• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGARUH YAKUZA DALAM POLITIK PEMERINTAHAN

3.2 Pengaruh Terhadap Pemerintahan Pusat

Pengaruh yakuza terhadap pemerintahan pusat setelah perang dunia kedua kebanyakan berkaitan dengan kebijakan-kebijakan dalam bidang politik dan ekonomi. Melalui kedekatan dengan tokoh-tokoh politik penting, yakuza mampu mengambil bagian dalam pemerintahan pusat di Jepang. Pengaruh tersebut meliputi hubungan dengan tokoh-tokoh partai Jiyūminshutō, perdana menteri yang berkuasa, serta beberapa pengusaha besar atau tokoh dalam bidang ekonomi yang berpengaruh dalam pemerintahan.

Pada tahun 1960, situasi politik di Jepang memanas akibat rencana Amerika Serikat ingin menegosiasikan kembali pakta keamanan yang mengatur perjanjian pertahanan bersama kedua negara. Perjanjian sebelumnya menyatakan bahwa Amerika akan terus mempertahankan pangkalan-pangkalan militer mereka di Jepang. Amerika harus membantu Jepang apabila di serang, tetapi Jepang tidak berkewajiban membantu Amerika apabila mendapat serangan. Pemerintahan Jepang yang pada waktu itu dipimpin oleh perdana menteri K ishi Nobusuke sangat menginginkan agar pakta pertahanan teersebut diratifikasi. Alasannya adalah untuk menjaga hubungan baik dengan Amerika. Tetapi peraturan tersebut memuat sejumlah aturan yang tidak disukai kebanyakan orang Jepang, khususnya orang-orang yang beraliran sayap kiri. Pakta tersebut mengizinkan pasukan Amerika di Jepang dipersenjatai senjata nuklir. Pakta tersebut juga mengizinkan Amerika mengambil tindakan di dalam wilayah Jepang apabila pemerintah Jepang meminta bantuan mereka guna memadamkan gangguan keamanan di dalam negeri. Namun, bagi orang-orang sayap kiri merasa bahwa mereka adalah sasaran utama dari kebijakan tersebut.

Pada Maret 1959 terbentuk Anpo Jōyaku Kaitei Soshi Kokumin Kaigi (Dewan Rakyat Untuk Mencegah Revisi Perjanjian Keamanan) atau lebih sering disebut Anpo. Anpo merupakan sebuah gerakan koalisi yang terdiri dari semua kelompok sayap kiri, kelompok pekerja, pengajar, mahasiswa, dan kaum perempuan. Pembentukan gerakan tersebut langsung ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah dan kaum kanan. Kelompok-kelompok kanan mengadakan sejumlah pertemuan publik untuk mendukung pakta tersebut. Salah satunya adalah rapat yang diadakan oleh Kokusui Taishūtō (Partai Massa Rakyat Patriotik) dan rapat

umum yang diselenggarakan oleh salah satu kelompok yakuza yang cukup besar, yaitu Matsuba-kai.

Kemunculan kaum kanan dan yakuza dalam masalah ini menunjukkan bahwa mereka mendukung pemerintahan K ishi Nobusuke dan tidak ingin kaum kiri mengganggu proses ratifikasi. Pada 19 Mei 1960, walaupun sedang terjadi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh kelompok Anpo, politikus- politikus Jiyūminshutō di parlemen tetap memaksa agar perjanjian keamanan diratifikasi dan melarang orang-orang dari Partai Sosialis memasuki ruang parlemen. Perdana menteri K ishi Nobusuke yang memiliki ambisi terhadap ratifikasi perjanjian keamanan ini akhirnya menyetujui dilakukannya ratifikasi. Setelah itu akan dilakukan penandatanganan perjanjian keamanan yang baru bersamaan dengan kunjungan presiden Amerika Serikat Dwight Eisenhower. Disetujuinya ratifikasi membuat demonstrasi semakin meningkat dan pemerintah kemudian menanggapi serius gerakan Anpo. Namun pemerintah bukan mempertimbangkan kembali ratifikasi perjanjian keamanan, melainkan mencari cara untuk membungkam demonstran dan mengatasinya.

Menjelang kedatangan presiden Eisenhower, demonstrasi semakin memanas dan kekacauan semakin parah. Pemerintah dan Jiyūminshutō merasa kewalahan dan tidak mampu menahan para demonstran. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk meminta bantuan yakuza. K ishi Nobusuke turun tangan dengan meminta bantuan dari sekutu terdekatnya, Kodama Yoshio. Kodama menyatakan dukungannya dan meyakinkan politikus bahwa permintaan mereka dapat dikabulkan. Ia kemudian menghubungi rekannya para pemimpin- pemimpin kelompok yakuza, serta beberapa kelompok sayap kanan radikal untuk

menjamin keamanan presiden Eisenhower. Kekuatan yang berhasil dikumpulkan Kodama berjumlah sekitar 28.000 orang yakuza, 10.000 veteran perang, dan ribuan orang-orang dari kelompok sayap kanan. Untuk mendukung operasional ini, pemerintah menyediakan helikopter, truk, mobil, makanan, pos komando, dan dana sebesar 800 juta yen.

