• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4 Lama Kerja

5.1 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Perawat Pelaksana

Motivasi perawat pelaksana di RSU dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga meliputi: motivasi intrinsik (tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan hasil kerja, kemungkinan pengembangan, kemajuan) serta motivasi ekstrinsik (insentif, kondisi kerja, hubungan kerja dan prosedur kerja).

Hasil penelitian tentang motivasi intrinsik yang dominan menjadi pendorong perawat pelaksana dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah aspek tanggung jawab dibandingkan aspek motivasi intrinsik lainnya. Hasil uji multivariat dengan uji statistik regresi berganda menunjukkan variabel motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana (p<0,05). Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan motivasi intrinsik yaitu adanya dorongan dari dalam diri perawat pelaksana bekerja melaksanakan asuhan keperawatan. Berikut ini akan dibahas masing-masing indikator motivasi intrinsik (tanggung jawab, prestasi yang diraih, pengakuan hasil kerja, kemungkinan pengembangan, kemajuan) yang memengaruhi kinerja perawat pelaksana.

a. Tanggung Jawab

Hasil penelitian tentang aspek tanggung jawab dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang dominan dilakukan adalah bekerja sesuai jadwal dan dalam

melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai prosedur yang telah ditetapkan manajemen rumah sakit yang selalu dilakukan oleh 56,04 % responden.

Tanggung jawab perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada pasien mencakup aspek bio-psiko-kultural-spiritual dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi : membantu pasien memperoleh kesehatannya, membantu pasien yang sehat untuk memelihara kesehatannya, membantu pasien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima kondisinya, membantu pasien yang menghadapi ajal untuk memperlakukan secara manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal.

Sesuai penelitian Siregar (2008) tentang pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara Tahun 2008, menyimpulkan bahwa tanggungjawab berpengaruh terhadap kinerja perawat pelaksana.

Tanggung jawab perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya oleh pasien. Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Pasien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya.

Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya adalah : (1) menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset), (2) bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan

penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay), (3) menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan

perilaku perawat, (4) berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien

(subjects the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat, (5) tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina

(derogatory), (6) menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the patient point of view).

Perawat dituntut untuk bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di rumah sakit. Meskipun tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang melaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangung jawab dalam tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.

Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar. Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care) atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter,

farmasi, ahli gizi, atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi. Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath Superior. Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah melaksanakan pendelegasian.

b. Prestasi yang Diraih

Hasil penelitian tentang aspek prestasi yang diraih dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang paling dominan dilakukan adalah berupaya meningkatkan prestasi kerja dalam memberikan asuhan keperawatan yang selalu dilakukan oleh 52,71% responden.

Sesuai penelitian Suwoto (1992) tentang kaitan pengorganisasian dengan prestasi kerja tenaga perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta menyimpulkan bahwa terdapat kaitan antara pelaksanaan pengorganisasian dengan nilai prestasi kerja. Pada penelitian ini disarankan hendaknya bagi perawat yang lebih lama pengalamannya agar dapat mendorong dan membimbing perawat yang lebih

muda untuk mendapat prestasi yang lebih baik. Demikian pula mengenai pelaksanaan pengorganisasian agar lebih meningkatkan perhatian kepada tenaga perawat muda untuk dapat digerakkan sebagi potensi yang besar dalam pencapaian mutu pelayanan perawatan yang diharapkan

Sesuai pendapat Nursalam (2002) bekerja merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuan Untuk mempermudah pendalaman tentang motivasi perlu dipahami bahwa motivasi adalah sesuatu yang merupakan alasan mengapa seseorang memulai tindakannya. Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan landasan bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diharapkan kepada tujuan spesifik tertentu (specific goal directed way). Motivasi adalah menunjukkan arah tertentu kepada seseorang atau sekelompok orang dan mengambil langkah yang perlu untuk memastikan mereka sampai ke tujuan. c. Pengakuan Hasil Kerja

Aspek pengakuan hasil kerja dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang paling dominan dilakukan adalah berpartisipasi dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sebagai upaya mendapatkan pengakuan dari manajemen rumah sakit yang selalu dilakukan oleh 54,81% responden.

