• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem Irigasi terhadap Produksi, Kandungan Gula

dan Nikotin

Penelitian lapang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan penelitian adalah irigasi konvensional, irigasi drip ditambah mulsa dan irigasi drip tanpa mulsa. Irigasi konvensional yaitu menyalurkan air dari sumber dengan bantuan pompa menggunakan pipa plastik sampai tanaman.

Hasil

Jumlah Daun, Panjang Daun Cuter, Lebar Daun Cuter dan Tinggi Tanaman. Irigasi konvensional menghasilkan lebar daun dan tinggi tanaman yang lebih kecil dari pada irigasi drip dengan mulsa maupun tanpa mulsa. Ti-dak terda-pat perbedaan yang nyata dari panjang daun dan jumlah daun antara perlakuan sistem irigasi. Tidak terdapat perbedaan tinggi tanaman antara irigasi

drip dengan mulsa dan tanpa mulsa, tetapi pemberian mulsa dapat meningkat-kan lebar daun (Tabel 14).

Bobot Kering Setiap Grup Daun. Irigasi drip dengan mulsa menghasil-kan produksi nyata lebih tinggi dari pada irigasi konvensional untuk semua grup daun (Tabel 15). Produksi daun segar total pada irigasi drip dengan mulsa sebesar 36.5 kg/10 m2 atau 159.7% dari produksi pada irigasi konvensional. Produksi daun segar total pada irigasi drip tanpa mulsa sebesar 35.7 kg/10 m2 tidak berbeda dengan irigasi drip dengan mulsa (Tabel 16). Produksi total daun kering pada perlakuan irigasi drip dengan mulsa diban-dingkan dengan perlakuan irigasi konvensional terjadi peningkatan sebesar 45.5%. Peningkatan efisien pemakaian air juga terjadi sebesar 142%. Tidak terdapat per-bedaan produksi dan efisiensi pemakaian air antara irigasi drip dengan penambahan mulsa dan tanpa mulsa. Rendemen tembakau antara ketiga sistem irigasi tidak berbeda (Tabel 16). Irigasi drip sangat effisien dalam penggunaan air, karena pembasahan terjadi hanya sekitar 10 cm sekeliling tanaman. Kelembaban yang tinggi yang dihasilkan oleh irigasi konvensional banyak yang terbuang mela-lui evaporasi.

Pemakaian mulsa pada irigasi drip tidak dapat meningkatkan produksi tembakau karena indeks luas daun tembakau tinggi yaitu lebih besar dari delapan, sehingga evapotranspirasi tidak berbeda (Gambar 8) dan kelembaban tanah tidak berbeda dengan irigasi drip tanpa mulsa. Kanopi dengan indeks luas daun yang tinggi dapat memberikan penutupan permukaan tanah yang dapat menghambat evaporasi sehingga pengaruh mulsa terhadap penekanan evapotranspirasi tidak nyata. Hasil yang berbeda diperoleh pada tanaman lain yaitu mulsa dapat mene-kan evapotranpirasi pada tanaman sorghum (Zaongo et al., 1997), jagung (Zemenchik et al., 2000) dan bawang (Stock et al., 1999). Tabel 14. Pertumbuhan Maksimum Tembakau pada 3 Sistem Irigasi Sistem irigasi Panjang daun

(cm) Lebar daun (cm) Jumlah daun Tinggi tanaman (cm) Irigasi Konven-sional 46.2 a 24.2 b 22.4 a 86.4 b

Irigasi drip dengan Mulsa

49.9 a 29.3 a 23.4 a 128.6 a

Irigasi drip tanpa mulsa

48.2 a 25.4 b 23.2 a 116.9 a

Tukey (0.05) 9.1 2.9 4.5 15.1

Keterangan: Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Kandungan Gula dan Nikotin. Kandungan gula, nikotin dan nisbah gula dengan nikotin dalam daun tembakau yang dihasilkan oleh irigasi drip tidak berbeda dengan irigasi konvensional (Tabel.17). Nisbah gula dengan nikotin yang dihasilkan pada penelitian ini adalah antara 8.95 dan 9.66 yang memiliki sifat organoleptik halus sampai sedang dan tidak gatal. Pemilihan sistem irigasi yang akan digunakan dapat berdasarkan efisiensi pemakaian air. Efisiensi pemakaian air oleh irigasi drip lebih tinggi dari pada irigasi konvensional.

