• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh persepsi kendali perilaku tidak merokok terhadap perilaku tidak merokok remaja

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 40-44)

E. Determinan perilaku tidak merokok pada remaja

7. Pengaruh persepsi kendali perilaku tidak merokok terhadap perilaku tidak merokok remaja

Dalam pendekatan Psychology of Mind/Health Realization (POM/HR) tentang pusat kendali menunjukkan bahwa pusat kendali internal dan eksternal berasal dari proses berpikir. Orang belajar dan memproses kepercayaan kultural terhadap pengalaman pribadi mereka. Artinya orang yang belajar dan memproses ide-ide bahwa lingkungan luar menentukan pengalaman personal maka mereka akan cenderung memiliki pusat kendali eksternal. Sementara orang-orang yang mempelajari dan memiliki keyakinan bahwa manusialah yang bertanggung jawab commit to user commit to user

secara pribadi untuk pengalaman hidup mereka maka ia akan cenderung memiliki pusat kendali internal (Kelley & Stack, 2000 dalam Chotidjah, 2012). Pusat kendali seseorang berada pada spektrum rendah dalam rekognisi pikiran sebagai hasil pemikiran yang bergantung pada proses intelektual, ide budaya yang merupakan tingkat yang relatif rendah dari pengenalan pikiran dibandingkan dengan pemahaman yang bermakna. Jadi, kualitas pengalaman yang dihasilkan oleh pemikiran dibalik itu, selain pusat kendali internal yang tinggi juga pemaknaan ide-ide dengan tingkat pengenalan pikiran.

Pusat kendali perilaku kesehatan eksternal adalah keyakinan seseorang bahwa kendali kesehatannya bersumber dari luar dirinya yang terdiri atas dua aspek yaitu:

(1) pengaruh dari orang lain (powerful other) dimana keyakinan individu bahwa adanya orang lain seperti orang tua, teman, dokter dan perawat yang dapat menentukan kondisi kesehatannya dan (2) kesempatan (chance) yaitu keyakinan individu bahwa kesempatan, keberuntungan dan beberapa peristiwa yang terjadi diluar kendali dirinya seperti takdir dan keberuntunganlah yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Pemikiran ini terkadang juga dialami oleh para remaja, dimana perilaku remaja mulai menyesuaikan dengan standart-standart komunitas tertentu ketika respon-respon tertentu diperkuat dan respon-respon yang lain dibiarkan saja tidak diperkuat.

Remaja saat ini dipengaruhi oleh teknik-teknik yang bertentangan yang memperlihatkan peralihan dari suatu praktik budaya ke praktik budaya yang lain.

Berhadapan dengan masalah demi masalah, remaja berusaha menghindar dan bahkan menolak dengan sengaja terhadap beberapa kesempatan yang datang. Adanya penolakan terhadap kendali, menyebabkan seseorang menyerahkan kendali pada sumber lain yang sering memiliki efek diversifikasi kendali. Diversifikasi kendali menurut Skinner (2013) merupakan bentuk solusi bagi problematika yang ada. Solusi yang lebih jelas adalah mendistribusikan kendali perilaku manusia diantara banyak agensi yang sedikit mempunyai kesamaan sehingga agensi-agensi tidak akan bersekongkol sebagai unit yang lalim/despotik. Solusi lain yang ditawarkan adalah dengan cara mengontrol kendali, yaitu suatu upaya untuk memecahkan problem kendali dengan cara memberikan kuasa penuh, memberikan kekuasaan yang superior commit to user commit to user

dan kepercayaan penuh pada permasalah-permasalahan biar berjalan secara efektif dan efisien.

Ajzen (1991 dalam Sulaeman, 2016) menyatakan bahwa persepsi perilaku berasal dari konsep efikasi diri yang disampaikan oleh Bandura. Dalam SCT yang disampaikan oleh Bandura dikenal dengan istilah triadic reciprocal causation bahwa tindakan manusia merupakan hubungan timbal balik antara individu, lingkungan dan perilaku. Teori sosial kognitif ini menjelaskan bahwa orang dapat belajar dengan hanya mengobservasi perilaku orang lain. Kemampuan kognitif seseorang memungkinkan untuk belajar bentuk perilaku kompleks dengan hanya mengamati model yang melakukan perilaku tersebut (Pervin et al., 2010). Misalnya, remaja merokok karena melihat orang-orang yang ada di sekitarnya berperilaku merokok (seperti orang tua, paman, teman sekolah dan lain sebagainya). Persepsi kendali perilaku pada remaja agar tidak merokok menurut Prasetya (2018) dapat pula diberikan sugesti melalui hipnosis.

Konstruk dari teori ini adalah self efficacy yang merupakan komponen penting dalam teori sosial kognitif secara umum. Efikasi diri menurut Bandura (2005) adalah keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri dan berbagai macam kejadian di sekitar lingkungan mereka. Dengan kata lain bahwa efikasi diri merupakan bentuk evaluasi seseorang terhadap kemampuannya atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas untuk mencapai tujuan atau mengatasi masalah. Definisi lain disampaikan oleh Ormrod (2008) bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk menjalankan perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu pula.