Namun pembentukan kekuatan baru pemerintah itu tidak membuat para demonstran takut. Mereka terus berdemonstrasi menentang ratifikasi perjanjian keamanan. Akhirnya pada 15 Juni 1960 demonstrasi mencapai puncaknya. Para demonstran di luar gedung parlemen terlibat bentrokan dengan para yakuza dan kaum kanan yang direkrut pemerintah sehingga menyebabkan sejumlah demonstran terluka dan menewaskan seorang mahasiswi. Karena takut jumlah korban semakin banyak, akhirnya pemerintah membatalkan undangan kedatangan presiden Eisenhower. Tiga hari kemudian, 300.000 demonstran kembali berunjuk rasa di jalan-jalan Tokyo menuntut agar ratifikasi dibatalkan serta agar K ishi Nobusuke turun dari jabatannya. Ratifikasi perjanjian resmi dilakukan pada 18 Juni 1960 dan perjanjian tersebut mendapat stempel kaisar. Sebagai akibatnya, Kishi Nobusuke mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri dan demonstrasi perlahan-lahan berkurang.

Ratifikasi pakta keamanan Amerika Serikat dengan Jepang memang terkesan terlalu dipaksakan. Pemerintah membuat keputusan yang tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pemerintah hanya memikirkan ambisi para politikus berkuasa yang ingin menjaga hubungan dengan Amerika. Penggunaan yakuza dan kaum sayap kanan sebagai pasukan pembubar unjuk rasa menjadi bukti adanya koalisi antara pemerintah, yakuza, dan sayap kanan pada masa pemerintahan K ishi

Nobusuke. Dengan adanya demonstrasi besar-besaran, yakuza dan kaum kanan merasa diuntungkan karena hal itu memberikan alasan bagi mereka untuk menyingkirkan orang-orang sayap kiri yang cenderung berhaluan komunis. Kejadian itu juga membuktikan bahwa kelompok yakuza merupakan tameng bagi pemerintah untuk menghadapi akibat dari keputusan-keputusan bertentangan yang mereka buat. Apabila terjadi kekacauan, maka yakuza akan menjadi salah satu andalan pemerintah berkuasa untuk menyelesaikannya.

Hubungan pemerintah dengan yakuza tidak hanya sekedar pengaruh dalam pembuatan kebijakan-kebijakan politik, tetapi juga berupa korupsi di pemerintahan dan beberapa kasus suap dengan perusahaan besar. Kasus paling menarik perhatian di Jepang bahkan di dunia adalah kasus suap yang melibatkan politikus Jepang, yakuza, dan perusahaan penerbangan asal Amerika, Lockheed Corporation. Beberapa pejabat pemerintah uang terbukti menerima suap yaitu perdana menteri Tanaka Kakuei, sekretaris jenderal Jiyūminshutō, serta menteri dan wakil menteri perindustrian dan transportasi. Tentu saja aktor dibalik kasus ini adalah godfather dari semua godfather yakuza, Kodama Yoshio.

Lockheed Corporation telah memiliki hubungan kerjasama dengan Kodama sejak tahun 1957. Pada saat itu perusahaan Lockheed ingin menjual pesawat tempur F-104 Starfighter yang mereka produksi kepada Jepang. Karena khawatir penjualan F-104 Starfighter tidak berhasil, pimpinan Lockheed di Jepang, John Kenneth Hull mencari tahu politikus yang bisa membantu Lockheed mengajukan proposalnya kepada pemerintah. Hull kemudian bertemu dengan Kodama yang sebenarnya bukan seorang politikus, tetapi Kodama mampu meyakinkan Lockheed Corporation untuk menggunakan jasanya. Kemudian

Kodama langsung melaksanakan tugasnya dengan baik untuk klien barunya. Dengan menggunakan koneksi politiknya, ia berhasil melobi Bōei-chō (Badan Pertahanan Jepang) untuk memilih F-104 Starfighter. Koneksi utama Kodama dalam pemerintahan berpusat pada tiga politikus yang memiliki hubungan paling erat dengan yakuza, yaitu O no Banboku, Kono Ichiro, dan perdana menteri K ishi Nobusuke. Sejak saat itu, Lockheed Corporation selalu menggunakan Kodama untuk melakukan lobi dengan pemerintah.

