• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF MOTHER’S KNOWLEDGE AND ATTITUDE AND THE HEALTH OFFICER’S SUPPORT ON THE FEEDING TO THE

CHILDREN UNDER FIVE YEARS OLD AT BANDAR KHALIFAH HEALTH CENTER SERDANG BEDAGAI DISTRICT

THESIS

BY

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Maria Posma Hayati Nomor Induk Mahasiswa : 097032136

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) ( Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 19 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Amir Purba, M.Si, Ph.D

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN

PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

(7)

ABSTRAK

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Serdang Bedagai tergolong tinggi pada tahun 2010. Sebanyak 1.072 balita dari 63.292 balita mengalami gizi kurang dan 85 balita mengalami gizi buruk. Puskesmas Bandar Khalifah merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai di mana di wilayah ini banyak balitanya mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini menggunakan jenis explanatory survey. Populasi adalah ibu yang memiliki balita dan melakukan penimbangan berat badan balitanya pada pelayanan kesehatan puskesmas/posyandu di Kecamatan Bandar Khalifah, yang berjumlah 1.421 ibu.

Jumah sampel sebanyak 93 ibu, yang diperoleh dengan cara simple random

sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita (p < 0,05). Variabel yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita adalah dukungan tenaga kesehatan.

Disarankan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan perencanaan promosi dan penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita agar pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian makanan pada balita semakin baik.

(8)

ABSTRACT

The prevalence of under nutrition and severe under nutrition in Serdang Bedagai District relatively high in 2010. There were 1,072 children under five years old from 63,292 of them suffered from under nutrition and 85 of them suffered from severe under nutrition. Bandar Khalifah Health Center is one of the Health Center in Serdang Bedagai District where in this area had many children under five years old suffered from under nutrition and severe under nutrition.

The aim of this research was to analyze the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old at Bandar Khalifah Health Center, Serdang Bedagai District, in 2011. This research used explanatory survey method. The population were 1,421 mothers who had children under five years old and weighed their children in the Health Center or Posyandu (Integrated Service Post) at Bandar Khalifah Subdistrict; 93 of these mothers were used as the samples, using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The results of the research showed that there were the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old (p < 0,05). The dominant variable which influence on the feeding to the children under five years old was the health officer’s support.

It is recommended that the health officers at the Health Service should increase the program of promotion and counseling about feeding to the children under five years old in order that the mother’s knowledge and attitude in feeding to their children become better.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang

berjudul ”Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan

terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

Serdang Bedagai”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H. M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan arahan

selama saya mengikuti pendidikan

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Drs.

(10)

meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam

memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes selaku ketua komisi pembanding dan Dra.

Jumirah, Apt, M.Kes sebagai anggota komisi pembanding, yang telah

memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.

6. Kepala Dinas Kabupaten Serdang Bedagai, Kepala Puskesmas Bandar Khalifah

dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah Puskesmas Bandar Khalifah.

7. Kedua orang tua, suami tercinta dan anakku tersayang, yang telah turut

memberikan doa restu serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersam

dalam masa-masa menempuh pendidikan ini.

8. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti

pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga

saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan

diucapkan terimakasih.

Medan, Desember 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Maria Posma Hayati, lahir di Pangkal Pinang pada tanggal 29 April 1982,

anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan M. Siahaan, S.H dan D. br.

Manullang, menikah dengan S. Panjaitan, S.T dan telah dikaruniai satu orang putra

yaitu Glenn Hezkiel Panjaitan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di SD Swasta Husni

Thamrin pada tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994, SMP Swasta Husni

Thamrin pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 1997, SMA Swasta Husni Thamrin

pada tahun 1997 dan diselesaikan pada tahun 2000, S1 Profesi Dokter di Fakultas

Kedokteran Umum Universitas Methodist Indonesia pada tahun 2000 dan selesai

pada tahun 2007.

Pada tahun 2007 sampai tahun 2009 menjadi dokter PTT di Kabupaten

Humbang Hasundutan dan pada tahun 2010 sampai sekarang menjadi PNS di

(12)

DAFTAR ISI

2.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian Makanan .... . 31

(13)

3.3. Populasi dan Sampel ... .. 40

4.7. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 63

4.8. Hubungan Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 64

4.9. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Pemberian Makanan pada Balita ... 65

4.10. Analisis Pengaruh Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Dukungan Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Makanan pada Balita ... 66

BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai ... 70

(14)

Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai ... 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 28

2.2. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)

Rata-Rata Per Hari ... 35

3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Puskesmas Bandar Khalifah ... 41

3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian... 48

4.1. Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Puskesmas Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai ... 51

4.2. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Ibu dalam

Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011... .... 53

4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang

Bedagai Tahun 2011 ... 54

4.4. Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap Ibu dalam Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 55

4.5. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu tentang Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 56

4.6. Distribusi Jawaban Responden tentang Dukungan Tenaga Kesehatan

dalam Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 57

4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Tenaga Kesehatan tentang Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

(16)

4.8. Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2011 ... 59

4.9. Distribusi Frekuensi Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas

Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 ... 62

4.10. Distribusi Frekuensi Food Recall Pada Makanan yang Dikonsumsi

Balita... .. 63

4.11. Tabulasi Silang Variabel Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten

Serdang Bedagai, Tahun 2011 ... 64

4.12. Tabulasi Silang Variabel Sikap Ibu dengan Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai,

Tahun 2011 ... 65

4.13. Tabulasi Silang Variabel Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah

Kabupaten Serdang Bedagai, Tahun 2011 ... 66

4.14. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Pengetahuan, Sikap Ibu dan Dukungan Tenaga Kesehatan Terhadap Pemberian Makanan pada Balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 87

