• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA DALAM PERSATUAN BANGSA

Dalam dokumen MATERI PPKN PENGEMBANGAN BUDAYA DAERAH D (Halaman 160-176)

Disusun Oleh: Kelompok 7 Nazariano Rahman W 26020214140082 Dodi P. Sitorus 26020214140086 Trinugroho 26020214140088 An Nisa Nur Hera A 26020214140089 Aulia Oktaviani 26020214140092 Afifah Raudhiah Karim 26020214140093 Fandi Anggit Pradityo 26020210120038

Dosen Pengampu: Koesoemadji,SH. MSi NIP. 19730719 199512 1 001

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017

PENGARUH PERBEDAAN BUDAYA DALAM

PERSATUAN BANGSA

Bagian 1

Bentuk Keragaman Budaya Bangsa Indonesia

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari ‘buddhi” (budi atau akal). Kebudayaan diartikan sebagai hal –hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Sedang dalam bahasa Inggris, kebudayaan dikenal dengan istilah culture yang berasal dari bahasa Latin “colere”, yaitu mengolah , mengerjakan tanah , membalik tanah atau diartikan bertani.

Negara Indonesia adalah salah satu negara multikultur terbesar di dunia, hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masingmasing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam” (Kusumohamidjojo, 2000:45)”.

Sebagai negara yang plural dan heterogen, Indonesia memiliki potensi kekayaan multi etnis, multi kultur, dan multi agama yang kesemuanya merupakan potensi untuk membangun negara multikultur yang besar “multikultural nationstate”. Keragaman masyarakat multikultural sebagai kekayaan bangsa di sisi lain sangat rawan memicu konflik dan perpecahan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nasikun (2007: 33) bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua cirinya yang unik, pertama secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, serta perbedaan kedaerahan, dan kedua secara vertikal

ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Budaya memiliki sifat universal, artinya terdapat sifat-sifat umum yang melekat pada setiap budaya, kapan pun dan dimanapun budaya itu berada. Adapun sifat itu adalah

a. kebudayaan adalah milik bersama. b. kebudayaan merupakan hasil belajar. c. kebudayaan didasarkan pada lambang. d. kebudayaan terintegrasi.

e. kebudayaan dapat disesuaikan. f. kebudayaan selalu berubah. g. kebudayaan bersifat nisbi (relatif).

Dalam kebudayaan juga terdapat pola-pola perilaku (pattern of behavior) yang merupakan cara-cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.Adapun subtansi atau isi utama budaya adalah:.

a. sistem pengetahuan, berisi pengetahuan tentang alam sekitar, flora dan fauna sekitar tempat tinggal, zat-zat bahan mentah dan benda-benda dalam lingkungannya, tubuh manusia, sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia serta ruang dan waktu. .

b. sistem nilai budaya, adalah sesuatu yang dianggap bernilai dalam hidup. c. kepercayaan, inti kepercayaan itu adalah usaha untuk tetap memelihara

hubungan dengan mereka yang sudah meninggal.

d. persepsi, yaitu cara pandang dari individu atau kelompok masyarakat tentang suatu permasalahan.

e. pandangan hidup, yaitu nilai-nilai yang dipilih secara selektif oleh masyarakat. Pandangan hidup dapat berasal dari norma agama (dogma), ideologi negara atau renungan atau falsafah hidup individu.

Bagian 2

Arti Penting Bhineka Tunggal Ika

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah kutipan yang diambil dari Kitab Sutasoma karangan Empu Tantular yang ditulis atau dikarang pada tahun ke- 14 Masehi atau lebih tepatnya pada zaman Kerajaan Majapahit yang notabene menganut kepercayaan Hindu. Empu Tantular adalah seorang penganut Budha pada masa Majapahit, tapi itu tidak membuat hidupnya menjadi tidak aman atau tidak tentram. Sebaliknya, Empu Tantular menjalani suatu kehidupan yang aman dan tentram di bawah kepercayaan Hindu yang dianut oleh kerajaan. Dalam kitab tersebut, Empu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) adalah zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina(Buddha) dan Siwa yaitu tunggal. Terpecah belah, tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua).

Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi saat dimulainya suatu proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Ir.Soekarno bersama dengan Muhammad Yamin, dan I Gusti Bagus Sugriwa membuat diskusi kelompok kecil di sela-sela sidang BPUPKI perihal dalam mempersiapkan kesiapan-kesiapan untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Sesudah beberapa tahun kemudian, ketika para tokoh bangsa yang sudah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia berembuk untuk merancang lambang Negara, maka timbullah ide untuk memasukkan semoyan Bhinneka Tunggal Ika ke dalam lambang tersebut. Maka jadilah, pada lambang burung garuda, pada kaki burung tersebut, terdapat tulisan Bhinneka Tunggal Ika.

Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat ―Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa, bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn, mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa

Terjemahan:

Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa) (Setyani, 2009).

Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat ―Berbeda-beda tetapi tetap satu‖. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini (Setyani, 2009).

Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J. mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna tentang upaya untuk mempersatukan Nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh karena itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri Bangsa Indonesia. Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut mempunyai peran yang strategis, karena di dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata ‗sumpah‘ itu sendiri tidak terdapat di dalam kitab Pararaton, hanya secara

tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuna menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,

Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada: ―Jika telah mengalahkan nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan puasa (saya)

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004) menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu, karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi putusan Kongres Pemuda Kedua. Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia, setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan

bersatu, serta telah mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu (Setyani, 2009).

Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan. Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang “jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia7.

Yang harus kita lakukan adalah, dengan kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia, meskipun berbeda- beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia). Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara/bangsa Indonesia, serta proklamasi kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar pembentuk jati dari bangsa (Setyani, 2009).

Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat Indonesia diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna meskipun Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Hal ini merupakan sebuah keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara yang harus diinsafi secara sadar.

Namun, kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik yang berujung pada perpecahan. Hal ini menggambarkan bahwa pada dasarnya, tidak mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh kesadaran masyarakat multikultural.Terlebih, kondisi masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, selain Amerika.

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakekatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud dengan sistem adalah; suatu kesatuan dari bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu, dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Sebagai dasar filsafat negara Indonesia, maka Pancasila sebagai satu asas kerokhanian dan dasar filsafat negara. Maka Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Sebagai Pemersatu bangsa dan negara Indonesia maka sudah semestinya bahwa Pancasila dalam dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan. Dalam masalah ini Pancasila mengandung persatuan dan kesatuan yang kokoh, sehingga merupakan satu sistem filsafat tersendiri diantara sistem-sistem filsafat lainnya di dunia ini (Kaelan, 1991:45). Pancasila sebagai kebudayaan Nasional memiliki lima nilai hakiki seperti; nilai Ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Bandem, 1995).

Bagian 3

Pendidikan Multikultural

Sikap saling menghargai, toleransi, mampu hidup bersama dalam keragaman adalah tujuan dari multikulturalisme, yang dapat dimiliki setiap insan melalui pendidikan, yang dikenal dengan pendidikan multikultural.

Budaya di dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting karena menjadi alat perekat di dalam suatu komunitas. Oleh sebab itu, setiap negara memerlukan politikkebudayaan (Harrison and Huntington, 2000). Bahkan Gandhi menunjukkan bahwabudaya sebagai alat pemersatu bangsa. Senada dengan itu, Soedjatmoko (1996)mengungkapkan Indonesia memerlukan adanya suatu politik kebudayaan sebagai upayamengikat bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang besar. Keberagaman budaya melahirkan multikulturalisme.

Kebudayaan merupakan salah satu modal penting di dalam kemajuan suatu bangsa. Modal suatu bangsa untuk maju dan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan danmenggalang kekuatan terutama di dalam era globalisasi. Dasar multikulturalisme antaralain adalah menggali kekuatan suatu bangsa yang tersembunyi di dalam budaya yangberjenis-jenis. Setiap budaya mempunyai kekuatan tersebut. Apabila dari masing-masingbudaya yang dimiliki oleh komunitas yang plural tersebut dapat dihimpun dan digalangtentunya akan merupakan suatu kekuatan yang dahsyat melawan arus globalisasi, yangmempunyai tendensi monokultural itu. Monokulturalisme akan mudah disapu oleh arusglobalisasi, sedang multikulturalisme akan sulit dihancurkan oleh gelombang globalisasitersebut.