Evapotranspirasi. Sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap evapotranspirasi total, 8 MSP, 6 MSP, 4 MSP, tetapi tidak berpengaruh terhadap evapotranspirasi 2 MSP. Volume irigasi yang diberikan dengan irigasi drip tidak berbeda dengan irigasi konvensional selama menjelang panen, sehingga evapotranspirasi selama 2 minggu sebelum panen antara dua sistem irigasi tidak berbeda. Sistem irigasi tetes menghasilkan evapotranspirasi nyata lebih rendah dari pada sistem irigasi konvensional, sedangkan antara sistem irigasi tetes bermulsa dengan irigasi tetes tanpa mulsa tidak berbeda nyata.(Tabel 18). Evapotranspirasi yang rendah dan produksi yang tinggi menyebabkan efisiensi pemakaian air yang tinggi pada irigasi tetes.

Tabel 15. Produksi Tembakau pada Tiga Sistem Irigasi

Sistem irigasi Daun

Pasir Daun Kaki Daun Kaki-1 Daun Madya Madya atas . . . kg daun segar/10 m2 . . . Irigasi Konvensional 0.51 b 3.79 b 2.11 c 6.97 b 9.45 b Irigasi drip dengan 0.80 a 3.94 a 3.13 b 12.26 a 16.35 a

Mulsa

Irigasi drip tanpa mulsa

0.97 a 3.75 b 3.57 a 12.60 a 14.82 a

Tukey (0.05) 0.26 0.05 0.11 3.13 4.28

Keterangan: Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Evapotranspirasi pada irigasi drip selama periode tumbuh awal sampai sampai 4 MSP sebesar 59.9% sampai 65.2% dari evapotranspirasi pada irigasi konvensional. Evapotranspirasi selama akhir periode tumbuh pada irigasi drip sama dengan irigasi konvensional (Gambar 10). Evapotranspirasi yang rendah pada irigasi drip disebabkan oleh pembasahan yang terbatas yaitu hanya 10 cm di sekeliling tanaman. Pemakain mulsa sangat menekan evapotranpirasi karena mulsa dapat menurunkan tahanan permukaan tanah. Evapotranpirasi berbanding terbalik dengan tahanan sehingga semakin besar tahanan akan semakin kecil evapotranspirasi. Evapotranspirasi dari tanam sampai panen pada irigasi drip yang ditambah mulsa lebih kecil dari pada irigasi drip tanpa mulsa.

Tabel 16. Produksi Total Tembakau, Rendemen dan Efisiensi Pemakaian Air Pada Tiga Sistem Irigasi.

Sistem irigasi Bobot Segar Daun (kg/10m2) Bobot Kering Daun (kg/10m2) Rendemen (%) EPA (g daun kering/kg air) Irigasi Konvensional 22.83 b 3.71 b 16.3 a 1.41 b

Irigasi drip dengan Mulsa

36.47 a 5.40 a 14.8 a 3.42 a

Irigasi drip tanpa mulsa

35.71 a 5.51 a 15.4 a 3.43 a

Tukey (0.05) 5.17 1.55 4.4 0.72

Keterangan: Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

EPA: efisiensi pemakaian air

Tabel 17 . Kandungan Gula, Nikotin dan Nisbah Gula dengan Nikotin Pada Saat Panen dari Tiga Sistem Irigasi

Gula (%) Nikotin (%)

Irigasi Konvensional 21.2 a 2.4 a 9.0 a

Irigasi drip dengan Mulsa

22.6 a 2.4 a 9.6 a

Irigasi drip tanpa mulsa 22.8 a 2.4 a 9.7 a

Tukey (0.05) 4.2 0.1 1.9

Keterangan: Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05).