2. Formulir food frequency menurut jenis bahan-bahan makanan... ... 93

3. Hasil uji validitas dan Reliabilitas ... 94

4. Hasil Pengolahan data ... 104

5. Surat izin Penelitian ... 112

(19)

ABSTRAK

Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Serdang Bedagai tergolong tinggi pada tahun 2010. Sebanyak 1.072 balita dari 63.292 balita mengalami gizi kurang dan 85 balita mengalami gizi buruk. Puskesmas Bandar Khalifah merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai di mana di wilayah ini banyak balitanya mengalami gizi kurang dan gizi buruk.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011. Penelitian ini menggunakan jenis explanatory survey. Populasi adalah ibu yang memiliki balita dan melakukan penimbangan berat badan balitanya pada pelayanan kesehatan puskesmas/posyandu di Kecamatan Bandar Khalifah, yang berjumlah 1.421 ibu.

Jumah sampel sebanyak 93 ibu, yang diperoleh dengan cara simple random

sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita (p < 0,05). Variabel yang dominan memengaruhi pemberian makanan pada balita adalah dukungan tenaga kesehatan.

Disarankan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di pelayanan kesehatan agar lebih meningkatkan perencanaan promosi dan penyuluhan tentang pemberian makanan pada balita agar pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian makanan pada balita semakin baik.

(20)

ABSTRACT

The prevalence of under nutrition and severe under nutrition in Serdang Bedagai District relatively high in 2010. There were 1,072 children under five years old from 63,292 of them suffered from under nutrition and 85 of them suffered from severe under nutrition. Bandar Khalifah Health Center is one of the Health Center in Serdang Bedagai District where in this area had many children under five years old suffered from under nutrition and severe under nutrition.

The aim of this research was to analyze the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old at Bandar Khalifah Health Center, Serdang Bedagai District, in 2011. This research used explanatory survey method. The population were 1,421 mothers who had children under five years old and weighed their children in the Health Center or Posyandu (Integrated Service Post) at Bandar Khalifah Subdistrict; 93 of these mothers were used as the samples, using simple random sampling. The data were analyzed by using multiple logistic regression tests.

The results of the research showed that there were the influences of mother’s knowledge and attitude and the health officer’s support on the feeding to the children under five years old (p < 0,05). The dominant variable which influence on the feeding to the children under five years old was the health officer’s support.

It is recommended that the health officers at the Health Service should increase the program of promotion and counseling about feeding to the children under five years old in order that the mother’s knowledge and attitude in feeding to their children become better.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Arah kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan, diantaranya menyebutkan

bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan

termasuk di dalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas

hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya (Suhardjo, 2003).

Pemerintah telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN, 2005-2009) di bidang kesehatan yang mencakup

program-program prioritas sebagai berikut: program-program promosi kesehatan dan pemberdayaan

masyarakat, program lingkungan sehat, program pencegahan dan pemberantasan

penyakit dan program perbaikan gizi masyarakat. Salah satu sasarannya adalah

menurunnya frekuensi gizi kurang menjadi 20% pada tahun 2009 dan penurunan gizi

buruk menjadi 5% (Depkes RI, 2005).

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang

mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan

yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita merupakan kelompok umur

yang paling sering menderita kekurangan gizi. Di negara berkembang anak-anak

umur 0 - 5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi, khususnya

(22)

Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat

pesat sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan

kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari

kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada

bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat

terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Achmad Djaeni, 2000).

Gizi buruk mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak

jangka pendek gizi buruk adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara

dan perkembangan. Sedang dampak jangka panjang adalah penurunan skor IQ,

penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori. Gizi buruk jika tidak

dikelola dengan baik pada fase akutnya akan mengancam jiwa dan pada jangka

panjang akan menjadi ancaman hilangnya generasi bangsa. Penundaan pemberian

perhatian, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap balita akan menurunkan nilai

potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi

nasional. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila kita

menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa di masa

depan (Nency Y, Arifin M.T., 2005).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010,

menunjukkan angka balita kurang gizi sebanyak 17,9 persen, jumlah tersebut

menurun jika dibanding dengan tahun 2007, yaitu sebesar 18,4 persen. Demikian pula

(23)

36,8 persen pada tahun 2007 menjadi 35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi

balita kurus menurun sebanyak 0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007

menjadi 13,3 persen pada tahun 2010. Meskipun terjadi penurunan angka penderita

gizi kurang dan gizi buruk, namun masih terjadi disparitas prevalensi antar provinsi

yang cukup lebar. Angka gizi kurang dan gizi buruk terendah berada di Provinsi

Sulawesi Utara, yaitu sebesar 10,6%, sedangkan tertinggi berada di Provinsi Nusa

Tenggara Barat, yaitu sebesar 30,5%. Di propinsi Sumut prevalensi gizi kurang dan

buruk juga mengalami penurunan dari 22,8% pada tahun 2007 menjadi 21,4% pada

tahun 2010. Di kota Medan, prevalensi gizi kurang 12,89% dan gizi buruk 2,78%

(Depkes, 2010).

