• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.3. Gambaran Umum Petani Sampel

5.3.2. Usahatani Padi Sawah

Usahatani padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Plered tidak jauh berbeda dengan petani padi sawah di daerah lainnya. Indeks Pertanaman (IP) usahatani padi sawah di Kecamatan Plered dilakukan dengan 2 dan 3 kali setahun. Usahatani yang dilakukan 2 kali setahun dengan pola tanam padi-padi-bera karena ketersediaan air irigasi yang kurang mencukupi pada musim kemarau untuk usahatani padi dan petani lebih memilih lahannya untuk diberakan. Usahatani yang dilakukan 3 kali setahun dengan pola padi-padi-palawija/hortikultura.

Tanaman yang cocok ditanam pada kondisi tersebut seperti kacang-kacangan dan sayur-sayuran.

Teknik bercocok tanam di Kecamatan Plered yang dilakukan oleh petani peserta program pemupukan berimbang berbeda dengan petani non peserta program pemupukan berimbang. Pada petani padi peserta program pemupukan berimbang, jadwal penanaman dilakukan serempak pada lokasi lahan sehamparan dengan varietas Cigeulis dan Ciherang. Jadwal pemupukan pertama dilakukan pada 0 – 7 hari setelah tanam (hst) dan pemupukan kedua pada 30 – 35 hst dengan jenis pupuk majemuk NPK. Sedangkan pada petani non peserta program pemupukan berimbang, penanaman tidak serempak dengan varietas padi yang beragam, pemupukan pertama sekitar 2 minggu hst dan pemupukan kedua sama pada 30 – 35 hst dengan jenis pupuk tunggal (Urea, SP-36, dan KCl).

1. Persiapan Lahan

Kegiatan dalam persiapan lahan adalah pengolahan lahan dan pembuatan bedengan untuk persemaian benih padi.

Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan yang dilakukan baik oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang tidak ada perbedaan yang mendasar. Selain dilakukan oleh tenaga manusia juga dibantu oleh tenaga hewan/kerbau (bajak) dan tenaga mesin/traktor. Petani memakai bajak dengan alasan biaya yang dikeluarkan lebih hemat dibandingkan dengan memakai traktor. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 10 petani (33 persen) memakai bajak dan 20 petani (67 persen) memakai traktor dan dari 25

petani non peserta program pemupukan berimbang, 9 petani (36 persen) memakai bajak dan 16 petani (64 persen) memakai traktor dalam pengolahan lahannya. Tahap-tahap pengolahan lahan adalah sebagai berikut:

1. Mojokan (perbaikan dan pembersihan pematang). Pematang sawah sebagai pembatas petak-petak sawah dan saluran air yang rusak diperbaiki dan rerumputan yang terdapat di sisi pematang dibersihkan dengan memakai cangkul dan parang.

2. Pembalikan tanah dengan memakai bajak atau traktor. Setelah sawah diari dilakukan pembalikan tanah, pemecahan bongkahan tanah menjadi lebih halus (garu) dengan bajak atau traktor. Bajak atau traktor ini merupakan tenaga kerja borongan yang biayanya disesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang dikerjakan.

3. Meratakan tanah. Kegiatan meratakan tanah dilakukan secara manual oleh petani dengan memakai alat yang terbuat dari kayu yang disebut sosorongan.

Persiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga dapat menjadi media tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Memperbaiki aerase tanah sehingga ketersediaan oksigen akan lebih terjamin dan dapat membantu menekan gulma, karena dengan pengolahan tanah gulma akan tercampur dengan tanah dan mengalami dekomposisi sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pengolahan lahan ini dimulai setelah air sudah menggenangi lahan sawah selama sekitar seminggu (Puspitasari, 2001).

Sedangkan menurut Taslim, et al. (1989), pengolahan lahan dapat dilakukan

melumpur diratakan yang berguna agar distribusi air merata dan memudahkan untuk membuat jarak tanam.

