• Tidak ada hasil yang ditemukan

PT. Bank Sumut adalah merupakan sebuah lembaga keuangan perbankan di Sumatera Utara yang mengandalkan dan mengutamakan kepercayaan masyarakat diatas segalanya. Hal ini dikarenakan PT. Bank Sumut sangat sekali membutuhkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan dan menjalankan

kegiatan usahanya.77

Untuk mempertahankan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap PT. Bank Sumut, maka dilakukan upaya-upaya perlindungan hukum terhadap nasabah dari segala tindakan yang merugikan serta menindak secara tegas

76 Muhammad Djumahana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2000, hal. 281

77 Hasil wawancara dengan Bapak Rudi Hermawanto, staff Bagian Administrasi Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, tanggal 12 Agustus 2015

terhadap setiap oknum pegawai di PT. Bank Sumut yang sengaja melakukan

kesalahan dan tidak bertanggung jawab.78

Perlindungan terhadap nasabah dalam bidang perbankan merupakan suatu ketentuan yang tidak boleh diabaikan begitu saja, alasannya dikarenakan nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali dalam dunia perbankan, dalam arti kata hidup matinya perbankan hanyalah bersandarkan kepada kepercayaan dari

masyarakat khususnya nasabah di PT. Bank Sumut Cabang Medan.79

Upaya perlindungan nasabah sebagai konsumen selaku pengguna jasa perbankan (kredit), bahwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan ada 5 (lima) azas perlindungan terhadap konsumen, yaitu:

1. Azas manfaat

Maksud azas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Azas keadilan

Azas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Azas keseimbangan

Azas ini dimaksudkan untuk memberikan kesimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.

4. Azas keamanan dan keselamatan konsumen

Azas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan, abrang/jasa yag dikonsumsi atau digunakan.

5. Azas kepastian hukum

Azas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menajmin kepastian hukum.

78 Ibid. 79

Dalam hal perjanjian kredit, hubungan hukum yang terjadi antara nasabah dengan bank terwujud karena adanya kesepakatan karena suatu perjanjian, dimana perjanjian tersebut telah terlebih dulu dibakukan dan dibuat dalam bentuk formulir oleh pihak bank dan semua isi-isi dalam perjanjian tersebut harus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dan pihak bank.

Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisir terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang harus dalam bentuk perjanjian baku, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Memberikan peringatan secukupnya kepada para nasabahnya akan

adanya dan berlakunya klausula-klausula penting dalam perjanjian.

b. Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada saat penandatanganan

perjanjian kredit/pembiayaan.

c. Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat yang jelas.

d. Memberikan kesempatan yang cukup bagi debitur untuk mengetahui

isi perjanjian.80

Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara pihak bank dengan nasabah, khususnya dalam hal adanya perjanjian baku mengenai kredit atau pembiayaan, serta pembukaan rekening di bank maka diharapkan akan lebih mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah, sehingga dapat meminimalisir dispute yang

berkepanjangan di kemudian hari.81

Pelaksanaan perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, upaya-upaya yang dilakukan untuk melindungi nasabah dalam perjanjian kredit tersebut antara lain:

80 Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default dan Cross Collateral Sebagai Upaya

Penyelesaian Kredit Bermasalah, PT. Revika Aditama, Bandung, hal. 42.

81 Ibid.

a. Perlindungan pada saat pembuatan dan perumusan perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan.

Dalam perumusan perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan berdasarkan dengan beberapa peraturan yang berlaku sekarang dan tetap memperhatikan kepentingan nasabah, dan jaminan kepastian hukum.

b. Perlindungan terhadap isi perjanjian kredit yang harus ditandatangani

oleh nasabah kredit dari PT. Bank Sumut Cabang Medan.

Perjanjian ini sudah disediakan terlebih dulu oleh pihak bank dan sudah tercetak dalam bentuk formulir tertentu, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut akan ditandatangani maka nasabah hanya mengisikan data-data informatif saja dengan sedikit atau tanpa perubahan klausula-klausula dalam perjanjian kredit tersebut.

c. Perlindungan dalam pelaksanaan kredit.