Radiasi Matahari. Radiasi transmisi oleh tajuk tembakau pada sistem irigasi konvensional lebih besar dari pada sistem irigasi drip, karena indeks luas daunnya lebih kecil (Tabel 19), sehingga lebih banyak radiasi yang lolos. Sebalik-nya terjadi pada radiasi intersepsi. Radiasi transmisi besarnya dipengaruhi oleh karakter kanopi yaitu luas daun, sudut daun, filotaksis, jumlah daun, ukuran daun. Ini sesuai dengan persamaan Monsi-Saeki yaitu nisbah radiasi transmisi (I) dan radiasi datang (Io) = e - kF , k adalah koefisien pemadaman dan F adalah indeks luas daun (Baldy dan Stigter, 1997).

Tabel 18. Evapotranspirasi Harian pada Berbagai Periode Tumbuh Dari Tiga Sistem Irigasi.

Evapotranspirasi Sistem Irigasi

Konvensional Tetes + Mulsa Tetes Tanpa Mulsa . . . mm/hari . . . Tanam-panen 3.3 a 2.0 b 2.0 b 8 MSP 3.2 a 2.0 b 2.0 b 6 MSP 3.3 a 2.1 b 2.1 b 4 MSP 3.4 a 2.1 b 2.0 b 2 MSP 0.6 a 0.5 a 0.6 a

Keterangan: Data pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Tukey 0.05.

Intersepsi radiasi yang rendah pada irigasi konvensional menyebabkan energi untuk pemanasan udara di atas kanopi juga lebih rendah sehingga suhu udara di atas kanopi lebih rendah pada irigasi konvensional dari pada sistem iri-gasi tetes. Radiasi yang diintersepsi selain digunakan untuk pemanasan udara juga untuk evapotranspirasi dan fotosintesis. Rendahnya radiasi intersepsi juga menyebabkan rendahnya fotosintesis.

0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 T- p a n e n 8 MS P 6 MS P 4 MS P 2 MS P

P e riode Tum buh

% Ir ig a s i K on v en s io n K o n v D rip + m u ls a D rip -m u ls a

Gambar 10. Perbandingan Evapotranspirasi antara Irigasi Drip dengan Konvensional.

Berbagai penelitian hubungan antara intersepsi cahaya dengan tanaman telah banyak dilakukan. Andrade et al. (1993) melaporkan bahwa terdapat ko-rela-si positif antara intersepsi radiasi dengan jumlah biji jagung/m2. Setiap mega joule menghasilkan 5.39 g biji. Tanaman tebu yang ditanam dengan iri-gasi meng-intersepsi radiasi sebesar 60% selama 167 - 445 hari setelah tanam. Koefisien pemadaman radiasi sebesar 0.38 dapat diduga dari hubungan antara indeks luas daun dengan fraksi intersepsi cahaya (Muchow et al., 1994).

Biomasa dapat diprediksi berdasarkan intersepsi radiasi kumulatif dan koefisien efisiensi pemakaian radiasi (Williams et al., 1996). Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara intersepsi radiasi den-gan biomassa tanaman (Monteith, 1994; Demetriades et al., 1994; Wheeler et al., 1993)

Tabel 19. Intersepsi Radiasi Oleh Tajuk Selama Fase Pertumbuhan Maksimum Tembakau pada Siang Hari.

