• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.3. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap

6.3.1. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap Produksi Padi Sawah

Pendugaan fungsi produksi ini menggunakan fungsi produksi Cobb

Douglas, seperti pada persamaan (4.3). Beberapa variabel produksi yang diduga

mempengaruhi produksi padi sawah di Kecamatan Plered adalah luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk an-organik dan organik, jumlah pestisida, tenaga kerja dalam dan luar keluarga, dan peubah dummy program. Dari beberapa

variabel di atas, digunakan variabel yang dianggap penting dan dapat mewakili fungsi produksi padi sawah yaitu luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk an- organik, tenaga kerja dalam dan luar keluarga.

Tabel 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang di Kecamatan Plered Pupuk Berimbang Non Pupuk Berimbang Gabungan Tanpa Dummy Gabungan dengan Dummy Gabungan dengan Restriksi Model I Model II Model III Model IV Model V

N 30 25 55 55 55 DF Error 24 19 49 48 50 SSE 0.47448 0.81687 1.70208 1.64882 1.76661 Intersep 2.36343 6.13236 6.69410 6.19719 6.66330 Lahan -0.29700 0.60814 0.88161** 0.67333* 0.81075** Benih 0.59982 0.03095 -0.49747 -0.20610 -0.46060 Pupuk 0.45754** 0.33934 0.44594*** 0.37411** 0.45126*** TKDK 0.00341 0.14053 0.07861 0.06354 0.02947 TKLK 0.36065*** -0.02102 0.17982*** 0.15910** 0.16911** Dummy 0.08486 Restriksi 0.72923 R2 0.9463 0.8398 0.9044 0.9054 0.9027 Sumber: Data (diolah)

Keterangan:

Data yang dipakai untuk analisis pada pendugaan fungsi produksi berdasarkan luas lahan aktual petani. Hal ini disebabkan data yang berdasarkan luas lahan per hektar tidak memberikan hasil yang diharapkan. Peubah-peubah yang dimasukkan dalam model tidak mewakili, terlihat dari nilai R2 yang kecil (0.4031).

Pendugaan fungsi produksi seperti pada Tabel 7, terbagi menjadi 5 (lima) model meliputi fungsi produksi tunggal program pemupukan berimbang (Model I) bagi petani peserta program pemupukan berimbang, fungsi produksi tunggal non program pemupukan berimbang (Model II) bagi petani non peserta program pemupukan berimbang, fungsi produksi gabungan tanpa dummy program

pemupukan berimbang (Model III), fungsi produksi gabungan dengan dummy

program pemupukan berimbang (Model IV), dan fungsi produksi gabungan terestriksi (Model V), sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, 13, 14, dan 15.

Untuk mengetahui adanya perubahan/perbedaan teknologi pemupukan berimbang yang dilaksanakan pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan analisis dengan uji F terhadap perbedaan slope dan intersep pada model

I, II, III, dan IV. Untuk melihat perbedaan slope antara fungsi produksi program

pupuk berimbang dan non pupuk berimbang dilakukan uji F pada model I dan model II terhadap model IV dan untuk melihat perbedaan intersep antara fungsi

produksi program pemupukan berimbang dan non program pemupukan berimbang dilakukan uji F pada model III terhadap model IV (Tabel 8).

Berdasarkan Tabel 8, hasil uji perbedaan slope antara model I, II dan Model

perbedaan slope antara teknologi yang diterapkan petani peserta program

pemupukan berimbang dengan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered. Sedangkan hasil uji F untuk mengetahui perbedaan intersep

antara model III terhadap model IV didapatkan nilai F hitung (1.55) < F0.05 (4.05),

artinya intersep antara program pemupukan berimbang dan non program

pemupukan berimbang juga tidak berbeda.