Jika terjadi/timbul permasalahan dalam pelaksanaan kredit, maka pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam mengatasi permasalahan tersebut mengacu pada kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank

Indonesia.82

Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tertanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum pada Pasal 1 menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui

82

dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.

Berdasarkan Pasal 2 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR, dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27/7/UPPB tentang kewajiban Penyusunan dan pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi bank Umum, menyatakan bahwa:

Bank Umum wajib memiliki kebijakan perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

1. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;

2. organisasi dan manajemen perkreditan;

3. kebijakan persetujuan kredit;

4. dokumentasi dan administrasi kredit;

5. pengawasan kredit;

6. penyelesaian kredit bermasalah

Dalam memberikan perlindungan terhada pelaksanaan kredit, jika terjadi atau timbul permasalahan dalam pelaksanaan kredit maka pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam mengatasi permasalahan tersebut mengacu pada kebijakan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, yaitu:

1. Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah

dan atau perwakilan nasabah.

2. Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan

dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi:

a. penerimaan pengaduan;

b. penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan

c. pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan.

Ketentuan-ketentuan aturan yang telah tersebut diatas berlaku untuk segala macam jenis perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan, jika terjadi timbul permasalahan antara pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dengan

nasabah yang menyimpang terhadap suatu perjanjian kredit maka ketentuan-ketentuan tersebut itulah yang berlaku untuk dijadikan acuan dalam

menyelesaikan masalah-masalah tersebut.83

Perjanjian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan tidak terdapat pencantuman klausula yang letaknya maupun bentuknya tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit untuk dimengerti oleh nasabah. Pihak Bank Sumut Cabang Medan selalu tetap menjelaskan kepada nasabah tentang isi perjanjian kredit tersebut dengan detail, dan jelas tentang syarat-syarat yang ada

pada diperjanjian kredit tersebut.84

Kenyataannya selama ini di PT. Bank Sumut Cabang Medan, klausula-klausula dari perjanjian kredit yang ditawarkan dan diberikan kepada nasabah biasanya yang dianggap berat dan dikeluhkan oleh nasabah itu sendiri adalah klausula tentang persoalan bunga, akan tetapi pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan juga menjelaskan dan memberi perbandingan kepada nasabah bahwa bunga perkreditan yang ditentukan di PT. Bank Sumut Cabang Medan lebih rendah dari Koperasi maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan selama ini juga pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dalam memberikan pelayanan kepada

nasabah bersifat kekeluargaan.85

Berdasarkan peraturan umum pemberian kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan dijelaskan bahwa langkah pertama yang dilakukan apabila terjadi perselisihan dalam perjanjian yang berbentuk baku (standart contract) antara pihak PT. Bank Sumut Cabang Medan dengan nasabahnya maka diselesaikan

83 Ibid. 84 Ibid. 85

secara musyawarah dan mufakat. Ini menunjukkan adanya upaya penyelesaian secara baik-baik untuk melindungi kepentingan bagi para pihak dalam

melaksanakan perjanjian kredit tersebut.86

Adanya upaya penyelesaian yang dicapai secara musyawarah dan mufakat oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan terhadap nasabahnya adalah merupakan wujud dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, yaitu sebagaimana disebutkan Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa “sengketa

konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan

pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.”

Berdasarkan sebagaimana yang dimaksud Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian sengketa antara PT. Bank Sumut Cabang Medan terhadap nasabah secara damai tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang perlindungan konsumen.

Upaya terakhir yang dapat dilakukan terhadap timbulnya pemasalahan dalam pelaksanaan perjanjian kredit yang dituangkan dalam klausula baku (standard contract) yang disepakati oleh para pihak adalah dengan melakukan

gugatan ke pengadilan setelah sebelumnya telah dilakukan upaya

mediasi/pedamaian (negoisasi) secara musyawarah dan mufakat.

