• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGARUH YAKUZA DALAM POLITIK PEMERINTAHAN

3.1 Pengaruh Terhadap Partai

Pengaruh yakuza terhadap partai politik di Jepang sangat jelas terlihat dalam Partai Liberal Demokrat (Jiyūminshutō). Jiyūminshutō merupakan penggabungan dua partai konservatif yaitu Partai Liberal (Jiyutō) dan Partai Demokrat (Minshutō). Partai konservatif Jepang pada umumnya terdiri dari tokoh- tokoh lama yang cenderung berpikiran kuno dengan mempertahankan tradisi politik yang telah ada sebelumnya. Partai ini tidak terlalu menyukai perubahan karena mereka menganggap tradisi politik yang telah ada harus dipertahankan. Tokoh-tokoh partai konservatif Jepang setelah perang banyak yang berasal dari tokoh-tokoh politik sebelum perang. Meskipun pada masa pendudukan sekutu mereka di tangkap dan dipenjara, tetapi setelah pendudukan sekutu berakhir, mereka dibebaskan dan hak berpolitik mereka dikembalikan.

Beberapa tokoh politik tersebut adalah orang-orang yang berasal dari kelompok ultranasionalis kanan. Kelompok ini sering juga disebut kelompok konservatif sayap kanan. Hal yang membedakan dengan orang-orang konservatif pada umumnya adalah kelompok ini cenderung berhaluan radikal dan memiliki pemikiran yang sangat keras. Kelompok ini sangat meninggikan posisi kaisar, mencintai negaranya, dan sangat membenci paham komunisme. Pemikiran mereka sangat sejalan dengan politikus konservatif, sehingga mereka dapat dengan mudah bergabung menjadi bagian dari partai konservatif itu sendiri.

Pada saat penggabungan partai Liberal dan Demokrat menjadi Partai Liberal Demokrat, peran dari organisasi-organisasi dalam bidang ekonomi seperti Federasi Organisasi Ekonomi (Keidanren), Federasi Asosiasi Pengusaha Jepang (Nikkeiren), Kamar Dagang dan Industri Jepang (Nisshō), dan Komisi Pengembangan Ekonomi Jepang (Keizai Dōyūkai) sangatlah besar. Ketika ekonomi Jepang mulai berkembang pada masa setelah perang, keempat organisasi ini sangat berkuasa dalam bidang ekonomi. Tetapi bukan hanya organisasi tersebut yang terlibat dalam penggabungan partai Liberal dan Partai Demokrat. Peran yakuza dalam proses penggabungan tersebut merupakan fakta yang terjadi.

Kodama Yoshio merupakan tokoh yakuza dibalik penggabungan dua partai besar tersebut. Kodama adalah seorang tokoh politik sayap kanan Jepang yang sempat dipenjara pada masa pendudukan sekutu. Sebelum perang, Kodama adalah orang militer dengan pemikiran yang radikal. Pada tahun 1920, Kodama bergabung dengan sejumlah kelompok ultranasionalis atau kelompok sayap kanan yang pada umumnya berhaluan politik radikal. Kodama mendirikan Dokuritsu Seinen-sha (Perhimpunan Pemuda Merdeka) dan pada tahun 1934 kelompok tersebut bekerjasama dengan Tenkō-kai (Perhimpunan Aksi Surgawi) dalam upaya membunuh sejumlah anggota kabinet, termasuk perdana menteri Laksamana Saito.