Seseorang yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Sesuai pendapat Soeprihanto (1998) bahwa kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah

dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak ingin direndahkan. Oleh sebab itu pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan/ penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya.

Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi. Hal ini konsisten dengan pendapat Simamora (1995) bahwa pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial.

d. Kemungkinan Pengembangan

Aspek kemungkinan pengembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang paling dominan dilakukan adalah berpartisipasi dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mengembangkan wawasan keilmuan di bidang keperawatan selalu dilakukan oleh 54,02% responden.

Sesuai penelitian Hutabarat dan Kusnanto (2005) tentang persepsi pengembangan karier perawat di RSUD Abepura, menemukan bahwa kebijakan pengembangan jenjang karier dan kebijakan perbaikan insentif di RSUD Abepura diperhatikan dengan baik oleh pimpinan akan mendorong tingginya kepuasan kerja tenaga kesehatan secara umum dan khususnya tenaga perawat yang sarjana sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dalam hal ini visi dan misi RSUD Abepura dapat

tercapai secara maksimal sesuai harapan pihak manajemen RSUD Abepura sehingga terjadi kemajuan ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih baik.

Semua orang mempunyai tujuan karier yang sama yaitu ingin agar supaya ada perbaikan kehidupan ke arah yang lebih baik, ada peningkatan dalam hidup, dan ada tanggungjawab yang lebih besar sehingga dalam menjalankan tugas lebih tertantang. Demikian halnya perawat di rumah sakit yang mengharapkan adanya penataan karier oleh pihak manajemen rumah sakit ke arah yang lebih baik, yaitu berdasarkan pola jenjang karier, sehingga dalam menjalankan tugasnya perawat termotivasi untuk berprestasi dalam menjalankan tugas karena adanya kepastian karier tersebut. Perawat yang bertugas di rumah sakit mempunyai beban kerja yang berat sehingga perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak manajemen rumah sakit maupun pihak pemerintah daerah.

Dalam prakteknya pengembangan kariernya tenaga perawat di rumah sakit dilakukan melalui upaya sendiri-sendiri sehingga yang terjadi adalah adanya pengelolaan ketenagaan yang tidak sesuai kebutuhan organisasi dan terjadinya persaingan tidak sehat diantara tenaga perawat itu sendiri. Dengan adanya pola jenjang karier yang tertata dengan baik diharapkan masalah-masalah karier seperti ini tidak perlu terjadi lagi sehingga ke depannya tenaga perawat lebih termotivasi dalam menjalankan tugas karena adanya pola jenjang karier yang pasti.

Diharapkan adanya perhatian pembuat kebijakan untuk rumah sakit dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga perawat sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. Sekarang tenaga perawat yang sudah bergelar sarjana di

rumah sakit sudah banyak. Dengan tingginya pendidikan seseorang maka kebutuhan atau keinginannya juga semakin meningkat. Hal ini yang tidak diperhatikan dan diantisipasi oleh pihak manajemen rumah sakit. Yang terjadi sekarang adalah banyak tenaga perawat yang sudah berpendidikan sarjana tetapi tidak maksimal dalam memberi pelayanan karena motivasi kerja yang menurun yang diakibatkan oleh perencanaan ketenagaan dari manajemen RSU dr. Ferdinand Lumban Tobing Sibolga yang kurang maksimal dan tidak ada pedoman dan peraturan pembinaan jenjang karier.

e. Kemajuan

Aspek kemajuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang paling dominan dilakukan adalah asuhan keperawatan kesehatan pada pasien karena ingin meningkatkan pangkat/golongan selalu dilakukan oleh 53,31% responden.

Peluang untuk maju (advance) merupakan pengembangan potensi diri seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan. Setiap karyawan tentunya menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap karyawan menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik. Promosi merupakan kemajuan karyawan ke pekerjaan yang lebih dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya naiknya tingkat upah atau gaji.

f. Insentif

Hasil penelitian tentang insentif sebagai indikator motivasi ekstrinsik dalam mendorong perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan adalah menerima kenaikan jabatan bila mendapatkan penilaian prestasi baik yang selalu diperoleh oleh 46,53% responden.