Banks (2001) berpendapat bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakuidan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam bentuk gaya hidup,pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompokmaupun negara. Ia mendefinisikan pendidikan multikultural adalah ide, gerakan,pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untukmengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswaberkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota

dari kelompok ras, etnis, dankultur yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapaiprestasi akademis di sekolah (Banks, 1993). Parekh (1997), multikulturalisme meliputi tiga hal. Pertama, multikulturalisme berkenaan dengan budaya; kedua, merujuk pada keragamanyang ada; dan ketiga, berkenaan dengan tindakan spesifik pada respon terhadapkeragaman tersebut. Akhiran “isme” menandakan suatu doktrin normatif yangdiharapkan bekerja pada setiap orang dalam konteks masyarakat dengan beragam budaya.

Bagian 4

Kesadaran Nilai Penting dalam Keragaman Budaya

Peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budayatertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan multikultural berkaitandengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya ituseharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah. Perbedaan yangada itu merupakan keniscayaan atau kepastian adanya namun perbedaan itu harusditerima secara wajar dan bukan untuk membedakan. Artinya, perbedaan itu perluditerima sebagai suatu kewajaran dan perlu sikap toleransi agar masing-masing dapathidup berdampingan secara damai tanpa melihat unsure yang berbeda itu membedabedakan (Hanum,2005).

Keragaman budaya ini membutuhkan adanya kekuatan yang menyatukan (integrating force) seluruh pluralitas negeri ini. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian nasional, dan ideologi negara merupakan harga mati yang tidak bisaditawar lagi dan berfungsi sebagai integrating force. Saat ini Pancasila kurang mendapatperhatian dan kedudukan yang semestinya sejak isu kedaerahan semakin semarak.Persepsi sederhana dan keliru banyak dilakukan orang dengan menyamakan antaraPancasila itu dengan ideologi

Nasionalisme perlu ditegakkan namun dengan cara-cara yang edukatif, persuasif, dan manusiawi bukan dengan pengerahan kekuatan. Sejarah telahmenunjukkan peranan Pancasila yang kokoh untuk menyatukan kedaerahan ini. Kitasangat membutuhkan semangat nasionalisme yang kokoh untuk meredam danmenghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa ini (Hanum,2005)

Bagian 5

Jiwa Persatuan dan Kesatuan dalam Prespektif Budaya Masyarakat yang Pluralistik

Dalam suatu masyarakat bangsa yang pluralistk atau multikultural merupakan suatu keharusan dalam menjaga keutuhan negara-bangsa (nation state) Indonesia. Secara konstitusional,kita memiliki landasan yang kuat bagi integrasi nasional. Ideologi nasional Pancasila yang diterima oleh kekuatan sos-pol sebagai asas tunggal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan “weitenchaung” persatuan.

Hasrat yang kuat akan kebersamaan kini memerlukan perawatan yang seksama, guna mengimbangi kecenderungan sentrifugal baik yag datang dari diri bangsa (internal) maupun yang datang dari luar (eksternal) dengan terpaan arus global. Tantangan kultural masa depan dalam konteks ini dikaitkan dengan krisis radikal modernitas; dilema antar melestarikan tradisi atau memburu lahan kultural baru. Budaya dan masyarakat merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena budaya dibentuk oleh masyarakat atau tidak ada budaya tanpa masyarakat demikian juga sebaliknya masyarakat merupakan pendukung dari kebudayaan sehingga tidak ada masyarakat tanpa budaya. Sehingga hubungan antara budaya dan masyarakat adalah hubungan yang bersifat timbal-balik; kebudayaan membentuk manusia, tetapi manusia juga membentuk kebudayaan.

Konsepsi kebudayaan yang diuraikan dalam pasal 32 mengenai kebudayaan Nasional dan kebudayaan Daerah-daerah di Indonesia, dijelaskan dalam Undang- Undang Dasar 1945. Dalam pasal ini, menitik beratkan pada usaha budi manusia, dengan sifat memajukan, mempersatukan, dan mempertinggi derajat manusia. Ada tiga wawasanpokok yang menjadi jiwa dari pasal 32 itu, yakni; wawasan kemanusiaan, wawasan kemajuan, dan wawasan kebangsaan. Terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa ini adalah didukung oleh adanya Kebudayaan Nasional Indonesia. Penampilan dari berbagai manifestasi budaya seperti budaya Jawa, Sunda, Minang, Bugis, Bali, Lombok, dan sebagainya. Hal tersebut sering menaungi munculnya kebudayaan baru, dan sangat berarti bagi penduduk Indonesia yang makin besar ini.

