• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat tercapai.

Menurut Prof. Subekti, SH, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal.38 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan

bahwa “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikat dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”39

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata timbul suatu hubungan

hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Maksudnya, bahwa hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum

37 Kasmir , Op. Cit., hal. 98

38 H. R. Daeng Naja, Op. Cit., hal. 175

39Subekti & R. Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik

disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu

kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.40

Mengenai syarat sah perjanjian berdasarkan sebagaimana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;

3. Mengenai sesuatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.41

Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata tersebut diatas, bahwa syarat sahnya perjanjian yang pertama dan yang kedua disebut sebagai syarat subjektif, sedangkan syarat yang ketiga dan yang ke empat adalah sebagai syarat objektif, karena merupakan objek di dalam sebuah perjanjian. Ke empat syarat-syarat pada Pasal 1320 KUHPerdata tersebut saling mendukung satu sama lain, karena apabila syarat objektif tidak terpenuhi dalam suatu perjanjian maka perjanjian tersebut dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan yang diminta oleh yang tidak

cakap atau pihak yang memberi kesepakatan secara tidak bebas.42

Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian atau kontrak adalah sebagai berikut:

1. Adanya kaidah hukum.

Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi 2 (dua) macam, yakni; tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam

40Burhanudin Ali Sdb & Nathaniela Stg, 60 Contoh Perjanjian (Kontrak), Hi-Fest Publishing, Jakarta, 2009. Hal. 14

41 Subekti & R. Tjitrosudibio, Op. Cit., hal. 339 42

peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti; jual beli lepas, jual belu tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.

2. Subyek hukum.

Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang.

3. Adanya prestasi.

Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:

a. Memberikan sesuatu.

b. Berbuat sesuatu.

c. Tidak berbuat sesuatu.

4. Kata sepakat.

Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian. Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.

5. Akibat hukum.

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan

kewajiban.43

Perjanjian kredit juga harus memuat asas-asas perjanjian sebagaimana perjanjian pada umumnya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yag membuatnya, suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu,

suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.44

Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata tersebut, bahwa pada dasarnya perjanjian berasaskan:

43 Ibid. 44

1. Asas Konsensualitas

Perjanjian terjadi ketika ada sepakat, hal ini dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup:

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia membuat

perjanjian.

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian

yang akan dibuatnya.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpan ketentuan

undang-undang yang bersifat opsional (optional).45

3. Asas Pacta Sunservanda

Perjanjian yang dibuat secara sah berlakunya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

45

4. Asas Itikad Baik

Dibedakan dalam pengertian subyektif dan obyektif. Pengerian Subyektif adalah kejujuran dari pihak terkait dalam melaksanakan perjanjian, sedangkan pengertian obyektif bahwa perjanjian tidak boleh

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.46

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi dasar di dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antar pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank sebagai debitur dengan pihak lain nasabah peminjam dana sebagai kreditur yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditor dan debitor wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis. Format dan bentuk dari perjanjian itu pada umumnya diserahkan pada bank, namun isi dari perjanjian itu harus jelas sehingga juga harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum. Isi perjanjian sekurang-kurangnya mencakup persetujuan para pihak, besar kredit, bunga, denda, jangka waktu kredit

dan persyaratan lain yang lazim seperti kewajiban debitur untuk

46 Gatot Supranomo, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 164

menyelenggarakan pembukuan. Oleh karena format kredit disiapkan oleh bank maka bank harus memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan-persyaratan dalam undang-undang agar perjanjian itu tidak menjadi batal.

Perjanjian pinjam-meminjam menurut KUHPerdata mengandung makna yang luas yaitu objeknya benda yang menghabis jika dipakai, termasuk didalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang dipinjam dan dikemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.