Sesuai penelitian Nugroho (2008) tentang hubungan antara persepsi tentang pemberian insentif dan program rotasi dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Sragen, menemukan bahwa persepsi perawat tentang pemberian insentif baik rata- rata memiliki kinerja 28 poin lebih baik daripada persepsi yang tidak baik. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara persepsi tentang pemberian insentif dengan kinerja perawat di RSUD Kabupaten Sragen.

Demikian juga penelitian Zebua (2009) tentang pengaruh budaya organisasi dan insentif terhadap kinerja staf rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, menyimpulkan bahwa respon para responden yang cenderung mengatakan tidak baik dengan kriteria pemberian insentif di RSUP H. Adam Malik Medan, diantaranya 40.0% mengatakan tidak baik dengan pernyataan insentif berdasarkan setiap kelebihan jam kerja, 51.1% responden mengatakan tidak baik dengan pernyataan insentif berdasarkan kehadiran, 55.6% mengatakan tidak baik dengan pernyataan insentif berdasarkan prestasi kerja, 42.2% mengatakan tidak baik dengan pernyataan insentif berdasarkan prestasi kerja, dan 44.4% mengatakan tidak baik dengan pernyataan insentif berdasarkan ketaatan terhadap peraturan.

Konsisten dengan penelitian Arymurti (2006) yang menemukan bahwa pelaksanaan pemberian insentif mempunyai hubungan yang kuat dengan kinerja sumber daya manusia. Untuk dapat mengikuti segala perkembangan yang ada dan tercapainya tujuan suatu organisasi (rumah sakit) maka perlu adanya suatu motivasi agar pegawai mampu bekerja dengan baik, dan salah satu motivasi itu adalah dengan memenuhi keinginan-keinginan pegawai antara lain: gaji atau upah yang baik, pekerjaan yang aman, suasana kerja yang kondusif, penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, organisasi atau tempat kerja yang dihargai masyarakat atau dengan mengupayakan insentif yang besarannya proporsional dan juga bersifat progresif yang artinya sesuai dengan jenjang karir, karena insentif sangat diperlukan untuk memacu kinerja para pegawai agar selalu berada pada tingkat tertinggi (optimal) sesuai kemampuan masing-masing.

Sesuai penelitian Lupiah dkk (2009) bahwa insentif merupakan salah satu penghargaan yang dikaitkan dengan prestasi kerja. Semakin tinggi prestasi kerjanya, semakin besar pula insentif yang diberikan. Jika insentif yang diterima tidak dikaitkan dengan prestasi kerja, tetapi bersifat pribadi, maka mereka akan merasakan adanya ketidakadilan, dan ketidakadilan ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan yang pada akhirnya dapat memengaruhi perilaku.

g. Kondisi Kerja

Kondisi kerja sebagai indikator motivasi ekstrinsik yang dominan mendorong perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan adalah asuhan keperawatan

didukung ruang kerja yang sesuai dengan alur kerja yang dinyatakan selalu oleh 56,63% responden.

Sesuai penelitian Lupiah dkk (2009) bahwa kondisi kerja yang baik sangat mendukung kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kesadaran akan pentingnya lingkungan kerja yang kondusif bagi perawat yang akan sangat berpengaruh terhadap pelayanan keperawatan, terus ditingkatkan oleh para perawat baik secara individual maupun oleh pihak rumah sakit.