Kodama berhasil masuk dalam lingkungan militer Jepang dan menjadi mata- mata pemerintah. Ketika bertugas di Cina, Kodama mendirikan basis usahanya dalam bidang penyediaan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam perang. Pada awal 1940, perusahaan milik Kodama menguasai tambang-tambang besi, garam, mengelola lahan pertanian dan perikanan, serta menguasai pabrik amunisi

di Cina bagian tengah. Usaha tersebutlah yang memberikan keuntungan sangat besar bagi Kodama. Dengan kekayaannya, ia kemudian mengembangkan pergerakan sayap kanan dalam politik Jepang. Kodama ditangkap pada saat sekutu menduduki Jepang. Dia dianggap terlibat dalam perang dan politik militerisme Jepang. Sebelum ditangkap, diam-diam Kodama mempercayakan sebagian dari kekayaannya kepada seorang tokoh sayap kanan yang juga seorang bos yakuza yaitu Tsuji Karoku. Melalui arahan Kodama, Tsuji memberikan donasi berupa uang dalam jumlah besar untuk penggabungan Partai Liberal dan Partai Demokrat. Uang tersebut berhasil membentuk hubungan akrab yang terjalin antara Kodama dan tokoh-tokoh politik konservatif yang berkuasa.

Selain merupakan seorang tokoh sayap kanan radikal, Kodama Yoshio adalah seorang yakuza. Meskipun ia tidak memiliki kelompok sendiri seperti yakuza lainnya, Kodama terbukti mampu mengendalikan dan mempersatukan hampir semua kelompok-kelompok yakuza terbesar di seluruh Jepang. Setelah perang, beberapa kelompok yakuza sering terlibat pertikaian dan perang antargeng. Pertikaian tersebut umumnya didasari perebutan wilayah kekuasaan. Kodama yang mengetahui hal itu sangat prihatin dengan perpecahan di dalam yakuza. Pada tahun 1963, ia mengumpulkan pemimpin masing- masing kelompok yakuza terbesar yang sering bertikai. Dalam pertemuan itu, Kodama menyampaikan keprihatinannya atas masalah yang sering terjadi di antara yakuza. Ia berharap setiap kelompok dapat mempertahankan hubungan yang bersahabat dengan kelompok lain dan setiap kelompok harus bercermin pada nilai- nilai samurai. Pertemuan itu berhasil membentuk sebuah aliansi dari kelompok-kelompok yakuza terbesar yang diberi nama Kanto-kai. Meskipun aliansi tersebut tidak

bertahan lama, hal itu membuktikan kekuatan Kodama sebagai penguasa politik dan dunia kriminal Jepang pada masa itu. Hal itu juga yang menyebabkan ia di beri gelar godfather dari semua godfather yakuza. Godfather adalah istilah dalam dunia kejahatan yang ditujukan kepada seorang pemimpin kelompok.

Kodama juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan perdana menteri K ishi Nobusuke. K ishi Nobusuke adalah seorang tokoh politik sayap kanan yang memiliki pemikiran sama dengan Kodama. K ishi adalah rekan Kodama ketika dipenjara pada masa pendudukan sekutu. K ishi berperan banyak ketika Jepang menguasai Manchuria dan mendirikan negara boneka, Manchukuo. Di sana K ishi menjalankan tugasnya sebagai orang sipil tertinggi kedua dengan bantuan kelompok sayap kanan dan yakuza yang datang dengan alasan untuk membantu pembangunan Manchuria. Ketika kembali ke Jepang, K ishi menjabat sebagai menteri perdagangan dan industri. Kemudian ia menjadi wakil menteri amunisi dalam kabinet perdana menteri Tōjō Hideki. Setelah keluar dari penjara, Kishi berhasil menjadi salah satu tokoh yang bisa kembali ke dunia politik dalam waktu singkat. Melalui persekutuan dengan tokoh-tokoh sayap kanan dalam pemerintahan serta melakukan serangkaian manuver politik yang cerdas, tidak lama kemudian K ishi mampu menjadi sekretaris jenderal Jiyūminshutō pada tahun 1955, beberapa saat setelah partai tersebut terbentuk.

