• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh sikap tidak merokok terhadap perilaku tidak merokok remaja Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)

E. Determinan perilaku tidak merokok pada remaja

5. Pengaruh sikap tidak merokok terhadap perilaku tidak merokok remaja Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu sendiri secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan commit to user commit to user

sehari-hari reaksi tersebut bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Pendapat lain disampaikan oleh Priyoto (2014) dan Kholid (2012) bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.

Sikap itu sendiri mempunyai tiga komponen penting (Sulaeman, 2016;

Priyoto, 2014; Azwar, 2016; Kholid, 2012), diantaranya yaitu: (a) Komponen kognitif; merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (b) Komponen afektif; merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional, subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Dimana secara umum, komponen ini dapat disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap individu terhadap sesuatu dan (c) Komponen perilaku (konatif); merupakan struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan seseorang berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Azwar (2016) menyampaikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, diantaranya adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

a) Pengalaman pribadi.

Manusia merupakan makhluk yang unik, dalam setiap episode kehidupan antara manusia yang satu dengan yang lain pasti berbeda. Begitu juga dengan pengalaman pribadinya, setiap individu akan mempunyai pengalaman yang berbeda dengan pribadi yang lainnya, baik pengalaman yang berkesan maupun yang terasa pahit dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek secara psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika apa yang dialami oleh seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Sehingga situasi yang melibatkan unsur emosi akan menghasilkan

commit to user commit to user

pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas dalam memori seseorang (long time memory).

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting dan berharga dalam hidupnya.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggapnya penting tersebut. Dalam masa remaja, lebih-lebih remaja awal, orang yang sangat penting dalam hidupnya adalah teman sebayanya. Adanya pengaruh lingkungan, teman sebaya dan komunitas sangatlah luar biasa terhadap perubahan perilaku seseorang, termasuk didalamnya mengenai perilaku merokok.

Dalam statistik epidemologi tentang rokok, bahwasannya perokok aktif sudah merambah pada remaja dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya adalah karena seseorang sering terpapar dan melihat orang lain merokok, baik itu yang merokok dilakukan oleh orang tua sendiri, teman sebaya, maupun Gambaran merokok melalui media elektronik mapun media cetak.

Konsekuensi dari keterpaparan ini adalah membentuk persepsi positif bagi seseorang bahwa dengan merokok seseorang akan tampak lebih dewasa, lebih jantan dan lebih atraktif. Hal inipun diperparah dengan adanya informasi yang salah tentang rokok dan dampaknya yang berasal dari teman maupun orang lain yang dapat mempengaruhi perilakunya.

Penilaian positif tersebut akan mengalahkan kesan negatif dari dampak awal rokok. Secara umum adiksi terjadi akibat ketidakmampuan menahan akibat efek dari withdrawal sehingga memaksa seseorang harus mengkonsumsi zat-zat adiktif tersebut (Priyoto, 2014). Disisi lain, adanya paparan dan dukungan sosial menjadi salah satu penyebab seseorang mengalami adiksi. Pada kasus merokok ini pengaruh yang sangat kuat berasal dari kelompok/teman sebaya. Kelompok sosial tersebut menjadi sebuah kekuatan sosial yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kebiasaan merokok pada seseorang. Dengan demikian aktivitas merokok pada seseorang bukan hanya dipengaruhi oleh faktor perilaku personalnya, namun faktor lain yang juga sangat berpengaruh adalah seringnya commit to user commit to user

terjadi paparan untuk kemudian seseorang melakukan observation learning dan kekuatan dari luar berupa dukungan sosial.

Pengaruh lingkungan, teman sebaya dan komunitas sangatlah luar biasa terhadap perubahan perilaku seseorang, termasuk didalamnya mengenai perilaku merokok. Dalam statistik tentang epidemiologi tentang rokok, bahwasannya perokok aktif sudah merambah pada remaja dan anak-anak. Hal ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya adalah karena seseorang sering terpapar dan melihat orang lain merokok, baik itu yang merokok dilakukan oleh orangtua sendiri, teman sebaya, maupun gambaran merokok melalui media elektronik mapun media cetak. Konsekuensi dari keterpaparan ini adalah membentuk persepsi positif bagi seseorang bahwa dengan merokok seseorang akan tampak lebih dewasa, lebih jantan dan lebih atraktif. Hal inipun diperparah dengan adanya informasi yang salah tentang rokok dan dampaknya yang berasal dari teman maupun orang lain yang dapat mempengaruhi perilakunya.

c) Pengaruh budaya

Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten, menggambarkan sejarah penguat (reinforment) yang dialami seseorang. Dengan adanya kebudayaan dapat memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan juga dapat menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah / stres, bagaimana melakukan pemecahan masalah (problem solving) dengan baik dan benar. Stres itu sendiri merupakan reaksi psikis yang timbulkan akibat adanya tekanan, baik internal maupun eksternal.

