• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan dan Pemberdayaan

Manusia berada pada pusat pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mengacu pada penggunaan sumber daya, arahan investasi, orientasi teknologi pengembangan dan pengembangan institusi dalam cara yang memastikan bahwa saat ini pengembangan dan penggunaan sumber daya belum berkompromi dengan kesehatan dan kesejahteraan generasi mendatang. Tidak ada satu cara terbaik pengorganisasian hubungan pengembangan-lingkungan-kesehatan yang kompleks yang mengungkapkan bahwa semua interaksi penting yang mungkin untuk intervensi kesehatan publik. WHO (1998) menyampaikan bahwa dalam promosi kesehatan, pembangunan berkelanjutan terutama penting dalam hal membangun kebijakan publik sehat, dan lingkungan yang mendukung untuk kesehatan dengan cara memperbaiki kondisi kehidupan, mendukung gaya hidup sehat dan mencapai lebih besar ekuitas dalam kesehatan baik masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Proses perubahan yang mengandung unsur perubahan alamiah dan perubahan sebagai akibat dari tindakan yang terencana, merupakan bentuk realitas yang selalu muncul dalam setiap episode kehidupan masyarakat kapan saja sepanjang sejarah kehidupan manusia. Selama masyarakat mengalami perubahan, selama orang-orang masih berharap agar kehidupannya dimasa yang akan datang lebih baik dari sekarang, selama itu pula realitas kehidupan akan selalu dijumpai dalam kehidupannya.

Menurut Soetomo (2015) realitas kehidupan yang selalu muncul dapat mengundang hasrat keingintahuan manusia untuk memperoleh penjelasan dan pemahaman serta memperoleh cara terbaik untuk mewujudkannya. Suatu kondisi masyarakat yang pada awalnya terpuruk, kemudian secara berangsur-angsur membaik secara ekonomi maupun psikologis itu semua membutuhkan pemberdayaan.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan seorang individu yang bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat. Suatu masyarakat yang sebagian besar anggotanya sehat secara fisik dan mental serta terdidik dan kuat dan inovatif, tentunya akan memiliki keberdayaan yang tinggi.

23

commit to user commit to user

(2)

Memberdayakan masyarakat disini merupakan bentuk upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat Indonesia yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk kemudian melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan (Theresia et al., 2014). Pendapat lain disampaikan oleh Mardikanto (2010) bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi serta mendorong masyarakat agar mampu menempatkan dirinya secara proporsional dan menjadi pelaku utama didalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development, merupakan prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Memberdayakan juga mempunyai arti melindungi yaitu adanya perlindungan dan keberpihakan kepada kaum yang lemah. Melindungi untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta adanya eksploitasi yang kuat terhadap yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan berarti membuat masyarakat semakin ketergantungan kepada berbagai program pemberian (charity).

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh individu, kelompok dan masyarakat luas agar mereka mempunyai kemampuan untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi kenginannya, termasuk didalamnya berkaitan dengan aksesibilitas terhadap sumber daya terkait dengan pekerjaan maupun aktivitas sosial lainnya.

Menurut Ife dan Tesoriero (2014) pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pribadi dan sosial, suatu pembebasan kemampuan pribadi, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak dengan menekankan kepada pemberian daya (empowerment) dan kuasa (power)/kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.

Pada prinsipnya pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemampuan masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Dalam bidang kesehatan, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai penyedia layanan kesehatan dasar (terutama bagi kelompok masyarakat miskin) yang mudah, cepat dan murah dengan cara memanfaatkan pengobatan

“modern” dan atau pengobatan tradisional yang sudah teruji kemanjuran dan commit to user commit to user

(3)

keamanannya bagi manusia. Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan juga menyangkut kemandirian masyarakat untuk mengorganisir lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti (PKK/Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Dasawisma, Posyandu dan lain-lain) untuk mengurangi faktor risiko penyakit, meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi/memerangi kapitalisme medik yang lebih menekankan pada praktik-praktik kuratif dibandingkan dengan upaya preventif dan promotif.

B. Promosi Kesehatan

Dalam promosi kesehatan, pemberdayaan merupakan proses orang-orang memperoleh kontrol yang besar atas keputusan dan tindakan yang mempengaruhi kesehatan mereka. Pemberdayaan merupakan sebuah proses sosial, budaya, politik atau psikologis individu dan kelompok-kelompok sosial agar mampu mengungkapkan kebutuhan mereka, menunjukkan keprihatinan mereka, menyusun strategi untuk keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dan mencapai tindakan politik, sosial dan budaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (WHO, 1998). Promosi kesehatan tidak hanya mencakup tindakan yang diarahkan pada penguatan dasar ketrampilan dan kemampuan individu, tetapi juga pada pemengaruhan sosial yang mendasari kondisi ekonomi dan lingkungan fisik yang berdampak pada kesehatan.

Dalam pengertian ini promosi kesehatan diarahkan pada penciptaan kondisi yang menawarkan kesempatan yang lebih baik dari adanya hubungan antara upaya individu dan kelompok, dan dengan hasil kesehatan berikutnya dengan cara yang dijelaskan di atas. Perbedaan dibuat di antara pemberdayaan individu dan masyarakat.

Pemberdayaan individu merujuk terutama untuk kemampuan individu untuk membuat keputusan dan memiliki kontrol atas kehidupan pribadi mereka.

Pemberdayaan masyarakat melibatkan individu yang bertindak secara kolektif untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar dan mengendalikan faktor-faktor penentu kesehatan dan kualitas hidup dalam komunitas mereka, dan merupakan tujuan yang penting dalam aksi masyarakat untuk kesehatan.

commit to user commit to user

(4)

1. Pengertian, lingkup dan tujuan

Promosi kesehatan merupakan bentuk upaya dalam meningkatkan kemampuan masyarakat di dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar nantinya mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2008). Pada awalnya promosi kesehatan ini ditetapkan dalam Piagam Ottawa dan kemudian dimodifikasi oleh WHO (2005) di Bangkok yaitu sebagai proses yang memampukan seseorang untuk meningkatkan kontrol atas determinan kesehatan mereka sendiri terhadap faktor- faktor penentunya serta meningkatkan kesehatan kesehatan mereka (Sulaeman, 2013).

Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada promosi kesehatan bahwa promosi kesehatan merupakan program-program kesehatan yang dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya).

Promosi kesehatan merupakan proses sosial dan politik yang komprehensif, ini tidak hanya mencakup tindakan-tindakan yang ditujukan untuk memperkuat keterampilan dan kemampuan individu, tetapi juga tindakan yang diarahkan untuk perubahan kondisi sosial, lingkungan dan ekonomi untuk meringankan pengarunya pada kesehatan umum dan individu. Promosi kesehatan adalah proses memampukan orang untuk meningkatkan kontrol atas faktor-faktor penentu kesehatan dan dengan demikian juga dapat meningkatkan kesehatan mereka (WHO, 1998). Partisipasi sangat penting untuk mencapai tindakan promosi kesehatan. Piagam Ottawa mengidentifikasi tiga strategi dasar untuk promosi kesehatan, yaitu advokasi kesehatan untuk menciptakan kondisi yang penting bagi kesehatan seperti yang ditunjukkan di atas; memungkinkan semua orang untuk mencapai potensi kesehatan yang penuh; dan menengahi diantara kepentingan yang berbeda dalam masyarakat dalam mengejar kesehatan. Advokasi adalah salah satu dari tiga strategi utama untuk promosi kesehatan dan dapat mengambil banyak bentuk, termasuk penggunaan media massa dan multi media, melobi politik langsung dan mobilisasi masyarakat melalui koalisi di sekitar isu-isu yang didefinisikan menarik. Profesional kesehatan memiliki commit to user commit to user

(5)

tanggung jawab besar untuk bertindak sebagai advokat untuk kesehatan di semua tingkatan di masyarakat. Strategi ini didukung oleh lima bidang aksi prioritas seperti diuraikan dalam Piagam Ottawa untuk promosi kesehatan adalah: (a) membangun kebijakan publik yang sehat, (b) menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan, (c) memperkuat aksi masyarakat untuk kesehatan, (d) mengembangkan keterampilan pribadi, dan (e) orientasi ulang pelayanan kesehatan.