Untuk Kabupaten Serdang Bedagai dari 63.292 jumlah balita yang ada pada

tahun 2009, yang ditimbang 45.517 balita, ditemukan 1.072 balita menderita gizi

kurang dan gizi buruk sebanyak 85 balita. Di Kecamatan Bandar Khalifah sendiri dari

3.267 balita yang ada, yang ditimbang 3.004 balita, dijumpai 65 balita gizi kurang

dan 4 balita gizi buruk (Profil Dinas Kesehatan Serdang Bedagai, 2010).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan, balita penderita gizi

kurang dan buruk pada umumnya berasal dari keluarga kurang mampu (miskin),

sehingga ibu tidak memiliki pilihan untuk memberikan makanan yang bervariasi dan

sesuai dengan kebutuhan jumlah kalori minimal dalam sehari (2.100 kkal). Selain itu,

pada keluarga penderita juga ditemukan perilaku ayah yang mengkonsumsi rokok,

(24)

yang bergizi bagi anak. Hal ini menyebabkan berbagai dukungan tenaga kesehatan

melalui pemberian informasi (penyuluhan) tentang pemberian makanan bergizi,

pemberian makanan tambahan tidak berdampak dalam upaya penurunan kasus gizi

kurang dan buruk. Berdasarkan laporan bulanan di Puskesmas Bandar Khalifah untuk

bulan Juni 2011, dari 1421 balita yang ditimbang, telah dijumpai 35 balita

diantaranya mengalami gizi kurang dan 2 balita mengalami gizi buruk.

Kekurangan zat gizi pada anak disebabkan karena anak mendapat makanan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan anak atau adanya

ketidakseimbangan antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif

maupun kualitatif (Moehji, S., 2003).

Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada

bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI

yang tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta

adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung

menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada

anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).

Ibu adalah seseorang yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki

pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu

adalah tentang kebutuhan gizi, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan pada

balita, sehingga akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal

(25)

gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi

berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan

sehari-hari (Suharjo, 2003).

Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya ibu

merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Dalam

periode pemberian makanan pendamping ASI, balita tergantung sepenuhnya pada

perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan dan

sikap ibu sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang pemberian makanan dan

sikap yang baik terhadap pemberian makanan pada balita akan menyebabkan

seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi balitanya. Semakin

baik pengetahuan gizi seseorang maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan

jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Achmad Djaeni, 2000).

Pada keluarga dengan pengetahuan tentang makanan pendamping ASI yang

rendah, seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak

memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Kejadian gangguan gizi tidak

hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada

keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa

ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan sebab

buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita.

Menurut hasil penelitian Sulistiyowati, H. (2007) di Desa Sendang Harjo,

(26)

(p=0.003) antara pengetahuan ibu dengan pemberian makanan pada balita.

Pengetahuan ibu yang dominan kurang baik menjadikan pola pemberian makanan

pada anak balita juga kurang baik. Demikian juga dengan hasil penelitian Irawan, A.,

(2009) menyatakan ada hubungan pengetahuan ibu dalam pemberian makanan

pendamping ASI dengan kurang gizi di wilayah kerja Puskesmas Semurup

Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Penelitian Wijayanti, A. (2005), menyatakan

bahwa ada hubungan yang signifikan (P<0,05) antara pengetahuan ibu balita tentang

gizi dan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) dengan tindakan ibu

dalam PMT-P di Kabupaten Semarang.

Menurut Mokoagow (2007) yang dikutip Hayati, N., (2009), pemahaman

bahwa kurang gizi sebenarnya dapat dicegah bila seseorang memiliki bekal

pengetahuan yang cukup, akan memicu keingintahuan semua orang untuk

memperluas pengetahuan serta wawasannya. Adalah hal ironis bila kurang gizi yang

terjadi di sekitar kita hanya karena pengetahuan yang kurang pada pola pemberian

makanan apalagi kita berada pada era yang penuh dengan informasi seperti sekarang

ini. Pengetahuan tentang pola pemberian makanan balita seharusnya didapat sejak

seorang ibu mengandung. Dengan pola pemberian makanan yang baik akan dapat

menjamin terhindarnya seorang balita dari kurang gizi.

Sikap ibu juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

gizi buruk. Sikap yang kurang baik terhadap pemberian makanan pada ibu

(27)

gizi. Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak

senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Menurut Campbell

(1950) yang dikutip Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa sikap adalah suatu

sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap

itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Menurut hasil penelitian Kristiadi, E., (2007) terdapat hubungan sikap ibu

dengan kejadian kurang energi protein pada balita (p=0,034), bahkan ibu dengan

sikap kurang baik berisiko mempunyai anak kurang energi protein 3,09 kali lebih

tinggi dibanding ibu dengan sikap baik. Demikian juga dengan hasil penelitian dari

Dewi, S. (2009) menyatakan bahwa ada hubungan sikap dengan pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi usia 0 – 6 bulan di Kelurahan Jungke Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

Dukungan atau peran tenaga kesehatan juga sangat berpengaruh terhadap

tindakan pemberian makanan pada balita. Tenaga kesehatan seharusnya berperan

dalam meningkatkan pengetahuan ibu dalam hal mengatur pola makan yang baik dan

bergizi serta frekuensi pemberian makanan yang baik setiap hari. Gottlieb dalam

Koentjoro (2002), berpendapat dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat

verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban

sosial atau dapat dikatakan karena adanya kehadiran mereka mempunyai manfaat

(28)

masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud dari dukungan sosial

adalah bentuk dukungan dan hubungan yang baik untuk memberikan kontribusi

penting pada kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan

informasional yang mendasari tindakan.