Sistem irigasi Transmisi (%) Intersepsi (% Qo) Indeks Luas Daun Koefisien Pemadaman Irigasi Konven-sional 9.5 90.4 8.0 0.29 Irigasi Drip +mulsa 7.0 93.0 11.0 0.24 Irigasi Drip tanpa mulsa 7.7 92.3 9.0 0.28

Intersepsi radiasi dipengaruhi oleh teknik budidaya tanaman. Setelah berbunga, tanaman rape dengan jarak barisan 15 cm mengintersepsi radiasi lebih tinggi dari pada jarak barisan 30 cm. Peningkatan populasi tanam dari 1.5 menjadi 12.0 kg benih/ha menyebabkan peningkatan intersepsi radiasi (Morrison dan Stewart, 1995). Intersepsi cahaya juga dipengaruhi oleh ketersediaan air. Cekaman air pada Vicia faba L. menyebabkan perubahan sudut daun yang dapat menurunkan intersepsi radiasi aktif fotosintetik. (Ridao et al., 1996).

Kelembaban Udara dan Suhu Udara. Kelembaban udara di atas tajuk tidak berbeda nyata antara ketiga sistem irigasi (Tabel 20). Ini diduga terjadi aliran udara dari daerah yang lebih kering ke daerah lebih lembab, sehingga tercapai keseimbangan. Perbedaan kelembaban udara terjadi di bawah kanopi antara sistem irigasi konvensional dengan sistem irigasi drip. Kelembaban udara bawah tajuk irigasi konvensional lebih tinggi, ini diduga transmisi radiasi yang lebih tinggi digunakan untuk evaporasi, sehingga kandungan uap air di bawah kanopi lebih tinggi. Perambatan panas secara horisontal dari permukaan kering ke permukaan basah menyebabkan perubahan evapotranspirasi dan neraca air pada daerah beririgasi (Prueger et al., 1996).

Kelembaban tanah dan Kebutuhan Air Irigasi. Kelembaban tanah dari irigasi drip lebih rendah dari pada irigasi konvensional (Tabel 21). Rata-rata kelembaban tanah pada irigasi drip selama periode tumbuh adalah 13.5% AT atau 24% dari kelembaban tanah pada irigasi konvensioal. Kelembaban tanah pada kedalaman tanah 10 cm lebih tinggi dari pada kedalaman tanah 40 cm selama periode pertumbuhan cepat sampai maksimum, tetapi selama periode panen kelembaban tanah pada berbagai kedalaman tanah tidak berbeda (Tabel 22).

Tabel 20. Kelembaban Udara dan Suhu Udara Rata-rata Harian pada Fase Pertum-buhan Maksimum Tembakau pada Berbagai Sistem Irigasi.

RH (%) Suhu (oC) RH (%) Suhu (oC)

Irigasi Konvensional 66.7 24.3 81.6 24.3

Irigasi drip + mulsa 64.6 25.1 78.6 24.8

Irigasi drip tanpa mulsa

64.1 25.4 78.1 25.0

Rendahnya kelembaban tanah pada irigasi drip tersebut disebabkan oleh jumlah irigasi yang berbeda. Volume air irigasi drip lebih rendah dari pada iri-gasi konvensional (Tabel 23). Iriiri-gasi konvensional memberikan air pada selu-ruh permukaan lahan sedangkan irigasi tetes hanya membasahi pada radius 10 cm sekeliling tanaman.

Tabel 21. Persen Air Tersedia Dalam Tanah pada Berbagai Periode Tumbuh.

Sistem irigasi Pertumbuhan cepat 1)

Pertumbuhan maksimum 2)

Panen I 3) Panen II 4) Panen III 5)

Irigasi Konven-sional 78.4 a 75.9 a 45.5 a 37.7 a 43.4 a Irigasi Drip dg Mulsa 16.4 b 17.1 b 15.9 b 10.3 b 17.8 b Irigasi Drip tanpa Mulsa 15.0 b 13.9 b 36.1 ab 33.0 ab 30.6 ab Tukey (0.05) 11.1 11.0 25.6 25.3 22.9