Promosi kesehatan pada perilaku tidak merokok remaja yang ada di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta diawali dengan adanya peraturan daerah mengenai kebijakan tentang KTR yang harus dijalankan oleh setiap SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah), menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan seperti di rumah, di sekolah, di tempat-tempat ibadah dan di tempat umum lainnya agar terbebas dari asap rokok. Mengajak semua lapisan masyarakat untuk saling bahu membahu untuk mendukung gerakan hidup bersih dan sehat sehat (germas) dengan cara aktivitas fisik/olah raga secara teratur, mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari, rutin untuk memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat, memberikan setiap bayi air susu ibu (ASI) ekslusif serta berperilaku tidak merokok.

2. Prinsip pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025 (RPJP-N), pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud (SKN, 2012). Prinsip dalam pemberdayaan masyarakat seperti yang disampaikan oleh Mardikanto (2010) meliputi: (1) minat dan kebutuhan; pemberdayaan masyarakat akan sangat efektif jika selalu mengacu pada minat dan kebutuhan dari masyarakat; (2) organisasi masyarakat bawah; artinya bahwa pemberdayaan masyarakat akan semakin efektif pula jika mampu mengikutsertakan/menyentuh organisasi masyarakat bawah sejak dari keluarga/kerabat; (3) keberagaman budaya; pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan adanya keberagaman kebudayaan yang dianut oleh komunitas masyarakat tertentu; (4) perubahan budaya; efek dari pemberdayaan masyarakat baik secara cepat maupun lambat akan mengakibatkan adanya perubahan budaya; (5) commit to user commit to user

(6)

kerjasama dan partisipasi; pemberdayaan masyarakat ini akan efektif jika mampu menggerakkan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melakukan program-program pemberdayaan yang akan dirancang; (6) demokrasi dalam penerapan ilmu; bahwa dalam penerapan pemberdayaan masyarakat harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menawarkan berbagai alternatif yang ingin diterapkan; (7) belajar sambil bekerja; pemberdayaan masyarakat hendaknya diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil bekerja; (8) penggunaan metode yang sesuai; dalam melakukan pemberdayaan masyarakat harus dilakukan penggunaan metode yang tepat dan selalu disesuaikan dengan lingkungan fisik, kemampuan ekonomi dan nilai sosial budaya pada masyarakat sasaran; (9) kepemimpinan; fasilitator pemberdayaan masyarakat tidak hanya melakukan hal yang berkaitan dengan kepentingan sendiri atau kepentingan program; (10) spesialis yang terlatih; fasilitator pemberdayaan masyarakat harus benar-benar merupakan pribadi yang telah mendapatkan pelatihan; (11) segenap keluarga; fasilitator pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan keadaan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial, dikarenakan keluarga ini memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan mampu mengembangkan pemahaman bersama; (12) kepuasan;

pemberdayaan masyarakat harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan masyarakat, dikarenakan hal tersebut akan menentukan keikutsertaan sasaran/masyarakat di dalam program pemberdayaan masyarakat berikutnya.

Di dalam masyarakat terdapat berbagai potensi yang dapat mendukung keberhasilan program-program kesehatan. Potensi dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi potensi sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk sumber daya alam/kondisi geografis. Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia disuatu komunitas lebih ditentukan oleh kualitas, bukan kuantitas sumber daya manusia. Sedangkan potensi sumber daya alam yang ada di suatu masyarakat adalah given. Bagaimanapun melimpahnya potensi sumber daya alam, apabila tidak didukung dengan potensi sumber daya manusia yang memadai, maka komunitas tersebut tetap akan tertinggal, karena tidak mampu mengelola sumber alam yang melimpah tersebut.

commit to user commit to user

(7)

Ife dan Tesoriero (2014) menyampaikan prinsip-prinsip yang dapat menggambarkan dan merupakan suatu pendekatan yang bertalian secara logis untuk pengembangan masyarakat adalah sebagai berikut: (1) Prinsip ekologis meliputi;

holisme, berkelanjutan/sustainabilitas, keanekaragaman, perkembangan organik dan perkembangan yang seimbang; (2) prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia (HAM) meliputi; mengatasi struktur yang merugikan, mengatasi wacana-wacana yang merugikan, pemberdayaan, hak asasi manusia, definisi kebutuhan, menghargai pengetahuan lokal, menghargai budaya lokal, menghargai sumber daya lokal, menghargai keterampilan masyarakat lokal, menghargai proses lokal, partisipasi; (3) prinsip proses meliputi; proses dari hasil dan visi, integritas proses, menumbuhkan kesadaran, kerja sama dan konsensus, langkah pembangunan, perdamaian dan anti kekerasan, inklusifitas, membangun masyarakat; (4) prinsip global dan lokal meliputi;

menghubungkan yang global dan lokal dan praktik anti kolonialisme.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan hendaknya meliputi: Enabling (menciptakan suasana kondusif), Empowering (penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), Protecting (perlindungan dari ketidakadilan), Suporting (bimbingan dan dukungan) serta Foresting (memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang (Kholid, 2015). Pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan (SKN, 2012). Strategi pokok yang dapat dilakukan oleh seorang pemberdaya masyarakat adalah: (a) menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, (b) meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, (c) meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan dan (d) meningkatkan pembiayaan kesehatan.

C. Model dan Teori Promosi Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang dapat dikaji melalui sisi ilmu dan sisi seni. Apabila kita lihat dari sisi seni, maka praktisi atau aplikasi pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-commit to user commit to user

(8)

program kesehatan yang lain. Hal ini berarti bahwa setiap program kesehatan yang telah ada seperti pemberantasan penyakit menular/ tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan lain sebagainya sangat perlu untuk ditunjang serta didukung oleh adanya promosi kesehatan. Promosi kesehatan berkembang dari pendidikan kesehatan, dimana hal tersebut merupakan bentuk intervensi terhadap perilaku sebagai determinan kesehatan atau kesehatan masyarakat. Secara umum pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengembangkan perilaku individu, kelompok atau masyarakat agar mereka selalu berperilaku hidup sehat (Kholid, 2015).

Mengembangkan perilaku dengan cara mengubah perilaku yang kurang atau tidak sehat menjadi berperilaku sehat, meningkatkan perilaku sehat serta mempertahankan perilaku sehat yang sudah dimilki sebelumnya.

Perilaku kesehatan merupakan suatu respons seseorang / organisma terhadap stimulus obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Menurut Skinner (2013) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance): merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatannya agar tidak sakit dan adanya usaha untuk penyembuhan bilamana terserang penyakit; (2) perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan (health seeking behavior); hal ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita sakit dan atau kecelakaan, tindakan atau perilaku yang ini berupa pengobatan sendiri (self treatment) sampai mencarai pengobatan ke luar negeri; (3) perilaku kesehatan lingkungan: seseorang merespon lingkungan, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Hal ini berarti bahwa bagaimana seseorang dapat mengelola lingkungan dengan baik sehingga tidak mengganggu kesehatan dirinya, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Penelitian ini mengaplikasikan model teori promosi kesehatan: TPB, SCT, model perencanaan dan evaluasi PRECEDE & PROCEED dan model teori Medan.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai teoori model promosi kesehatan yang di adopsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

commit to user commit to user

(9)

1. Model Promosi kesehatan Theory of Planned Behavior / Teori Perilaku Terencana (TPB)

TPB merupakan penyempurnaan dari Theory of Reasoned Action (TRA), dalam teori ini ditambahkan kontrol lain yang memengaruhi minat berperilaku yaitu perceived behavioral control adalah keadaan yang memudahkan atau menyulitkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Teori Perilaku Terencana (TPB) merupakan teori yang menjelaskan perilaku manusia, menghubungkan keyakinan dan perilaku (Sulaeman, 2016). Menurut Ajzen (1991) kontrol sentral dari perilaku individu adalah bahwa perilaku itu dipengaruhi oleh niat individu (control intention) terhadap perilaku tertentu tersebut. Niat untuk berperilaku dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu: (1) sikap terhadap perilaku (attitude toward the control); (2) norma subjektif (subjective norms); dan (3) persepsi kontrol perilaku (perceived behavior control).

