• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Silase terhadap Performa Itik Mojosari Alabio Jantan

Kandungan nutrien silase disajikan pada Tabel 6. Tabel tersebut memperlihatkan penyimpanan silase sampai umur 8 minggu mampu mempertahankan nilai nutrien, dimana tidak terjadi penurunan kandungan protein kasar ransum silase bahkan ada tendensi peningkatan kandungan protein kasar. Hal ini memperkuat pernyataan bahwa silase merupakan teknologi pengawetan. Prinsip penting dalam pembuatan silase adalah mempercepat terjadinya kondisi anaerob dan mempercepat terbentuknya suasana asam (Schroeder 2004). Semakin cepat pH turun semakin dapat ditekan enzim proteolisis yang bekerja pada protein, mikroba yang tidak diinginkan semakin cepat terhambat, dan kecepatan hidrolisis polisakarida semakin meningkat hingga menurunkan serat kasar silase. Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan nutrien yang dapat diawetkan (Sapienza & Bolsen 1993).

Tabel 6 Kandungan protein kasar silase ransum komplit (100 % BK)

Silase PK (%)

Silase umur 0 minggu kadar air 30% 17.49 Silase umur 8 minggu kadar air 30% 19.00 Silase umur 8 minggu kadar air 40% 19.25 Silase umur 8 minggu kadar air 50% 18.47 Silase umur 8 minggu kadar air 60% 19.47

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet IPB, 2006.

BAL bekerja maksimal dalam menghambat bakteri yang dapat merusak nilai gizi silase sehingga produk silase menjadi awet. Berkembangnya bakteri asam laktat pada proses ensilase menyebabkan pH berkisar antara 3.8-4.2. Bahan dengan kondisi tersebut akan tahan disimpan. Manajemen penanganan suasana anaerobik sangat penting untuk mendapatkan silase yang berkualitas (Tjandraatmadja et al. 1991).

Tabel 7 memperlihatkan performa itik yang diberi silase dengan kadar air berbeda. Kadar air nyata (P<0.05) mempengaruhi konsumsi pakan berdasar bahan

kering, dimana semakin tinggi kadar air silase semakin memacu konsumsi itik. Hal ini diduga berhubungan erat dengan fisiologi itik dan tingkah laku makan yang menunjukkan bahwa itik lebih suka pakan berbentuk basah dibandingkan bentuk kering. Rataan konsumsi pada penelitian ini 49.85-72.86 gram/ekor/hari. Hasil penelitian ini ternyata masih lebih kecil dibandingkan penelitian Suharwanto (2004) yang melaporkan bahwa rataan konsumsi ransum itik Mojosari Alabio umur 1-9 minggu adalah 99.32-104.58 gram/ekor/hari (PK 17.50% dan energi metabolis 3100 kkal/kg). Hal ini sesuai dengan penelitian Ridla et al. (2001) yang melaporkan bahwa pemberian silase ikan-gaplek pada ransum itik lokal nyata lebih rendah dari ransum kontrol.

Semakin meningkatnya konsumsi silase pada penelitian ini tidak didukung penelitian sebelumnya, dimana pemberian silase pada unggas menurunkan konsumsi. Meningkatnya konsumsi silase karena tingkah laku makan itik diiringi dengan minum air, sehingga pH dari ransum yang dikonsumsi tidak rendah. Sakti (1996) menyatakan bahwa pakan yang masam tidak disukai oleh itik.

Silase yang mengandung BAL dapat membantu sistem pencernaan unggas. BAL dapat menghasilkan zat dan enzim yang membantu pencernaan, sehingga diharapkan dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum. Selain itu BAL dapat merangsang pertumbuhan bakteri saluran pencernaan. Bidura dan Suastina (2002) melaporkan bahwa suplementasi probiotik dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. BAL pada silase merupakan probiotik yang dapat membantu mengawetkan pakan sekaligus memperbaiki efisiensi penggunaan ransum.

Nahashon (1996) menyatakan bahwa pemberian diet mikroba secara langsung seperti Lactobacillus memberikan keuntungan bagi hewan inang melalui peningkatan nafsu makan, meningkatkan keseimbangan mikroba usus, mensintesis vitamin dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh, selain itu spesies Lactobacillus menghasilkan enzim pencernaan laktase yang dapat memanfaatkan karbohidrat yang tidak tercerna, menstimulasi produksi asam laktat dan asam lemak volatile serta menghasilkan senyawa antibakterial khusus seperti hidrogen peroksida.

Tabel 7 Performa itik yang diberi silase dengan kadar air berbeda Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) Konsumsi Air Minum (ml/ekor/hari) PBB (g/ekor/hari) Konversi Ransum S0 67.12 ± 15.67a 91.54 ± 8.91 A 11.11 ± 1.44A 6.22 ± 2.08 S1 61.18 ± 4.98a 59.99 ± 8.27 B 11.00 ± 0.34A 5.56 ± 0.27 S2 49.85 ± 10.27a 51.13 ± 9.21B 11.38 ± 2.42A 4.66 ± 1.86 S3 69.26 ± 3.15b 63.41 ± 9.32B 14.96 ± 1.44B 4.65 ± 0.29 S4 72.86 ± 3.76b 53.36 ± 3.26B 12.87 ± 1.23B 5.69 ± 0.64

Keterangan: S0= pakan komersil + dedak, S1= Silase kadar air 30%, S2= Silase kadar air 40%, S3= Silase kadar air 50%, S4= Silase kadar air 60%.