Keterangan:Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05). 1) 46-51 HST, 2)52-55 HST, 3) selama 1 minggu sebelum panen daun kaki 4) daun kaki-1 5) daun madya

Tabel 22. Persen Air Tersedia pada Berbagai Kedalaman Tanah pada Berbagai Periode Tumbuh. Kedalaman Tanah Pertumbuhan cepat 1) Pertumbuhan maksimum 2)

Panen I 3) Panen II 4) Panen III 5)

10 cm 44.2 a 45.0 a 24.3 a 13.8 a 15.3 a

20 cm 34.3 ab 32.6 b 38.5 a 34.7 a 35.8 a

40 cm 31.3 b 29.3 b 34.7 a 32.4 a 30.7 a

Tukey (0.05) 11.2 11.0 25.7 25.4 22.9

Keterangan:Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05). 1) 46-51 HST,

2)52-55 HST, 3) selama 1 minggu sebelum panen daun kaki 4) daun kaki-1 5) daun madya

Tabel 23. Kebutuhan Air Irigasi Selama Berbagai Fase Pertumbuhan.

Sistem irigasi Pertumbuhan cepat 1) Pertumbuhan maksimum 2) Panen I 3) Panen II 4) Panen III 5) . . . mm . . . Irigasi Konvensional 14.1 a 14.2 a 14.2 a 11.3 a 15.6 a Irigasi Drip 9.3 b 10.7 b 13.2 b 13.3 a 13.1 b Tukey (0.05) 0.8 3.8 4.2 4.1 1.1

Keterangan:Data dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey (0.05). 1) 46-51 HST, 2)52-55 HST, 3) selama 1 minggu sebelum panen daun kaki 4) daun kaki-1 5)daun madya

Pembahasan

Pengaturan kelembaban tanah dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa dan sistem irigasi. Banyak peneliti lain yang telah melaporkan pengaruh mulsa dan sistem irigasi terhadap produksi berbagai tanaman. Penggunaan mulsa dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh jagung, mulsa dapat mengurangi evaporasi sebesar 40 sampai 50 mm per tahun, peningkatan efisiensi pemakaian air mencapai 8 sampai 10% (Zang et al., 2005).

Irigasi dapat meningkatkan produksi jagung, efisiensi pemakaian air dan efisiensi penggunaan air irigasi. Perubahan efisiensi pemakaian air untuk jagung 1.52 menjadi 1.94 kg m–3 akibat penggunaan mulsa dan irigasi dibandingkan kontrol(Fan, 2005). Irigasi tetes tipe subsurface drip menghasilkan buah dan efisiensi pemakaian air lebih tinggi dari pada irigasi drip tipe surface drip. Irigasi tipe subsurface drip memberikan kelembaban tanah yang lebih baik (Omran et al., 2005).

Penambahan mulsa pada irigasi drip dapat meningkatkan lebar daun (Tabel 14). Stigter (1994) membedakan 8 faktor yang dipengaruhi oleh mulsa yaitu suhu tanah, kelembaban tanah, sifat fisik tanah lainnya, erosi tanah, pertumbuhan gulma dan organisme pengganggu lainnya, aktivitas

mikroorganisme tanah, sifat kimia tanah, aerasi tanah. Semua faktor tersebut berinteraksi mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi tanaman. Pemakaian mulsa dapat meningkatkan effisiensi irigasi melalui pengurangan evaporasi. Irigasi merupakan penambahan air selain presipitasi alami untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Iklim mikro yang berubah karena irigasi adalah suhu dan kelembaban tanah, suhu dan kelembaban udara. Diduga terdapat perbedaan pemantulan cahaya antara tanah kering dan tanah lembab.