Lebih jelas untuk model TPB dapat dilihat dalam Gambar 2.1 berikut ini.

Sumber: Ajzen (2005) & Barkway (2009).

Gambar 2.1: Theory of Planned Behavior (TPB)

Konstruk yang belum ada dalam TRA berupa persepsi kontrol perilaku, kemudian ditambahkan kedalam TPB dimaksudkan untuk memahami keterbatasan yang dimiliki oleh individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu. Konsep kunci

commit to user commit to user

(10)

TPB yang meliputi niat, perilaku, sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol menurut Ajzen (2005 dalam Sulaeman, 2016) dapat dijelaskan sebagai berikut:

a). Sikap terhadap perilaku (attitude toward the control)

Sikap adalah evaluasi individu secara positif ataupun negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku itu sendiri. Menurut Machfoedz (2007) bahwa sikap terdiri dari tiga komponen penting, yaitu: (1) Kognitif; merupakan representative dari apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, didalamnya berisi persepsi, kepercayaan, stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu; (2) Afektif; merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap yang menyangkut masalah emosi; (3) Konatif; merupakan komponen perilaku dalam struktur sikap yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

b). Norma subjektif (subjective norms)

Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial yang ada, kemudian menuntut seseorang untuk mempertimbangkan dalam melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berhubungan dengan keputusan normatif yang dirasakan dari perilaku yang ada. Norma subjektif menjelaskan tentang sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative belief).

c). Persepsi kendali kontrol (perceived behavior control)

Persepsi kendali kontrol adalah individu merasakan kemudahan atau kesulitan dalam melakukan perilaku tertentu, atau dengan kata lain ada atau tidaknya sumber daya yang diperlukan dan kesempatan, persepsi individu dari kemudahan atau kesulitan dalam melakukan perilaku. Menurut Ajzen (2005) bahwa persepsi kontrol perilaku menggambarkan tentang perasaan (self efficacy) efikasi diri atau kemampuan diri individu dalam melakukan suatu perilaku.

d). Niat (intention)

Niat untuk melakukan perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu perilaku. Niat ditentukan oleh sejauh commit to user commit to user

(11)

mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana pula seseorang individu memilih untuk melakukan perilaku tertentu serta mendapatkan dukungan dari orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Dalam Protection Motivation Teory (PMT) yang disampaikan oleh Rogers (1975 dalam Priyoto 2014) bahwa ada dua komponen penting dalam niat berperilaku seseorang yaitu threat appraisal dan coping appraisal. Pada tahap penilaian ancaman (threat appraisal) yang terdiri dari keparahan, kerentanan dan ketakutan (dalam menilai ancaman dari luar). Keparahan mengacu pada tingkat bahaya dari perilaku yang tidak sehat. Kerentanan adalah probabilitas bahwa seseorang akan mengalami bahaya. Pada tahap penilaian koping (coping appraisal) meliputi respon efektifitas dan efikasi diri. Respon efektifitas berupa efektifitas dari perilaku yang dianjurkan dalam menghilangkan atau mencegah bahaya yang mungkin terjadi, sedang efikasi diri adalah keyakinan bahwa seseorang akan mampu dan sanggup menetapkan perilaku yang direkomendasikan.

e). Perilaku (behaviour)

Menurut Fisher et al., (2002) seperti dikutip oleh Sulaeman (2016) bahwa perilaku seseorang tidak hanya dikendalikan oleh dirinya sendiri, akan tetapi juga membutuhkan pengendalian yang berupa ketersediaan sumber daya dan kesempatan dan bahkan keterampilan tertentu.

2. Model Promosi Kesehatan Sosial Cognitif Theory Bandura

Teori kognitif sosial awalnya bersumber dari teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang diusulkan oleh Meller dan Dollard pada tahun 1941.

Pembelajaran berdasarkan pemikiran bahwa orang belajar dengan cara mengamati orang lain. Teori ini berpendapat bahwa bagian-bagian dari pengakuan pengetahuan individu dapat secara langsung berhubungan dengan cara mengamati orang lain dalam konteks interaksi sosial, pengalaman dan pengaruh luar dari media. Seseorang tidak belajar perilaku baru, namun hanyalah mencoba, sehingga ia dapat berhasil maupun gagal dalam usahanya tersebut. Kelangsungan hidup manusia disini tergantung pada replikasi dari tindakan orang lain, tergantung kepada apakah seseorang akan mendapatkan penghargaan (reward) atau hukuman (punishment) commit to user commit to user

(12)

dikarenakan perilakunya, dan hasil dari perilaku tersebut dapat dibuat sebagai model.

Untuk lebih jelas tentang model Sosial Cognitif Theory (SCT) ini dapat dilihat pada Gambar 2. 2 berikut ini.

Sumber: Bandura, (1986)

Gambar 2.2: Skema Model Social Cognitive Theory (SCT)

Dalam skema ini Bandura (2005) mempunyai konsep mengenai triadic reciprocal causation. Fungsi manusia merupakan hasil interaksi antara perilaku (behaviour- B), variabel manusia (Person- P), dan lingkungan (environment- E).

Dapat dijelaskan pula bahwa perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Dengan mengamati orang lain, manusia mempelajari respons mana yang dapat diikuti / diadopsi atau yang mana yang tidak mendapat penguatan. Seorang Anak atau remaja mengamati karakter di televisi contohnya, dan mengulangi lagi apa yang didengar atau dilihat, jadi mereka tidak perlu melakukan sendiri beragam perilaku secara acak dan berharap mengetahui mana yang akan dihargai mana yang tidak perlu ditiru.

Bentuk-bentuk dari agen manusia dapat berupa efikasi diri dan agen proxy.

Pembelajaran sosial menunjukkan korelasi langsung antara self efficacy (efikasi diri) yang dirasakan oleh seseorang dengan perubahan perilaku. adanya harapan seperti motivasi, kinerja dan perasaan frustasi yang berhubungan dengan kegagalan yang terjadi secara berulang-ulang menentukan efek dan perilaku. Efikasi diri berasal dari

LP

P

LP

LP LP

Fase 1 Penilaian

sosial Fase 2

Penilaian epidemologi Fase 3

Penilaian perilaku &

lingkungan Fase 4

Penilaian pendidikan &

organisasional Fase 5

Penilaian adminitrasi &

kebijakan

Predisposisi

Penguat

Pendorong

Perilaku

Lingkungan

Kesehatan Kualitas

hidup Kebijakan

regulasi organisasi Pendidikan

kesehatan Kesehatan

masy

Fase 6 Pelaksanaan

Fase 7 Proses evaluasi

Fase 8 Pengaruh evaluasi

Fase 9

Hasil & keluaran evaluasi

Hasil yang diharapkan:

Fisik Evaluasi diri

Efikasi diri Tujuan Perilaku

Akses / Ketersediaan

Rokok Faktor sosio struktural:

Fasilitas Hambatan

commit to user commit to user

(13)

empat sumber, yaitu: prestasi kinerja, pengalaman yang dilakukan (vicarious), persuasi verbal dan kondisi biologis (Sulaeman, 2016). Pendapat yang disampaikan oleh Bandura (1986) mengatakan bahwa efikasi diri adalah kemampuan persepsi individu untuk mengontrol perilakunya, efikasi merupakan penentu utama perilaku, dikarenakan dapat mempengaruhi perilaku kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh pengaruhnya terhadap faktor penentu lainnya.

