• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. EVALUASI EFEKTIFITAS RANTAI DINGIN

1. Pengaruh Pendinginan Terhadap Mutu Mikrobiologis Udang

e li ng fe e de r ta nk ra w pr od uc t g la z ing c oo li ng c ooked pr odu c t g la zi ng M P N / g

Lokasi di ruang pengolahan

udang sebelum perendaman udang setelah perendaman Gambar 8. Kandungan E coli pada udang

B. EVALUASI EFEKTIFITAS RANTAI DINGIN

1. Pengaruh Pendinginan Terhadap Mutu Mikrobiologis Udang Mentah Penangan udang pada suhu rendah bertujuan memperlambat laju penurunan mutu udang yang diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme. Penurunan mutu tersebut bisa berupa terdekomposisinya komponen pada tubuh udang sehingga mempengaruhi mutu organoleptiknya maupun yang berkaitan dengan resiko kesehatan bagi konsumen akibat kehadiran bakteri patogen pada produk tersebut. Graham et al. (1993) menyatakan bahwa suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam mengontrol laju kerusakan pada produk perikanan.

0 1 2 3 4 0 2 4 6 8 lo g c fu/g jam ke-suhu 7°C suhu 5°C

Gambar 9. TPC udang mentah selama penyimpanan pada suhu 7°C dan 5°C

Dari Gambar 9, terlihat bahwa baik pada suhu 7°C maupun 5°C kandungan total mikroba pada udang mentah mengalami sedikit penurunan. Sedangkan kandungan total mikroba pada air yang digunakan sebagai medium perendaman terlihat relatif tetap, baik untuk suhu 7°C maupun 5°C (Gambar 10). Data tersebut memperlihatkan bahwa total mikroba pada udang mentah tidak mengalami peningkatan yang berarti. Selama waktu delapan jam percobaan, mikroba tersebut masih berada dalam fase lag pertumbuhannya, belum memasuki fase pertumbuhan logaritmik. Walker dan Betts (2000) menyatakan bahwa penurunan suhu lingkungan dapat memperpanjang fase lag sebelum terjadinya fase pertumbuhan.

Fardiaz (1992) mengungkapkan bahwa jumlah sel mikroba pada fase lag adalah tetap, akan tetapi kadang-kadang juga menurun. Penurunan jumlah mikroba tersebut dapat disebabkan oleh stres yang terjadi akibat adanya perubahan kondisi lingkungan (Marriott, 1999). Dari Gambar 9 terlihat bahwa kemiringan (slope) garis regresi untuk jumlah mikroba pada suhu 7°C ternyata tidak berbeda dengan suhu 5°C, hanya jumlah mikroba awalnya saja yang berdeda. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan suhu 7°C dan 5°C ternyata sama-sama mampu

mempertahankan mutu mikrobiologis udang mentah selama percobaan. Hal yang perlu diperhatikan adalah usaha untuk meminimalkan jumlah mikroba awal pada udang sehingga akan didapatkan produk dengan mutu yang lebih baik.

0 1 2 3 4 0 2 4 6 8 jam ke-log cfu/ml suhu 7°C suhu 5°C

Gambar 10. TPC air perendaman udang mentah pada suhu 7°C dan 5°C Studi mengenai pertumbuhan mikroba pada daging sapi yang disimpan pada suhu rendah pernah dilakukan oleh Zamora dan Zaritzky (1985). Mereka melaporkan bahwa pada suhu 4°C, fase lag bakteri Peudomonas sp., B. thermosphacta, dan Lactobacillus sp. yang ada pada daging sapi masing-masing sebesar 0.3, 0.4, dan 0.4 hari dengan standar deviasi sebesar 0.2 hari. Sedangkan pada suhu 0°C, waktu lag untuk mikroba tersebut dapat diperpanjang menjadi 3.0 hari untuk Lactobacillus sp., serta 5.0 hari untuk Peudomonas sp. dan B. Thermosphacta. Bakteri-bakteri tersebut merupakan Bakteri-bakteri yang banyak ditemui pada daging yang disimpan dingin.

Marriott (1999) mengungkapkan bahwa suhu lingkungan tidak hanya menentukan kecepatan pertumbuhan, tetapi juga jenis dari bakteri yang tumbuh. Hal ini berkaitan dengan sifat bakteri yang mempunyai suhu optimum, minimum, dan maksimum pertumbuhan yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut, Walker dan Betts (2000) membagi mikroorganisme menjadi empat grup, yaitu psikrofil, psikrotrof, mesofil,

dan termofil. Secara umum, suhu optimum bagi pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme berkisar antara 14°C sampai dengan 40°C.

Ketika suhu dari suatu lingkungan yang mengandung populasi mikroba yang bermacam-macam diturunkan, maka akan terjadi peningkatan fase lag pertumbuhan yang diikuti oleh eliminasi secara bertahap dari beberapa jenis bakteri seiring dengan tercapainya suhu minimum pertumbuhannya. Pada suhu sekitar 5°C, bakteri mesofil umumnya tidak mampu tumbuh (Shewan, 1961).

2 2.5 3 3.5 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 lo g cf u/ g jam

ke-coliform, suhu 7°C coliform, suhu 5°C E coli, suhu 7°C E coli, suhu 5°C

Gambar 11. Jumlah coliform dan E coli udang mentah selama penyimpanan pada suhu 7°C dan 5°C

Data pada Gambar 11 memperlihatkan bahwa jumlah coliform dan E coli yang terdapat pada udang mentah relatif tetap. Selama waktu 8 jam, tidak terlihat adanya peningkatan yang nyata. Hal yang sama juga ditemui pada coliform dan E coli yang terdapat dalam air (Gambar 12).