Tabel 8. Uji Analisis Varian Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang di Kecamatan Plered Sumber SS DF MS F-value Model I, II 1.29135 43 0.03003 Perbedaan slope 0.35747 5 0.07149 2.38075 Model IV 1.64882 48 0.03435 Perbedaan intersep 0.05326 1 0.05326 1.55051 Model III 1.70208 49 0.03474

Sumber: Data (diolah)

Berdasarkan hasil uji tersebut, tidak terdapat perbedaan secara nyata teknologi yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Prered baik penerapan teknologi pada program pemupukan berimbang maupun non program pemupukan berimbang. Hal ini juga ditunjukkan dengan variabel dummy yang tidak

signifikan. Untuk itu, dipilih model V sebagai fungsi produksi padi sawah di Kecamatan Plered dan digunakan untuk analisis selanjutnya.

Untuk menguji apakah ekonomi skala usaha berada pada kondisi increasing,

constant, atau decreasing return to scale maka dilakukan analisis ekonomi skala

usaha. Caranya dengan menjumlahkan nilai parameter dugaan pada model V. Total nilai parameter dugaan adalah 1,0000 (artinya Σbi = 0). Nilai parameter

dan jumlah tenaga kerja dalam dan luar keluarga) sama dengan satu menunjukkan skala usaha berada pada kondisi constant return to scale.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan adanya program pemupukan berimbang yang dilaksanakan di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta memberikan peningkatan produksi padi sawah tetapi tidak secara signifikan. Kondisi ini terjadi karena beberapa permasalahan yang ditemui di lapangan. Salah satu anjuran teknologi Program Pemupukan Berimbang adalah jadwal pemupukan I pada 0 – 7 hst, tetapi tidak semua petani dapat melakukannya disebabkan datangnya suplai pupuk NPK yang terlambat sampai ada yang baru melakukan pemupukan 15 hst. Sementara kalau pemupukan I dilakukan pada 0 – 7 hst, pertumbuhan tanaman akan lebih bagus dan lebih tahan terhadap OPT dibandingkan dengan jadwal pemupukan I yang biasa dilakukan petani ± 15 hst (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005).

Permasalahan lain yang mungkin menyebabkan program pemupukan berimbang tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada produksi petani adalah petani tidak melakukan pemupukan dengan pupuk organik, yang rekomendasinya untuk Kabupaten Purwakarta 200 – 500 kg/ha. Alasan petani tidak menggunakan pupuk kandang adalah susah mendapatkannya dan baunya yang tidak sedap. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006), penggunaan pupuk/bahan organik baik berupa jerami padi maupun pupuk kandang akan meningkatkan efisiensi pemupukan dan kesuburan tanah sehingga produksi padi yang dihasilkan juga akan meningkat.

Disamping itu, pemakaian pupuk an-organik (pupuk buatan N, P, dan K) tidak sesuai dengan rekomendasi baik dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Kabupaten Purwakarta maupun rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (Peraturan Menteri Pertanian mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah spesifik lokasi) untuk Kabupaten Purwakarta seperti terlihat pada Lampiran 16. Untuk pemakaian pupuk Urea, petani peserta program pemupukan berimbang (PB) menggunakan di atas rekomendasi (255 kg Urea/ha) dan petani non peserta program pemupukan berimbang (NPB) menggunakan di bawah rekomendasi (219 kg Urea/ha), yang dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18.

Menurut rekomendasi yang telah disesuaikan spesifik lokasi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006), pemakaian pupuk Urea sama dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Purwakarta (250 kg Urea/ha), SP-36 dan KCl masing-masing sebanyak 50 kg/ha (di bawah rekomendasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta dan pemakaian petani). Pemakaian pupuk Urea, SP-36, dan KCl dapat ditekan bila pada waktu pengolahan lahan, jerami dikembalikan ke tanah dan bukan dibakar (akan menghemat pemakaian pupuk Urea dan KCl) serta penggunaan pupuk kandang (akan menghemat pemakaian pupuk Urea dan SP-36).