Penyemaian

Persemaian yang dilakukan baik oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang relatif tidak ada perbedaan. Seminggu setelah panen, persiapan benih terlebih dahulu dilakukan dengan merendam benih padi yang dianggap bagus untuk bibit dalam baskom selama 2 hari dan dimasukkan ke dalam karung juga 2 hari agar tumbuh kecambahnya (tumbuh gigi). Diinkubasi dalam karung, menurut Vergara (1995) adalah untuk mematahkan periode dormansi benih yang diperlukan untuk mempertahankan agar benih tetap hangat, meningkatkan pertumbuhan lembaga dan menghasilkan perkecambahan yang seragam (Vergara, 1995).

Sementara itu dipersiapkan tempat persemaian atau bedengan (21-24 hari sebelum tanam), biasanya di petak sawah. Dalam pembuatan bedengan dibutuhkan bahan sekam (huller), pupuk kandang, dan EM (Emulsi Mikroba = moretan (mikro organisme rekan petani). Untuk luas lahan 1 ha biasanya dipakai 200 – 250 m2 untuk bedengan dengan kebutuhan bahan sekam 4 bagian, pupuk kandang 2 bagian, dan EM 1/3 liter gratis diberikan dari Dinas Pertanian Purwakarta melalui kelompoktani. Tambahkan EM dengan 20 liter air, campurkan dengan bahan dan masukkan ke dalam karung, tutup/ikat. Setelah 3 hari karungnya dibalik dan setelah 7 hari ditaburkan ke lahan bedengan yang telah disediakan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Purwakarta, 2005).

Setelah dilakukan pembajakan/traktor, dibentuk kotakan pada lahan sawah untuk lahan persemaian benih padi. Setelah lahan persemaian ditaburi dengan

campuran EM benih disebar ke dalam lajur-lajur yang sudah dibentuk. Untuk memperkecil kemungkinan kegagalan persemaian akibat gangguan fisik dan biologis, maka dilakukan pemagaran dengan plastik di sekeliling areal persemaian.

Persemaian sebaiknya dilakukan di lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanami. Maksudnya agar bibit yang siap dipindah, waktu dicabut dan akan ditanami mudah diangkut dan tetap segar (Utomo dan Nazaruddin, 2000).

Puspitasari (2001) menyatakan bahwa untuk jumlah benih sebanyak 25-30 kg yang akan ditanam dalam 1 hektar lahan sawah, luas bedengan persemaian yang dibutuhkan dapat menggunakan seperlima bagian di satu petakan sawah. Pada lahan persemaian perlu dilakukan pembajakan atau pencangkulan 3 kali agar tanah melumpur. Kecambah yang disemai akan cepat tumbuh. Hingga umur 1 minggu kebutuhan hara masih disuplai oleh keping biji, setelah itu bedengan persemaian perlu ditabur dengan Urea sebanyak 2.5 kg, TSP 1 kg dan KCl 1 kg untuk lahan 1 ha.

2. Penanaman

Setelah pengolahan lahan selesai maka bibitpun siap ditanam. Bibit biasanya dipindah saat berumur 18-25 hari, umumnya 21 hari (3 minggu). Bibit ditanam dengan cara dipindah (tanam pindah = tapin) dari bedengan persemaian ke petakan sawah. Caranya bibit dicabut dari bedengan persemaian dengan menjaga agar bagian akarnya terikut semua dan tidak rusak. Setelah itu bibit dikumpulkan dalam ikatan-ikatan lalu ditaruh di sawah dengan sebagian akar terbenam ke air.

Jarak tanam yang dipakai oleh petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang beragam, 25 x 25 cm, 25 x 27 cm, dan 27 x 27 cm. Bibit yang ditanam perlubang juga beragam ada yang 1 – 2, 2 – 3, 3 – 5, bahkan ada yang 5 – 7 batang/lubang. Posisi bibit tegak, kedalaman sekitar 2 – 3 cm. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 24 petani (80 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm, 3 petani (10 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 27 cm dan 3 petani (10 persen) menggunakan jarak tanam 27 x 27 cm, dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, 19 petani (76 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 25 cm, 2 petani (8 persen) menggunakan jarak tanam 25 x 27 cm dan 4 petani (16 persen) menggunakan jarak tanam 27 x 27 cm. Kedalaman tanam sekitar 2 cm tapi jangan kurang dari itu agar bibit tidak mudah hanyut. Jarak tanam padi biasanya 20x20 cm atau 25x25 cm (Utomo dan Nazaruddin, 2000).