86

Pengajuan gugatan melalui pengadilan untuk upaya penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak bank dengan nasabah adalah sesuai dengan rumusan pada perjanjian Persetujuan Membuka Kredit di PT. Bank Sumut Cabang Medan.

Pasal Penutup pada perjanjian Persetujuan Membuka Kredit terdapat klausula yang berbunyi “untuk segala yang berkenaan dengan Persetujuan Membuka Kredit ini, kedua belah pihak memilih tempat kedudukan (domisili) pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan. Peralihan domisili ini berlaku juga untuk ahli waris debitur/Pemberian agunan (pihak ketiga) dan untuk siapa saja yang akan menjadi gantinya.”

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan permasalahan penelitian ini adalah:

1. Kedudukan para pihak antara bank dan nasabah dalam perjanjian kredit

yang menggunakan klausula baku (standart contract), bank menawarkan dan memberikan perjanjian kepada nasabah yang telah lebih dulu dibakukan dan dibuat dalam bentuk blangko/formulir dan nasabah hanya dalam posisi menerima atau menolak perjanjian tersebut sehingga nasabah berada pada posisi tawar (bergaining position) yang tidak setara. Hal tersebut secara jelas, menggambarkan posisi bank yang menentukan secara sepihak. Oleh karena itu, dengan keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen maka bank dalam menentukan perjanjian kredit yang berbentuk klausula baku (standart contract) harus berdasarkan dan tidak bertentangan dengan undang-undang tersebut.

2. Pertanggung jawaban bank dalam penerapan klausula baku atas perjanjian

kredit yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Thun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa bank sebagai lembaga keuangan yang bergerak dibidang jasa, maka bentuk pertanggung jawaban dalam hukum perlindungan nasabah adalah melalui pertanggung jawaban profesional dan pertanggung jawaban kontraktual antara pihak bank dan

nasabah. Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak bank sebagaimana berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disebutkan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3. Upaya-upaya perlindungan hukum dari pelaksanaan perjanjian kredit

terhadap klausula baku pada nasabah bahwa Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa ada 5 (lima) asas perlindungan hukum terhadap konsumen, yaitu: asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, asas kepastian hukum. dalam peraturan umum pemberian kredit PT. Bank Sumut Cabang Medan dijelaskan bahwa langkah pertama dilakukan bila terjadi perselisihan terhadap perjanjian yang berbentuk baku (standart contract) antara PT. Bank Sumut Cabang Medan dengan nasabahnya adalah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Ini menunjukkan adanya upaya penyelesaian secara baik untuk melindungi kepentingan-kepentingan bagi kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian yang berbentuk baku (standart contract).

B.Saran

Adapun yang menjadi saran atas hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pihak perbankan yang memiliki kedudukan yang lebih kuat pada saat

pembuatan kontrak baku/klausula baku harus memperhatikan keadilan dan hak-hak nasabah sehingga tercapainya kemanfaatan yang seimbang.

2. Agar Setiap calon nasabah sebelum perjanjian kredit terlebih dahulu

membaca dan memahami klausula baku yang diberikan oleh pihak bank, sehingga tidak bertentangan dengan UU no.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

3. Diharapkan PT. Bank Sumut Cabang Medan lebih meningkatkan

pelayanannya kepada setiap nasabah khususnya pelayanan pemberian kredit kepada nasabah.

Beberapa penyebutan istilah kredit dari berbagai bahasa asing, yakni credere (bahasa Yunani), credito (bahasa latin). Di dalam kamus lengkap bahasa Indonesia moderen, istilah kredit diartikan ansuran, cicilan, mengangsur, mencicil.14

Kata kredit merupakan bentuk past participle dari kata credere yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit) dalam hubungan perkreditan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dengan syarat-syarat yang telah setuju bersama, dan dapat mengembalikan (membayar

kembali) kredit yang bersangkutan.15

Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari bank, orang atau

badan usaha telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit.16 Dengan

pengertian tersebut dapat dipahami, bahwa kredit merupakan suatu utang atau peminjaman uang.

