• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Penggunaan Gawai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Pembahasan

3. Pengaturan Penggunaan Gawai

Disampaikan oleh Barber (2002 dalam Muth, 2012) Kontrol terhadap tingkah laku disisi lain menyajikan pengaturan, pengawasan, serta pengelolahan tingkah laku yang secara positif merupakan bentuk kotrol yang memberikan

peluang kepada remaja untuk berkembang dibawah supervisi yang cukup. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Barber,dkk (1994) sebelumnya menjelaskan bahwa kontrol perilaku orang tua berhubungan dengan kapasitas anak dalam meregulasi perilakunya sendiri. Orang tua yang berperan aktif dalam mengontrol perilaku anak dapat menumbuhkan kontrol diri dan kesadaran pada diri anak. Adanya regulasi pengaturan penggunaan dan pengawasan gawai berdampak pada pembentukan regulasi anak dari mengakses konten negatif melalui gawai. Hal ini sejalan dengan temuan di lapangan bahwa kontrol yang dilakukan keluarga dengan mengawasi perilaku anak saat menggunakan gawai telah membentuk kontrol diri pada anak sehingga tidak kembali mengakses pornografi, anak tidak mau lagi melihat pornografi (B9/W2), selain itu adanya perkembangan anak berupa berkurangnya intensitas mengakses pornografi dari jarak yakni mengukur dari jarak mengakses kali pertama dengan kali selanjutnya yang sebelumnya sekitar dua minggu menjadi satu bulan (B10/W2).

B. Memberikan Contoh ( Modelling )

1. Memberikan Contoh ( Modelling ) dalam pengaturan waktu penggunaan dan penghentian penggunaan gawai

Terkadang hanya perhatian positif saja tidak cukup untuk menetapkan sebuah perilaku. Orang tua juga harus secara aktif mengajarkan pada anak apa yang diinginkan orangtua untuk dilakukan oleh anak-anak. Cara paling efektif mengajarkan pada anak adalah adanya contoh dari orang tua terkait perilaku yang diharapkan. Karena anak-anak tidak dapat secara spontan melakukan apa yang

orangtua mereka inginkan dari mereka untuk dilakukan, sehingga orang tua mencontohkan pada anak perilaku tersebut sudah mereka lakukan. Seperti halnya dipahami oleh ibu, bahwasannya ibu memberikan contoh yakni modelling dalam penggunaan gawai yang sesuai agar anak dapat melakukan demikian pula.

Modelling menurut Perry dan Furukawa (dalam Abimanyu dan Manrihu 1996) didefinisikan sebagai proses belajar melalui observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau kelompok, sebagai model, berperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, sikap-sikap, atau tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model yang ditampilkan. Adapun pengaksesan anak pada pornografi melalui gawai sehingga perlu adanya ketepatan anak dalam menggunakan gawai. Agar anak tidak terus menerus menggunakan gawai, ibu memberikan contoh dengan tidak memainkan gawai saat malam hari (W1/B38).

Modeling melibatkan empat proses, yaitu sebagai berikut:(1) Attentional, yaitu proses dimana observer/individu menaruh perhatian terhadap perilaku atau penampilan model. Jones (2011:435) menyebutkan variabel dari attention adalah, karakteristik stimuli modeling (mencakup, ketersediaan, kekhasan, atraktivitas personal, nilai fungsional) dan karakteristik pengamat (mencakup, kapasitas sensorik, tingkat rangsang, kebiasaan perseptual, dan reinforsemen sebelumnya). Anak-anak cenderung mengimitasi model yang menunjukan kehangatan, mengasuh, dan kuat (Brooks,2004; 137), (2) Retention, yaitu proses yang merujuk pada upaya individu untuk memasukkan infomasi tentang model. ibu juga merasa perlu untuk terlebih dahulu memberikan penjelasan pada anak bahwa baik ibu dan anak agar sama-sama tidak menggunakan gawai. Ibu menjelaskan

berulang-ulang pada anak bahwa ibu juga melakukan hal sama dengan anak agar terbentuk kepercayaan dan keyakinan pada diri anak pada yang dilakukan oleh ibu sehingga anak nantinya dapat mengikuti.

Yakni orang tua memberikan contoh cara pemakaian dan pengaturan penggunaan gawai pada anak. Kedua orang tua baik ibu dan ayah saling bekerja sama menetapkan komitmen masing-masing untuk menjadi contoh bagi anak dalam pemakaian gawai yang sesuai. Adapun kedua orang tua subyek telah sepakat untuk tidak memainkan gawai pada malam hari seperti halnya aturan tersebut berlaku pada subyek. Sehingga anak nantinya tidak akan merasa iri dan memahami bahwa orang tua nya saja dapat melakukan aturan tersebut maka dirinya juga dapat melakukannya.

C. Membangun Kelekatan (Attachment)

Tugas pertama dalam mengasuh anak adalah menciptakan hubungan yang dekat dengan anak. Adapun dalam psikologi disebut sebagai kelekatan. Kelekatan merupakan suatu ikatan emosional yang kuat yang dikembangkan anak melalui interaksinya dengan orang yang mempunyai arti khusus dalam kehidupannya, biasanya orang tua (McCartney dan Dearing,2002).

