• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pengolahan produk hasil perikanan, terdapat beberapa prinsip yang dapat dilakukan untuk mencegah laju kerusakannya, yaitu prinsip kehati-hatian, kebersihan, dan pendinginan. Kehati-hatian dalam penanganan sangat penting untuk menghindari kerusakan yang tidak perlu. Kebersihan secara umum berarti menghilangkan kotoran yang melekat pada permukaan bahan segera setelah ditangkap dengan pencucian dan meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi dengan selalu memperhatikan aspek higien dalam penanganannya. Selain itu, produk juga harus selalu dijaga dalam kondisi dingin (Graham et al., 1993).

Bahan baku udang yang dibawa ke fasilitas pengolahan membawa sejumlah besar mikroorganisme yang berasal dari perairan dari mana udang tersebut dipanen dan kontaminasi ketika penanganan. Alam, et al. (2003) mengemukakan bahwa mikroba yang terkandung dalam udang yang tiba di lokasi pengolahan dapat mencapai sekitar 106 cfu/g. Oleh karena itu, proses pencucian yang baik sangat diperlukan untuk mereduksi kandungan mikroorganisme tersebut.

Secara umum proses pencucian dapat dilakukan menggunakan air bersih dengan atau tanpa bahan desinfektan. Desinfektan yang biasa digunakan adalah klorin. Penggunaan air berklorin dalam pencucian udang berperan dalam mengurangi kontaminasi di permukaan bahan (Alam, et al., 2003). Dalam penerapannya, proses pencucian tersebut dapat dilakukan dengan perendaman (dipping) di dalam bak pencucian (wash tank procedure) maupun dengan cara penyemprotan larutan pencuci menggunakan tekanan tinggi. Andrews, et al. (2002) menyatakan bahwa kombinasi penggunaan penyemprotan dengan tekanan tinggi dan klorin lebih efektif dalam menurunkan jumlah mikroba pada udang dibandingkan dengan pencucian biasa menggunakan klorin.

Di PT CPB, pencucian udang dilakukan dengan cara perendaman dalam air tanpa penambahan klorin. Klorin tidak lagi digunakan karena adanya tuntutan konsumen yang tidak menginginkan penggunaan klorin pada proses pencucian. Hal ini didasarkan pada kekhawatiran akan resiko bahaya

kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh kandungan klorin yang berlebihan pada produk. Interaksi antara klorin dengan komponen tertentu dalam bahan pangan dapat menghasilkan mutagen yang berbahaya bagi sel tubuh. Owusu-Yaw, et al. (1990) menyatakan bahwa komponen mutagen akan terbentuk ketika larutan klorin bereaksi dengan triptofan. Lebih lanjut Sen, et al. (1989) menambahkan bahwa senyawa turunan yang secara struktural mirip dengan triptofan juga dapat membentuk komponen mutagen ketika bereaksi dengan klorin.

Penggunaan air secara berulang pada proses pencucian udang dengan metode perendaman memberikan keuntungan bagi perusahaan, karena dapat mengurangi kebutuhan air untuk pengolahan. Akan tetapi, hal ini juga dapat menimbulkan resiko kontaminasi terhadap udang yang diproses dengan air tersebut. Pada air pencucian yang digunakan secara berulang tersebut akan terjadi akumulasi mikroorganisme sehingga jumlahnya terus mengalami peningkatan. Kandungan mikroorganisme yang tinggi pada air ini dapat menyebabkan rekontaminasi terhadap produk.

Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan penggantian air secara periodik untuk menjaga agar air tetap dalam kondisi yang baik. Dalam praktiknya, proses penggantian air dilakukan dengan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan. Standar penggantian air pengolahan yang berlaku mulai 6 April 2007 di PT CPB dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Penggantian Air Pengolahan Udang di PT CPB

No. Area Tempat Batas Penggunaan Air

1 wash tank I 150 blong @ ± 30 kg udang 2

receiving

(penerimaan) wash tank II 150 blong @ ± 30 kg udang 3 deheading feeder tank 70 keranjang @ ± 35 kg udang 4

deheading

(pemotongan kepala) bulk feeder tank 1 jam

5 wash tank III 3 jam

6 peeling feeder tank 2 jam

7 main process (proses utama) glazing 3 jam 8 cooling 2 jam 9 high risk

Selain air pencucian, penggantian air secara teratur juga dilakukan terhadap air yang digunakan untuk merendam produk dalam proses pendinginan (cooling) setelah pemasakan dan pelapisan es (glazing) setelah pembekuan. Cooling dilakukan untuk mempercepat penurunan suhu udang segera setelah pemasakkan. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan kembali mikroba-mikroba tahan panas yang tidak mati pada suhu pemasakan. Selain itu juga agar udang masak tersebut cepat kembali berada pada suhu rendah sebelum diproses lebih lanjut. Glazing bertujuan mencegah terjadinya dehidrasi dan oksidasi produk selama penyimpanan dalam suhu rendah (Kanduri dan Eckhardt, 2002).