Efikasi diri dapat dikembangkan atau dapat meningkat melalui: (a) penguasaan pengalaman sebagai proses yang membantu individu untuk mencapai tugas-tugas sederhana yang mengarah pada tujuan yang lebih kompleks; (b) pemodelan sosial, yaitu memberikan model yang dapat diidentifikasi yang menunjukkan proses pencapaian perilaku; (c) meningkatkan keadaan fisik dan emosional dengan mengacu dan memastikan seseorang untuk beristirahat dan santai sebelum mencoba perilaku baru, semakin santai seseorang, kurang sabar maka akan semakin besar pula kemungkinan mereka tidak dapat mencapai tujuan perilaku yang diinginkan; (d) persuasi verbal dengan cara memberikan dorongan bagi individu untuk menyelesaikan tugas atau untuk mencapai perilaku tertentu. Adapun Proxy meliputi kontrol yang tidak langsung atas kondisi sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Melalui agen proxy, seseorang dapat mencapai tujuan dengan bergantung pada orang lain untuk memperbaiki suatu objek. Sisi kelemahan proxy adalah dengan bergantung terlalu banyak terhadap kompetensi dan kekuatan orang lain, seseorang akan dapat mengurangi efikasi pribadi dan kolektif mereka.

3. Model Perencanaan dan Evaluasi PRECEDE-PROCEED

Model perencanaan PRECEDE-PROCEED yang disampaikan oleh Green dan Kauter ini merupakan contoh dari model dengan cara menggunakan logika, model ini menghubungkan penilaian kausal dan perencanaan intervensi dan evaluasi ke dalam satu kerangka perencanaan menyeluruh, sehingga dapat membantu menempatkan keterampilan dalam tindakan. Tujuan utama dari model teori PRECEDE-PROCEED ini adalah untuk memprediksi atau menjelaskan hubungan antara faktor-faktor yang diduga dengan hasil yang menarik (Green & Kreuter, 1991). Model PRECEDE dalam bagan berikut meliputi fase satu sampai dengan fase lima dimana merupakan tahap commit to user commit to user

(14)

perencaaan program, sedangkan model PROCEED terdiri dari fase enam sampai dengan fase sembilan merupakan tahap pelaksanaan program dan evaluasinya.

Pertama PRECEDE (predisposing, reinforcing, enabling, constructs in, educational/ecological, diagnosis, evaluation) digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program. Kedua PROCEED (policy, regulatory, organizational, constructs in, educational, environmental, development) digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan serta evaluasi. Adapun bagan dari model PRECEDE-PROCEED dapat dilihat pada Gambar 2. 3 berikut ini.

Sumber: Green & Kreuter (1991) & Fleming (2001)

Gambar 2.3: Skema Model PRECEDE-PROCEED

Dalam model PRECEDE-PROCEED tersebut, dapat ditelaah kaitannya dengan informasi yang perlu diungkapkan berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

a) Fase satu: Merupakan penilaian sosial, yaitu proses menentukan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Untuk mengetahui masalah sosial digunakan indikator

commit to user commit to user

(15)

sosial. Misalnya melakukan survei mengenai perilaku merokok dilihat dari derajad ekonomi masyarakat, pendidikan, keaktifan dalam organisasi.

b) Fase dua: Penilaian epidemiologi, merupakan studi tentang distribusi dan determinan penyakit. Pada fase ini siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi dan suku) mulai di identifikasi.

Dicari pula bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas, disabilitas, tanda dan gejala yang timbul) serta cara menanggulanginya. Adanya informasi ini sangat penting untuk menetapkan prioritas masalah, yang didasarkan pada pertimbangan besarnya masalah dan akibat yang ditimbulkan serta kemungkinan untuk diubah.

c) Fase tiga: Penilaian Perilaku dan Lingkungan; Sangat penting bagi petugas promosi kesehatan untuk membedakan masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individu atau harus dikontrol melalui institusi. Indikator masalah perilaku yang memengaruhi status kesehatan seseorang adalah: Pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization), Upaya pencegahan (prevention action), Pola konsumsi makanan (comsumtion pattern), Kepatuhan (compliance), Upaya pemeliharaan kesehatan sendiri (self care).

d) Fase empat: Penilaian Pendidikan dan Organisasional; melakukan identifikasi berdasarkan determinan perilaku yang mempengaruhi status kesehatan seseorang / masyarakat meliputi: (1) Faktor Predisposisi (predisposing factors) meliputi;

pengetahuan, sikap, persepsi, kepercayaan, nilai / norma yang diyakini. (2) Faktor Pendorong (enabling factors) meliputi; lingkungan yang memfasilitasi perilaku seseorang. (3) Faktor Penguat (reinforcing factors) meliputi; perilaku orang lain yang berpengaruh seperti (tokoh masyarakat, guru, petugas, orang tua, pemegang kekuasaan) yang menjadi pendorong. Kemudian menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai berdasarkan faktor predisposisi yang telah di identifikasi dan menetapkan tujuan organisasi berdasarkan faktor penguat dan pendorong yang telah diidentifikasi melalui upaya pengembangan organisasi dan sumberdaya yang ada.

commit to user commit to user

(16)

e) Fase lima: Penilaian administrasi dan kebijakan; Analisis terhadap kebijakan, sumberdaya dan peraturan yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi.

f) Fase enam: Implementasi; melakukan implementasi atau pelaksanaan terhadap program promosi kesehatan yang telah direncanakan pada fase satu sampai dengan fase lima.

g) Fase tujuh: Proses evaluasi; merupakan bentuk evaluasi formatif yang bertujuan untuk mengumpulkan data kualitatif maupun kuantitatif untuk mengakses kemungkinan dalam program sebagaimana untuk meyakinkan penyampaian program yang berkualitas.

h) Fase delapan: Pengaruh evaluasi; dalam fase ini merupakan bentuk evaluasi sumatif dengan cara mengukur setelah program selesai dengan tujuan untuk mencari tahu apakah ada pengaruhnya pemberian intervensi dalam perilaku atau lingkungan. Mengenai waktu evaluasi sumatif ini sangatlah bervariasi, dapat di laksanakan setelah selesai pelaksanaan program, atau bertahun tahun setelah program selesai.

i) Fase Sembilan: Hasil atau keluaran evaluasi; merupakan bentuk evaluasi terakhir yang berfokus pada proses program berjalan sampai dengan indicator evaluasi dalam kualitas hidup dan derajad kesehatan.

4. Teori Medan (Field Theory)

Lewin (1935, 1936) merupakan seorang psikolog yang mengkaji perilaku sosial melalui pendekatan konsep ”medan”/field atau ”ruang kehidupan” (life space).

Untuk memahami konsep ini perlu dipahami bahwa secara tradisional para psikolog memfokuskan pada keyakinan bahwa karakter individual (instink dan kebiasaan), bebas - lepas dari pengaruh situasi di mana individu melakukan aktivitasnya. Namun Lewin kurang sepaham dengan keyakinan tersebut. Menurutnya penjelasan tentang perilaku yang tidak memperhitungkan faktor situasi, tidaklah lengkap. Dia merasa bahwa semua peristiwa psikologis apakah itu berupa tindakan, pikiran, impian, harapan, atau apapun, kesemuanya itu merupakan fungsi dari ”ruang kehidupan”.

individu dan lingkungan dipandang sebagai sebuah konstelasi yang saling tergantung commit to user commit to user

(17)

satu sama lainnya. Artinya bahwa ”ruang kehidupan” juga merupakan determinan bagi tindakan, impian, harapan, pikiran seseorang. Lewin memaknai tentang ”ruang kehidupan” sebagai seluruh peristiwa (masa lampau, sekarang, masa datang) yang berpengaruh pada perilaku dalam satu situasi tertentu (Mustafa, 2011). Lingkungan psikologis adalah sebuah lingkungan sebagaimana adanya seseorang, ini merupakan bagian dari ruang hidup. Oleh karena itu, sifat-sifatnya tidak hanya ditentukan oleh lingkungan obyektif semata, namun juga dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi (Suryabrata, 2005). Untuk lebih jelasnya dalam memahani teori medan ini, dapat kita lihat dalam Gambar 2.4 berikut ini.

