• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Simpson (2002), kesiapan berubah antara lain dipengaruhi sejauh mana pengetahuan dan teknologi baru bisa diadopsi oleh warga organisasi. Selanjutnya dikatakan Simpson tentang perlunya untuk memperkenalkan pengetahuan dan teknologi baru kedalam program pengembangan organisasi. Program tersebut akan berkembang apabila didukung oleh warga organisasi yang siap untuk berubah. Dalam hal ini perlu mengkreasikan iklim kerja dan menerapkan work value yang positip kepada seluruh warga organisasi agar tercapai kesuksesan perubahan. Ketersediaan aspek motivasional dari pimpinan organisasi dan bila diikuti dengan ketersediaan work value yang positip serta melekat pada setiap warga organisasi akan menumbuhkan inovasi dalam organisasi dan mempersiapkan warga organisasi menghadapi perubahan (Lehman, 2002). Menurut Kasali (2007) organisasi yang mampu mengembangkan inovasi akan lebih memungkinkan bagi organisasi tersebut melakukan perubahan.

Studi yang dilakukan Soetjipto (2007) menyatakan bahwa tuntutan perubahan yang sedang berkembang dipengaruhi oleh work value dan sikap baru yang sangat relevan dengan perubahan. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa para individu yang memiliki kesiapan untuk berubah sangat dibutuhkan oleh sebuah organisasi yang juga harus menghadapi tuntutan perubahan yang berkembang di masyarakat. Oleh karena itu kesiapan individu untuk berubah diasumsikan dipengaruhi work value dalam organisasi.

Kajian yang dilakukan Klein & Sorra (1996) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan kesiapan untuk berubah yaitu: ketersediaan sumber dana, dukungan managemen, dan work value yang

selalu diusahakan untuk dikembangkan. Lewis (1998) mengatakan bila kesiapan untuk berubah telah melekat kuat dalam semua warga organisasi, maka hal ini akan memunculkan budaya kerja baru yang disebut dengan kesiapan untuk berubah.

Desplaces, (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dukungan organisasi yang dirasakan karyawan berkaitan dengan work value yang berkembang dalam organisasi untuk mengembangkan karir. Work value yang berkembang ini akan membentuk komitmen dari anggota organisasi dan selanjutnya akan mendukung kesiapan anggota organisasi untuk berubah. Dukungan organisasi yang dirasakan akan membantu karyawan dalam mengadopsi work value, cara kerja, budaya kerja, dan teknologi terbaru.

Menurut Lehman, (2002) kesiapan untuk berubah didukung oleh iklim organisasi, work value, ketersediaan sumber daya dan sikap positif yang dikembangkan para karyawan. Dalam hal ketersediaan sumber daya dalam organisasi akan mencakup work value organisasi, ketersediaan fasilitas kerja dan karyawan yang terlatih. Ketersediaan karyawan yang terlatih didukung work value serta sikap positif dari karyawan untuk terlibat dalam kesiapan untuk berubah. Untuk mencapai hal ini maka dikembangkanlah work value, kepercayaan diri yang tinggi dalam bekerja serta kemampuan karyawan untuk dapat berdaptasi dengan situasi baru.

Hasil penelitian yang dilakukan Silver (1997) menemukan bahwa rasa percaya diri pada karyawan berhubungan positif dengan kemampuan mereka menampilkan kinerja yang terbaik dan kesediaan mereka untuk mengadopsi work value yang baru. Dengan kata lain meningkatnya kesiapan individu untuk berubah

memiliki hubungan dengan adanya dukungan organisasi yang dirasakan karyawan dan rasa percaya diri serta kemauan untuk mengadopsi work value yang baru.

Dalam penelitian Powel (1995) program pengembangan yang dijalankan organisasi merupakan faktor yang akan memunculkan budaya kerja yang baru dan akan membuka work value yang baru dalam pemberdayaan karyawan serta meningkatkan komitmen kerja dalam melaksanakan perubahan. Studi yang dilakukan Campbell (2004) menyatakan bahwa kesiapan untuk berubah didukung oleh pimpinan organisasi yang kuat, penuh komitmen dan memiliki disiplin yang tinggi dalam peningkatan kinerja organisasi dalam mewujudkan work value.