Mulsa dan irigasi dapat memodifikasi neraca air. Penelitian dengan penggunaan mulsa dan irigasi 125 mm mengubah kondisi iklim sehingga mampu meningkatkan produksi. Mulsa meningkatkan produksi sebesar 17 %, menurun-kan evaporasi sebesar 28%, meningkatkan biomassa sebesar 20 % (Zaongo et al., 1997). Mulsa dan irigasi menyebabkan perakaran yang lebih intensif pada permukaan tanah. Perakaran yang dangkal ini berkaitan dengan konservasi kelem-baban tanah, ketersediaan hara lebih tinggi dari dekomposisi mulsa. Suhu permu-kaan tanah yang lebih dingin mendorong produksi fitokrom. Pemupukan nitrogen tidak menyebabkan peningkatan pertumbuhan akar. Irigasi ditambah mulsa dan pemupukan N menghasilkan produksi tertinggi dibanding perlakuan irigasi, mulsa atau pupuk N secara tunggal atau kombinasi 2 faktor. Irigasi tanpa input lain meningkatkan biomasa total 55 % lebih tinggi dari pada kontrol. Mulsa saja meningkatkan biomasa total 20 % lebih tinggi dari pada kontrol. Produksi biomasa total tertinggi diperoleh dengan kombinasi irigasi, mulsa dan pupuk N. Mulsa meningkatkan persentase tandan subur sedangkan irigasi dan N meningkatkan jumlah dan bobot biji per tandan. Ini menunjukkan bahwa pada tanah kaolinitik dengan kapasitas tukar kation rendah, kapasitas memegang air rendah, potensi produksi sorghum dapat dicapai dengan kombinasi penggunaan mulsa, irigasi dan pemupukan N (Zaongo et al., 1997). Pada lahan kering, evapotranspirasi sebesar 254 mm atau 90 % dari curah hujan yang diterima selama periode pertumbuhan. Pada lahan beririgasi, evapo-transpirasi rata-rata 284 mm yaitu 100 % curah hujan atau 74 % dari input air total. Peningkatan evapotranspirasi dengan irigasi menunjukkan bahwa curah hujan tidak cukup atau tidak terdistribusi dengan baik untuk

memenuhi kebutuhan evapotranspirasi dari pengelolaan sorghum. Tanah dapat memegang air sebesar 64 mm sampai kedalaman 2 m. Pada evapotranspirasi yang tinggi air tersedia tersebut akan habis dalam 7-10 hari. Input air dari curah hujan atau irigasi harus menyesu-aikan dengan frekuensi tersebut. Irigasi meningkatkan evapotranspirasi sebesar 8-11 % tergantung pemakaian mulsa atau pupuk N. Evaporasi sebesar 20 % lebih tinggi dan transpirasi 4 % lebih tinggi dengan irigasi dari pada tanpa input pada lahan kering, oleh karena itu air lebih banyak hilang karena evaporasi dari pada transpirasi. Dari input air total, 57 % digunakan untuk transpirasi pada lahan kering dan 44 % pada lahan beririgasi (Zaongo et al., 1997).

Mulsa menurunkan evapotranspirasi sebesar 5 - 8 % selama pertumbuhan tergantung apakah menggunakan pupuk N atau irigasi. Mulsa mengurangi evapo-rasi sebesar 28 % pada lahan kering (-31 mm) dan - 36 mm pada irigasi, tetapi kurang efektif dengan pupuk N yaitu sebesar - 8 mm. Air tersedia yang lebih tinggi disebabkan oleh pengurangan evaporasi dengan mulsa meningkatkan transpirasi sebesar 12 % pada lahan kering dengan irigasi tanpa N (Zaongo et al., 1997).