Menurut hasil penelitian Siregar, L.T. (2008) menyatakan bahwa ada

pengaruh yang signifikan dari tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Simpang Limun Medan. Beberapa bentuk dukungan

yang diberikan oleh tenaga kesehatan adalah dukungan informasional (penyuluhan,

pelatihan dan pendampingan) dan dukungan instrumental, seperti: pemberian

makanan tambahan (roti, telur, bubur, kacang hijau dan makanan lainnya).

Demikian juga dengan hasil penelitian Theresiana K.L., (2002), tentang

faktor-faktor yang memengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten

Tangerang, menyatakan bahwa ada pengaruh tenaga kesehatan terhadap perilaku

pemberian makanan pada balita. Bahkan, dari beberapa faktor yang diteliti (umur,

pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, pengetahuan, sikap ibu dan dukungan tenaga

kesehatan), dukungan tenaga kesehatan merupakan faktor yang paling dominan.

Peluang ibu untuk memberikan makanan yang tepat pada balita yang memperoleh

dukungan dari tenaga kesehatan, 3,6 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak

memperoleh dukungan dari tenaga kesehatan. Bentuk dukungan yang diberikan dapat

(29)

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang

pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap

pemberian makanan pada balita di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang

Bedagai tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan

penelitian adalah apakah ada pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan

tenaga kesehatan terhadap pemberian makanan pada balita di puskesmas Bandar

Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh

pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan terhadap pemberian

makanan pada balita di puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai

tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan tenaga kesehatan

terhadap pemberian makanan pada balita di puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten

(30)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk mengambil kebijakan dalam

pengelolaan program gizi khususnya penerapan pola pemberian makanan yang

baik terhadap balita dalam rangka penanggulangan masalah kekurangan gizi

pada balita.

2. Bagi masyarakat

Memberikan informasi khususnya kepada ibu yang mempunyai balita tentang

pemberian makanan pada balita sehingga dapat meningkatkan pemahaman ibu

tentang manfaat pemberian makanan yang tepat pada balitanya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan dan sikap ibu serta dukungan

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap)

maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan

dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang

kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo,

2005).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada

domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang

berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada

subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap

subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang

telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih

jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus

(32)

dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau

berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya.

Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan

atau sikap.

2.2. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata).

Pengetahuan merupakan salah satu bagian dari perilaku, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2005), membagi perilaku

seseorang ke dalam tiga domain, ranah atau wilayah yakni pengetahuan (cognitive

domain), sikap (affective domain), dan tindakan (psychomotor domain). Kognitif

dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau tanggapan dan psikomotor

diukur melalui tindakan (praktik) yang dilakukan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour). Sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(33)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adaption, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku

tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Jadi, pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah

perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat

yang berbeda-beda, yang secara garis besar dapat dibagi dalam enam tingkatan

pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005), yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu (know) merupakan

(34)

2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap

objek yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang

telah dipelajari dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk malakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

(35)

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007):

1. Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi

maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

2. Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan

sekunder.

3. Lingkungan sosial ekonomi

Manusia adalah makhluk sosial dimana di dalam kehidupan saling berinteraksi

satu dengan yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik,

maka akan lebih besar ia terpapar informasi.

4. Pendidikan

Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang

(36)

5. Paparan media massa atau informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang

yang tidak pernah terpapar informasi media massa.

6. Akses layanan kesehatan atau fasilitas kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses layanan kesehatan tentunya akan

berpengaruh terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Menurut Suhardjo (2003), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya

pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,

pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar

menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

2.3. Sikap (attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell

(37)

dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.

Sikap, menurut Widayatun, 1999 (Setiana, L., 2005), adalah kesiapan

seseorang untuk bertindak atau berprilaku tertentu. Sikap juga dapat diartikan sebagai

suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh dinamika / terarah terhadap respon individu pada semua obyek

dan situasi yang berkaitan dengannya.

Soedjito dalam Mardikanto (1993) mengatakan bahwa sikap sebenarnya

merupakan fungsi dari kepentingan, artinya sikap seseorang sangat ditentukan oleh

kepentingan-kepentingan yang dirasakan. Semakin ia memiliki kepentingan, atau

semakin banyak kepentingan yang dirasakan, maka sikapnya semakin baik dan

sebaliknya semakin merasa tak memiliki kepentingan atau kepentingannya tidak

dipenuhi maka sikapnya semakin buruk.

Sikap dapat pula didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan

seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam

lingkungannya. Komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasan dan

kecenderungan untuk bertindak, sikap adalah kecenderungan evaluasi terhadap suatu

obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang

berhadap-hadapan dengan obyek sikap ( Van den Ban, Hawkins, H.S., 1999).

Komponen sikap adalah: 1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep

(38)

3) kecendrungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama

membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan,

berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan akan

merangsang seseorang untuk berfikir dan berusaha untuk mencari penyelesaian

sehingga sikap seseorang terhadap obyek menjadi baik. Sikap yang didasari dengan

pengetahuan akan bertahan lebih lama daripada sikap yang tidak didasari oleh

pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2005), tingkatan sikap terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk memberikan

jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hal ini menunjukkan bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), merupakan indikasi dari sikap dalam bentuk mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan

segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.4. Dukungan Tenaga Kesehatan

Perilaku kesehatan seseorang juga sangat dipengaruhi oleh tenaga

kesehatan. Seseorang yang sudah mengetahui manfaat dari sebuah perilaku yang

(39)

mendukung dan memotivasi individu untuk melakukan sebuah perilaku kesehatan,

khususnya pemberian makanan pada balita. Selain itu, banyak ibu yang kurang

memahami cara pemberian makanan yang sehat kepada balita, sehingga sangat

dibutuhkan peran dan dukungan dari tenaga kesehatan.

Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang

lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau

semangat dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan (Chaplin,

J.P., 2006).

Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), dukungan tenaga kesehatan

merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam menimbulkan sebuah

perilaku kesehatan. Green membagi faktor-faktor yang memengaruhi tindakan atau

perilaku tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu,

(40)

3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup: dukungan sosial dari

tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

Gottlieb (1983), berpendapat dukungan sosial terdiri dari informasi atau

nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh

keakraban sosial atau dapat dikatakan karena adanya kehadiran mereka mempunyai

manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerimanya. Dukungan tenaga

kesehatan masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana yang dimaksud dari

dukungan sosial adalah bentuk dukungan dan hubungan yang baik untuk memberikan

kontribusi penting pada kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa

dukungan informasional yang mendasari tindakan.

Dukungan sosial memiliki kekuatan sebagai pencegahan dan pendorong

seseorang berperilaku sehat. Dukungan sosial berdampak pada kesehatan dan

kesejahteraan. Ciri-ciri bentuk dukungan sosial berkaitan dengan komposisi jaringan

sosial atau sumber-sumber dukungan, karakteristik fungsional ditandai dengan

penyediaan sumber daya tertentu atau jenis dari dukungan. Dukungan sosial

berpengaruh terhadap penilaian individu dalam memandang seberapa berat suatu

peristiwa yang terjadi dalam hidup yang bisa mempengaruhi pilihan dalam upaya

penanggulangan. Dukungan sosial berdampak langsung terhadap perilaku kesehatan,

(41)

House (dalam Smet Bart, 1999) membedakan dukungan sosial ke dalam

empat bentuk yaitu:

1. Dukungan informasi (informational), dalam hal ini tenaga kesehatan

memberikan informasi, penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang. Mengatasi

permasalahan dapat digunakan seseorang dengan memberikan nasehat, anjuran,

petunjuk dan masukan.

2. Dukungan penilaian (appraisal) yaitu: tenaga kesehatan berfungsi sebagai

pemberi umpan balik yang positif, menengahi penyelesaian masalah yang

merupakan suatu sumber dan pengakuan identitas individual. Keberadaan

informasi yang bermanfaat dengan tujuan penilaian diri serta penguatan

(pembenaran).

3. Dukungan instrumental (instrumental) yaitu: tenaga kesehatan merupakan suatu

sumber bantuan yang praktis dan konkrit. Bantuan mencakup memberikan

bantuan yang nyata dan pelayanan yang diberikan secara langsung bisa

membantu seseorang yang membutuhkan, seperti: pemberian makanan secara

langsung (bubur, susu, roti, telur dan lain-lain)

4. Dukungan emosional (emotional) yaitu: tenaga kesehatan berfungsi sebagai suatu

tempat berteduh dan beristirahat, yang berpengaruh terhadap ketenangan

(42)

menunjukkan kasih sayang, kepercayaan, dan perhatian. Dukungan emosional

akan membuat seseorang merasa lebih dihargai, nyaman, aman dan disayangi.

Menurut Sarason, I.G. dan Sarason, B. (1997), ada tiga cara untuk mengukur

besarnya dukungan sosial, yaitu perceived social support, social embeddnes, dan

enacted support. Ketiganya tidak memiliki korelasi yang signifikan antara satu

dengan yang lain dan masing-masing berdiri sendiri, yaitu:

1. Perceived social support; cara pengukuran ini berdasarkan pada perilaku

subjektif yang dirasakan individu mengenai tingkah laku orang disekitarnya,

apakah memberikan dukungan atau tidak.

2. Social embeddnes; cara pengukuran ini berdasarkan ada atau tidaknya hubungan

antara individu dengan orang lain sekitarnya. Fokus pengukuran ini tidak melihat

pada kualitas dan keadekuatan, tetapi hanya melihat jumlah orang yang

berhubungan dengan individu.

3. Enacted support; cara pengukuran ini memfokuskan pada seberapa sering

perilaku dari orang sekitar individu yang dapat digolongkan kedalam pemberian

dukungan sosial tanpa melihat adanya persepsi akan dukungan sosial yang

diterima individu.

Pengukuran dukungan pada penelitian ini dilakukan dengan cara perceived

social support. Dalam hal ini faktor subjektifitas sangat berpengaruh karena

melibatkan persepsi penerimanya. Adanya penilaian kognitif bahwa individu telah

(43)

Menurut hasil penelitian Theresiana K.L., (2002), tentang faktor-faktor yang

memengaruhi pemberian makanan pada balita di Kabupaten Tangerang, menyatakan

bahwa ada pengaruh tenaga kesehatan terhadap perilaku pemberian makanan pada

balita. Bahkan, dari beberapa faktor yang diteliti (umur, pekerjaan, pendidikan,

jumlah anak, pengetahuan, sikap ibu dan dukungan tenaga kesehatan), dukungan

tenaga kesehatan merupakan faktor yang paling dominan. Peluang ibu untuk

memberikan makanan yang tepat pada balita pada yang memperoleh dukungan dari

tenaga kesehatan, 3,6 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak memperoleh dukungan

dari tenaga kesehatan. Bentuk dukungan yang diberikan dapat berupa; penyuluhan,

pelatihan dan pendampingan pemberian makanan.