Tabel 9. Penggunaan dan Rekomendasi Pupuk N, P, dan K di Kecamatan Plered Departemen Pertanian Jenis

Pupuk Phonska NPK DPP PB NPB Tanpa

BO + 5 ton/ha Jerami + 2 ton/ha Pupuk Urea 250 267 250 255 219 250 230 200 SP-36 125 67 100 92 105 50 50 0 KCl 75 53 100 62 58 50 0 30

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (2005) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006)

Keterangan:

DPP = Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta PB = Petani Peserta Program Pemupukan Berimbang

NPB = Petani Non Peserta Program Pemupukan Berimbang BO = Bahan Organik

Formula Phonska = (N : P : K) = 15 : 15 : 15 Formula NPK = (N : P : K) = 30 : 8 : 6

Jadwal pemupukan dan penyiangan tanaman padi yang terjadi di lapangan saling mendahului, maksudnya ada beberapa petani yang melakukan penyiangan terlebih dahulu atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena kepentingan petani di luar usahataninya dan tenaga kerja yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan. Menurut rekomendasi, kegiatan pemupukan dilakukan sebelum penyiangan, dan menurut Vergara (1995) sebaiknya 1 – 2 hari sebelum penyiangan agar pupuk yang diberikan terbenam ke dalam tanah dan tidak menguap atau hanyut bersama air sehingga dapat terserap oleh tanaman secara maksimal. Hal ini juga dapat mengefisienkan pemakaian pupuk yang diberikan.

Pada awal tahun 2006 ini, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K untuk padi sawah spesifik lokasi (per kecamatan) pada 21 provinsi di Indonesia. Kecamatan Plered merupakan salah satu kecamatan yang telah mempunyai rekomendasi pupuk yang telah disesuaikan dengan spesifik lokasinya. Rekomendasi pupuk tersebut berupa kombinasi pemakaian pupuk/bahan organik (pupuk kandang, jerami padi) dan pupuk an- organik (N, P, K).

Agar benar-benar spesifik lokasi dibantu dengan beberapa metode dan alat bantu peningkatan efisiensi pemupukan N, P, dan K untuk tanaman padi sawah, antara lain Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan N, Petak Omisi dan

Paddy Soil Test Kit (Perangkat Uji Tanah Sawah) untuk pemupukan P dan K.

Diharapkan dengan adanya rekomendasi tersebut, Program Pemupukan Berimbang ke depan akan memberikan hasil produksi seperti apa yang diinginkan.

Hasil pendugaan parameter fungsi produksi pada model V seperti terlihat pada Lampiran 15, memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9027 yang berarti keragaman variabel bebas (input luas lahan, jumlah benih, jumlah pupuk an-organik, dan tenaga kerja dalam dan luar keluarga) yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan keragaman variabel terikat (produksi padi sawah) sebesar 90.27 persen, sedangkan sisanya diterangkan oleh faktor lainnya yang tidak termasuk di dalam model. Data variabel bebas dan variabel terikat fungsi produksi padi sawah di Kecamatan Plered dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20.

Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, dapat dilihat dari masing-masing parameter dugaan pada Tabel 10. Parameter dugaan yang sesuai dengan harapan (tanda parameter dugaan yang positif dan mempunyai pengaruh secara nyata (signifikan) pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered) adalah luas lahan, jumlah pupuk an-organik, jumlah tenaga kerja luar keluarga. Sedangkan parameter dugaan jumlah benih bertanda negatif dan tidak berpengaruh secara nyata sementara tenaga kerja dalam keluarga bertanda positif dan juga tidak berpengaruh secara nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered.

Sesuai dengan program pemupukan berimbang, variabel jumlah pupuk an- organik bertanda positif dan berbeda nyata pada taraf 1 persen yang berarti variabel jumlah pupuk berpengaruh nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Besarnya nilai parameter dugaan jumlah pupuk 0.45126, setiap penambahan jumlah pupuk 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah sebesar 0.45 persen dengan asumsi faktor produksi lain tetap (cateris paribus).