Keterangan: P: Personal LP: Lingkungan psikologis Sumber: Fudyartanta, 2012a

Gambar 2.4: Skema Field Theory (Pribadi dalam Lingkungan Psikologis)

Istilah pribadi / person menurut Lewin dalam teori medan ini meliputi tiga hal penting (Suryabrata, 2005 dan Fudyartanta, 2012) yaitu: (a) menunjukkan sifat-sifat individu berupa kebutuhan dan keyakinannya, yang dalam interaksinya antara sesama dan dengan lingkungan obyektif dapat menimbulkan ruang hidup; (b) untuk menunjukkan gejala yang sama dengan ruang hidup dan (c) menunjukkan pribadi di dalam ruang hidupnya, atau yang seperti dikatakan orang sebagai “the behaving-self”. commit to user commit to user

(18)

Antara lingkungan psikologis dan the behaving self (bertindak diri) itu saling ketergantungan satu sama lainnya, berhubungan timbal balik secara fungsional.

D. Perilaku tidak merokok pada remaja

Remaja merupakan bagian dalam fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh dengan gejolak. Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih minim dan perlu untuk selalu dipupuk menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Kehidupan sosial pada jenjang remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional. seorang remaja dapat mengalami sikap hubungan sosial yang bersifat tertutup sehubungan dengan masalah yang dihadapi oleh remaja tersebut. Keadaan atau peristiwa ini dikenal dengan istilah krisis identitas (Islamuddin, 2012). Proses pembentukan identitas diri dan konsep diri seorang remaja adalah sesuatu yang sangat kompleks. Konsep diri anak tidaklah hanya terbentuk dari bagaimana anak percaya tentang keberadaannya sendiri akan tetapi juga terbentuk dari bagaimana orang lain percaya tentang keberadaan dirinya.

Sebagian besar morbiditas dan mortalitas remaja disebabkan oleh keadaan yang dapat dicegah dan berhubungan dengan masalah perilaku, lingkungan dan sosial. Adanya perilaku yang kurang baik sejak remaja dapat dibawa terus sampai mereka dewasa, sehingga nantinya dapat menghabiskan banyak biaya dan bahkan kematian dini. Tahapan remaja menurut Kemenkes (2009) dibagi mejadi dua tahapan, yaitu remaja awal (early puberty) dengan usia 12-16 tahun dan remaja akhir (late puberty) dengan usia 17-25 tahun. Adapun tumbuh kembang remaja menurut Marcell (2007 dalam Soetjiningsih, 2016) pada dua tahapan ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Tumbuh kembang remaja Tumbuh

kembang

Remaja awal dengan usia 12- 16 tahun (early puberty)

Remaja akhir dengan usia 17-25 tahun (late puberty) Somatik 1. Tinggi badan mencapai

puncak

2. Bentuk tubuh dan perubahan komposisi 3. Jerawat dan bau badan 4. Menarche / spermarche

1. Matang secara fisik

2. Pertumbuhan lebih lambat 3. Pada laki-laki dilanjutkan

pertumbuhan massa otot dan pertumbuhan rambut diseluruh tubuh

commit to user commit to user

(19)

Tumbuh kembang

Remaja awal dengan usia 12- 16 tahun (early puberty)

Remaja akhir dengan usia 17-25 tahun (late puberty) Kognitif dan

moral

1. Berpikir abstrak (jalan fikiran formal)

2. Dapat melihat implikasi kedepan, tetapi tidak dapat mengambil keputusan 3. Banyak bertanya

1. Orientasi masa depan dengan pandangan perspektif idealism, absolutism

2. Dapat berpikir secara bebas

Konsep diri (formasi identitas)

1. Perhatian dengan penampilan yang aktraktif 2. Peningkatan instropeksi

(stereotypical adolescent)

1. Lebih stabil terhadap body image

2. Penampilan yang menarik masih menjadi pemikiran 3. Emancipation complete 4. Identitas lebih kuat Keluarga 1. Konflik seputar control dan

kebebasan

2. Berjuang untuk

mendapatkan autonomi yang lebih besar

1. Pemisahan emosional dan fisik dari keluarga

2. Peningkatan otonomi

Teman sebaya

1. Inten terhadap keterlibatan teman sebaya

2. Preokupasi dengan budaya kelompok sebaya

3. Lingkungan sekitar menyediakan contoh perilaku

1. Berkurangnya kepentingan kelompok sebaya dan nilainya 2. Keintimen/komitmen

didahulukan

Seksual 1. Uji kemampuan untuk menarik lawan jenis

2. Permulaan hubungan dan aktivitas seksual

3. Pertanyaan mengenai orientasi seksual

1. Konsolidasi identitas sosial 2. Focus pada keintiman dan

pembentukan hubungan yang stabil

3. Merencanakan komitmen dan masa depan

Hubungan dengan lingkungan

Pengukuran kemampuan dan kesempatan

Keputusan karir (contoh; kuliah, bekerja)

Sumber: Marcell (2007 dalam Soetjiningsih, 2016)

Secara garis besar, risiko kesehatan remaja meliputi: (a) risiko biomedik (biomedical risk). Contohnya: riwayat imunisasi, riwayat kesehatan keluarga, suhu badan, tinggi badan, berat badan, kolesterol dan tekanan darah, (b) risiko fisik (physical risk). Contohnya: kebugaran, kebiasaan makan, body image (penampilan), risiko trauma yang tidak disengaja/kecelakaan, trauma yang terkait dengan kekerasan/kenakalan remaja, (c) risiko psikososial (phycosocial risk). Contohnya:

commit to user commit to user

(20)

hal-hal yang terkait dengan sekalah/masalah belajar, hubungan antar teman, depresi/bunuh diri, perlakuan salah (physical, sexual emotional abuse), (d) risiko penggunaan zat-zat terlarang (substance abuse). Contohnya: rokok, alkohol, obat- obatan terlarang, penyalahgunaan resep dokter dan penggunaan obat bebas (OTC) yang melebihi dosis, (e) perilaku seksual (sexual behavior). Contohnya: perlu ditanyakan tentang IMS (Infeksi Menular Seksual), orientasi seksual, penggunaan kontrasepsi, riwayat kehamilan serta jumlah pasangan.

Berkaitan dengan risiko substance abuse (penggunaan zat-zat terlarang) pada remaja, dalam penelitian ini adalah merokok pada remaja, maka dapat dijelaskan secara terperinci bahwa merokok merupakan sebuah aktivitas/kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik untuk para pelakunya sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Banyak penelitian sudah dilakukan dan mendukung pernyataan/statement tersebut, akan tetapi tetap saja kebiasaan merokok ini sulit dikendalikan. Rendahnya kesadaran masyarakat yang tergolong pada perokok aktif akan efek bahaya asap rokok yang mereka hembuskan terhadap orang-orang sekitarnya yang merupakan perokok pasif. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa adanya bahaya dari secondhand-smoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang yang bukan perokok karena keberadaannya di sekitar perokok. Pada Gambar 2.5 di bawah ini disebutkan beberapa komponen racun yang ada pada sebatang rokok, diantaranya adalah:

commit to user commit to user

(21)

Sumber: Proverawati & Rahmawati (2012)

Gambar 2.5: Komponen racun dalam batang rokok

Dalam asap rokok sedikitnya ada 4.000 zat kimia yang bersifat berbahaya untuk kesehatan, dua di antaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Di Indonesia, pembuatan rokok berasal dari bahan dasar tembakau yang dicampur dengan cengkeh dah bahan-bahan lain. Komponen gas yang keluar dari asap rokok tersebut berupa karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid, sedangkan partikel-partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarsol, dan kresol. Semua zat tersebut sangatlah beracun, dapat mengiritasi dan menimbulkan kanker.