Kredit yang berarti kepercayaan, maka kredit tanpa kepercayaan tidak akan terwujud karena kepercayaan merupakan faktor yang mendasar dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit. Dalam dunia perdagangan kepercayaan dapat diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa. Untuk perjanjian pemberian

14

Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Moderen, CV. Pustaka Agung Harapan, Surabaya, 2013, hal. 323

15 Rudyanti Dorotea Tobing, Op. Cit., hal. 178

16 H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal.123

kredit mutlak adanya 2 (dua) pihak yang berhubungan satu sama lain. Di satu piak

pemberi kredit dan dipihak lain yang menerima kredit.17

Menurut O. P. Simorangkir, bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada

waktu mendatang.18

Savelberg menyatakan bahwa kredit mempunai arti antara lain:

1. Sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak

menuntut sesuatu dari orang lain.

2. Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada

orang lain dengan tujuan memperoleh kembali apa yang diserahkan

itu (commdatus, depositus, regulare, pignus).19

Levy merumuskan arti hukum dari kredit, bahwa kredit ialah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan

jumlah pinjaman itu dibelakang hari.20

M. Jakile mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti

dari janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tersebut.21

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

17 Ibid. 18 Ibid.

19 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 2003, hal. 21 20 Ibid.

21

Berdasarkan dari pengertian kredit menurut undang-undang yang tersebut diatas, maka terdapat 2 (dua) pihak yang terlibat dalam kredit, yaitu pihak yang meminjam atau debitur, dan pihak yang membiayai atau kreditur, adanya kepercayaan, balas jasa, perjanjian dan kesepakatan, adanya jangka waktu, dan resiko yang harus ditanggung.

Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana tersebut diatas, suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, yakni:

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan penyediaan uang.

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana untuk pembukaan letter of credit (LC).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara

bank dengan pihak lain.

Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan peyediaan uang tersebut. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.

Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian, tunduk kepada ketentuan hukum perikatan dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUHPerdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan

pencantuman klausul baku dalam perjanjian.

Perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank dengan debitur lazim disebut perjanjian kredit, surat perjanjian kredit, akad kredit, dan sebutan lain yang hampir sejenis. Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata) merupakan UU bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata

menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku sebagai UU bagi pihak yang berjanji.

3. Adanya kewajiban melunasi utang.

Pinjam-meminjam uang adalah suatu utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakati, yang biasanya terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit perbankan bukan suatu bantuan dana yang diberikan secara cuma-cuma. Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali oleh debitur.

4. Adanya jangka waktu tertentu.

Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit yang dibuat bank dengan debitur. Jangka waktu yang ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit.

Berdasarkan jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.

5. Adanya pemberian bunga kredit.

Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank kepada debitur. Namun, sering pula disebut sebagai balas jasa atas penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayaran oleh debitur, akan merupakan salah satu sumber

pendapatan yang utama bagi bank.22

Menurut Kasmir, bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan

Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.

22 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hal. 76

2. Kesepakatan

Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pmberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Jangka Waktu

Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencangkup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

4. Risiko

Adanya suatu tenggang rasa waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh risiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam, atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.

5. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya

ditentukan dengan bagi hasil.23

Mengenai bentuk perjanjian kredit, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia bahwa belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus tentang suatu perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk tertentu. artinya, para pihak antara bank dengan nasabah bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki untuk disepakati bersama, baik perjanjian tersebut dibuat secara tertulis maupun tidak tertulis (lisan).

23 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 98

Praktiknya, bahwa setiap bank pada umumnya dalam pemberian kredit terhadap nasabah biasanya dituangkan dalam bentuk tertulis. Perjanjian kredit tertulis tersebut mengacu pada:

1. Instruksi Presidium Kabinet No. 15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober

1966 jo. Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/593/UPK/Pem tanggal 8 Oktober 1966 dan Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I No. 2/649/UPK/Pem tanggal 20 Oktober 1966