanan dan organisasinya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara OCB dengan perilaku counterproductive karyawan (Robbins & Judge, 2009).

Organ, Podsakoff, dan MacKenzie (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kepuasan kerja dan OCB, ketika karyawan telah puas dengan karyawanannya maka mereka akan membalasnya.

28

Pembalasan tersebut merupakan perasaan saling memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan akan memunculkan perilaku seperti organizational citizenship.

B. Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja menurut Cascio (2006) adalah sebuah usaha organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasinya dan meningkatkan efektivitas organisasi seperti kebijakan promosi, supervisi yang demokratis, keterlibatan karyawan, kondisi kerja yang aman. Begitu juga dengan Walton (dalam Kossen, 1986) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi karyawan terhadap suasana dan pengalaman karyawan di tempat kerja mereka.

Menurut Nawawi (2008) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sejauh mana perusahaan dapat menciptakan rasa aman dan kepuasan dalam bekerja demi mewujudkan tujuan perusahaan. Sedangkan menurut Lau & Bruce (dalam Considine & Callus, 2001) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja ialah dinamika multidimensional yang merangkum beberapa konsep berupa jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan, karier yang berkembang, dan keikutsertaan di dalam pengambilan keputusan. Menurut Dessler (2003) pengertian kualitas kehidupan bekerja adalah keadaan yang dirasakan para karyawan untuk dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan bekerja di organisasi.

29

Berdasarkan pada definisi-definisi diatas, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa pengertian kualitas kehidupan bekerja ialah persepsi karyawan terhadap usaha perusahaan yang bersifat multidimensional untuk memberikan kesejahteraan terhadap karyawannya yang pada akhirnya akan berdampak pada keefektivitasan perusahaan dan terwujudnya tujuan perusahaan.

2. Dimensi-dimensi Kualitas Kehidupan Bekerja

Menurut Walton (dalam Kossen, 1986), ada delapan dimensi dari kualitas kehidupan bekerja, yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia Karyawan diberi autonomi, pekerjaan yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi pandangan mengenai tugas yang akan mereka lakukan. Karyawan juga diberikan kebebasan bertindak dalam

30

menjalankan tugas yang diberikan, dan karyawan juga terlibat dalam membuat perencanaan sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan.

e. Integrasi sosial dalam organisasi karyawanan

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

egalitarianism yaitu pandangan yang menyatakan bahwa manusia itu ditakdirkan sederajat, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok dan terdapat perasaan terhubung dengan masyarakat serta hubungan antara perseorangan.

f. Hak-hak karyawan.

Hak peribadi seorang karyawan harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g. Kerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang. Karyawan dapat menyeimbangkan atara waktu untuk bekerja dan bersama keluarga serta kegiatan sosial lainnya.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi seharusnya mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan

31

aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab pada lingkungan sosial, seperti kejujuran mengenai produk atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat, akan menyebabkan karyawan tidak menghargai pekerjaan mereka.

Keseluruhan dimensi kualitas kehidupan bekerja ini merupakan dimensi-dimensi yang dikemukakn oleh Walton (dalam Kossen, 1986) yang nantinya akan diukur dalam skala kualitas kehidupan bekerja.

C. Pengaruh antara Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Organizationl Citizenship Behavior

OCB merupakan suatu konsep yang sudah lama berkembang dalam suatu organisasi. OCB mencerminkan perilaku karyawan yang bekerja melebihi tanggung jawab pekerjaan mereka. Perilaku semacam ini menjadi perhatian penting manager dan organisasi. OCB mencerminkan nilai lebih yang dimiliki eorang karyawan yang mengarahkan organisasi dalam produktivitas yang lebih baik (Rayner, Lawton, & Williams, 2012). OCB sangat bermanfaat bagi organisasi seperti mempertahankan stabilitas organisasi, menghemat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dan meningkatkan produktivitas karyawan. Sweeney & McFarlin (2002) mengungkapkan bahwa perilaku OCB jika dilakukan oleh banyak karyawan secara terus menerus dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktivitasnya serta melampaui kinerja para kompetitornya.

Berdasarkan dampak positif tersebut, OCB pada masing-masing karyawan harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang maksimal.

32

Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi terbentuknya OCB pada karyawan salah satunya adalah kualitas kehidupan kerja.