Stres yang tidak segera ditangani akan berdampak buruk bagi kesehatan seseorang. pemicu munculnya stres diantaranya adalah: rasa khawatir yang berlebihan, perasaan kesal, kecapekan, frustasi, perasaan tertekan, kesedihan yang mendalam dan berkepanjangan, pekerjaan yang berlebihan kemampuan, Pre-Menstrual Syndrome (PMS), terlalu fokus pada suatu hal, perasaan bingung, berduka cita dan juga rasa takut yang terus menerus.

Stres yang baik dapat disebut sebagai stres positif (eustress), dimana seseorang yang mengalami stres dapat beradaptasi dan menghadapinya dengan baik. Stres yang bersifat negatif (distress), seseorang tidak memiliki kemampuan commit to user commit to user

cukup untuk menghadapinya (mekanisme pertahanan diri tidak efektif). Sebagai bentuk pelarian bagi seseorang yang tidak mampu untuk melakukan mikanisme pertahanan diri yang baik adalah dengan cara merokok. Menurut Potter dan Perry (2006) dan Hawari (2001) ada tiga tingkatan dari stres yaitu:

1) Stres ringan

Stres ini terjadi dalam hitungan menit sampai jam. Stresor biasanya dipicu oleh sesuatu di luar dari kebiasaan, misalnya tidur terlalu banyak, kemacetan lalu lintas, kelelahan yang berat atau adanya kritikan dari orang sekitar.

Stresor yang beragam dalam waktu singkat pada stres ringan ini dapat meningkatkan risiko menjadi penyakit.

2) Stres sedang

Stres bentuk ini berlangsung lebih lama dari stres ringan yaitu dalam hitungan jam sampai hitungan hari. Penyebab stres sedang biasanya seperti:

ketidakcocokan dengan teman atau orang-orang sekitar, adanya perceraian, perpisahan dengan keluarga tercinta.

3) Stres berat

Keadaan ini sudah menjadi kronis dan dapat berlangsung beberapa minggu bahkan sampai beberapa tahun. Stres jenis ini paling parah dari kedua stres sebelumnya. Pada tahapan ini, faktor pemicu misalnya: kehilangan orang terdekat (misalnya keluarga), kesulitan finansial yang berkepanjangan, aktivitas yang terlalu padat dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Makin sering makin lama situasi stres, makin tinggi risiko kesehatan yang ditimbulkan.

d) Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, baliho, radio, surat kabar, majalah dan lain- lainnya mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

Iklan rokok yang semakin gencar membuat sikap sebagian remaja tertarik untuk mencoba untuk merokok. Dari awal mencoba itulah, lambat laun dan tanpa

commit to user commit to user

disadarinya akan menjadikan remaja ketagihan / adiktif yang pada akhirnya membuat remaja menjadi perokok aktif.

e) Lembaga pendididikan dan lembaga agama.

Pentingnya lembaga pendidikan baik formal maupun informal, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap seseorang, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman akan dampak baik dan dampak buruk dari perilaku merokok, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dapat diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Disinilah konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sikap dan perilaku seseorang, sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut ikut berperan aktif dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal, termasuk didalamnya mengenai perilaku merokok. Sebagai contoh dalam agama islam, bahwa masih adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memandang hukum merokok. Ada sebagian yang berpendapat haram hukumnya merokok dikarenakan dalam jangka panjang dapat merusak kesehatan dan sendi-sendi perekonomian keluarga, dan sebagian yang lain berpandangan makruh / tidak masalah untuk merokok dengan berbagai konsekuensinya.

f) Faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh adanya emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk dari mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang bertahan lama karena akan masuk kedalam memori yang paling dalam (long time memory).

6. Pengaruh norma subyektif tidak merokok terhadap perilaku tidak merokok

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 33-38)