Tabel 10. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Program Pemupukan Berimbang (Model V) di Kecamatan Plered

Variabel Parameter Dugaan t-hitung Pr > I t I Lahan 0.81075** 2.32 0.0247

Benih -0.46060 -1.29 0.2020

Pupuk An-organik 0.45126*** 3.39 0.0014 Tenaga Kerja Dalam Keluarga 0.02947 0.75 0.4585 Tenaga Kerja Luar Keluarga 0.16911** 2.66 0.0104

Restriksi 0.72923 1.35 0.1791

R2 = 0.9132 Sumber: Data (diolah) Keterangan:

Taraf nyata α 1 persen (***), 5 persen (**)

Variabel jumlah tenaga kerja juga sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda positif dan berbeda nyata pada taraf 5 persen yang berarti variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Besarnya nilai parameter dugaan jumlah tenaga kerja luar keluarga 0.16911, setiap penambahan jumlah tenaga kerja luar keluarga 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah sebesar 0.17 persen.

Untuk variabel luas lahan sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda positif dan berbeda nyata (signifikan) pada taraf 5 persen dengan nilai elastisitas 0.81075, artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi padi sawah di Kecamatan Plered sebesar 0.81 persen.

Untuk variabel jumlah benih tidak sesuai dengan harapan, parameter dugaan bertanda negatif dan tidak berbeda nyata terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Plered. Kondisi ini didukung dari data di lapangan bahwa jumlah benih yang dipakai oleh petani di Kecamatan Plered (31.81 kg) telah melebihi jumlah rekomendasi dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta (30 kg). Hasil analisis ini juga didukung oleh penjelasan dari

Koordinator Penyuluh Pertanian Dinas Pertanian Tanaman Pangan Purwakarta yang menyatakan bahwa petani menggunakan benih melebihi rekomendasi yang telah ditetapkan untuk menghindari resiko kekurangan benih pada saat penanaman.

Hasil penelitian di atas sesuai dengan pernyataan Feder, et al. (1985), luas

lahan merupakan faktor penentu dalam produksi dan pendapatan usahatani yang diperoleh petani. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang sama adalah Kasryno (1999) yang menyatakan bahwa faktor produksi yang paling dominan mempengaruhi produksi padi di Pulau Jawa adalah lahan diikuti tenaga kerja, traktor, dan pupuk. Hal yang sama dinyatakan oleh Kalo (1983) dari hasil penelitiannya bahwa lahan merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi padi di Indramayu dengan semakin baiknya jaringan irigasi sawah.

Barhiman (1982) juga menyatakan bahwa faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap produksi padi di empat desa di Jawa Barat (Mariuk, Balida, Jatisari, dan Sentul) adalah luas lahan dan tenaga kerja dan berdasarkan masing- masing desa, Jatisari dan Sentul juga menunjukkan bahwa luas lahan merupakan faktor produksi yang paling berpengaruh secara nyata tetapi faktor tenaga kerja tidak berpengaruh nyata karena ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani relatif cukup banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perluasan areal tanam sawah masih dapat dilakukankan dalam peningkatan produksi padi baik secara perluasan areal tanam baru maupun dengan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) padi.

Berbeda kondisinya di daerah penelitian, ketersediaan tenaga kerja dirasakan kurang oleh petani dalam melakukan usahataninya. Hal ini disebabkan berkurangnya minat masyarakat terutama anak mudanya untuk bekerja di sektor pertanian. Mereka lebih tertarik untuk bekerja di sektor lain seperti industri atau menjadi tenaga kerja di kota bahkan menjadi tenaga kerja Indonesia di luar negeri.

Pupuk merupakan sarana produksi (saprodi) yang cukup penting dalam peningkatan produksi padi. Berdasarkan evaluasi Bank Dunia, pemupukan memberikan sumbangan 4 persen (disamping kecukupan air irigasi 16 persen dan varietas unggul modern 5 persen) dan secara bersama-sama memberikan sumbangan 75 persen terhadap laju kenaikan produksi padi menjelang tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2003).