Irigasi meningkatkan efisiensi pemakaian air sebesar 9 - 40 % tergantung input lainnya, menunjukkan bahwa irigasi meningkatkan produksi lebih tinggi dari pada evapotranspirasi. Efisiensi pemakaian air sorghum meningkat 27 % dengan perlakuan tunggal mulsa. Efisiensi pemakaian air tertinggi diperoleh dengan kombinasi perlakuan irigasi, mulsa dan pupuk N (Zaongo et al., 1997). Mulsa juga dapat berfungsi sebagai penambah hara dalam tanah. Dalam sistem agroforestry, pangkasan dari pohon dan semak biasa digunakan untuk mulsa, sebagai sumber hara untuk tanaman interplanting. Kecepatan dekomposisi tergantung dari jenis tanaman sebagi mulsa dan cara penempatan dalam tanah. Untuk spesies Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit dan Cassia siamea Lam. memiliki 2 fase dekomposisi: fase cepat awal dan fase lambat kedua. Jika ditempatkan di bawah permukaan tanah, kecepatan dekomposisi kedua spesies tersebut sama (kira-kira 12 %/minggu dalam fase pertama dan 1 %/minggu dalam fase kedua). Jika ditempatkan di atas permukaan tanah mulsa

Leucaena terdekom-posisi 1.3 kali lebih cepat dari pada mulsa Casia pada fase pertama. Kecepatan dekomposisi pada fase pertama dipengaruhi oleh nisbah C/N, sedangkan pada fase kedua dipengaruhi oleh kandungan lignin dan polipenol (Jama dan Nair, 1996). Mulsa dapat memodifikasi cahaya pantulan ke atas yang diukur 10 cm di atas jerami. Jerami segar memantulkan nisbah FR/R lebih tinggi dari pada jerami lama, dan permukaan tanah memantulkan nisbah FR/R lebih rendah dari pada jerami segar atau lama. Jerami segar jelas berbeda dibanding tanah terbuka dalam pemantulan nisbah FR/R dari permukaan ke tajuk bibit yang baru tumbuh. Jumlah cahaya fotosintetik antara jerami segar dan tanah terbuka sama (Kasperbauer, 1999). Nisbah FR/R mempengaruhi keseimbangan cahaya antara bentuk cahaya merah dan infra merah yang diabsorbsi oleh fitokrom. Nisbah FR/R mempenga-ruhi alokasi pertumbuhan baru dari bagian-bagian tanaman yang sedang berkembang. Beberapa faktor mendukung perbedaan respon morfologi bibit kapas terhadap perbedaan nisbah FR/R pantulan dari jerami segar dibanding tanah terbuka (Kasperbauer, 1999).

Riddle et al. (1996) menjelaskan bahwa mulsa menyebabkan perubahan pemantulan gelombang pendek dan meningkatnya tahanan terhadap difusi panas. Karakter mulsa yang menentukan perubahan tersebut adalah jumlahnya, ketebalan, persen penutupan tanah juga pemantulan gelombang pendek, porositas dan kehalusan.

Selain pemantulan gelombang pendek, transmisifitas dari lapisan residu terhadap radiasi surya merupakan karakter mulsa yang penting. Tanner dan Shen (1990) menunjukkan bahwa lapisan sisa brangkasan jagung memiliki koefisien ektingsi lebih tinggi dari pada yang diharapkan.

Mulsa dapat mengubah suhu maksimum dan minimum dalam tanah. Suhu minimum tanah pada kedalaman 10 cm dipengaruhi oleh jenis mulsa. Mulsa jerami menyebabkan suhu minimum tanah lebih tinggi dari pada mulsa plastik jernih, pengaruh yang sama juga pada suhu maksimum tanah. Kisaran suhu yang dihasilkan oleh kedua jenis mulsa tersebut relatif sama. Mulsa plastik dapat mempercepat pemasakan jagung manis antara 1 sampai 10 hari

pada tekstur tanah debu berliat, tetapi tidak ada pengaruh pada tanah pasir berlempung. Mulsa plastik terang dan mulsa jerami meningkatkan suhu tanah yang menyebabkan perkecambahan lebih awal dan mendorong pemasakan jagung manis (Aguyoh et al., 1999).