Pada tahun 1957, K ishi Nobusuke mendud uki jabatan perdana menteri melalui dukungan uang dan pengaruh Kodama. K ishi Nobusuke menggunakan kekuasaannya untuk mengembalikan sejumlah besar tokoh sayap kanan yang dipenjara maupun sekutu-sekutunya dari kalangan yakuza ke panggung utama perpolitikan. Diantara mereka yang terkenal adalah Kono Ichirō dan Ono

Banboku. Keduanya diangkat menjadi anggota partai Jiyūminshutō dan anggota parlemen. Didukung Kodama dan Kishi, Ono Banboku terpilih menjadi sekretaris jenderal Jiyūminshutō dan mengendalikan satu faksi penting dalam tubuh partai. Pada tahun 1963, Ono membuka koneksinya kepada publik dengan cara berpidato pada saat pertemuan yakuza di Kobe. Pertemuan tersebut merupakan pesta untuk menyambut Hirata Katsuichi, godfather kelompok yakuza Honda-kai yang merupakan bagian dari kelompok Yamaguchi-gumi. Dalam pidatonya, sekretaris jenderal Jiyūminshutō tersebut mengatakan kepada hadirin bahwa ninkyō atau nilai- nilai ksatria adalah bagian dari tradisi terbaik Jepang dan tradisi tersebut harus terus dihidupkan oleh Honda-kai. Ia juga mengatakan bahwa politikus maupun orang-orang yang menunaikan jalan ksatria (yakuza) menjalankan pekerjaan yang berbeda, tetapi mereka memiliki kesamaan, yaitu ketaatan pada prinsip-prinsip giri dan ninjō.

Pada tahun 1960, yakuza kembali terlibat langsung dengan Jiyūminshutō. Ketika itu sedang terjadi demonstrasi besar-besaran dikalangan mahasiswa dan para pekerja yang kebanyakan berhaluan kiri. Demonstrasi tersebut terjadi karena pemerintah Amerika ingin meratifikasi perjanjian damai dengan Jepang agar pasukan Amerika di Jepang dipersenjatai. Perjanjian tersebut juga mengizinkan Amerika mengambil tindakan di dalam wilayah Jepang apabila terjadi kekacauan dan pemerintah Jepang meminta bantuan. Pada tanggal 19 Mei 1960, Partai Liberal Demokrat melarang orang-orang dari Partai Sosialis memasuki ruang parlemen dan memaksa agar perjanjian perdamaian diratifikasi. Setelah itu akan diadakan penandatanganan bersamaan dengan kunjungan kenegaraan presiden Amerika Serikat, Dwight Eisenhower. Pada saat itu demonstrasi semakin meluas

dan semakin mengkhawatirkan. Pemerintah merasa tidak mampu menghadapi gerakan para demonstran yang semakin marah. Petinggi Jiyūminshutō kemudian menghubungi Kodama Yoshio untuk meminta bantuan. Mereka berharap bisa membuat suatu pasukan cadangan yang terdiri dari yakuza dan kelompok ekstrim sayap kanan. Kodama menyatakan dukungannya dan meyakinkan para politikus bahwa permintaan mereka bisa dikabulkan.

Jiyūminshutō kemudian mengirimkan utusan mereka, Hashimoto Tomisaburō untuk bertemu para pemimpin yakuza. Hashimoto meminta bantuan kepada Inagawa Kakuji, ketua sindikat Kinsei-kai. Ia juga meminta bantuan oyabun kelompok Sumiyoshi-kai, Sekigami Yoshimitsu serta O zu K inosuke yang merupakan ketua asosiasi tekiya. Pemimpin-pemimpin yakuza tersebut bersedia membantu dan Kodama Yoshio bertindak sebagai koordinator. Tujuan utama Jiyūminshutō meminta bantuan yakuza adalah untuk memastikan keamanan presiden Eisenhower.

Yakuza juga sering dilibatkan dalam kampanye para politikus partai Jiyūminshutō. Apabila masa kampanye pemilu semakin dekat, para politikus menghubungi Kodama untuk meminta bantuan. Tujuan penggunaan yakuza dalam kampanye adalah untuk menjaga keamanan dan meningkatkan jumlah massa pendukung partai. Politikus partai Jiyūminshutō juga merasa khawatir dengan pergerakan kelompok sayap kiri maupun Partai Sosialis yang berusaha mengganti posisi mereka di dalam pemerintahan.