Pupuk adalah nutrisi tanaman padi yang berguna dalam proses pertumbuhannya untuk menghasilkan gabah yang banyak dan berkualitas. Pemberian pupuk yang tepat (6 tepat) akan memberikan hasil padi sesuai dengan yang diharapkan.

Varietas unggul modern yang dikembangkan melalui strategi pemuliaan Revolusi Hijau (Balai Penelitian Tanaman Padi, 2003) telah mendominasi >90 persen areal pertanaman padi di Indonesia (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006). Varietas tersebut responsif terhadap pemupukan (terutama N, P, dan K). Hal ini mendukung hasil uji di atas yang menyatakan bahwa pemupukan yang dilakukan petani di Kecamatan Plered terhadap tanaman padinya dapat meningkatkan produksi.

Dampak dari penanaman varietas unggul modern, penggunaan pupuk dalam dosis tinggi. Rekomendasi pemupukan yang dianjurkan merupakan rekomendasi

pupuk secara umum dan berlaku di semua daerah di Indonesia tanpa menguji ketersediaan hara dalam tanah. Akibatnya merusak kondisi lahan dan lingkungan, timbulnya hama dan penyakit baru tanaman (Muntoya, 1994) serta efisiensi pemupukan terabaikan.

Untuk mencegah terjadinya dampak negatif di atas secara berkelanjutan, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006 mengenai rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah secara spesifik lokasi. Rekomendasi berdasarkan ketersediaan hara di dalam tanah dan kebutuhan tanaman terhadap pupuk sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

6.3.2. Pengaruh Program Pemupukan Berimbang terhadap Pendapatan Petani Padi Sawah

Tujuan dari pelaksanaan Program Pemupukan Berimbang khususnya pada usahatani padi sawah di Kecamatan Plered Kabupaten Purwakarta adalah untuk meningkatkan produktivitas dan produksi padi yang dihasilkan serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Produksi padi yang dihasilkan merupakan kombinasi dari penggunaan input produksi (benih, pupuk, pestisida) dan dipengaruhi oleh kondisi fisik dan biologi tanaman, lingkungan dan tingkat penerapan teknologi yang dianjurkan.

Pendapatan yang diperoleh petani tergantung dari besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh petani dari produksi yang diterimanya. Tabel 11 menyajikan perbandingan struktur pembiayaan, penerimaan, pendapatan dan keuntungan usahatani padi sawah pada petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered.

Hadisaputro (1973) membagi biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usahatani atas biaya yang dibayarkan dan biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya tunai dalam proses produksi yang dikeluarkan petani untuk pembelian benih, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja luar keluarga dan borongan, iuran PBB dan iuran P3AMC (Petugas Pengelola dan Pengatur Air Irigasi Mitra Cai), dan bagi hasil yang dibayarkan (penyakap). Biaya yang diperhitungkan adalah upah tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan (pemilik lahan), pemakaian benih dari hasil panen yang lalu, dan bunga modal (biaya yang dibayarkan).

Dari tabel tersebut terlihat bahwa komponen biaya terbesar pada usahatani padi, baik peserta program pemupukan berimbang maupun non peserta program pemupukan berimbang adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja (tenaga kerja dalam dan luar keluarga dan borongan untuk pekerjaan pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengendalian OPT, dan pemanenan) ini mencapai Rp 2 140 936 atau 51 persen dan Rp 1 935 000 atau 49 persen dari total biaya produksi untuk peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang.

Penelitian lain tentang analisis usahatani padi sawah juga memberikan hasil yang sama. Surya (2002), melakukan perhitungan usahatani padi sawah. Hasilnya, 45.89 persen dari total biaya usahatani merupakan biaya untuk tenaga kerja pada usahatani yang menerapkan metode PHT dan 52.06 persen untuk konvensional.

Produksi yang dihasilkan petani peserta program pemupukan berimbang sebesar 6 003 kg dengan keuntungan yang diperoleh Rp 4 011 378 dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan petani non peserta program pemupukan

berimbang sebesar 5 027 kg dengan keuntungan Rp 3 163 183 per musim tanam. Dengan mengikuti program pemupukan berimbang. akan dikeluarkan tambahan biaya produksi sebesar Rp 259 343 untuk menghasilkan tambahan produksi sebesar 976 kg.