Mulsa organik ataupun anorganik digunakan untuk mengurangi kehilangan kelembaban tanah, mengurangi pemadatan dan erosi. Mulsa organik memiliki keuntungan tambahan yaitu memperbaiki struktur tanah dan kesuburannya. Tanah terbuka menyebabkan kelembaban tanah rendah hampir sepanjang tahun. Mulsa potongan kayu dan kain dapat mempertahan kelembaban tanah tetap tinggi (Kraus, 1998).

Mulsa tumbuhan sangat potensial untuk budidaya sayur berskala luas ataupun kecil dengan sistem tanpa olah tanah untuk menekan gulma, suplai N dan mengurangi erosi tanah, meningkatkan bahan organik dalam tanah. Pemba-jakan tanah diikuti dengan pemakaian herbisida dapat meningkatkan produksi tomat, menekan pertumbuhan gulma (Herrero et al, 2001).

Irigasi alur dengan dikombinasikan dengan mulsa yang diletakan pada alur dapat meningkatkan, efisiensi irigasi, efisiensi pemakaian air, sehingga dapat meningkatkan produksi. Produksi bawang dengan irigasi alur yang dikombinasi dengan mulsa dapat meningkat 64 %. Efisiensi irigasi meningkat karena mulsa dapat menurunkan aliran permukaan, meningkatkan pergerakan air kesamping dan meningkatkan kelembaban tanah (Shock et al., 1999). Irigasi tetes dapat mempertahankan kelembaban tanah yang sesuai untuk tembakau (Tabel 21) dan dapat meningkatkan produksi daun tembakau (Tabel 16). Shock et al. (2000) melaporkan bahwa irigasi tetes di bawah permukaan tanah dapat mempertahankan kadar air tanah. Irigasi dengan tetap memper-tahankan potensial air tanah - 20 cbar menghasilkan produksi bawang lebih tinggi dari pada potensial air tanah -50 cbar dan -70 cbar. Pada potensial air tanah yang diperta-hankan - 20 cbar tidak terjadi defisit air artinya evapotranspi-rasi tidak melebihi ketersediaan air tanah.

Irigasi meningkatkan produksi biji, efisiensi pemakaian air dan efisiensi penggunaan air irigasi. Efisiensi penggunaan air irigasi dari kombinasi mulsa

plastik dan irigasi sebanyak 12 mm adalah 6.36 kg m–3 untuk gandum dan 18.05 kg m–3 untuk jagung. Pemakaian mulsa plastik pada fase bibit meningkatkan efisiensi penggunaan air dari 0.77 menjadi 0.98 kg m–3 untuk gandum dan dari 1.52 menjadi1.94 kg m–3 untuk jagung. Hubungan produksi biji dengan evapo-transpirasi adalah linear dengan koefisien regresi sebesar 1.15kg m–3 untuk gan-dum dan 4.56 kg m–3 untuk jagung (Fan et al., 2005)

Kombinasi perlakuan antara tiga metode irigasi (Irigasi drip biaya ren-dah, irigasi drip konvensional dan irigasi dengan tangan) dan tiga tingkat irigasi (sete-ngah dari kebutuhan air tanaman, 100% dari kebutuhan air tanaman diberikan setiap hari, 100% dari kebutuhan air tanaman diberikan 2 hari sekali) menunjuk-kan bahwa irigasi drip biaya rendah menghasilkan kol bunga tertinggi. Terdapat perbedaan kadar air tanah antara ketiga metode irigasi. Tingkat irigasi setengah dari kebutuhan air tanaman memberikan efisiensi pe-makaian air lebih tinggi dari pada tingkat irigasi yang lain (Westarp et al., 2004).

Keterkaitan Antara Percobaan I dan II: Hubungan Transpirasi dengan Kandungan Gula dan Nikotin

Analisis ragam membuktikan bahwa tingkat irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap transpirasi harian selama 2 minggu sebelum panen, kandungan gula dan kandungan nikotin. Data transpirasi, kandungan gula dan kandungan

Dokumen terkait