1.Caring

Membangun kelekatan antara orangtua dan anak adalah dengan memberikan perawatan sesuai dengan kebutuhan anak dan menjadi partner sosial yang interaktif yang menanggapi respon tentang pengalaman anak (Brooks,2002:110). Melalui pernyataan tersebut dapat ditarik dua cara dalam

membangun kelekatan dengan anak yakni dengan memberikan perawatan dan menjadi teman berbagi pengalaman bagi anak. Adapun perawatan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan psikis bagi anak. Salah satu kebutuhan anak dalam penelitian ini adalah untuk ditemani ketika tidur (W2/B6). Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Gewirtz (dalam Hetherington dan Parke,1999) yang menjelaskan bahwa stimulasi yang diberikan oleh ibu menjadi sumber pembentuk kelekatan. Disamping itu, menurut (dalam Ervika: Durkin,1995)) kelekatan merupakan suatu hubungan yang didukung dengan oleh tingkah laku lekat (attachment behavior) yang dirancang untuk memelihara hubungan tersebut. Adapun ibu sebagai stimulan pembentuk kelekatan dengan menemani anak saat tidur karena anak masih minta untuk ditemani (W2/B6) begitupula dengan nenek (W1/B40). Adapun menemani anak tidur adalah bentuk dari tingkah laku lekat yang dipelihara oleh ibu untuk menunjukan kelekatan pada anak. Selain itu, terbentuknya kelekatan menguatkan hubungan batin antara anak dan keluarga, memberikan kenyamanan dan keamanan pada anak sehingga juga muncul dorongan dalam diri anak untuk melekatkan diri yakni dengan menginisiasi permintaan pada orangtua ataupun nenek untuk menemaninya tidur. Sehingga tingkah laku lekat disini bersifat resiprokal dilakukan oleh keduanya baik orangtua maupun anak.

Disebutkan dalam teori etologi bahwa sebetulnya tingkah laku lekat tidak hanya ditunjukan pada anak namun juga pada ibu. Benuk tingkah laku lekat pada ibu berupa sikap yang ingin mempertahankan kontak dengan anak dan memperlihatkan ketanggapan terhadap pemenuhan kebutuhan anak. Tingkah laku

lekat ini berfungsi membantu individu bertahan dan menjaga anak dibawah perlindungan orangtua. Bowbly (dalam Stams, Juffer dan Ijendoon,2002) menyebutnya dengan istilah “care taking behavior” yang merupakan bagian biologis yang tidak dipelajari.

2.Sharing

Pada saat menemani anak tidur, ibu membangun kedekatan melalui proses saling berbagi cerita antara ibu dan anak. Sebagaimana dijelaskan dalam paragraf sebelumnya yakni pernyataan dari (Brooks,2002:110) bahwa salah satu cara membentuk kelekatan antara orangtua dan anak adalah dengan menjadi partner sosial yang interaktif dalam menanggapi respon tentang pengalaman anak. Jika dilihat dari sudut pandang anak, anak meminta untuk ditemani saat tidur adalah tingkah laku lekat yang dilakukan untuk mempertahankan kedekatan serta melakukan komunikasi dengan figur lekatnya Ainsworth (dalam Adiyanti:1985).

Waktu tidur adalah saat ketika anak dapat bercerita lebih banyak. Karena pada saat tersebut orang tua telah selesai dari rutinitasnya sehingga waktu mereka dapat sepenuhnya dimiliki oleh anak. Pada saat tersebut orang tua dapat menanyakan,”hal baik apa yang terjadi hari ini?”. Hal ini merupakan waktu yang ideal untuk menjalin komunikasi dengan anak. Karena itu, waktu tidur dimanfaatkan ibu tidak hanya dengan menemani anak namun juga mengajak anak berbagi cerita tentang pengalaman anak selama seharian di sekolah (W1/B40). Sama halnya dengan ibu subyek begitupula yang dilakukan oleh nenek dengan mengajak anak bercerita tentang pengalamannya dalam memahami pelajaran di sekolah (W3/B30).

Peran orangtua melalui tingkah laku lekat yakni menemani anak tidur membangun secure attachment dengan anak. Dalam penelitian yang dilakukan (dalam :68 Helmi (1999)) disebut kan bahwa individu dengan secure attachment mempunyai skema diri positif sehingga memiliki pandangan yang positif terhadap diri. hubungan yang hangat dan responsif dari figur lekat pada masa bayi dan anak-anak akan menyebabkan anak merasa aman dan merasa tidak disingkirkan, sehingga mudah untuk membina hubungan akrab dengan orang lain dan pada akhirnya akan terbuka dengan orang lain. Adapun kelekatan yang terjalin antara ibu dan anak, saat menemani tidur memunculkan perasaan nyaman sehingga anak dapat terbuka saat berbagi cerita. Meskipun terkadang anak menutup diri untuk bercerita pada ibu. Namun untuk meyakinkan anak, ibu menyampaikan bahwa upayanya mengajak anak berbagi cerita tersebut sebagai bentuk perhatian ibu pada anak. Sehingga anak terdorong untuk terbuka menceritakan keadaannya (W5/B42). Ungkapan ibu dalam menegaskan kepeduliannya menumbuhkan kenyamanan pada anak. Sebagaimana disampaikan (Ronald,2006:155) pernyataan kasih sayang yang diberikan oleh orangtua dapat menumbuhkan perasaan aman dan menjadi bagian dari keluarga. Pada saat itupula ibu dapat menanyakan hal yang sensitif bagi anak yakni awal pertemuan anak dengan pornografi. Sikap anak yang menunjukan keterbukaannya pada ibu memudahkan anak untuk dapat membagikan pengalaman pertamanya mengetahui pornografi (W2/B14).

Dokumen terkait