Tabel 11. Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Kecamatan Plered

Program Pupuk Berimbang

Non Program Pupuk Berimbang N o Uraian Nilai (%) Nilai (%) 1 Benih (kg) 29.56 31.81 2 Pupuk Pupuk An-organik (kg) 414.91 387.31 Pupuk Organik (kg) - 50.93 3 Pestisida (ltr) 2.46 0.65 4 Tenaga Kerja TKDK (HKP) 20.36 24.50 TKLK (HKP) 87.32 72.09 5 Produksi (kg) 6 003 5.027 6 Penerimaan = A (Rp) 8 240 556 7 133 019 7 Biaya Dibayarkan = B (Rp) 2 735 249 64.68 2 458 671 61.93 a. Benih 103 465 3.78 78 796 3.20 b. Pupuk 657 734 24.05 547 907 22.28 c. Pestisida 10 789 0.39 2 454 0.10 d. Upah TKLK 1 474 971 53.92 1 215 648 49.44 e. Upah Borongan 309 649 11.32 297 222 12.09 f. Iuran P3AMC 66 365 2.43 65 946 2.68 g. Sakap (Penyakap) 98 575 3.60 240 926 9.80 h. PBB (Pemilik lahan) 13 702 0.50 9 771 0.40 8 Biaya Diperhitungkan = C (Rp) 1 493 929 35.32 1 511 165 38.07 a. Upah TKDK 356 316 23.85 422 130 27.93

b. Sewa Lahan (Pemilik lahan) 970 760 64.98 930 556 6.58

c. Benih panen lalu - - 11 481 0.76

d. Bunga modal 166 853 11.17 146 998 9.73

9 Biaya Total = B + C (Rp) 4 229 178 3 969 835 10 Pendapatan = A – B (Rp) 5 505 307 4 674 348 11 Keuntungan = A – (B + C) (Rp) 4 011 378 3 163 183

12 R/C ratio 1.95 1.80

Sumber: Data (diolah)

Usahatani yang dilakukan oleh petani peserta program pemupukan berimbang memerlukan biaya tunai yang lebih besar (Rp 2 735 249) dibandingkan usahatani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu Rp 2 458 671 per

musim tanam. Jumlah ini menggambarkan modal usahatani yang harus disediakan petani. Tingginya biaya ini dikarenakan adanya penanaman padi varietas unggul (berlabel) yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan benih yang dibeli di kios atau dari panen sebelumnya (tidak berlabel), pemupukan berimbang dengan pupuk majemuk dengan rekomendasi pupuk yang cukup banyak, dan upah tenaga kerja luar keluarga.

Dari nilai R/C ratio, petani peserta program pemupukan berimbang mempunyai nilai R/C ratio sebesar 1.95, artinya petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.95 untuk setiap rupiah yang dikeluarkannya untuk biaya produksi. Sedangkan bagi petani non peserta program pemupukan berimbang nilai R/C rationya lebih rendah, yaitu 1.80 yang artinya petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.80 untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. Data biaya, penerimaan, pendapatan, dan keuntungan usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dapat dilihat pada Lampiran 21 dan 22.

Selain bertanam padi, sebagian petani juga mengelola usahatani lain seperti tanaman palawija, tanaman perkebunan, sayunan, buah-buahan, peternakan, dan perikanan. Disamping bertani, untuk memenuhi kebutuhan keluarganya petani juga ada yang berdagang dan membuat keramik, dimana Kecamatan Plered merupakan pusat kerajinan keramik di Jawa Barat. Adanya pekerjaan-pekerjaan selain bertanam padi ini dirasakan petani sangat membantu, karena pendapatan yang diperolehnya dari pekerjaan ini memberikan kontribusi yang berarti untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan keluarganya.

Dokumen terkait