3. Pemupukan

Dalam kegiatan pemupukan, terlihat perbedaan perlakuan antara petani peserta program dan non peserta program pemupukan berimbang. Jadwal pemupukan pertama pada petani peserta program pemupukan berimbang dianjurkan pada umur tanaman padi 0 – 7 hst dan pemupukan kedua relatif sama dengan petani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu 30 – 35 hst sedangkan jadwal pemupukan pertama pada petani non peserta program pemupukan berimbang biasanya setelah penyiangan pertama ( ± 2 minggu hst). Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 8 petani (27 persen) melakukan pemupukan pertama 0 – 7 hst, 22 petani (73 persen) melakukan pemupukan pertama 14 – 17 hst dan dari 25 petani non peserta program

pemupukan berimbang, 2 petani (8 persen) melakukan pemupukan pertama 0 – 7 hst, 23 petani (92 persen) melakukan pemupukan pertama 14 – 21 hst.

Jenis pupuk dan dosis pupuk sesuai rekomendasi yang digunakan oleh petani peserta program pemupukan berimbang adalah pupuk majemuk (NPK) dengan dosis NPK/Kujang 400 kg/ha dan Phonska/Petro 300 kg/ha + Urea 150 kg/ha. Petani non peserta program pemupukan berimbang menggunakan pupuk tunggal dengan dosis Urea 250 kg/ha + TSP/SP-36 100 kg/ha + KCl 100 kg/ha. Aplikasi pemupukan oleh petani di lapangan, dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 25 petani (83 persen) menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian Kab. Purwakarta, 5 petani (17 persen) menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik tidak sesuai rekomendasi dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, semuanya menggunakan jenis dan dosis pupuk anorganik tidak sesuai dengan rekomendasi yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kab. Purwakarta baik untuk pupuk tunggal maupun majemuk.

Karena distribusi pupuk ke lokasi program terlambat maka ada beberapa petani peserta program pemupukan berimbang mau melakukan pemupukan sesuai anjuran tertunda jadwalnya walaupun banyak juga petani peserta program pemupukan berimbang tidak melakukan pemupukan pertama sesuai anjuran karena masih ragu-ragu untuk melaksanakannya. Petani tetap melakukan pemupukan sesuai kebiasaan petani sebelum adanya program pemupukan berimbang atau seperti jadwal yang dilakukan oleh petani non peserta program pemupukan berimbang, yaitu 2 minggu hst.

Beberapa petani padi sawah di Kecamatan Plered hanya menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk tanamannya. Hal ini dilakukan karena pada kegiatan pelatihan mingguan yang diberikan dari Pemerintah Daerah Purwakarta petani diberikan pengetahuan mengenai pertanian organik. Beberapa petani tertarik untuk melaksanakan pertanian organik yang salah satunya dengan memakai pupuk kandang dalam usahatani padi sawahnya. Mungkin perlu ditetapkan rekomendasi pupuk kandang/organik dalam usahatani padi di Purwakarta khususnya di Plered.

4. Penyiangan

Menurut rekomendasi dari Dinas Pertanian Purwakarta, penyiangan dilakukan setelah pemupukan baik penyiangan pertama maupun penyiangan kedua. Tetapi karena kebiasaan atau karena tenaga kerjanya tidak tersedia tepat waktu maka sebelum penyiangan dilakukan pemupukan terlebih dahulu karena biasanya pumupukan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga. Penyiangan dan pemupukan dilakukan secara manual oleh tenaga kerja wanita.

Kegiatan penyiangan yang dilakukan petani peserta program pemupukan berimbang dan petani non peserta program pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dua kali, yaitu 2 minggu hst dan 30 – 35 hst. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, untuk penyiangan pertama 12 – 15 hst dan penyiangan kedua 30 – 36 hst dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, penyiangan pertama 14 – 20 hst dan penyiangan kedua 30 – 40 hst.

Gulma yang ada dicabut, digumpalkan dan dibenamkan dengan kaki ke dalam tanah sawah. Penyiangan ini dilakukan agar padi tidak bersaing dengan gulma dalam memperoleh zat hara yang sangat dibutuhkan padi untuk tumbuh

dan berbuah. Penyiangan dilakukan pada gulma yang tumbuh pada tanaman berumur 15, 35 dan 55 hari setelah tanam (hst), kebanyakan petani menyesuaikan dengan jadwal pemupukan. Gulma yang tumbuh dicabut dan dibenamkan ke tanah sawah (cara manual) dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida Indamin yang biasanya dilakukan pada 7 hst dengan dosis 50 cc/ha (Utomo dan Nazaruddin, 2000).