Self efficacy pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian; efikasi diri tingggi dan efikasi diri rendah (Kreitner & kinicki, 1989). Efikasi diri tinggi dimana individu cenderung untuk selalu terlibat aktif dalam melakukan tugas tertentu, walaupun tugas tersebut dirasakan sangat sulit. Orang tipe ini suka tantangan, mereka tidak merasa bahwa tugas tersebut merupakan sebuah ancaman dan harus dihindari. Individu yang mempunyai efikasi diri tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) aktif memilih peluang terbaik, (b) mampu mengelola keadaan, menghindari atau menetralisir hambatan yang ada, (c) menetapkan tujuan serta menetapkan standart pencapaian, (d) commit to user commit to user

membuat rencana, persiapan dan praktik, (e) senang bekerja keras, (f) kreatif dalam memecahkan berbagai masalah, (g) belajar dari kegagalan masa lalu, (h) dapat memvisualisasikan keberhasilan dan (i) membatasi stres.

Individu yang mempunyai efikasi diri rendah yaitu mereka yang selalu ragu atas kemampuan dirinya, berusaha menjauhi tugas-tugas yang sulit karena beranggapan bahwa tugas tersebut merupakan ancaman bagi kehidupannya. Orang seperti ini mempunyai aspirasi yang rendah dan komitmen yang rendah pula dalam menetapkan dan mencapai tujuan dalam hidupnya. Seseorang yang memiliki efikasi diri rendah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) individunya pasif, (b) selalu menghindari tugas yang sulit, (c) aspirasi lemah dan komitmen juga lemah, (d) selalu focus pada kekurangan pribadi, (e) tidak berusaha melakukan upaya apapun, (f) berkecil hati karena suatu kegagalan, (g) beranggapan bahwa kegagalan yang terjadi karena kemampuan dan atau nasib buruk, (h) mudah khawatir, stres dan menjadi depresi dan (i) memikirkan alasan untuk gagal.

Bandura membagi dimensi dari efikasi diri menjadi tiga bagian, yaitu:

level/magnitude, generality dan strength. Dalam dimensi level/magnitude berkaitan dengan tingkat kesulitan dalam menyelesaikan tugas, individu yakin bahwa ia mampu padanya. Apabila dihadapkan pada suatu tugas atau aktivitas tertentu, maka diyakini bahwa semua orang akan mempunyai efikasi diri yang tinggi dan akan mampu untuk menyelesaikannya dengan baik. Sebagai contoh, remaja yang mempunyai keyakinan yang tinggi bahwa dia dapat terlepas dari perilaku merokok yang sudah melilitnya selama ini dan kembali untuk berpola hidup yang sehat demi masa depan yang lebih baik dan untuk menjaga kesehatan tubuhnya yang lebih baik pula. Remaja ini akan mencari jalan keluar untuk terbebas dari perilaku merokok, semisal dengan cara bergaul dengan teman remaja yang tidak merokok, membelanjakan uanag saku untuk keperluan sekolah dan lain sebagainya.

Generality (keadaan umum) berkaitan dengan bidang tugas, seberapa luaskah individu mempunyai keyakinan dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Individu mungkin akan menilai dirinya sangat mampu untuk menyelesaikan tugas dengan baik, keadaan ini sangatlah bervariasi dan berbeda-beda. Dapat juga dipengaruhi oleh faktor kesamaan aktifitas, perasaan di mana kemampuan dapat di tunjukkan (tingkah commit to user commit to user

laku, kognitif dan afektif), ciri kualitatif situasi dan karakteristik individu menuju pada siapa perilaku tersebut ditunjukkan. Sebagai contoh, seberapa besarkah remaja mempunyai keyakinan yang kuat untuk terbebas dari belenggu perilaku merokok, dan usaha-usaha apa sajakah yang telah dilakukannya untuk merealisasikan keinginan tersebut. Misalnya remaja sudah mampu mengurangi jumlah rokok yang dikonsumsi dari hari ke hari, remaja berusaha bergaul dengan orang yang tidak merokok.

Strength (kekuatan) berkaitan dengan kuat lemahnya keyakinan seorang individu. Dimensi ini mencakup pada derajat kemantapan individu terhadap keyakinan yang telah dipilihnya. Kemantapan inilah yang akan menentukan ketahanan dan keuletan dari individu. Remaja yang sudah mantap untuk meninggalkan perilaku merokok, walaupun dia dicemooh oleh temannya, ditinggalkan oleh kelompoknya, maka dia tetap tidak bergeming dan bertahan terhadap pilihannya dan keyakinannya bahwa dia dapat terlepas dari pengaruh negatif orang lain.

8. Pengaruh implementasi kebijakan KTR terhadap perilaku tidak merokok

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 40-44)