2.5. Pemberian Makanan pada Balita

Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh

Kristiadi, E. (2007), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari 1-3 tahun yang dikenal dengan

batita dan anak usia lebih dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia prasekolah.

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya. Pada usia prasekolah, anak menjadi

konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju

pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan

jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil

(44)

kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang

diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering.

Pada dasarnya makanan bagi balita harus bersifat lengkap artinya kualitas

dari makanan harus baik dan kuantitas makanan pun harus cukup dan bergizi, artinya

makanan mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dengan memperhitungkan :

1. Pada periode ini dibutuhkan penambahan konsumsi zat pembangun karena tubuh

anak sedang berkembang pesat.

2. Bertambahnya aktivitas membutuhkan penambahan bahan makanan sebagai

sumber energi.

3. Untuk perkembangan mentalnya anak membutuhkan lebih banyak lagi zat

pembangun terutama untuk pertumbuhan jaringan otak yang mempengaruhi

kecerdasan walaupun tidak secara signifikan.

2.5.1. Pemberian Makanan Sehat Seimbang

Pemberian makanan yang sehat dan seimbang memiliki peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan dan gizi masyarakat, terutama anak balita.

Pengertian makanan sehat seimbang menurut Nasoetion, A. dan Hadi, R. (1995)

adalah hidangan atau masakan yang mengandung energi dan zat gizi secara

seimbang, baik jenis maupun jumlahnya.

Menu seimbang menurut Ngadimin (1992) adalah susunan menu yang

menggunakan beberapa golongan bahan makanan dan penggantinya dengan

(45)

menyusun menu adalah menyusun macam-macam hidangan untuk setiap kali makan

dengan memperhatikan keseimbangan zat gizinya. Manfaat yang diperoleh dari

menyusun menu seimbang adalah kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi, dapat memilih

bahan makanan yang baik, serta mengurangi kebosanan akan menu makanan.

Penyusunan menu seimbang berpedoman pada menu empat sehat lima

sempurna yang terdiri dari:

1. Makanan pokok

Merupakan makanan yang mengandung karbohidrat yang berfungsi sebagai

sumber utama penghasil tenaga. Contoh bahan makanan yang mengandung

karbohidrat seperti beras, jagung, sagu, ubi kayu, talas dan sebagainya.

2. Lauk pauk

Merupakan sumber zat pembangun dan berfungsi sebagai sumber protein. Lauk

pauk dapat dibagi menjadi lauk pauk hewani dan lauk pauk nabati. Lauk pauk

hewani meliputi ikan, telur, daging ayam, daging sapi dan sebagainya, sedangkan

lauk pauk nabati terdiri dari tahu, tempe, oncom dan jenis kacang-kacangan.

3. Sayuran

Merupakan sumber vitamin dan mineral yang berfungsi sebagai zat pengatur.

Contohnya bayam, kangkung, wortel, tomat, kacang panjang dan sebagainya.

4. Buah-buahan

Merupakan sumber vitamin dan mineral yang mempunyai fungsi sebagai zat

(46)

5. Susu

Merupakan minuman yang mengandung protein yang tinggi sehingga memiliki

kandungan gizi paling lengkap yang dapat melengkapi kekurangan zat gizi pada

jenis makanan lainnya, dengan kata lain susu merupakan penyempurna hidangan

empat sehat lima sempurna untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Selain kecukupan gizi yang berpedoman pada menu empat sehat lima

sempurna, penyusunan menu juga harus memperhatikan variasi dan kombinasi dari

bahan makanan yang digunakan dan penampilan serta rasa makanan yang disesuaikan

dengan kebutuhan gizi dan kesukaan anak balita untuk menambah cita rasa. Sesuai

dengan pendapat Moehji, S., (1999) bahwa cita rasa makanan mencakup dua aspek

utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu

dimakan.

Penampilan makanan yang harus diperhatikan menurut Moehji, S., (1999)

diantaranya yaitu:

1. Warna makanan

Warna makanan harus terlihat menarik, sehingga menimbulkan selera makan

anak balita. Warna bisa didapatkan dari wortel untuk warna orange, warna hijau

dari buncis, warna merah dari tomat, warna putih dari kol, warna kuning dari

(47)

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Tekstur makanan untuk anak balita harus lembut, tidak keras sehingga mudah

dikunyah dan dicerna. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan

memberikan rangsang yang lebih lambat terhadap indera kita, khususnya anak

balita.

3. Bentuk makanan

Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik harus disajikan dalam

bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan untuk anak balita harus bervariasi dan menarik

sehingga menimbulkan ketertarikan anak balita untuk memakannya.

Rasa makanan yang harus diperhatikan untuk anak balita yaitu:

1. Aroma makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat

dan mampu merangsang anak balita sehingga membangkitkan selera. Tetapi

untuk anak balita aroma makanan sebaiknya tidak berbau tajam sehingga tidak

menyengat penciuman anak balita.

2. Bumbu masakan dan bahan penyedap

Untuk makanan anak balita bumbu yang digunakan sebaiknya tidak berbau

tajam, tidak pedas, tidak asam dan sebisa mungkin menggunakan bahan

penyedap yang alami, seperti menambahkan gula putih ke dalam masakan.

(48)

Anak balita masih mempunyai pencernaan yang belum sempurna dan

kemampuan mengunyah yang masih sangat kurang, sehingga makanan yang

diberikan untuk anak balita harus empuk.