Pada tahun 1968, Lockheed memberikan tugas kepada Kodama untuk menjual pesawat Tri Star L1011 yang merupakan pesawat penumpang berbadan lebar buatan terbaru. Lockheed Corporation menjanjikan bayaran ratusan ribu dolar untuk setiap pesawat yang terjual. Kodama mulai beraksi sebagai makelar kekuasaan di Jepang. Karena pada saat itu tidak lagi memiliki hubungan dekat dengan para pemimpin penting di Jiyūminshutō, Kodama mulai bergantung pada uang untuk mewujudkan rencananya. Masalah utama bagi Kodama adalah bagaimana cara mendekati Tanaka Kakuei yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Industri dan Perdagangan Internasional dan sekaligus kandidat perdana menteri terkuat. Kemudian ia mendekati salah satu orang terkaya di Jepang pada saat itu, Osano Kenji. Osano adalah teman dekat dan pendukung terbesar Tanaka Kakuei. Ia juga pemegang saham publik terbesar dalam Japan Air Lines dan All Nippon Airways. Osano juga memiliki reputasi sebagai penyumbang paling royal kepada kandidat-kandidat politikus, baik dari Jiyūminshutō maupun Shakaiminshutō (Partai Sosial Demokrat).

Sebagai langkah pertama, Kodama menyarankan kepada Osano untuk menaikkan posisinya sebagai pemegang saham All N ippon Airways dari

peringkat ke-28 menjadi ke-10. Posisi tersebut akan memudahkan Osano untuk mendapatkan informasi internal perusahaan. Untuk langkah ini, Lockheed harus mengeluarkan uang lebih dari 200.000 dolar sebagai pembayaran atau suap kepada Osano. Pada saat itu tantangan terbesar Kodama adalah presiden All Nippon Airways, Oba Tetsuo yang lebih memilih pesawat buatan McDonnell Douglas daripada buatan Lockheed Corporation. Tujuan utama kerjasama Kodama dengan Osano adalah untuk menyingkirkan Oba Tetsuo. Pada saat rapat umum pemegang saham All N ippon Airways, Kodama menyuruh orang-orangnya membocorkan informasi rahasia tentang pinjaman palsu senilai satu juta dolar yang ada kaitannya dengan Oba Tetsuo. Peristiwa itu menjatuhkan posisi Oba dan ia akhirnya mengundurkan diri. Kemudian Kodama mendudukkan kandidat yang mampu ia kuasai sebagai presiden All N ippon Airways, yaitu seorang mantan wakil menteri transportasi.

Pada Juli 1972, Tanaka Kakuei terpilih sebagai perdana menteri Jepang. Pada suatu pertemuan tingkat tinggi dengan presiden N ixon di sebuah hotel milik Osano di Hawaii, Tanaka berjanji bahwa Jepang akan membeli pesawat sipil senilai 320 juta dolar demi membantu mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikat. Ketika kembali ke Jepang, perdana menteri Tanaka memanggil presiden All N ippon Airways dan tidak lama setelah itu beredar laporan bahwa perusahaan penerbangan Jepang tersebut akan membeli pesawat Tri Star buatan Lockheed Corporation.

Keberhasilan Kodama melobi pejabat pemerintahan Jepang dalam proses pembelian pesawat Tri Star memberikan keuntungan yang sangat besar bagi Kodama. Bahkan sebelum kesepakatan dengan All N ippon Airways terjadi,

Kodama telah mendapatkan bayaran sekitar 2,2 juta dolar. Selain itu, Lockheed Corporation juga membagi-bagikan uang jutaan dolar kepada pihak-pihak yang membantu proses terjadinya kesepakatan. Uang tersebut mengalir melalui Kodama yang kemudian menyalurkannya. Kenyataannya, pihak Lockheed tidak mengetahui digunakan untuk apa saja uang suap yang mereka berikan kepada Kodama. Bukti-bukti menunjukkan bahwa sebagian besar uang dari Lockheed tidak hanya digunakan untuk suap, tetapi juga untuk dana pemilihan umum. Dana itu digunakan untuk membiayai para kandidat Jiyūminshutō dalam kampanye pemilihan majelis tinggi pada tahun 1974.

Kasus suap Lockheed Corporation mendapat perhatian luas pada tahun 1980. Sejumlah media massa di Jepang beramai-ramai memberitakan kasus yang melibatkan perdana menteri Jepang serta beberapa politikus ternama. Sejumlah demonstran yang marah juga berusaha menyerang kediaman Kodama. Mereka sangat marah atas skandal yang melibatkan pemerintah dengan yakuza. Sejak saat itu popularitas Kodama mulai menghilang. Sekutu-sekutunya di pemerintahan semakin berkurang karena dipenjara dalam kasus suap Lockheed Corporation. Bahkan kelompok-kelompok sayap kanan yang dulu sangat menghorma ti Kodama tidak lagi simpatik kepadanya. Meskipun beberapa kali diadakan sidang pengadilan dalam kasus yang melibatkan Kodama, ia tidak pernah menghadirinya bahkan sampai pada kematiannya pada 7 Januari 1984, Kodama tidak pernah dipenjara akibat kasus tersebut.

Dokumen terkait