Bakteri asam laktat pada saluran pencernaan itik dapat berfungsi sebagai probiotik. Probiotik adalah kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan bakteri patogen/bakteri jahat yang ada di usus manusia/hewan. Beberapa manfaat probiotik dalam tubuh, pertama adalah mencegah kanker yaitu dengan menghilangkan bahan prokarsinogen dari tubuh dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Kedua, dapat menghasilkan bahan aktif anti tumor. Ketiga, memproduksi berbagai vitamin yang mudah diserap ke dalam tubuh. Keempat, kemampuannya memproduksi asam laktat dan asam asetat di usus dapat menekan pertumbuhan bakteri E coli dan Clostridium perfringens penyebab radang usus dan menekan bakteri patogen lainnya, serta mengurangi penyerapan amonia dan amina (Rahayuningsih 2006).

Perlakuan sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi konsumsi air minum. Itik yang diberikan pakan ko ntrol mengkonsumsi air minum lebih banyak dibandingkan dengan itik yang diberi ransum silase perlakuan. Hal ini karena silase mengandung cukup air sehingga itik telah mendapatkan air dari pakan dan menurunkan konsumsi air minum. Forbes (1995) menyatakan bahwa konsumsi air minum biasanya dua kali jumlah konsumsi bahan kering pakan, karena fungsi air minum erat hubungannya dengan pencernaan dan metabolisme pakan, kualitas dan jumlah pakan.

Semakin tinggi kadar air silase tidak nyata mempengaruhi konsumsi air minum, hal ini bisa dijelaskan dengan rasio antara konsumsi ransum dan konsumsi air

minum. Tingginya kadar air pada ransum menyebabkan kebutuhan itik akan air tercukupi, sehingga itik mengurangi konsumsi air minum.

Perlakuan kadar air silase sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi PBB. Silase dengan kadar air 50% dan 60% menghasilkan PBB yang sangat nyata lebih tinggi dibandingkan itik yang mendapatkan ransum kontrol, silase kadar air 30, dan 40%. Peningkatan PBB dibandingkan dengan pakan kontrol 34.65 % dan 15.84% berturut-turut S3 dan S4. Itik mengkonsumsi pakan dan meningkatkan penggunaan pakan untuk membentuk bobot badan. Peningkatan konsumsi diikuti dengan peningkatan bobot badan. Forbes (1995) melaporkan bahwa air adalah nutrien yang sangat esensial. Bila ternak kurang air maka hal ini akan menimbulkan kekeringan bagi mulut ternak, sehingga kurangnya air akan menyebabkan berkurangnya feed intake sehingga akan menurunkan PBB. Di samping itu pemberian silase cukup efektif dalam menjaga kesehatan itik, hal ini sesuai dengan penelitian Rachmawati et al. (2002) bahwa penggunaan BAL untuk ternak itik cukup efektif dalam mengikat aflatoksin.

Pakan dalam bentuk pemberian basah tidak asing lagi bagi unggas air, sehingga itik mau menerima pakan dalam bentuk silase ya ng berkadar air 30-60%. Menurut Forbes (1995) ada dua alasan mengapa pakan diberikan dalam bentuk basah yaitu: karena memanfaatkan hasil samping pertanian yang basah dan alasan lainnya yaitu untuk menghindari stress panas. Ketersediaan air dalam pakan dari 33-50% dapat meningkatkan feed intake sekaligus bobot badan pada kondisi suhu 370C.

Secara statistik konversi pakan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dibandingkan ransum kontrol. Namun demikian silase S3 menunjukkan konversi yang terbaik yaitu sebesar 4.65 (Tabel 7). Prinsip nutrisi adalah seberapa besar konversi pakan untuk membentuk daging atau telur (Card & Nesheim 1972). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah konsumsi diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi.

Nilai konversi ransum dengan rataan 4.65-6.21 menunjukkan hasil yang tidak efisien dibandingkan dengan hasil- hasil penelitian lain. Rataan konversi ransum itik yang diberi singkong fermentasi adalah 4.06 (Assa 1995), konversi ransum pada itik

lokal yang diberi silase ikan gaplek dalam ransum sebesar 3.9-5.52 (Ridla et al. 2001). Itik MA yang diberi ransum dalam bentuk mash ataupun pellet biasa memiliki nilai konversi pakan sebesar 4.10 (Balitnak 2006). Menurut Damayanti (2003) itik termasuk unggas air yang tidak ekonomis dan tidak efisien dalam mengkonsumsi pakan. Tingginya konversi dalam penelitian ini perlu dikaji ulang untuk konfirmasi.