Asap yang disemburkan oleh perokok dibagi menjadi dua bagian, yaitu asap utama (main stream smoke) yang dihirup pertama kali oleh perokok aktif dan asap samping (side stream smoke) yang beredar bebas di udara dan dihirup oleh perokok pasif. Efek racun justru paling berhaya bagi perokok pasif karena kandungan CO nya menjadi lima kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap rokok sampingan, benzoperin menjadi tiga kali lipat dan amoniak menjadi 50 kali lipat dibanding dengan racun yang dihirup oleh perokok aktif.

commit to user commit to user

(22)

Nikotin merupakan zat yang dapat meracuni saraf dalam tubuh manusia, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi serta menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Nikotin mengganggu system syaraf simpatis yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain itu, zat nikotin ini dapat merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung.

Dapat juga mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) kedinding pembuluh darah.

Unsur lain dalam rokok berupa timah hitam (Pb), kadarnya dalam satu batang rokok sebanyak 0.5 ug. Ambang batas bahaya timah yang masuk kedalam tubuh manusia dalam sehari maksimal 20 ug. Adanya CO memiliki kecenderungan yang kuat untuk berikatan dengan haemoglobin (Hb) dalam sel-sel darah merah, padahal seharusnya haemoglobin berikatan dengan oksigen (O2) yang sangat penting untuk pernafasan sel-sel tubuh. Berhubung kadar CO bagi perokok aktif maupun pasif lebih kuat dibandingkan dengan kadar O2, maka ruang yang ada diganti oleh CO yang kemudian berikatan dengan Hb. CO akan mengakibatkan desturasi Hb, menurunkan kadar O2 darah sehingga mengganggu pelepasa oksigen dan mempercepat proses terjadinya aterosklerosis (pengapuran/penebalan dinding pembuluh darah).

Dalam batang rokok juga ada kandungan tar, dimana tar ini merupakan zat kimia yang bersifat karsinogen. Saat menghisap asap rokok, tar masuk kedalam mulut sebagai uap padat, setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna kecoklatan pada permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru.

Pengendapan ini sangatlah berfariasi antara 3-40 mg tiap batang rokok, sementara itu kandungan tar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Menurut Smet (1994) sebagaimana dikutip oleh Ardini (2012) ada tiga tipe perokok yang dapat di klasifikasikan menurut banyaknya batang rokok yang dihisap. Adapun ketiga type tersebut adalah: (a) perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari; (b) perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari dan (c) perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

commit to user commit to user

(23)

E. Determinan perilaku tidak merokok pada remaja

Promosi kesehatan bukan saja berbentuk penyadaran kepada masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, melainkan juga disertai dengan upaya-upaya dalam memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Promosi merupakan landasan atau dasar-dasar pemikiran dalam pemberian penyuluhan, sebagai pengarah dan pedoman dalam memberikan kegiatan penyuluhan dengan benar. Dalam memberikan penyuluhan, seorang penyuluh hendaknya juga harus melihat subyek yang akan disuluh, apakah subyeknya anak-anak, remaja, dewasa, orang tua maupun lansia. Karena hal tersebut juga akan berdampak terhadap metode maupun cara-cara dan material yang akan disampaikan.

Seorang remaja dan kehidupan sekolah merupakan masa yang paling indah dalam pandangan realitas sosial. Bagi remaja yang beruntung dengan kehidupan orangtua yang berkecukupan masih dapat belajar disekolah yang lebih tinggi setelah menamatkan pendidikannya dasarnya, biasanya relatif lebih banyak remaja diperkotaan dibandingkan dengan remaja yang ada di pelosok-pelosok desa. Saat disekolah, remaja dihadapkan pada masalah penyesuaian diri dengan teman sebayanya. Kebutuhan akan penyesuaian diri tersebut sebagai akibat dari adanya paparan dan keinginan untuk bergaul dengan teman sebayanya (Islamuddin, 2012).

Dalam proses penyesuian diri inilah seorang remaja sering dihadapkan pada persoalan penerimaan atau penolakan teman sebaya terhadap kehadirannya dalam pergaulan.

Adanya penolakan dari kelompok teman sebaya merupakan hal yang sangat mengecewakan, sebagai bentuk kekecewaan tersebut sebagian remaja ada yang mengkonsumsi alkohol, merokok (Nguyen, 2012). Untuk menghindari kekecewaan tersebut, seorang remaja perlu memiliki sikap, perasaan, keterampilan-keterampilan perilaku yang dapat menunjang penerimaan kelompok teman sebayanya.

1. Pengaruh pengetahuan tentang bahaya merokok terhadap perilaku tidak merokok remaja

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour), sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam dirinya, maka akan terjadi suatu proses secara berurutan, yaitu: (a) Awareness commit to user commit to user

(24)

(kesadaran) dimana seseorang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus yang ada; (b) Interest (merasa tertarik) terhadap objek atau stimulus; (c) Evaluation (menimbang-nimbang) dampak baik dan dampak buruknya stimulus tersebut bagi dirinya; (d) Trial yaitu subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, dan (e) Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Dalam taxonomi Bloom yang sudah mengalami revisi (Krathwohl, 2002) mengkategorikan enam tingkatan pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif, diantaranya adalah:

a. Mengingat (remembering)

Mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam hal ini,

“remember” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah, kata kerja untuk mengukurnya antara lain mendefinisikan, menyusun daftar, menjelaskan, mengingat, mengenali, menemukan kembali, menyatakan, mengulang, mengurutkan, menamai, menempatkan, menyebutkan.

b. Memahami (understanding)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajarinya baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram. Contoh: Merangkum materi yang telah diajarkan dengan kata- kata sendiri.

c. Menerapkan (Applying)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi dapat dimanifestasikan kedalam penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. contoh: melakukan promosi kesehatan kepada remaja tentang efek negatif dari rokok. commit to user commit to user

(25)

d. Menganalisis (Analyzing)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang lebih terperinci lagi, namun struktur organisasi dan akar masalahnya masih ada kaitannya satu sama lainnya.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

Contoh: menganalisis penyebab terjadinya peningkatan angka prevalensi merokok pada remaja di Indonesia.

e. Mengevaluasi (Evaluating)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada sebelumnya. Contoh: membandingkan tingkat keberhasilan dari pemberian promosi kesehatan dengan metode ceramah dan diskusi terhadap perubahan perubahan perilaku merokok pada remaja.

f. Mencipta (creating)

Kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil. Merakit, merancang, menemukan, menciptakan, memperoleh, mengembangkan, memformulasikan, membangun, membentuk, melengkapi, membuat, menyempurnakan, melakukan inovasi, mendisain, menghasilkan karya. Contoh: Membuat kurikulum dengan mengintegrasikan pendapat dan materi dari beberapa sumber.

2. Pengaruh paparan media informasi/iklan tentang rokok terhadap perilaku tidak merokok remaja

Media dikenal memiliki kekuatan yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat. Media juga memiliki kekuatan untuk melakukan inovasi, membentuk perilaku serta preferensi masyarakat (Alkhajar, 2014). Media juga dapat berfungsi sebagai wahana membuka informasi tentang berbagai hal dalam kehidupan manusia. Media Informasi tentang rokok dapat diperoleh dari berbagai macam, diantaranya adalah melalui poster, billboard, spanduk, maupun media sosial lainnya commit to user commit to user

(26)

seperti whatsapp, facebook, instagram dan lain sebagainya melalui internet. Disisi lain media informasi kesehatan tentang pentingnya hidup sehat juga sangat diperlukan sebagai penyeimbang bagi masyarakat untuk menentukan pilihan berkaitan dengan perilakunya. Informasi kesehatan adalah proses aktif yang memerlukan interaksi antara pemberi informasi dengan orang yang akan diberi informasi agar terbangun proses perubahan perilaku. Hal ini merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung (Mardikanto, 2014). Proses ini dilakukan secara terus menerus, sekuat tenaga dan pikiran, memakan waktu yang cukup melelahkan sampai terjadi adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh penerima manfaat.