Bagian 6

Masalah Akibat Keberagaman Budaya

Mengatur serta mengurus sejumlah orang yang sama ciri-ciri, kehendak, dan adat istiadatnya tentunya lebih mudah daripada mengurus dan mengatur sejumlah orang yang semuanya berbeda-beda mengenai hal-hal tersebut. Gagasan yang menarik diangkat untuk mengatasi/ mengikis kesalah pahaman dan membangun benteng saling pengertian adalah dengan multikulturalisme dan sikap toleransi serta empati antar budaya (Kusumohamidjojo, 2000).

1. Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia. Ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan mengenai penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, kebiasaan, budaya, dan politik yang mereka anut. Didalam multikulturalisme masyarakat diminta untuk melihat dan menyikapi perbedaan, multikulturalisme juga mengajak masyarakat untuk melihat keragaman budaya di dalam kacamata kesederajatan maksudnya tidak ada budaya yang lebih tinggi daripada budaya lain. Didalam multikulturalisme juga tidak boleh ada diskriminasi terhadap suatu komunitas suku bangsa tertentu karena hal itu akan menjadi benih perpecahan dan konflik. Semua suku bangsa harus diperlakukan sama dan dilibatkan dalam berbagai aspek kebangsaan baik sosial, politik, hukum, maupun pertahanan dan keamanan. Hanya dengan cara yang demikianlah seluruh potensi suku bangsa akan bahu-membahu membangun perdapan bangsanya yang lebih baik.

2. Toleransi dan empati

Sikap toleransi berarti sikap yang rela menghargai dan menerima perbedaan dengan orang atau kelompok lain. sedangkan Empati adalah keadaan dimana mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya ada dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang/kelompok lain. Sikap toleran dan empati ini sangat penting untuk ditumbuh kembangkan di

dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Cara berpikir seperti ini akan membawa kita pada tindakan dan sikap untuk tidak memperuncing perbedaan antara satu dengan yang lain, tetapi mencari nilai- nilai universal yang dapat mempersatukan.

Keberagaman budaya merupakan tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia. Namun apabila tidak dikelola dan ditangani dengan baik maka keberagaman budaya akan dapat mendorong timbulnya persaingan dan pertentangan sosial. Sebagai peluang, keragaman budaya jika dibina dan diarahkan secara tepat, maka akan menjadi suatu kekuatan atau potensi dalam melaksanakan pembangunan bangsa dan Negara Indonesia. Masalah yang paling menonjol dari keberagaman budaya ini adalah konflik pertentangan sosial.

Kita harus menyadari bahwa kehidupan masyarkat Indonesia sangat majemuk dalam suku bangsa dan budaya. Keberagaman suku bangsa dan budaya itu akan berdampak negatif, berupa timbulnya pertentangan antar budaya, jika tidak benar- benar ditangani secara tepat. Kehidupan bangsa Indonesia yang beragam suku bangsa dan budaya, kadang-kadang diwarnai oleh konflik antar budaya. Hal itu terbukti dari timbulnya berbagai kerusakan sosial dalam lingkungan masyarakat.

Perubahan nilai-nilai budaya akibat pengaruh globalisasi ternyata telah memicu timbulnya konflik sosial budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jakarta sebagai ibu kota Negara seringkali diwarnai oleh peristiwa kerusuhan sosial, seperti peristiwa Tanjung Priuk dan prasasti. Konflik sosial tersebut telah menimbulkan korban jiwa dan harta yang cukup banyak. Warga masyarakat yang tidak berdosa banyak yang menjadi korban amuk massa. Konflik sosial akibat keberagaman budaya mempunyai dampak negatif yang amat luas dan kompleks. Pada era reformasi sekarang ini, dampak negatif akibat keberagaman social budaya, antara lain sebagai berikut :

a. Menimbulkan krisis ekonomi dan moneter yang berkepanjangan yangsulit diatasi menyebabkan naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok serta rendahnya daya beli masyarakat.

c. Menimbulkan konflik antar suku bangsa, antar golongan, atau antar kelas sosial, sehingga menyebabkan timbulnya perilaku anarkisme, terorisme,

Dalam dokumen MATERI PPKN PENGEMBANGAN BUDAYA DAERAH D (Halaman 160-176)