5. Pengendalian OPT

Pada musim tanam pertama (MT. I) biasanya gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tidak mengkhawatirkan sehingga tidak banyak petani yang melakukan pengendalian OPT pada tanaman padinya. Berdasarkan data Kabupaten Purwakarta dalam Angka (2003), OPT yang sering menyerang tanaman padi sawah di Kecamatan Plered diantaranya Tungro, Hama Putih, Tikus, dan Ulat grayak. Secara umum di Indonesia menurut Suparyono dan Setyono (1993), ada beberapa hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman padi, antara lain walang sangit, ganjur, penggerek padi, wereng, tikus, dan burung. Penyakit tanaman padi adalah hawar daun dan pelepah, bercak bakteri, busuk batang dan lain-lain.

Cara dengan penyemprotan tidak lagi dianjurkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta karena selain pestisida mencemari irigasi atau sumber air di sekitarnya juga menghabiskan biaya besar. Dengan Pengendalian Hama Penyakit Terpadu (PHPT) sangat dianjurkan yang merupakan suatu sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dalam suatu cara yang terpadu untuk mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat merugikan.

Petani padi sawah di Kecamatan Plered telah terkelompok dalam kelompoktani-kelompoktani yang setiap minggu selalu mengadakan pertemuan dengan PPL bersama aparat Pemda setempat untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan tambahan bagaimana berusahatani yang lebih baik dan benar.

Salah satu pengetahuan yang dibagikan adalah pembuatan pestisida organik/nabati. Bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan pestisida nabati adalah jahe, kunyit, ubi jalar, jengkol, serehwangi, daun jeruk, tembakau, daun surian. Bahan ditumbuk, setelah ditumbuh diberi campuran EM (EM + 6 liter air), dimasukkan dalam karung dan direndam selama 2 hari. Untuk 1 ha tanaman padi membutuhkan 8 liter air rendaman dicampur dengan 48 liter air biasa (Dinas Pertanian Kab. Purwakarta, 2005).

Biaya yang dibutuhkan untuk membuat pestisida nabati ini adalah Rp 25 000 untuk kebutuhan 2 hektar lahan. Menurut pengalaman petani yang telah mencobanya, pestisida ini cukup ampuh dalam upaya pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan dan murah harganya. Dari 30 petani peserta program pemupukan berimbang, 6 petani (20 persen) menggunakan pestisida nabati dan dari 25 petani non peserta program pemupukan berimbang, 2 petani (8 persen) yang menggunakan pestisida nabati.

6. Panen dan Pasca Panen

Padi siap dipanen bila bulir-bulir padi sudah menguning rata. Apabila sebagian padi ada yang masih muda/hijau, mungkin karena pengaturan air yang kurang baik dan jarak tanam yang tidak teratur maka bagian tersebut ditinggalkan untuk dipanen beberapa hari kemudian (menunda panen bagi padi yang sudah

matang akan menyebabkan kehilangan/mengurangi hasil). Waktu panen padi umur 115. Alat yang digunakan adalah sabit bergerigi.

Produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) rata-rata perhektar untuk petani peserta program pemupukan berimbang dan non peserta program pemupukan berimbang masing-masing 6 003 kg dan 5 027 kg. Usahatani padi pada petani peserta program pemupukan berimbang memiliki tingkat produksi 976 kg lebih tinggi daripada usahatani padi pada petani non peserta program pemupukan berimbang. Hal ini diduga terjadi karena adanya pemakaian pupuk majemuk NPK dan varietas unggul bermutu.

Hasil panen petani peserta program pemupukan berimbang dijual ke PT. Pertani atau ke tengkulak seperti yang dilakukan oleh petani non peserta program pemupukan berimbang. Harga gabah dijual dengan harga yang bervariasi antara Rp 1 300 – Rp 1 600 tergantung kepada kualitas gabah dan harga pasar.

Dokumen terkait