4. Kerenyahan makanan

Makanan yang dimasak menjadi kering, tetapi tidak keras sehingga enak

dimakan. Misalnya menggoreng kerupuk yang salah, akan menghasilkan kerupuk

yang keras dan tidak renyah.

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian

makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau

takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu

pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umumnya.

Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul

07.00 - 08.00, siang hari pada pukul 12.00 - 13.00, dan malam hari pada pukul

18.00 - 19.00, dan pemberian makanan selingan yaitu diantara dua waktu makan

yaitu pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00, seperti yang tercantum dalam

(49)

Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekwensi

0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin,

minimal 8 kali/hari

6-9 bulan Makanan Lumat/lembek 2x sehari, 2 sendok

makan setiap kali

2-3 potong sedang lauk hewani

piring nasi/pengganti

1-2 potong sdg lauk nabati

1

4-6 tahun 1-3 piring nasi / pengganti

2-3 potong lauk hewani 1-2 potong lauk nabati 1-11/2

Sumber : Depkes RI, 2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita ada juga anjuran

pemberian makanan untuk anak balita berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu:

1. Umur 1-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari yaitu pagi,

siang maupun malam.

(50)

c) Susui bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.

b) Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat

dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali

makan diberikan sesuai umur:

- 6 bulan: 6 sendok makan

- 7 bulan: 7 sendok makan

- 8 bulan: 8 sendok makan

c) Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendamping ASI.

d) Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI,dimulai dari bubur nasi

sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 9 bulan: 9 sendok makan

- 10 bulan: 10 sendok makan

- 11 bulan: 11 sendok makan

e) Pada makanan pendamping ASI, tambahkan telur atau ayam atau ikan atau

tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau

atau santan atau minyak.

f) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara

(51)

g) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

h) Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan

sebagainya.

i) Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok.

3. Umur 1-2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri ASI setiap kali balita menginginkan.

b) Beri nasi lembek 3 kali sehari.

c) Tambahkan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi

atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak pada nasi

lembek.

d) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

e) Beri buah-buahan atau sari buah.

f) Bantu anak untuk makan sendiri.

4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari

nasi, lauk pauk, sayur dan buah.

b) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur

kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

(52)

5. Umur 3-5 tahun, anjuran pemberian makanannya yaitu sama dengan anak umur

2-3 tahun.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemberian Makanan

1. Pendapatan

Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan

cenderung untuk membaik juga (Suhardjo, 1986). Besar kecilnya pendapatan

keluarga berpengaruh terhadap pola konsumsi dan pola konsumsi dipengaruhi

pula oleh faktor sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu bagi suatu masyarakat

dengan tingkat pendapatan rendah, usaha perbaikan gizi erat hubungannya dengan

usaha peningkatan pendapatan dan pembangunan sumber daya manusia (Roedjito

D., 1989).

2. Banyaknya Anggota Keluarga

Anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin adalah paling rawan

terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling

kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebab seandainya

besarnya keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan

banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda

memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua

(53)

3. Budaya

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang

kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Misalnya

bahan-bahan makanan tertentu oleh sesuatu budaya masyarakat dapat dianggap tabu

untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu (Suhardjo, 2003). Dikemukakan

juga oleh Nency Y, Arifin M.T. (2005), bahwa kebiasaan, mitos atau

kepercayaan/ adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian

makan akan sangat merugikan anak.

4. Pengetahuan

Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan

informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari

gangguan gizi (Suhardjo, 1986). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan

bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung

dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada

anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000). 2.5.3. Macam-Macam Zat Gizi

Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi seseorang sangat

tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain

menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi

oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan yang terkait dengan

(54)

Zat-zat makanan yang diperlukan tubuh dapat dikelompokkan menjadi 5

yaitu:

1. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber tenaga utama kegiatan sehari-hari. Karbohidrat

terdiri dari tepung terigu seperti : nasi, kentang, mie, ubi singkong, dll; gula

seperti: gula pasir, gula merah, dll. Dampak yang ditimbulkan apabila kekurangan

karbohidrat sebagai sumber energi dan kekurangan protein adalah KEP (Kurang

Energi Protein).

2. Protein

Dapat diperoleh melalui tumbuh-tumbuhan (protein nabati) dan melalui hewan

(protein hewan) berfungsi : membangun sel-sel yang telah rusak, membentuk

zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon, dan membentuk zat-zat anti energi. Apabila

tubuh menderita kekurangan protein, maka serangan penyakit busung lapar akan

selalu terjadi.

3. Lemak

Merupakan sumber tenaga, yang berfungsi : sebagai pelarut vitamin tertentu

seperti A, D, E, K, sebagai pelindung alat-alat tubuh dan sebagai pelindung tubuh

dari temperatur rendah.

4. Vitamin

Dikelompokkan menjadi vitamin yang larut dalam air, meliputi vitamin B dan C

(55)

5. Mineral

Mineral mempunyai fungsi : sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang,

hormon dan enzim, sebagai zat pengatur berbagai proses metabolisme,

keseimbangan cairan tubuh, proses pembekuan darah.