Media pemberian informasi kesehatan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke penerima pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat sasaran sedemikian rupa sehingga proses belajar dapat berjalan dengan baik (Huda, 2014). Media pemberian informasi kesehatan dibagi atas lima golongan yaitu: (a) bahan cetakan/bacaan (supplementary material) seperti buku, komik, koran, majalah, bulletin, folder, pamflet; (b) alat-alat audiovisual yang terdiri dari media tanpa proyeksi (papan tulis, bagan, diagram, grafik, poster, kartun), media tiga dimensi (model, benda asli, benda tiruan, diorama, boneka, peta, globe, museum), media dengan alat masinal (slide film, film strip, rekaman, radio, TV, komputer, dan lain-lain); (c) sumber masyarakat berupa objek-objek peninggalan sejarah, dokumentasi, bahan-bahan dan masalah- masalah dari berbagai bidang, daerah penduduk, sejarah, industri, kebudayaan, politik; (d) kumpulan benda (material collection) berupa benda yang dibawa oleh masyarakat dan (e) berupa tingkah laku yang diperbuat oleh pemberi informasi seperti melakukan gerakan tertentu menggunakan tangan, kaki, badan, mimik wajah dan lain-lain.

Program pemberian informasi berupa promosi kesehatan yang baik selalu mempertimbangkan berbagai persyaratan, selain media informasi yang harus sesuai dengan subyek sasaran juga dapat berupa: materi yang akan disampaikan, metode yang akan dipakai serta kemampuan dari pemberi informasi kesehatan itu sendiri.

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: commit to user commit to user

(27)

a) Materi informasi kesehatan

Materi dari informasi kesehatan pada hakikatnya merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh pemberi informasi kepada masyarakat, dengan kata lain materi di dalamnya berisi pesan yang ingin disampaikan dalam proses komunikasi. Berkaitan dengan materi dalam pemberian informasi kesehatan perlu diperhatikan antara lain adalah: (a) pentingnya pengembangan kebiasaan untuk mengkritisi setiap materi belajar terutama setiap inovasi yang belum teruji diwilayah calon penerima/sasaran, (b) hendaknya selalu mengacu pada kebutuhan calon sasaran/subjek, (c) materi belajar tidaklah harus selalu yang terbaru akan tetapi dapat berupa hal yang sudah ada sebelumnya, kebiasaan yang ada pada masyarakat atau teknologi yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat, (d) sumber materi belajar dapat berasal dari teksbook, surat kabar, majalah, radio, televisi, dan juga dapat berasal dari pengalaman orang-rang setempat yang disampaikan secara lisan dalam diskusi, pertemuan-pertemuan, percakapan informal dan lain-lain.

b) Metode informasi

Metode pemberian informasi kesehatan adalah cara penyampaian materi secara sistematis sehingga materi tersebut dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat sebagai sasaran. Sebuah pengalaman yang menunjukkan bahwa metode pemberian informasi kesehatan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan program, karena sebaik apapun materi yang disampaikan tidak akan mampu merubah subjek/sasaran yang diinginkan apabila metode yang digunakannya kurang tepat (Wass, 1977 dan Kholid, 2015). Seorang pemberi informasi kesehatan harus mempertimbangkan metode yang akan dipakai terhadap sasaran agar materi yang disampaikan menjadi lebih efektif.

Penggunaan metode promosi kesehatan tersebut dapat didasarkan pada beberapa hal berikut ini: (a) disesuaikan dengan keadaan sasaran/subjek, (b) cukup dalam jumlah dan mutunya, (c) tepat sasaran dan tepat waktu, (d) amanah harus mudah diterima serta mudah dimengerti dan (e) dari segi pembiayaan lebih murah serta efisien.

commit to user commit to user

(28)

Metode dalam pemberian informasi kesehatan yang digunakan ada beberapa macam (Huda, 2014), diantaranya adalah: (a) metode ceramah; merupakan suatu cara menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada kelompok sasaran untuk memperoleh informasi tentang kesehatan; (b) metode dikusi kelompok; pembicaraan yang telah direncakan dan disiapkan tentang suatu topik pembicaraan antara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang sudah ditunjuk; (c) metode curah pendapat (brain storming); merupakan bentuk pemecahan masalah dengan cara setiap anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh setiap peserta yang kemudian dilakukan evaluasi atas pendapat tersebut; (d) metode panel; merupakan pembicaraan yang telah direncakan didepan audien atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan tiga orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin; (e) metode bermain peran; dimana adanya pemeranan dalam sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan terlebih dahulu, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk digunakan sebagai bahan pemikiran oleh kelompok; (f) metode demonstrasi; suatu cara yang digunakan untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan cara melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini sangat tepat digunakan terhadap kelompok yang jumlahnya tidak terlalu besar; (g) metode simposium; merupakan serangkain ceramah yang diberikan oleh dua sampai lima orang dengan topik yang berlaintetapi saling berhubungan erat; (h) metode seminar; suatu cara sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai dibidangnya.

c) Kemampuan pemberian informasi kesehatan.

Mengingat outcome yang diharapkan dalam pemberian informasi kesehatan ini adalah adanya perubahan perilaku pada masyarakat, dalam hal ini yang dimaksud adalah para remaja yang mempunyai perilaku negatif yaitu berperilaku merokok, maka kemampuan seorang pemberian informasi kesehatan dalam memberikan materi kepada sasaran harus mumpuni agar perannya dapat menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan dengan baik. commit to user commit to user

(29)

Berkaitan dengan ini semua, menurut Sumardjo dalam Kasjono (2016) sangat menekankan pada pentingnya aspek kesiapan dari pemberi informasi kesehatan berupa penguasaan: (a) materi promosi kesehatan yang berkaitan dengan unsur memahami, menguasai dan mau menerapkannya kepada sasaran; (b) metode atau tehnik yang berkaitan dengan unsur kemampuan menerapkan secara tepat dan partisipatif.

Peran pemberian informasi sebagai agen perubahan menurut Mardikanto (2010) disampaikan sebagai berikut: (a) melakukan diagnosis yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat sasaran dengan cara menganalisis motivasi dan kemampuan masyarakat sasaran untuk melakukan perubahan; (b) penilaian kapasitas dan motivasi untuk berubah yaitu agen perubahan harus mampu menilai kesiapan klien, apakah memiliki kapasitas dan motivasi yang cukup untuk membangun kebersamaan; (c) penilaian terhadap sumber daya dan motivasi agen yaitu apakah agen perubahan benar-benar memiliki motivasi dan sumber daya yang diperlukan terhadap pekerjaannya; (d) pemilihan sasaran sesuai hasil perubahan yaitu agen perubahan harus mampu menyiapkan beberapa inisiatif keputusan tentang apa yang diarahkan dan bagaimana sebaiknya ditempuh dan apa yang dilakukan lebih dahulu; (e) memilih peran sesuai yaitu memilih peran agen dan menerima masukan dari proses perubahan itu, apakah agen mendorong atau memberi petunjuk; (f) memelihara hubungan dengan sasaran dan menjelaskan harapan dari perubahan serta mengatur mutu dan intensitas hubungan; (g) mengenali dan mengarahkan perubahan yang meliputi tahapan perubahan yang telah direncanakan dan tema yang membantu hubungan;

(h) memilih teknik yang spesifik sesuai perilaku apa yang harus dilakukan dan dikatakan pada momen-momen tertentu.