Pengaruh yakuza sering ditemukan di daerah pedesaan yang sejak lama telah menjadi basis dukungan bagi Jiyūminshutō. Yakuza bertindak sebagai makelar dalam kampanye Jiyūminshutō. Di daerah pedesaan, sering dijumpai

ketua kampanye Jiyūminshutō setempat adalah seorang bos yakuza. Bos yakuza tersebut mengepalai nōkyō (koperasi pertanian) setempat. Selain itu terdapat juga perusahaan konstruksi yang juga diketuai oleh yakuza. Petani di pedesaan umumnya tidak mampu bertahan hanya dengan bertani, mereka juga bekerja di koperasi maupun perusahaan konstruksi. Kekuasaan nōkyō dan perusahaan konstruksi sangat besar, bahkan mampu mengendalikan ratusan suara. Tanpa restu dan dukungan dari nōkyō dan perusahaan konstruksi setempat, para kandidat akan mengalami gangguan dalam kampanye mereka.

Di kota-kota besar juga terjadi hal yang tidak jauh berbeda. Bagi banyak politikus, keberadaan yakuza adalah fakta yang terjadi selama masa kampanye. Anggota yakuza dipekerjakan sebagai pengumpul dana, pengawal pribadi, dan pekerja kampanye. Para bos yakuza membawa massa ke kampanye terbuka dan menyediakan pengamanan. Jika dibutuhkan, mereka juga bisa menyediakan suara-suara tambahan pada hari pemilihan. Sebagai balasan, kelompok-kelompok yakuza tersebut memperoleh akses yang bisa menghubungkan mereka dengan sejumlah besar politikus terkemuka di Jepang.

Pada umumnya yakuza kebanyakan berhubungan dengan politikus dari Partai Liberal Demokrat. Sangat jarang ditemukan kaitan antara yakuza dengan partai-partai lain. Hal ini dikarenakan perbedaan pemikiran dimana yakuza memiliki pemikiran yang cenderung konservatif dengan pola-pola lama, sedangkan partai-partai lain umumnya berperan sebagai kelompok pembaharu yang menginginkan adanya perubahan. Satu hal penting yang mempengaruhi hubungan tersebut adalah yakuza dan Jiyūminshutō sangat membenci komunisme sejak dulu. Berbeda dengan partai lain seperti Partai Sosialis yang cenderung lebih

terbuka dengan paham-paham baru dan berhaluan sayap kiri, atau Partai Komunis yang memang beraliran komunis. Bagi yakuza dan Jiyūminshutō, kedua partai tersebut adalah musuh yang harus selalu diawasi pergerakannya. Apabila terjadi demonstrasi dari kelompok-kelompok sayap kiri, maka yakuza akan berada di depan menghadapi mereka sebagai pasukan pelindung Jiyūminshutō.

Kasus lain yang menunjukkan hubungan dan pengaruh yakuza dalam tubuh Jiyūminshutō adalah ketika Tanaka Rokusuke memanfaatkan bantuan dari yakuza. Pada tahun 1976, Tanaka yang pada saat itu menjabat sebagai kepala sekretaris kabinet Jiyūminshutō mengakui bahwa seorang yakuza mengendalikan salah satu dari sekian banyak kelompok kampanye miliknya. Yakuza tersebut berasal dari distrik Fukuoka yang juga merupakan tempat kelahiran kelompok- kelompok yakuza modern berhaluan kanan. Akhir tahun 1983, dua staf kampanye Tanaka yang masih aktif sebagai yakuza ditangkap karena melanggar Undang- Undang Pemilihan Umum Pejabat Publik Jepang. Keduanya merupakan anggota kelompok Kusano-kai.

Dokumen terkait