Pengolahan udang beku di Food Processing Plant PT CPB diawali dengan penerimaan bahan baku udang mentah di area penerimaan (receiving area). Kualitas bahan baku tersebut umumnya sangat baik. Hal ini disebabkan karena udang yang datang berasal dari tambak yang lokasinya dekat dengan pabrik pengolahan, sehingga proses transportasinya cukup singkat. Sesampainya di pabrik, udang dicuci dalam bak pencucian (wash tank) I yang berisi air dingin dengan suhu <5°C. Setelah itu udang dilewatkan pada vibrating screen untuk memisahkan kontaminan fisik seperti batu, kayu, serpihan karton dan sebagainya. Proses dilanjutkan dengan pencucian lagi dalam wash tank II sebelum dikelompokkan ukurannya menggunakan mesin grader. Udang yang keluar dari mesin grader ditempatkan dalam keranjang dengan kapasitas ± 35 kg udang untuk ditimbang.

Setelah ditimbang, udang dicuci dalam bak pengumpan proses pemotongan kepala (deheading feeder tank). Kemudian proses pemotongan kepala dilakukan secara manual oleh pekerja. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kepala, dimana bagian inilah yang paling banyak mengandung kotoran. Menurut Ayres, et al. (1980), bagian kepala mengandung kurang lebih tiga perempat bagian dari total mikroba yang ada. Selain itu di bagian kepala ini juga terdapat organ yang kaya akan berbagai enzim yang dapat mempercepat laju kerusakan udang (Kanduri dan Eckhardt, 2002).

Pada saat pemotongan kepala, sebagian kotoran yang berasal dari kepala sangat mungkin mengkontaminasi bagian tubuhnya. Oleh karena itu,

udang hasil pemotongan kepala dicuci lagi dalam bulk feeder tank dan wash tank III sebelum diproses lebih lanjut. Setelah itu, udang ditransfer menuju mesin grader untuk dikelompokkan lagi berdasarkan ukurannya. Kemudian udang diarahkan menuju lini proses berikutnya sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat.

Secara umum lini proses utama yang terdapat pada area main process ini terdiri dari dua macam, yaitu lini konvensional dan lini value added. Lini konvensional merupakan lini produksi yang memproduksi udang beku dengan tanpa pengolahan lebih lanjut. Udang biasanya langsung diarahkan menuju proses pembekuan. Pada beberapa produk, sebelum dibekukan, udang terlebih dahulu direndam dalam larutan garam selama 2-3 jam. Setelah pembekuan, proses selanjutnya adalah pemberian lapisan es (glazing) pada produk. Glazing dilakukan dengan cara mencelupkan udang beku ke dalam air dingin selama beberapa detik. Air yang menempel pada udang tersebut akan membeku dan membentuk lapisan es yang menyelimuti produk. Setelah itu, produk dikemas dan disimpan di dalam cool room untuk kemudian siap dijual. Pada lini proses value added, udang diolah lebih lanjut menjadi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Pada bagian ini, udang mengalami beberapa proses tambahan, diantaranya adalah pengupasan kulit (peeling), pembelahan punggung, pembuangan usus (deveinning), dan lain-lain. Proses-proses tersebut dilakukan secara manual oleh para pekerja. Udang yang akan memasuki lini proses value added, dicuci terlebih dahulu dalam bak pengumpan proses pengupasan (peeling feeder tank). Udang yang telah siap dibekukan ditransfer menuju bagian pembekuan.

Untuk menghasilkan produk masak, udang dimasak menggunakan alat pemasak yang bekerja dengan media pemanas berupa uap (steam). Lama waktu dan suhu proses pemasakan tergantung dari jenis produk, ukuran, dan alat pemasak yang digunakan. Udang yang telah mengalami pemasakan umumnya mempunyai suhu cukup tinggi, yaitu sekitar 75°C sampai 85°C. Segera setelah pemasakan, udang langsung mengalami pendinginan (cooling) untuk mempercepat penurunan suhunya. Pendinginan ini dilakukan dengan merendam udang dalam campuran air dan es.

Setelah itu, udang diarahkan menuju mesin pembekuan. Proses pembekuan ini dianggap telah cukup apabila suhu udang sudah mencapai <18°C. Selanjutnya dilakukan proses pelapisan es (glazing) dengan cara mencelupkan udang beku ke dalam bak yang berisi air dingin selama beberapa detik. Kemudian udang didiamkan selama beberapa menit agar air yang ada di permukaan membeku. Setelah itu udang siap untuk dikemas. Diagram alir proses pengolahan udang di PT CPB dapat dilihat pada Lampiran 2.

Dokumen terkait