Penelitian yang dilakukan oleh Tummers (2013) menyatakan bahwa karyawan yang mendapatkan pelatihan berkesinambungan untuk merangsang pikiran (intellectual stimulate) yang merupakan dimensi work value memiliki kesiapan berubah lebih baik dari karyawan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dalam mengembangkan kapasitas intelektualnya.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sikh (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara supervisory relations (merupakan dimensi work value) dengan kesiapan untuk berubah pada individu. Hubungan yang positif akan berdampak kepada kesiapan untuk berubah dari karyawan tersebut. Hallgrimsson (2008) dalam penelitiannya kepada para executive manager menemukan bahwa executive manager yang memiliki peranan serta kepercayaan dan hormat (prestige) didalam perusahaan akan cendrung memiliki kesiapan berubah yang lebih tinggi.

G. Pengaruh Job Involvement dan Work Value terhadap Kesiapan Berubah Kesiapan individu untuk berubah dipengaruhi oleh job involvement dan work value, dimana individu yang terlibat dalam pekerjaannya memiliki pertumbuhan yang kuat dalam mencapai work value dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaannya lebih siap untuk berubah, karena perubahan dapat memenuhi kebutuhannya untuk terus berkembang dalam pekerjaan (Lodahl & Kejner, 1965; Robbins, 2003)

Penelitian yang dilakukan oleh Timmor (2011) mengidentifikasi bahwa keyakinan pengambilan risiko dan manajemen proaktif dari individu (performance self esteem contigency) yang merupakan dimensi dari job involvement didukung dengan kenyamanan serta rasa aman dalam bekerja (convinance) yang merupakan dimensi dari work value memiliki hubungan yang sangat erat dengan kesiapan berubah. Kesiapan berubah juga di wujudkan dalam kesediaan untuk melakukan tindakan dalam pengambilan keputusan terhadap proyek-proyek berisiko, dan mampu melihat peluang dan ancaman dalam lingkungan organisasi.

Selain itu ditemukan bahwa organisasi yang memposisikan untuk sulit berubah cendrung lambat dalam bereaksi terhadap respon eksternal dan kurang berhasil merespon tantangan perubahan. Selanjutnya dalam penelitian Timmor (2011) menemukan bahwa kesiapan berubah secara positif dipengaruhi oleh ketersediaan peralatan dan fasilitas (resources adequacy), dan kompetensi sumber daya manusia (psychological identification) yang merupakan dimensi job involvement. Hal ini dijelaskan bahwa antara sumber daya dan tekhnologi memiliki korelasi yang relatif tinggi. Selain itu, temuan ini mendukung gagasan

bahwa orientasi kewirausahaan sangat penting dalam kesiapan untuk berubah pada sumber daya manusia.

Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Howley (2012), bahwa kesiapan berubah pada karyawan dalam sebuah organisasi dipengaruhi oleh keyakinan kemampuan diri (performance self esteem contigency) yang merupakan dimensi job involvement yang disertai dengan hubungan dengan rekan-rekan kerja (relationships with co-workers) merupakan dimensi work value. Dengan adanya respon terhadap perubahan, maka perubahan yang direncanakan beserta informasi dari konsekuensinya akan dapat berhasil.

Dalam penelitian Bouckenooghe, D., Devos, G., & Van den Broeck, H. (2009) ditemukan bahwa individu yang mengidentifikasikan dirinya unggul dan merasa mampu (performance self esteem contingency) dalam menyelesaikan tugasnya, serta memiliki pandangan positif akan keberlangsungan karirnya (career & intrinsic) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan berubah serta memiliki respon positif terhadap rencana perubahan organisasi dan tantangan dari luar.

Dokumen terkait