Kondisi kerja adalah suatu kondisi psikologis yang dialami karyawan dalam melaksanakan tugas di tempat kerjanya. Perawat akan termotivasi dalam bekerja jika ada faktor-faktor yang mendorong timbulnya semangat kerja yang menyentuh kebutuhan hidupnya contohnya kondisi kerja yang baik. Perawat yang memiliki kinerja baik dan menyatakan bahwa kondisi kerja dimana mereka bekerja cukup baik bahkan kondisi kerja yang kurang baik, hal ini dapat disebabkan oleh faktor kejenuhan di tempat mereka bekerja karena pihak rumah sakit jarang melakukan mutasi ruangan terhadap perawat yang bekerja di ruangan yang pada akhirnya akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien. h. Hubungan Kerja

Hubungan kerja sebagai indikator motivasi ekstrinsik ditemukan dari 5 pertanyaan yang diajukan bahwa yang dominan mendorong perawat pelaksana

dalam melakukan asuhan keperawatan adalah jika kepala keperawatan menjalin hubungan kerja dengan perawat pelaksana dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang dinyatakan selalu oleh 55,13% responden.

Sesuai penelitian Lupiah dkk (2009) bahwa dengan adanya hubungan interpersonal yang baik diharapkan terjadi peningkatan kinerja perawat yang nanti akan menunjang kinerja secara umum dari rumah sakit karena adanya dukungan dari teman sekerja maupun dari pimpinan rumah sakit dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Hal tersebut konsisten dengan pendapat Gibson (1996) bahwa hubungan interpersonal merupakan keadaan rekan kerja yang menunjukkan sikap bersahabat serta memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas-tugas dalam suatu organisasi. Perlunya hubungan interpersonal karena merupakan hal yang paling penting pertama yang dialami oleh seseorang karyawan karena apabila teman sekerjanya tidak tercipta sehingga tugas tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Perlunya hubungan dengan rekan sekerja adalah bagian yang selama ini dipertahankan oleh setiap instansi yang menerima tenaga kerja.

Dalam melaksanakan tugas dengan baik perlu dilakukan hubungan interpersonal, baik itu sesama teman dalam satu kantor maupun atasan dan bawahan tanpa adanya hubungan itu akan menjadi pemicu yang dahsyat terhadap penurunan kinerja yang dapat dijadikan alasan yang tepat dan akurat untuk meningkatkan kinerja atau produktivitas kerja petugas dalam hal ini perawat. Begitupun sebaliknya apabila tidak ada hubungan interpersonal yang baik akan menimbulkan berbagai permasalahan penurunan kinerja petugas dalam hal ini perawat.

g. Prosedur Kerja

Prosedur kerja sebagai indikator motivasi ekstrinsik ditemukan dari 5 pertanyaan yang diajukan bahwa paling dominan mendorong perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan adalah asuhan keperawatan disesuaikan dengan prosedur keperawatan yang baku yang dinyatakan selalu oleh 52,12% responden.

Kebijakan manajemen rumah sakit dalam mengatur prosedur kerja keperawatan terkait dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Tujuan dari kebijakan tentang prosedur kerja yang telah ditetapkan mencerminkan karakter rumah sakit pada umumnya. Interaksi antara rumah sakit dengan pasien dan masyarakat maupun dengan petugas kesehatan menciptakan karakter rumah sakit tersebut. Sebagai contoh sebuah rumah sakit mempunyai reputasi dalam melakukan pelayanan administrasi yang cepat untuk pasien rawat jalan., dokter yang ramah, staf yang baik dan sebagainya. Rumah sakit juga mengemban amanat meningkatkan kesejahteraan dan pengembangan profesionalisme tenaga kesehatan.

Kajian tentang prosedur kerja dengan kinerja perawat ditemukan Lupiah dkk (2009) bahwa para perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Kefamenanu menyatakan jarang mengetahui peraturan dan kebijakan yang ditetapkan rumah sakit, bahkansering kebijakan itu tidak sesuai dengan keinginan dan harapan pegawai. Tindakan asuhan keperawatan yang diberikan secara rutin kepada pasien rawat inap sudah menjadi kewajiban yang harus dijalankan oleh perawat. Para perawat

menyatakan peningkatan mutu pelaksanaan asuhan keperawatan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dan penataan administrasi rumah sakit sehingga tidak berpengaruh terhadap kinerja perawat di RSUD Kefamenanu. Para perawat hanya menjalankan kebijakan dan administrasi yang telah ditetapkan oleh pihak rumah sakit baik secara tertulis maupun tidak tertulis.

Dokumen terkait