2 2.5 3 3.5 4 0 2 4 6 8 log cf u/ g jam

ke-coliform, suhu 5°C coliform, suhu 7°C E coli, suhu 7°C E coli, suhu 5°C

Gambar 12. Jumlah coliform dan E coli air perendaman udang mentah pada suhu 7°C dan 5°C

Data-data tersebut menunjukkan bahwa baik coliform maupun E coli belum mengalami pertumbuhan atau dengan kata lain masih berada pada fase lagnya selama waktu 8 jam tersebut. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Zamora dan Zaritzky (1985) bahwa fase lag untuk Enterobacteriaceae pada daging sapi yang bersuhu 4°C adalah selama 0.4 hari dan pada suhu 0°C lama fase lagnya menjadi 2.5 hari. Dengan demikian, parameter mutu mikrobiologis udang mentah, khususnya coliform dan E coli, dapat dipertahankan selama 8 jam baik pada suhu 7°C maupun 5°C.

2. Pengaruh Pendinginan Terhadap Mutu Mikrobiologis Udang Masak Gambar 13 memperlihatkan bahwa pada suhu 7°C kandungan mikroba pada udang masak mengalami sedikit peningkatan, sedangkan pada suhu 5°C justru mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pada penanganan udang masak, penggunaan suhu 5°C ternyata lebih baik untuk mengontrol jumlah mikroba dibandingkan dengan suhu 7°C. Perbedaan tersebut juga mungkin disebabkan oleh jumlah kontaminan awal pada udang masak tersebut di mana jumlah mikroba awal pada udang yang disimpan di suhu 7°C lebih tinggi sehingga mempengaruhi lamanya

fase adaptasi (fase lag) mikroba tersebut. Menurut Todar (2007a), lamanya fase lag dipengaruhi oleh ukuran inokulum, waktu yang diperlukan untuk sembuh dari kerusakan fisik atau stres, dan waktu yang dibutuhkan untuk mensintesis koenzim maupun enzim yang akan digunakan untuk memetabolisme substrat di dalam medium.

0 1 2 3 0 1 2 3 4 log cfu /g jam ke-suhu 7°C suhu 5°C

Gambar 13. TPC udang masak selama penyimpanan pada suhu 7°C dan 5°C

Kondisi tersebut agak berbeda dengan profil total mikroba pada udang mentah sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi mikroba yang berbeda antara udang mentah dan udang masak. Pada udang mentah, mikroba yang mengkontaminasi umumnya lebih banyak dan tentu saja lebih bervariasi. Akibatnya akan terjadi kompetisi antar mikroba tersebut dalam memanfaatkan nutrisi dan ruang yang tersedia, sehingga akan mempengaruhi kemampuan tumbuh mikroba tersebut. Sedangkan pada udang masak, mikroba yang mengkontaminasi lebih sedikit sehingga mikroba tersebut lebih leluasa dalam memanfaatkan nutrisi yang ada. Mikroba yang terdapat pada udang masak ini dapat berasal dari mikroba yang mampu bertahan selama proses pemasakan maupun mikroba yang mengkontaminasi produk setelah pemasakan.

0 1 2 3 0 1 2 3 4 (jam ke-) log cfu/g suhu 7°C suhu 5°C

Gambar 14. TPC air perendaman udang mentah pada suhu 7°C dan 5°C Kandungan total mikroba dalam air yang digunakan sebagai medium perendaman tidak mengalami peningkatan yang berarti baik untuk suhu 7°C maupun 5°C (Gambar 14). Selama waktu empat jam percobaan, mikroba tersebut masih berada dalam fase lag pertumbuhannya, belum memasuki fase pertumbuhan logaritmik. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada suhu yang rendah nilai total mikroba masih mempunyai kecenderungan konstan.

Tabel 6. Jumlah coliform dan E coli pada udang masak selama penyimpanan pada suhu 7°C dan 5°C

Coliform (MPN/g) E coli (MPN/g) Jam

ke-Suhu 7°C ke-Suhu 5°C Suhu 7°C Suhu 5°C 0 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 1 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 2 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 3 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 4 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0

Uji coliform dan E coli menunjukkan bahwa baik jumlah coliform maupun E coli pada semua udang masak adalah <3.0 MPN/g (Tabel 6). Hasil yang sama juga didapatkan untuk air yang digunakan sebagi medium perendaman (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa

parameter mutu mikrobiologis udang masak, yaitu total coliform dan E coli, tidak mengalami perubahan selama waktu percobaan (4 jam) pada suhu 5 dan 7°C.

Tabel 7. Jumlah coliform dan E coli pada air perendaman udang masak selama penyimpanan pada suhu 7°C dan 5°C

Coliform (MPN/g) E coli (MPN/g) Jam

ke-Suhu 7°C Suhu 5°C Suhu 7°C Suhu 5°C 0 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 2 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0 4 <3.0 <3.0 <3.0 <3.0

Di dalam industri pengolahan udang, aplikasi rantai dingin sangat diperlukan. Pengontrolan suhu yang baik selama penangan bahan sangat penting, tidak hanya untuk menjaga keamanan dan kualitas produk secara mikrobiologis, tetapi juga untuk meminimalkan perubahan karakteristik fisik dan biokimia produk (Walker dan Betts, 2000).

Walker dan Stringer (1990) menyatakan bahwa bahan pangan yang didinginkan relatif lebih mudah mengalami penyimpangan suhu di bandingkan dengan bahan pangan yang dibekukan. Walker dan Betts (2000) menambahkan, semakin tinggi penyimpangan suhu yang terjadi, potensi terjadinya pertumbuhan mikroba menjadi semakin besar pula. Akibatnya, produk tersebut menjadi tidak aman dan/atau kualitas produknya turun.

Dokumen terkait