Walton (dalam Kossen, 1986) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi karyawan terhadap suasana dan pengalaman karyawan di tempat kerja mereka. Pemenuhan kualitas kehidupan kerja akan memunculkan kepuasan pada karyawan. Danna dan Griffin (dalam Zulkarnain, 2013) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja merupakan sebuah konsep yang merangkum level kepuasan kehidupan sebagai level kepuasan yang tertinggi dan kepuasan kerja berada pada level menengah.

Karyawan yang memiliki kepuasan kerja cenderung berbicara secara positif mengenai organisasi, membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaannya. Selain itu, karyawan yang puas juga lebih mudah dalam melakukan pekerjaan melebihi tugas normalnya karena adanya keinginan untuk merespons pengalaman positif mereka (Spector dalam Robbins & Judge, 2009) Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kehidupan kerja memberikan pengaruh yang positif terhadap terbentuknya OCB pada karyawan.

Pengaruh kualitas kehidupan bekerja terhadap terbentuknya perilaku OCB juga di dukung dari hasil riset yang dikemukakan oleh Husnawati (2006) yang mengungkapkan bahwa kualitas kehidupan bekerja juga berpengaruh pada kepuasan kerja yang selanjutnya mempengaruhi kinerja karyawan. Semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap perusahaan, semakin baik kinerja karyawan. Mortazavi, Yazdi & Amini (2012) juga menunjukkan bahwa adanya peranan kualitas kehidupan bekerja terhadap kepuasan kerja pada karyawan.

33

Kualitas kehidupan bekerka terdiri dari delapan dimensi yaitu kompensasi yang mencukupi, lingkungan kerja yang aman dan sehat, adanya kesempatan untuk pengembangan karir, peluang pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi sosial diantara karyawan, hak-hak karyawan, keseimbangan pekerjaan dan kehidupan sosial, dan tanggung jawab sosial organisasi (Walton dalam Kossen, 1986). Hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan OCB dapat ditinjau dari masing-masing aspek dari kedua konstruk ini. Vazifeh, dkk (2013) mengatakan bahwa aspek aspek kualitas kehidupan bekerja yaitu aspek gaji yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat , aturan hukum, dan ruang lingkup kehidupan dapat meningkatkan dan mempromosikan kesejahteraan dan kebaikan tidak hanya pada karyawan tetapi juga stakeholder. Kesejahteraan dan kebaikan tersebut akan menciptakan organizational citizenship behavior (Qutop dan Harrim, 2011)

Hak-hak karyawan menjadi aspek penting dari kualitas kehidupan bekerja yang sangat berpengaruh pada kelanjutan karyawan pada suatu organisasi. Masalah yang sering muncul saat ini adalah adanya intimidasi, suap dan penyelewengan keuangan dalam suatu organisasi yang menuntut organisasi untuk menerapkan suatu standar etika yang dapat memastikan bahwa anggota organisasi berperilaku etis sehingga semua anggota organisasi memperoleh haknya. Ketika hak-hak karyawan dipenuhi pada suatu organisasi maka sikap karyawan terhadap organisasi akan semakin positif, kepuasan kerja meningkat (Morhead dan griffin dalam Qutop & Harrim 2011). Kepuasan kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya OCB pada karyawan.

34

Aspek integrasi sosial dalam organisasi merupakan perasaan terhubung dengan anggota lain, merasa menjadi bagian suatu tim dan merasa tidak dicurigai oleh organisasi (Walton, dalam kossen 1986) ini sama dengan faktor yang mempengaruhi ocb yaitu suasana hati. Suasana hati dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya misalnya hubungan interpersonal yang baik ditempat kerja hal tersebut akan memunculkan suasana hati yang positif sehingga individu secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain (George & Brief, 1992)

Aspek peluang untuk pertumbuhan dan mendaptkan jaminan dan aspek peluang untuk pertumbuhan daan mendapatkn jaminan dapat dikaitkan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Luthans,2006) dalam hal ini kepuasan kerja merupakan faktor penentu terbentuknya OCB (robins & judge, 2009).

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa aspek-aspek kualitas kehidupana bekerja berpengaruh terhadap terbentuknya organizational citizenship behavior, oleh karena itu peneliti tertari secara empiric untuk meneliti pengaruh kualitas kehidupan bekerja terhadap organizational citizenship behavior..

Dokumen terkait