6. Air

Air merupakan salah satu komponen yang penting bagi tubuh. Air dapat

membantu mengatur suhu tubuh kita. Pasalnya, berat tubuh kita terdiri atas air

sebanyak 55% sampai 75%. Peranan air di dalam tubuh kita, sebagai pengatur

proses pengantaran zat gizi dan kimia tubuh lainnya ke dalam sel, dan membawa

perginya limbah yang dihasilkan tubuh. Air berfungsi sebagai pelarut dan alat

angkut dalam tubuh, katalisator dalam reaksi biologik dalam sel, termasuk saluran

cerna, pelumas pada sendi-sendi, memelihara konsentrasi fisik dan kimia dari

cairan intra dan ekstra seluler serta sebagai peredam benturan. Namun ada

kelompok ahli gizi yang belum menerima air sebagai sumber zat gizi. Alasan

menambahkan kedua zat ini sebagai kelompok zat makanan adalah karena pada

proses metabolisme zat gizi selalu diperlukan air dan oksigen. Alasan tidak

menyetujui dimasukkan air dan oksigen ke dalam kelompok zat makanan karena

kedua zat tersebut umumnya sangat mudah didapat (Sajah, A., 2011).

2.5.4. Kebutuhan Gizi Balita

Pengaturan makan anak usia dibawah lima tahun mencakup dua aspek

pokok, yaitu pemanfaatan ASI secara tepat dan benar dan pemberian makanan

(56)

kurang banyak menimpa anak-anak balita sehingga golongan anak ini disebut

golongan rawan gizi. Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola

makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau

pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru. Kebutuhan zat gizi tidak sama bagi

semua orang, tetapi tergantung banyak hal antara lain umur (Soekirman, 2002). Di

bawah ini adalah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan pada bayi dan

balita.

Tabel 2.2. Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Rata-Rata Per Hari

Golongan

Sumber: LIPI, Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan bagi

kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya

tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, S., 2002).

Setiap anggota keluarga khususnya balita harus cukup makan setiap hari

untuk memenuhi kebutuhan tubuh, sehingga keluarga perlu belajar menyediakan gizi

yang baik di rumah melalui pangan yang disiapkan dan dihidangkan serta perlu

(57)

makan cukup pangan yang beraneka ragam jenisnya guna memenuhi kebutuhan

seseorang (Suhardjo, 1986).

2.5.5. Status Gizi Balita

Menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah keadaan kesehatan

individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan

energy dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak

fisiknya diukur secara antropometri.

Menurut Dorice M. dalam Waspadji, S. dan Suyono, S. (2003), mengatakan

bahwa status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan

kebutuhan zat gizi. Sedangkan, menurut Marsetyo (1991), status gizi adalah keadaan

yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat atau

kondisi yang dapat diukur, dimana salah satu ukurannya adalah ukuran tubuh

(antropometri) merupakan refleksi dari pengaruh faktor genetik dan lingkungan.

Menurut Moehji, S., (2002), ada beberapa hal yang sering merupakan

penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya gangguan gizi pada bayi dan

balita adalah tidak sesuainya jumlah zat gizi yang mereka peroleh dari makanan

dengan kebutuhan tubuh mereka atau pola makan yang salah dan adanya penyakit

infeksi atau status kesehatan.

Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan pesat,

(58)

balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat

kekurangan gizi. Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru

merugikan penyediaan makan bagi kelompok balita ini :

1. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang

dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

2. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga

sehingga anak itu sudah tidak diperhatikan dan pengurusannnya sering diserahkan

kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk

mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak dengan baik.

3. Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga

tidak dapat lagi memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya.

4. Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik, dan belum dapat

berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya.

5. Anak balita mulai turun ke tanah dan mulai mengenal berbagai kondisi yang

memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup

mempunyai imunitas atau daya tahan untuk melawan bahaya kepada dirinya

(Achmad Djaeni, 2000).

2.6. Landasan Teori

Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo (2005), ada 3 faktor

(59)

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah

atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,

sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau

yang memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya Puskesmas, Posyandu,

rumah sakit, tempat pembuangan sampah, makanan bergizi, dan sebagainya.

3. Faktor penguat (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Faktor penguat mencakup: dukungan sosial dari

tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan keluarga.

2.7. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti yang tercantum pada gambar 2.1.

Variable Independen Variable Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian 1. Pengetahuan

2. Sikap

Pemberian Makanan pada Balita Dukungan Tenaga

Gambar

Tabel 2.2.  Kebutuhan Zat Gizi Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Puskesmas Bandar Khalifah
Tabel 3.2. Metode Pengukuran Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Film Taare Zameen Par mendeskripsikan upaya pak Nikumbh untuk membangun kembali karakter percaya diri Ishaan yang merupakan anak dengan penyakit disleksia (tidak

Namun, peneliti menganggap perlu melakukan penelitian mengenai hal tersebut sebab fenomena yang muncul menunjukkan bahwa fans, terutama fans K-Pop,

DAN PERUBAHAN SOSIAL PADA MASYARAKAT SAMIN DI BOJONEGORO.. Slamet Widodo Dosen Jurusan

pendapatan asli daerah dan belanja tidak langsung terhadap kemiskinan. melalui pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali tahun

Hasil interpretasi tanda yang ada pada iklan korporat Dove “Real Beauty” versi global ke lokal menunjukkan pergeseran standar kecantikan (definisi baru kecantikan) hanya

Kondisi lingkungan di wilayah RW 02 Kelurahan Bandarharjo menunjukkan bahwa seluruh total rumah responden memiliki tempat penampungan sampah (TPS) dengan kondisi

[r]

a) Pondasi ini dipakai pada bangunan dengan bentangan yang lebar (jarak anatara kolom 6m) dan bangunan bertingkat. b) Pondasi dipakai pada bangunan diatas tanah yang