Dalam rangka mengoptimalkan proses penyuluhan kesehatan mengenai perilaku merokok pada remaja, maka di sarankan keempat persyaratan di atas hendaknya dapat dipenuhi dengan baik. Pemberian informasi mengenai akibat negatif jika remaja menghisap asap rokok mulai jangka pendek lebih-lebih jangka panjangnya. Sasaran kita juga haruslah diperhatikan, remaja awal dan atau remaja akhir mempunyai karakteriktik yang berbeda. Sehingga pendekatannya-pun juga commit to user commit to user

(30)

harus berbeda. Materi yang disampaikan juga disesuaikan dengan usia dan daya tangkap dari remaja itu sendiri. Metode yang dipilih oleh pemberi informasi kesehatan harus menarik bagi sasaran. Media yang digunakan dalam memberikan materi juga harus cocok, relevan dan efektif mengenai sasaran. Apabila proses pemberian informasi kesehatan tentang perilaku tidak merokok ini berjalan dengan baik, dapat diterima oleh sasaran, maka akan berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan, sikap dan niat dari sasaran untuk melanjutkan atau berhenti dalam berperilaku merokok.

3. Pengaruh pendapatan orang tua terhadap perilaku tidak merokok remaja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendapatan adalah hasil kerja (usaha dan lain sebagainya). Definisi lain disampaikan oleh Reksoprayitno (2004) bahwa pendapatan (revenue) adalah total penerimaan yang diperoleh pada periode tertentu.

Pendapatan atau penghasilan seseorang di dapat dari pekerjaannya atau profesinya berupa gaji / upah bulanan yang didapat oleh setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berkaitan dengan pendapatan ini dapat berupa penghasilan rutin setiap bulannya dari hasil pekerjaan pokok (inti) maupun hasil pekerjaan sampingan yang dapat diterima dan kemudian diakumulasi dalam setiap bulan (take home pay).

Menurut Soekartawi (2002) bahwa pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi oleh seseorang. Dalam masyarakat sering dijumpai adanya korelasi positif antara besarnya pendapatan dengan konsumsi barang dalam rumah tangga. Apabila pendapatan seseorang semakin tinggi maka konsumsi barang tidak hanya pada kebutuhan primer dalam rumah tangga saja, melainkan sudah melirik terhadap kebutuhan sekunder dan bahkan kebutuhan tersier. Apalagi jiwa konsumtif sebagian orang juga akan mempengaruhi pola perilaku dan pola hidup masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS, 2017) membedakan pendapatan menjadi empat (4 golongan) adalah:

1) Golongan pendapatan sangat tinggi, adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp3.500.000.00 per bulan. commit to user commit to user

(31)

2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp2.500.000,00 s.d Rp3.500.000.00 per bulan.

3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp1.500.000,00 s.d Rp2.500.000.00 per bulan.

4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata dibawah 1.500.000.00 per bulan.

Tingkat pendapatan masyarakat merupakan salah satu kriteria maju tidaknya sebuah daerah. Apabila tingkat pendapatan masyarakat tinggi, dapat dikatakan bahwa kemajuan dan kesejahteraan dari masyarakat setempat tinggi pula, demikian juga berlaku sebaiknya. Tinggi rendahnya pengeluaran sangat tergantung pada kemampuan keluarga dalam mengelola pendapatan (income) yang diterimanya.

Orangtua yang berpenghasilan tinggi akan berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangganya, dimungkinkan juga akan memberikan uang saku yang banyak pada anak-anaknya yang sedang menempuh pendidikan formal disekolah-sekolah. Uang saku tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan anak di sekolah mulai dari sekedar uang jajan atau pun biaya pendidikan lainnya. Namun terkadang, apabila kontrol dari orang tua kurang, uang tersebut dapat dialihfungsikan untuk membeli hal-hal lain yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan. Salah satunya untuk mentraktir teman-temannya, membeli rokok, piknik dan lain sebagainya. Penghasilan orang tua setiap siswa berbeda, tergantung dari pekerjaan dan profesi masing-masing. Pada dasarnya setiap pemerintah daerah mempunyai standart tersendiri dalam menetapkan upah minimal kabupaten yang layak bagi masyarakat setempat. Berdasarkan SK Gubernur DIY Nomor 223/Kep/2017 tentang penetapan UMK (upah minimum kabupaten/kota) untuk Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2018 adalah seperti pada tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2. Besaran upah minimal Kabupaten/Kota Yogyakarta

Kabupaten/Kota UMK

Kota Yogyakarta Rp1.709.150.00

Kabupaten Sleman Rp1.574.550.00

Kabupaten Bantul Rp1.527.150.00

Kabupaten Kulon Progo Rp1.493.250.00

Kabupaten Gunungkidul Rp1.454.200.00

Sumber: SK Gubernur DIY Nomor 223/Kep/2017 commit to user commit to user

(32)

4. Pengaruh modal sosial kelompok teman sebaya terhadap perilaku tidak merokok remaja

Modal sosial mewakili tingkat kohesi sosial yang ada di masyarakat. Ia merujuk kepada proses diantara orang-orang yang membangun jaringan, norma, dan kepercayaan sosial dan memfasilitasi koordinasi dan kerjasama untuk saling menguntungkan. Modal sosial dibuat dari berbagai interaksi sehari-hari antara orang- orang, dan yang terkandung dalam struktur seperti sebagai sipil dan kelompok agama, anggota keluarga, jaringan komunitas informal, dan norma-norma kesukarelaan, altruisme dan kepercayaan.

Jaringan dan ikatan ini lebih kuat, kemungkinan itu semakin besar kalau anggota masyarakat dapat bekerjasama untuk saling menguntungkan. Dengan cara ini modal sosial menciptakan kesehatan, dan dapat meningkatkan manfaat-manfaat investasi bagi kesehatan (WHO, 1998). Modal sosial menurut Fukuyama (2002 dalam Alfitri, 2011; Theresia et al., 2014) adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersatu padu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi bersama. Inti dari modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerja sama membangun suatu jaringan sosial (networking) dalam mencapai tujuan bersama.

Kerjasama dan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan (resiprocity), didasari atas kepercayaan (trust) yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang positif dan kuat. Jaringan sosial atau interaksi sosial adalah merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara orang- perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia. Interaksi sosial ini terjadi apabila dalam masyarakat terjadi kontak sosial (social contact) dan komunikasi. Masyarakat yang stabil jauh lebih mungkin untuk mendirikan jaringan sosial yang kokoh yang menyediakan akses ke dukungan sosial. De-stabilisasi dapat mempengaruhi seperti tingginya pengangguran, skema perumahan ulang, dan urbanisasi yang cepat dapat mengarah pada dislokasi jaringan sosial yang perlu dipertimbangkan. Dalam keadaan seperti ini tindakan untuk mempromosikan kesehatan mungkin berfokus pada dukungan untuk commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Pada Pendokumentasian tacit knowledge yaitu sharing knowledge guru SMP Negeri 46 Palembang belum dilakukan secara efektif sehingga pengetahuan yang ada dapat

Setelah dilakukan penelitian pengetahuan ibu nifas tentang tanda bahaya nifas pada kategori baik terdapat 5 responden yang rata-rata responden sudah memahami dan menguasai

Sehingga dari permasalahan yang ada mendorong penulis untuk mengidentifikasi citra ikan berformalin dengan menggunakan metode MLP (Multilayer Perceptron) yang

Aktivitas bakteriosin yang dihasilkan oleh L.plantarum DJ3 dalam penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ogunbanwo, et

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

Dalam proses berkomunikasi dengan anak sangat perlu memperhatikan prinsip-prinsip, strategi / tehnik, dan hambatan – hambatan yang mungkin akan timbul / ada dalam komunikasi.

Pembangunan dan kepesatan ekonomi Tanah Melayu telah menggalakkan kedatangan buruh-buruh asing untuk bekerja di kawasan perlombongan bijih timah, estet-estet getah dan kawasan

Falsafah keperawatan yaitu memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (holistik) yang harus dipenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis,