• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan

Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat pengetahuan dengan pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai, diperoleh nilai probabilitasnya p (0,012). Artinya, ada hubungan tingkat pengetahuan

ibu dengan pemberian makanan pada balita. Demikian juga pada analisis regresi logistik ganda menunjukkan ada pengaruh tingkat pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pada balita tertinggi masih berada pada kategori cukup (46,2%). Sebanyak 80,6% ibu tidak mengetahui waktu yang tepat untuk mulai memperkenalkan makanan lumat pada anak. Demikian juga dengan makanan dewasa, 89,2% ibu tidak tepat memulai waktu pemberian makanan dewasa pada anak, mengenalkan makanan dewasa saat usia anak di bawah 12 bulan. Makanan selingan juga jarang diberikan, sebanyak 76,3% ibu tidak tepat (2 kali satu hari) memberikan makanan selingan pada anak.

Rendahnya pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pada balita disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan responden. Berdasarkan hasil penelitian, 45,2% responden memiliki tingkat pendidikan SMA, 16,2% tingkat pendidikan SMP dan 9,6% memiliki pendidikan SD. Hanya 29% responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (PT). Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin banyak juga informasi yang diperoleh sehinggga meningkatkan pengetahuannya tentang berbagai hal.

Rendahnya pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan pada balita, juga disebabkan oleh keadaan sosial ibu. Meskipun ibu sering mengikuti kegiatan posyandu tentang pemberian makanan pada balita, namun hasil penyuluhan tidak dipraktikkan, sehingga informasi menjadi tidak diingat oleh ibu lagi. Seharusnya informasi yang diperoleh pada saat penyuluhan harus dipraktikkan secara terus menerus, sehingga mereka mengetahui pemberian makanan tersebut dengan baik. Selain itu, banyak ibu yang mengikuti penyuluhan tentang pemberian makanan dengan motivasi yang keliru. Mereka datang hanya untuk memperoleh makanan tambahan yang akan dibagikan oleh tenaga kesehatan, bukan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini menyebabkan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pada balita tetap rendah.

Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Dalam periode pemberian makanan pendamping ASI, balita tergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan ibu sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang pemberian makanan yang baik pada balita akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi balitanya. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka ia akan

semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Ahmad Djaeni, 2000).

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Sulistiyowati, H. (2007) di Desa Sendang Harjo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora yang menemukan bahwa ada

hubungan yang signifikan (p=0.003) antara pengetahuan ibu dengan pemberian

makanan pada balita. Pengetahuan ibu yang dominan kurang baik menjadikan pola pemberian makanan pada anak balita juga kurang baik. Demikian juga dengan hasil penelitian Irawan, A., (2009) menyatakan ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI dengan kurang gizi di wilayah kerja Puskesmas Semurup Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Penelitian Wijayanti, A. (2005), menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan (P<0,05) antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) dengan tindakan ibu dalam PMT-P di Kabupaten Semarang

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, S., 2002).

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan tindakan pemberian makanan pada balita, masih terdapat 2 responden (10,5%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik namun dalam hal pemberian makanan masih belum baik. Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan yang baik tidak selalu diikuti dengan tindakan yang baik. Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan salah satu penyebab timbulnya tindakan, namun bukan satu-satunya penyebab timbulnya tindakan. Misalnya, pengetahuan yang baik tentang imunisasi belum tentu menyebabkan ibu mengimunisasikan anaknya. Banyak ibu yang mengetahui imunisasi itu baik, namun takut karena sering menyebabkan demam, tidak mendapat dukungan dari suami dan lain-lain.

Dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, Puskesmas Bandar Khalifah telah melakukan berbagai program kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam hal pemberian makanan pada balita di wilayah kerjanya. Beberapa program yang telah dilakukan adalah penyuluhan tentang pemberian makanan yang sehat. Konsultasi tentang pemberian makanan yang baik pada ibu yang memiliki berat badan balita di bawah garis normal pada saat penimbangan berat badan yang dilakukan di program posyandu. Namun kenyataannya, masih banyak tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pada balita yang masih belum

baik. Untuk itu, perlu ditingkatkan upaya-upaya penyuluhan tentang pemberian makanan pada ibu balita, karena hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pada balita. Semakin baik pengetahuan ibu, semakin baik juga pola pemberian makanan pada balita.

Menurut Mokoagow (2007) yang dikutip Hayati, N., (2009), pemahaman bahwa kurang gizi sebenarnya dapat dicegah bila seseorang memiliki bekal pengetahuan yang cukup, akan memicu keingintahuan semua orang untuk memperluas pengetahuan serta wawasannya. Adalah hal ironis bila kurang gizi yang terjadi di sekitar kita hanya karena pengetahuan yang kurang pada pola pemberian makanan apalagi kita berada pada era yang penuh dengan informasi seperti sekarang ini. Pengetahuan tentang pola pemberian makan balita seharusnya didapat sejak seorang ibu mengandung. Dengan pola pemberian makanan yang baik akan dapat menjamin terhindarnya seorang balita dari kurang gizi.

5.2. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Balita di

Dokumen terkait